Setiap karyawan yang bekerja sangat membutuhkan perhatian, salah satu contohnya adalah perhatian tentang kesehatan dan keselamatan kerja karyawan dalam bekerja agar karyawan dapat terjamin kesehatan dan keselamatannya pada saat bekerja, karena dengan terjaminnya rasa aman tersebut maka karyawan dapat bekerja lebih baik sehingga produktivitas kerja dari karyawan dapat meningkat. Kondisi keselamatan dan kesehatan kerja pada suatu perusahaan menentukan baik tidaknya suatu performansi kerja dalam perusahaan tersebut. Kemampuan seseorang sangat bergantung pada gabungan dari karakteristik pribadi, kapasitas fisiologis, psikologis serta biomekanika yang dimilikinya. Sedangkan aktivitas yang dilakukan tergantung kepada tugas, organisasi dan lingkungan yang harus dihadapi. Potensi bahaya yang muncul dapat berupa cara kerja dari tenaga kerja, peralatan kerja yang canggih, beban kerja yang berat yang akan mengakibatkan penyakit akibat kerja, sehingga kecacatan bahkan kematian. Antisipasi terhadap potensi bahaya tersebut harus dilaksanakan sedini mungkin. Sebagai salah satu aspek perlindungan tenaga kerja yang sarat dengan muatan Hak Azasi Manusia (HAM) termasuk salah satu syarat dalam memenuhi tuntutan globalisasi dunia sehingga K3 perlu mendapat perhatian kita untuk lebih dimasyarakatkan kepada seluruh dunia usaha dan unsur terkait lainnya. Pengembangan dan peningkatan K3 di sektor kesehatan perlu dilakukan dalam rangka menekan serendah mungkin resiko kecelakaan dan penyakit yang timbul akibat hubungan kerja untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi kerja. Kondisi keselamatan dan kesehatan kerja (K3) perusahaan di Indonesia secara umum diperkirakan termasuk rendah. Kondisi tersebut mencerminkan kesiapan daya saing perusahaan Indonesia di dunia internasional masih sangat rendah. Indonesia akan sulit menghadapi pasar global karena mengalami ketidakefisienan pemanfaatan tenaga kerja (produktivitas kerja yang rendah). Hal tersebut perlu didukung dengan tenaga kerja yang kompeten.Oleh karena itu, disamping perhatian perusahaan, pemerintah juga perlu memfasilitasi dengan peraturan atau aturan perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja. Nuansanya harus bersifat manusiawi atau bermartabat.
I.2 Maksud dan Tujuan
1. Memberikan bantuan kepada tenaga kerja dalam penyesuaian diri baik fisik maupun mental terutama dalam penyesuaian pekerjaan dengan tenaga kerja 2. Melindungi tenaga kerja terhadap setiap gangguan kesehatan yang timbul dari pekerjaan atau lingkungan kerja. 3. Meningkatkan kesehatan badan, kondisi mental dan kemampuan fisik tenaga kerja. 4. Memberi pengobatan, perawatan dan rehabilitasi bagi tenaga kerja I.3 Ruang Lingkup 1. Komponen pokok (essential component). a. Pemeriksaan kesehatan pekerja pada awal, berkala dan khusus b. Diagnosis dan pengobatan penyakit atau kecelakaan akibat kerja, termasuk rehabilitasinya. c. Pertolongan pertama dan pengobatan kecelakaan yang bukan akibat kerja. d. Pendidikan akan bahaya potensial akibat kerja. e. Program pemilihan dan penggunaan alat pelindung diri. f. Inspeksi berkala dan evaluasi lingkungan dan tempat kerja. g. Studi tentang toksikologi bahan kimia. h. Studi epidemiologik pengaruh lingkungan kerja. i. Imunisasi penyakit infeksi. j. Pencatatan medik kesehatan kerja. k. Ikut serta dalam penentuan dan evaluasi asuransi kesehatan dalam perusahaan. l. Evaluasi efektivitas program kesehatan kerja 2. Komponen Pilihan ( Elective Component). a. Penyediaan fasilitas kesehatan sederhana dan non occupational b. Pengobatan berulang dan non occupational yang disediakan untuk mencegah hilangnya waktu kerja c. Program konsultasi untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan kesehatan d. Pendidikan kesehatan yang lebih mendalam e. Pemantauan angka absen karena sakit. f. Imunisasi penyakit infeksi yang lebih lengkap. g. Koordinasi dengan unit lain di luar perusahaan I.4 Dasar Hukum Dengan alasan untuk melindungi para tenaga kerja dan pengembangan usaha demi tercapainya tidak adanya kecelakaan dan penyakit akibat kerja maka ada beberapa landasan yang digunakan oleh perusahaan, sebagai berikut : A. UU No.I tahun 1970 tentang kesehatan dan keselamatan kerja B. UU No 13 tahun 2003 pasal 86 dan 87 tentang ketenagakerjaan C. UU No.23 tahun 1992 tentang kesehatan D. UU No 3 tahun 1992 tentang jaminan sosial tenaga kerja E. Permenakertrans No.03/Men/1982 tentang pelayanan kesehatan kerja F. Kepres RI No.22 tahun 1993 tentang penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja G. Kepmenakertrans No.68 tahun 2004 tentang pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS di tempat kerja H. Permenakertrans No.11/Men/VI/2005 tentang pencegahan penyalahgunaan narkoba, psikotropika dan zat adiktif lainnya di tempat kerja I. Permenakertrans No.01/Men/1976 tentang kewajiban pelatihan hiperkes bagi dokter perusahaan J. Permenakertrans No.01/Men/1979 tentang kewajiban pelatihan hiperkes bagi paramedic perusahaan K. Permenakertrans No.Per 02/Men/1980 tentang pemeriksaan kesehatan tenaga kerja dalam penyelanggaraan keselamatan kerja L. Permenakertrans No.Per 03/Men/1983 tentang pelayanan kesehatan kerja. M. SE.Menakertrans No.SE.01/Men/1979 tentang pengadaan kantin dan ruang makan N. SE.Dirjen binawas No.SE.86/BW/1989 tentang perusahaan catering yang mengelola makanan bagi tenaga kerja