STEP 2
1.apa tujuan dari hiperkes ?
2.Sasaran dari Hiperkes ?
3.peran dari kewajiban dokter perusahaan mengenai hiperkes ?
4.apa saja program- program hiperkes ?
5.apakah manfaat dari hiperkes ?
6.apa saja ruanglingkup dari hiperkes ?
7.Apa saja ruanglingkup dari ergonomi kesehatan?
8.bagaimana aplikasi higiene kesehatan,ergonomi,toksikologi ?
9.apa tujuan ergonomi kesehatan dan keselamatan kerja ?
10.definisi kecelakaan kerja dan klasifikasi dari kecelakaan kerja ?
STEP 3
1. apa tujuan dari hiperkes ?
TUJUAN :
Agar masyarakat pekerja (karyawan perusahaan, pegawai negeri, petani, nelayan,
pekerja2 bebas dsb) dapat mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya baik fisik,
mental dan sosialnya.
Agar masyarakat sekitar perusahaan terlindung dari bahaya2 pengotoran oleh bahan2
yang berasal dari perusahaan.
Agar hasil produksi perusahaan tidak membahayakan kesehatan masyarakat
konsumennya.
Agar efisiensi kerja dan daya produktivitas para karyawan meningkat dan dengan
demikian akan meningkatkan pula produksi perusahaan.
Entjang, Indan, “Ilmu Kesehatan Masyarakat”, 2000
Kesehatan kerja :
a. Pencegahan dan pemberantasan penyakit-penyakit dan
kecelakaan-kecelakaan akibat kerja.
b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan dan gizi tenaga kerja.
c. Perawatan dan mempertinggi efisiensi dan produktivitas tenaga
kerja.
d. Pemberantasan kelelahan kerja dan meningkatkan kegairahan
serta kenikmatan kerja.
e. Perlindungan masyarakat sekitar suatu perusahaan agar
terhindar dari bahaya-bahaya pencemaran yang ditimbulkan
oleh perusahaan tersebut.
f. Perlindungan masyarakat luas dari bahaya-bahaya yang mungkin
ditimbulkan oleh produk-produk perusahaan.
Prof. Dr. Soekidjo Notoatmodjo. Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-prinsip
Dasar. Rineka Cipta. Jakarta. 2003.
- Hygiene perusahaan :
Melindungi pekerja dan masyarakat sekitar suatu perusahaan atau industri dari bahaya-
bahaya yang mungkin timbul.
Sasaran suatu kegiatan Higiene Perusahaan adalah lingkungan dengan jalan pengukuran-
pengukuran agar tahu bahaya-bahaya yang ada atau mungkin timbul kualitatif dan
kuantitatif, dan dengan pengetahuan tentang bahaya tersebut diadakan usaha-usaha
perbaikan serta pencegahan.
Dr. suma’mur P.K., M.Sc. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Gunung Agung.
Jakarta. 1986.
3. Sasaran dari Hiperkes ?
Sasaran suatu kegiatan Higiene Perusahaan adalah lingkungan dengan jalan pengukuran-
pengukuran agar tahu bahaya-bahaya yang ada atau mungkin timbul kualitatif dan
kuantitatif, dan dengan pengetahuan tentang bahaya tersebut diadakan usaha-usaha
perbaikan serta pencegahan.
KesimpulanSasaran hiperkes : Lingkungan Kerja
Jenis Lingkungan kerja :
1. Lingkungan fisik : kualitas cahaya, pertukaran udara, tekanan, suhu, perangkat
kerja.
2. Lingkungan kimia : bahan baku, bahan jadi, bahan sisa produksi
3. Lingkungan biologi : flora dan fauna yang berhubungan dengan kegiatan
perusahaan
4. Lingkungan sosial : keluarga pekerja dan masyarakat sekitar
Sumber :
Dr. suma’mur P.K., M.Sc. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Gunung Agung.
Jakarta. 1986.
KESEHATAN KERJA
• Kesehatan kerja adalah upaya perusahaan untuk mempersiapkan, memelihara serta tindakan lain
dalam rangka pengadaan serta penggunaan tenaga kerja dengan kesehatan yang maksimal , sehingga dapat
berproduksi secara maksimal juga.
Suma’mur. 1986. “Higiene Perusahaan dan Keselamatan Kerja”. Gunung Agung Jakarta
a. Mengantisipasi
Antisipasi merupakan kegiatan untuk memprediksi potensi bahaya dan risiko di
tempat kerja. Adapun tujuan dari antisipasi adalah :
Mengetahui potensi bahaya dan risiko lebih dini sebelum muncul menjadi
bahaya dan risiko yang nyata.
Mempersiapkan tindakan yang perlu sebelum suatu proses dijalankan atau suatu
area dimasuki.
Meminimalisasi kemungkinan risiko yang terjadi pada saat suatu proses
dijalankan atau suatu area dimasuki.
b. Mengenal / Rekognisi
Merupakan serangkaian kegiatan untuk mengenali suatu bahaya lebih detil dan
lebih komprehensif dengan menggunakan suatu metode yang sistematis sehingga
dihasilkan suatu hasil yang objektif dan bisa dipertanggung- jawabkan. Dimana dalam
rekognisi ini kita melakukan pengenalan dan pengukuran untuk mendapatkan
informasi tentang konsentrasi, dosis, ukuran (partikel), jenis, kandungan atau struktur,
dan sifat. Adapun tujuan dari pengenalan, yaitu :
Mengetahui karakteristik suatu bahaya secara detil (sifat, kandungan, efek,
severity, pola pajanan, besaran).
Mengetahui sumber bahaya dan area yang berisiko.
Mengetahui pekerja yang berisiko.
c. Mengevaluasi
Pada tahap penilaian/evaluasi lingkungan, dilakukan pengukuran, pengambilan
sampel dan analisis di laboratorium. Tujuan dari pengukuran dalam evaluasi, yaitu :
Untuk mengetahui tingkat risiko.
Untuk mengetahui pajanan pada pekerja.
Untuk memenuhi peraturan (legal aspek).
Untuk mengevaluasi program pengendalian yang sudah dilaksanakan.
Untuk memastikan apakah suatu area aman untuk dimasuki pekerja.
Mengetahui jenis dan besaran hazard secara lebih spesifik.
d. Pengendalian
Pengendalian faktor – faktor lingkungan kerja sesungguhnya dimaksudkan untuk
menciptakan atau memelihara lingkungan kerja agar tetap sehat dan aman atau
memenuhi persyaratan kesehatan dan norma keselamatan.
Beberapa bentuk pengendalian :
Eliminasi
Upaya menghilangkan bahaya dari sumbernya serta menghentikan
semua kegiatan pekerja di daerah yang berpotensi bahaya.
Substitusi
Upaya mengurangi bahaya dengan memodifikasi/mengubah
peralatan/kondisi.
Isolasi
Menghapus sumber paparan bahaya dari lingkungan pekerja dengan
menempatkannya di tempat lain atau menjauhkan lokasi kerja yang
berbahaya dari pekerja lainnya, dan sentralisasi kontrol kamar.
Engineering control
Pengendalian bahaya dengan melakukan modifikasi pada faktor
lingkungan kerja selain pekerja.
Administrasi control
Pengendalian bahaya dengan melakukan modifikasi pada interaksi
pekerja dengan lingkungan kerja.
APD (Alat Pelindung Diri)
Sumber : Suma’mur . Tugas & Fungsi dokter serta paramedis HIPERKES di Perusahaan
7. bagaimana aplikasi,ergonomi?
Kohar Sulistiadi dan Sri Lisa Susanti (2003) menyatakan bahawa fokus ilmu ergonomi adalah
manusia itu sendiri dalam arti dengan kaca mata ergonomi, sistem kerja yang terdiri atas mesin,
peralatan, lingkungan dan bahan harus disesuaikan dengan sifat, kemampuan dan keterbatasan
manusia tetapi bukan manusia yang harus menyesuaikan dengan mesin, alat dan lingkungan dan
bahan.
Ilmu ergonomi mempelajari beberapa hal yang meliputi:
a. Lingkungan kerja meliputi kebersihan, tata letak, suhu, pencahayaan, sirkulasi udara , desain
peralatan dan lainnya.
b. Persyaratan fisik dan psikologis (mental) pekerja untuk melakukan sebuah pekerjaan:
pendidikan,postur badan, pengalaman kerja, umur dan lainnya
c. Bahan-bahan/peralatan kerja yang berisiko menimbulkan kecelakaan kerja: pisau, palu,
barang pecah belah, zat kimia dan lainnya
d. Interaksi antara pekerja dengan peralatan kerja: kenyamanan kerja, kesehatan dan
keselamatan kerja, kesesuaian ukuran alat kerja dengan pekerja, standar operasional prosedur
dan lainnya
Posisi Kerja, terdiri dari posisi duduk dan posisi berdiri, posisi duduk dimana kaki tidak
terbebani dengan berat tubuh dan posisi stabil selama bekerja. Sedangkan posisi berdiri
dimana posisi tulang belakang vertikal dan berat badan tertumpu secara seimbang pada dua
kaki.
A. Posisi Kerja Duduk
Keuntungan:
1. Mengurangi kelelahan pada kaki.
2. Terhindarnya sikap yg tidak alamiah.
3. Berkurangnya pemakaian energi.
Kerugian:
1. Melembeknya otot perut.
2. Melengkungnya punggung.
3. Efek buruk bagi organ bagian dalam
3.Tata letak tempat kerja. Display harus jelas terlihat pada waktu melakukan aktivitaskerja.
Sedangkan simbol yang berlaku secara internasional harus lebih banyak digunakan
daripada hanya kata-kata saja.
Supervisi medis :
Semua pekerja secara kontinyu harus mendapat supervisi medis teratur.
- Pemeriksaan sebelum bekerja untuk menyesuaikan dengan beban kerjanya
- Pemeriksaan berkala untuk memastikan pekerja sesuai dengan pekerjaannya dan
mendeteksi bila ada kelainan.
- Nasehat harus diberikan tentang hygiene dan kesehatan, khususnya pada wanita muda dan
yang sudah berumur.
Sumber :
Nurmianto, Eko.,1996,” Ergonomi, Konsep Dasar Dan Aplikasinya, Edisi Pertama”,
Jakarta. Guna Widya
8.
Febri E.B.S. 2011. Penerapan Ergonomi dalam Konsep Kesehatan. Jurnal Ergonomi
Kesehatan Vol 7 No.14
1. Tujuan
Secara umum penerapan ergonomi terdiri dari banyak tujuan. berikut ini tujuan dalam penerapan
ergonomi:
Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya pencegahan cidera dan
penyakit akibat kerja, menurunkan beban kerja fisik dan mental, mengupayakan
promosi dan kepuasan kerja.
Tarwaka, dkk. 2004. Ergonomi Untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan. Produktivitas. UNIBA PRESS.
Cetakan Pertama. Surakarta
Ergonomi Untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan. Produktivitas. Tarwaka, dkk. 2004.
Tehnik
Yaitu cara-cara melakukan pekerjaan dengan baik sehingga dapat mengurangi
resiko cedera akibat ergonomi yang tidak baik.
Fisik
Yaitu dimana penampilan seseorang mencerminkan keseimbangan antara
kemampuan tubuhnya dengan tuntutan tugas. Apabila tuntutan tugas lebih besar
daripada kemampuan tubuh maka akan terjadi ketidaknyamanan, kelelahan,
kecelakaan, cedera, rasa sakit, penyakit, serta menurunya produktivitas. Sebaliknya,
apabila tuntutan tugas lebih kecil dari kemampuan tubuh, akan terjadi understress,
seperti kejenuhan, kebosanan, kelesuhan,kurang produktif dan sakit.
Anatomi
Yaitu berhubungan dengan kekuatan dan gerakan otot dan persendian.
Antropometri
Yaitu suatu kumpulan data numerik yang berhubungan dengan karakteristik
fisik tubuh manusia yang meliputi ukuran, bentuk dan kekuatan yang nantinya
berfungsi untuk mendisain tempat kerja seseorang.
Fisiologi
Yaitu berhubungan dengan fungsi-fungsi dan kerja tubuh, seperti temperature
tubuh, oksigen yang didapat saat bekerja, aktifitas otot dan lain-lain.
Disain
Yaitu berupa perancangan tempat kerja yang sesuai dengan pekerja supaya
dapat bekerja secara layak, aman dan nyaman.
Ruang Lingkup
Sebagai bagian spesifik keilmuan dalam ilmu kesehatan, kesehatan kerja lebih
menfokuskan lingkup kegiatannya pada peningkatan kualitas hidup tenaga kerja melalui
penerapan upaya kesehatan yang bertujuan untuk :
1. Memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan pekerja
2. Melindungi dan mencegah pekerja dari semua gangguan kesehatan akibat
lingkungan kerja atau pekerjaannya
3. Meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja
4. Menempatkan pekerja sesuai dengan kemampuan fisik, mental, dan pendidikan
atau ketrampilannya
Budiono, A.M.S., 2005. “Bunga Rampai Hiperkes dan KK”. Semarang : UNDIP
1. Yang diatur oleh Undang-undang ini ialah keselamatan kerja dalam segala tempat
kerja, baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air maupun di udara,
yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia.
2. Ketentuan-ketentuan dalam ayat (1) tersebut berlaku dalam tempat kerja di mana :
a. dibuat, dicoba, dipakai atau dipergunakan mesin, pesawat, alat, perkakas,
peralatan atau instalasi yang berbahaya atau dapat menimbulkan kecelakaan atau
peledakan;
b. dibuat, diolah, dipakai, dipergunakan, diperdagangkan, diangkut, atau disimpan
atau bahan yang dapat meledak, mudah terbakar, menggigit, beracun,
menimbulkan infeksi, bersuhu tinggi;
c. dikerjakan pembangunan, perbaikan, perawatan, pembersihan atau
pembongkaran rumah, gedung atau bangunan lainnya termasuk bangunan
perairan, saluran atau terowongan di bawah tanah dan sebagainya atau dimana
dilakukan pekerjaan persiapan.
d. dilakukan usaha: pertanian, perkebunan, pembukaan hutan, pengerjaan hutan,
pengolahan kayu atau hasil hutan lainnya, peternakan, perikanan dan lapangan
kesehatan;
e. dilakukan usaha pertambangan dan pengolahan : emas, perak, logam atau bijih
logam lainnya, batu-batuan, gas, minyak atau minieral lainnya, baik di
permukaan atau di dalam bumi, maupun di dasar perairan;
f. dilakukan pengangkutan barang, binatang atau manusia, baik di darat, melalui
terowongan, dipermukaan air, dalam air maupun di udara;
g. dikerjakan bongkar muat barang muatan di kapal, perahu, dermaga, dok, stasiun
atau gudang;
h. dilakukan penyelamatan, pengambilan benda dan pekerjaan lain di dalam air;
i. dilakukan pekerjaan dalam ketinggian diatas permukaan tanah atau perairan;
j. dilakukan pekerjaan di bawah tekanan udara atau suhu yang tinggi atau rendah;
k. dilakukan pekerjaan yang mengandung bahaya tertimbun tanah, kejatuhan,
terkena pelantingan benda, terjatuh atau terperosok, hanyut atau terpelanting;
l. dilakukan pekerjaan dalam tangki, sumur atau lobang;
m. terdapat atau menyebar suhu, kelembaban, suhu, kotoran, api, asap, uap, gas,
hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara atau getaran;
n. dilakukan pembuangan atau pemusnahan sampah atau limbah;
o. dilakukan pemancaran, penyinaran atau penerimaan radio, radar, televisi, atau
telepon;
p. dilakukan pendidikan, pembinaan, percobaan, penyelidikan atau riset
(penelitian) yang menggunakan alat teknis;
q. dibangkitkan, dirobah, dikumpulkan, disimpan, dibagi-bagikan atau disalurkan
listrik, gas, minyak atau air;
r. diputar film, pertunjukan sandiwara atau diselenggarakan reaksi lainnya yang
memakai peralatan, instalasi listrik atau mekanik.
3. Dengan peraturan perundangan dapat ditunjuk sebagai tempat kerja, ruangan-
ruangan atau lapangan-lapangan lainnya yang dapat membahayakan keselamatan
atau kesehatan yang bekerja atau yang berada di ruangan atau lapangan itu dan dapat
dirubah perincian tersebut dalam ayat (2).
Klasifikasi :
13. k3
Pengertian K3
suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah
amupun rokhaniah tenaga kerja pada khususnya manusia pada umumnya, hasil karya dan
budayanya menuju masyarakat adil dan makmur.
Tujuan K3
K3 bertujuan untuk menjamin kesempurnaan jasmaniah dan rokhaniah tenaga kerja serta
hasil karya dan budayanya. Oleh karena itu keselamatan dan kesehatan kerja bertujuan untuk
mencegah dan mengurangi terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja, dan menjamian :
1. Bahwa setiap tenaga kerja dan orang lainnya di tempat kerja dalam keadaan selamat dan
sehat.
2. Bahwa setiap sumber produksi dipergunakan secara aman dan efesien
3. Bahwa proses produksi dapat berjalan lancar
Kondisi tersebut di atas dapat dicapai antara lain bila kecelakaan termasuk kebakaran,
peledakan dan penyakit akibat kerja dapat dicegah dan ditanggulangi. Oleh karena itu setiap
usaha K3 tidak lain adalah usaha pencegahan dan penanggulangan kecelakaan dan penyakit
di tempat kerja.
Ruang Lingkup K3
ruang lingkup kesehatan dan keselamatan kerja dapat digariskan sebagai berikut :
1. Kesehatan dan keselamatan kerja diterapkan di semua tempat kerja yang di dalamnya
melibatkan aspek manusia sebagai tenaga kerja, bahaya akibat kerja dan usaha yang
dikerjakan.
2. Aspek perlindungan dalam K3 meliputi :
Sumber : Sugandi Didi. 2003. Keselamatan Kerja.Bunga Rampai Hiperkes & KK.Semarang
: Badan Penerbit Universitas Diponegoro
Tujuan
Menurut Gary J. Dessler (1993), untuk sedapat mungkin memberikan jaminan kondisi
kerja yang aman dan sehat kepada setiap pekerja dan untuk melindungi sumber daya
manusia.
Menurut Suma’mur (1992), tujuan dari keselamatan dan kesehatan kerja adalah :
a. Melindungi tenaga kerja atas hak dan keselamatannya dalam melakukan pekerjaannya
untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan kinerja.
b. Menjamin keselamatan orang lain yang berada di tempat kerja.
c. Sumber produksi dipelihara dan dipergunakan secara aman dan efisien.”
Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja R.I. No. Kep. 463/MEN/1993, tujuan dari
keselamatan dan kesehatan kerja adalah mewujudkan masyarakat dan lingkungan kerja
yang aman, sehat dan sejahtera, sehingga akan tercapai; suasana lingkungan kerja yang
aman, sehat, dan nyaman dengan keadaan tenaga kerja yang sehat fisik, mental, sosial,
dan bebas kecelakaan.
Sumber:
http://e-journal.uajy.ac.id/3052/3/2TS11587.pdf
Bagian keenam
Kesehatan Kerja
Pasal 23
Kedudukan :
Secara administratif dan fungsional bertanggungjawab pada
puskesmas, sedangkan secara struktural merupakan bagian perusahaan.
kriteria diagnostik:
- karakteristik nyeri, lemah pada jari jari menurut distribusi N. medianus distal
- gejala memburuk pada malam hari ataupun sesudah fleksi yang lama, misalnya
pengemudi mobil
- hilangnya rasa raba permukaan tangan sebelah media
- kelemahan tenar/atrofi
- kesemutan dari pergelangan tangan kebawah
- EMG, hubungan dengan kerja dinilai secara hati hati, penggunaan tangan, posisi
tangan dan sering atau beratnya kekuatan atau tekanan pada pergelangan tangan
atau vibrasi
ANTHRACOSIS
Anthracosis adalah pneumokosis oleh karena debu-debu arang batu. Masa inkubasi penyakit ini
adalah 2-4 tahun. Anthracosis terlihat dalam tiga gambaran klinis, yaitu anthracosis murni,
silicoanthracosis dan tuberculosilicoanthracosis. Anthracosis murni biasanya lambat menjadi
berat dan tidak begitu berbahaya, kecuali jika terjadi emphysema yang rnungkin menyebabkan
kematian. Pada silicoanthracosis jarang terjadi émphysema. Pada tuberculosilicanthracosis, selain
terdapat ke!ainan paru-paru oleh debu yang mengandung silica dan arang batu juga oleh basil-
basil tubeculosa yang menyerang paru-paru. Dalam hal ini gambaran klinis tidaklah begitu
berbeda dengan silicosis murni. Riwayat penyakit secara klinis dari anthracosis mungkin
bertahun-tahun. Kadang-kadang penderita tidak memperlihatkan gejala, walaupun rontgen paru
nenunjukkan kelainan-kelainan. Untuk waktu yang lama gejala yang menonjol hanyalah sesak
nafas. Sering kali penderita batuk dengan dahak kehitaman, gejala tersebut disebut
melanoptysis, yang terjadi bertahun-tahun. Dada penderita menjadi bundar dan ujung-ujung
jarinya membesar (clubbing fingers). Perkusi hyperresonant terdapat di dasar paru, sedangkan
pada auskultasi adalah lemah. Krepitasi terdengar, apabila penderita dihinggapi bronchitis juga.
Pemeriksaan laju endapan darah secara berkala memperlihatkan hasil-hasil tërus meninggi.
Gambaran klinis berakhir dengan kegagalan jantung kanan atau silicotuberculosis yang
menyebabkan kematian.
Respiratory Diseases: Occupational Risks. National Institute for Occupational Safety and Health. 2012
Bisinosis
Definisi
adalah penyakit paru berupa bronkitis kronis sebagai akibat terpaparnya
individu oleh debu kapas, rami, sisal atau nenas. Umumnya byssinosis
diderita oleh pekerja-pekerja pabrik tekstil yang selama bekerja
menghirup (inhalasi) debu kapas
Epidemiologi
Pekerja-pekerja yang bekerja di lingkungan pabrik tekstil, yang
mengolah kapas sejakpenguraian kapas, pembersihan, pemintalan dan
penenunan, semuanya termasuk mempunyai risiko timbulnya bisinosis.
Studi klinis sebelumnya melaporkan bahwa angka kejadian bronkitis
kronis pada para pekerja
pabrik tekstil sekitar 4,5-26%.
Etiologi
Penyebab yang sebenarnya tidak diketahui tapi secara umum diterima
bahwa
penyakit ini disebabkan pajanan terhadap kapas, rami halus, dan rami.
Patofisiologi
Sesudah debu inorganik dan bahan pertikel terinhalasi akan melekat pada
permukaan mukosa saluran napas (bronkiolus respira-torius, duktus
alveolaris dan alveolus) karena tempat tersebut basah sehingga mudah
ditempeli debu.
Pada awalnya paru-paru memberikan respons berupa inflamasi dan
fagositosis
terhadap debu tadi oleh makrofag alveolus. Makrofag megmfagositosis
debu dan
membawa partikel debu ke bronkiolus terminalis. Di situ dengan gerak
mukosiliar debu diusahakan keluar dari paru. sebagian partikel debu
diangkut ke pembuluh limfe sampai limfonodi regional di hilus paru.
Bila paparan debu banyak, di mana gerak mukosiliar sudah tidak mampu
bekerja, maka debu/partikel akan tertumpuk di permukaan mukosa
saluran napas, akibatnya partikel debu akan tersusun membentuk
anyaman kolagen dan fibrin dan akibatnya paru (saluran napas) menjadi
kaku sehingga compliance paru menurun. Penyakit paru akibat
tertimbunnya debu/partikel di paru atau saluran napas
disebut pneumoconiosis. Sesudah terjadi pneumokoniosis, misalnya
paparan debu
sudah berhenti, maka fibrosis paru yang telah terjadi tidak dapat hilang.
Kelainan paru pada pasien byssinosis berupa bronkitis kronis, yang
kadang-
kadang disertai wheezing, diduga erat hubungannya dengan adanya
endotoksin (suatu lipopolisakarida) yang dikeluarkan oleh bakteri yang
mengkontaminasi partikel debu dan kapas. Endotoksin inilah yang
diduga sebagai penyebab timbulnya kelainan paru tadi.
Klasifikasi
Schilling pada tahun 1955 membagi bisinosis secara klinis yang ditandai
dengan
huruf C dalam derajat Cl dan C2. Kemudian Schilling dan Watford pada
tahun 1963 menambahkan derajat C1/2 dan C3, sehingga derajat
bisinosis dewasa ini dibagi dalam empat derajat sebagai berikut:
a. Derajat C1/2 : dada rasa tertekan dan atau sesak napas yang kadang-
kadang
timbul pada hari Senin.
b. Derajat Cl : dada rasa tertekan dan atau sesak napas pada setiap hari
Senin.
c. Derajat C2 : dada rasa tertekan dan atau sesak napas pada hari Senin
dan hari
kerja lainnya.
d. Derajat C3 : derajat C2 disertai sesak napas yang menetap.
Penjelasan:
Perubahan akut : Persentase penurunan FEV 1,0 sebelum shift dan
sesudah bekerja pada hari pertama minggu kerja
Nilai FEV 1,0 : Nilai sesudah tidak bekerja (tidak terpapar 2 atau lebih
hari kerja); dalam hal mungkin digunakan nilai diukur setelah digunakan
obat bronkhodilator
F0 : Tidak menunjukkan efek akut; tidak ada kelainan kronis ventilasi
fungsi paru
F1 : Efek akut
F2 : Kerusakan ringan hingga sedang menetap kapasitas ventilasi paru
F3 : Kerusakan sedang hingga berat menetap kapasitas ventilasi paru
Gejala Klinik
Penyakit ini memiliki ciri napas pendek dan dada sesak. Gejala paling
nyata
dialami pada hari pertama hari kerja seminggu ("Sesak pada senin
pagi"). Mungkin discrtai batuk yang lama-kelamaan menjadi basah
berdahak. Pengukuran fungsi paru (sebelum dan sesudah giliran tugas)
dapat mcnghasilkan penurunan FEV1 melampaui giliran tugas. Pada
sebagian besar individu, gejala ini akan berkurang atau hilang pada hari
kedua bekerja. Dengan pajanan yang berkepanjangan, baik gejala
maupun perubahan fungsi akan menjadi lebih berat dan mungkin akan
menetap selama seminggu kerja.
Masa inkubasi penyakit bisinosis cukup lama, yaitu sekitar 5 tahun.
Tanda-
tanda awal penyakit bisinosis ini berupa sesak napas, terasa berat pada
dada, terutama pada hari Senin (yaitu hari awal kerja pada setiap
minggu). Secara psikis setiap hari Senin bekerja yang menderita
penyakit bisinosis merasakan beban berat pada dada serta sesak nafas.
Reaksi alergi akibat adanya kapas yang masuk ke dalam saluran
pernapasan juga merupakan gejala awal bisinosis. Pada bisinosis yang
sudah lanjut atau berat, penyakit tersebut biasanya juga diikuti dengan
penyakit bronchitis kronis dan mungkin juga disertai dengan
emphysema.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya riwayat klinis dan riwayat
pajanan. Gambaran penurunan FEV1 yang berrnakna (10% atau lebih)
setelah terpajan selama 6 jam pada hari pertama bekerja setelah akhir
minggu, memberikan bukti objektif tentang efek akut. Derajat perbaikan
penyumbatan jalan napas dapat dikaji dengan tes FEV1 sebelum giliran
tugas dilakukan setelah dua hari tidak terpajan
Pengobatan
Bisinosis ringan atau dini kemungkinan masih reversibel sedangkan
penyakit yang berat dan kronis tidak. Pasien dengan gejala khas dan
menunjukkan penurunan FEV1 10% atau lebih harus dipindahkan ke
daerah yang tidak terpajan. Pasien dengan penyumbatan jalan napas
sedang atau berat, misalnya FEV1 lebih rendah dari 60% dari nilai yang
diperkirakan, juga harus lebih baik tidak terpajan lebih lanjut.
Pencegahan
a. Pemeliharaan kerumah-tanggaan yang baik di perusahaan tekstil
sehingga debu seratkapas udara tempat kerja berada pada kadar aman
a. Pembersihan mesin carding sebaiknya dengan pompa hampa udara,
jadi tidak secara mekanis yang menyebabkan berhamburannya debu serat
kapas;
b. Membersihkan lantai dengan sapu tidak dilakukan oleh karena
menyebabkan berdebunya udara;
c. Ventilasi dengan meniupkan udara ke ruang kerja (ventilasi umum)
tidak dilakukan,
seharusnya dipakai cara ventilasi dengan cara menghisap udara;
d. Pekerjaan membuka kapas dari bal-balnya dilakukan pada tempat
kerja khusus dan pekerja memakai tutup hidung agar terlindung dari
kemungkinan menghirup debu kapas;
e. Pemeriksaan kesehatan pekerja sebelum bekerja, terutama tidak
mempekerjakan calon pekerja dengan penyakit paru antara lain TBC
paru, asma bronkhial, bronkhitis kronis atau penyakit paru kronis
obstruktif;
f. Pemeriksaan kesehatan secara berkala dengan melakukan wawancara
yang dengan rinci mengungkapkan keluhan alat pernafasan dan
melakukan uji fungsi paru terutama ventilasi ekspirasi paksa guna
mendapat data awal dan perubahannya selama bekerja dalam rangka
mendeteksi penyakit bisinosis pada stadium dini;
g. Pekerja yang ternyata menderita penyakit bisinosis harus segera
dihentikan
pemaparannya terhadap debu kapas atau debu penyebab bisinosis lainnya
dengan
menempatkannya pada pekerjaan yang udara ruang kerjanya tidak
dicemari debu
tersebut.
Gangguan pendengaran akibat bising ( noise induced hearing loss / NIHL ) adalah
tuli akibat terpapar oleh bising yang cukup keras dalam jangka waktu yang cukup lama
dan biasanya diakibatkan oleh bising lingkungan kerja. Tuli akibat bising merupakan
jenis ketulian sensorineural yang paling sering dijumpai setelah presbikusis.
Secara umum bising adalah bunyi yang tidak diinginkan. Bising yang
intensitasnya 85 desibel ( dB ) atau lebih dapat menyebabkan kerusakan reseptor
pendengaran Corti pada telinga dalam. Sifat ketuliannya adalah tuli saraf koklea dan
biasanya terjadi pada kedua telinga.
Banyak hal yang mempermudah seseorang menjadi tuli akibat terpapar bising
antara lain intensitas bising yang lebih tinggi, berfrekwensi tinggi, lebih lama terpapar
bising, kepekaan individu dan faktor lain yang dapat menimbulkan ketulian.
Cacat pendengaran akibat kerja ( occupational deafness / noise induced hearing
loss ) adalah hilangnya sebahagian atau seluruh pendengaran seseorang yang bersifat
permanen, mengenai satu atau kedua telinga yang disebabkan oleh bising terus menerus
dilingkungan tempat kerja. Dalam lingkungan industri, semakin tinggi intensitas
kebisingan dan semakin lama waktu pemaparan kebisingan yang dialami oleh para
pekerja, semakin berat gangguan pendengaran yang ditimbulkan pada para pekerja
tersebut.
ETIOLOGI
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemaparan kebisingan :
1. Intensitas kebisingan
2. Frekwensi kebisingan
3. Lamanya waktu pemaparan bising
4. Kerentanan individu
5. Jenis kelamin
6. Usia
7. Kelainan di telinga tengah
PATOGENESIS
Tuli akibat bising mempengaruhi organ Corti di koklea terutama sel-sel rambut. Daerah
yang pertama terkena adalah sel-sel rambut luar yang menunjukkan adanya degenerasi
yang meningkat sesuai dengan intensitas dan lama paparan. Stereosilia pada sel-sel
rambut luar menjadi kurang kaku sehingga mengurangi respon terhadap stimulasi.
Dengan bertambahnya intensitas dan durasi paparan akan dijumpai lebih banyak
kerusakan seperti hilangnya stereosilia. Daerah yang pertama kali terkena adalah daerah
basal. Dengan hilangnya stereosilia, sel-sel rambut mati dan digantikan oleh jaringan
parut. Semakin tinggi intensitas paparan bunyi, sel-sel rambut dalam dan sel-sel
penunjang juga rusak. Dengan semakin luasnya kerusakan pada sel-sel rambut, dapat
timbul degenerasi pada saraf yang juga dapat dijumpai di nukleus pendengaran pada
batang otak.
PENCEGAHAN
Tujuan utama perlindungan terhadap pendengaran adalah untuk mencegah terjadinya
NIHL yang disebabkan oleh kebisingan di lingkungan kerja. Program ini terdiri dari 3
bagian yaitu :
1. Pengukuran pendengaran Test pendengaran yang harus dilakukan ada 2 macam, yaitu :
a. Pengukuran pendengaran sebelum diterima bekerja.
b. Pengukuran pendengaran secara periodik.
2. Pengendalian suara bising
Dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu :
a. Melindungi telinga para pekerja secara langsung denga memakai ear muff (
tutup telinga ), ear plugs ( sumbat telinga ) dan helmet ( pelindung kepala ) sesuaikan
dengan ukuran dB.
b. Mengendalikan suara bising dari sumbernya, dapat dilakukan dengan cara : - memasang
peredam suara
Contoh PAK:
“Penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus, bakteri, atau parasit yang didapat
dalam suatu pekerjaan yang memiliki resiko kontaminasi khusus”
Golongan PAK Point 29 Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER-
01/MEN/1981 dan Keputusan Presiden RI No 22/1993
Pencegahan :
Menyingkirkan atau mengurangi risiko pada sumbernya, misalnya menggantikan
bahan kimia yang berbahaya dengan bahan yang tidak berbahaya.
Mengurangi risiko dengan pengaturan mesin atau menggunakan APD.
Menetapkan prosedur kerja secara aman untuk mengurangi risiko lebih lanjut.
Menyediakan, memakai dan merawat APD
2. Asbestosis
adalah salah satu jenis pneumoconiosis yang penyebabnya adalah debu asbes.
Asbes adalah campuran berbagai silikat, tapi terpenting magnesium silikat. Pekerjaan-
pekerjaan denga bahaya penyakit tersebut adalah pengolahan asbes, penenunan dan
pemuntalan asbes, reparasi tekstil yang terbuat dari asbes untuk keperluan
pembangunan.
Gejala-gejala asbetosis adalah sesak nafas, batuk dan banyak mengeluarkan riak.
Tanda-tanda fisis adalah cyanosis, peleburan ujung-ujung jari, dan krepitasi halus
didasar peparu pada auskultasi. Ludah mengandung badan-badan asbestosis yang baru
mempunyai arti untuk diagnosa apabila terdapat kelompok-kelompok. Kelainan
radiologis lambat terlihat, sedangkan gejala-gejala lebih dulu menampak. Gambaran Ro
paru-paru padat tingkat sakit tersebut yang permulaan menunjukkan apa yang disebut
“ground glass appearance”, atau dengan titik-titik halus dibasis paru-paru, sedangkan
batas-batas jantung dan diaphragma tidak jelas.