Anda di halaman 1dari 15

LASA atau merupakan kepanjangan dari Look Alike Sound Alike atau (Nama Obat Rupa dan Ucapan

Mirip/NORUM) adalah obat yang memiliki kemasan yang terlihat mirip atau obat yang memiliki nama yang
terdengar mirip. Obat yang terindikasi merupakan LASA harus menjadi perhatian khusus terutama pada
saat dispensing obat karena bisa saja terjadi kesalahan dalam pengambilan obat yang dapat berakibat
fatal bagi pasien. Kemajuan teknologi saat ini, menuntut para pemberi pelayanan kesehatan agar
memberikan pelayanan yang bermutu. Oleh karena itu, dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat, peningkatan mutu kualitas layanan merupakan salah satu aspek yang sangat penting. Rumah
sakit sebagai salah satu penyedia pelayanan kesehatan harus dapat memberikan pelayanan yang
profesional dan berkualitas.

Menurut Permenkes RI No. 1691/MENKES/PER/VIII/2011 Tentang Keselamatan Pasien Rumah


Sakit, Look Alike Sound Alike masuk ke dalam obat-obatan yang perlu diwaspadai ( high-alert medications),
yaitu obat yang sering menyebabkan terjadi kesalahan/kesalahan serius ( sentinel event), obat yang
berisiko tinggi menyebabkan dampak yang tidak diinginkan ( adverse outcome).

Bagaimana penanganan obat yang tergolong LASA ?


Tall-Mann Latering :
Metode Tall man digunakan untuk membedakan huruf yang tampaknya sama dengan obat yang mirip.
Dengan memberi huruf kapital, maka petugas akan lebih berhati-hati dengan obat yang lasa. Di US,
beberapa studi menunjukkan penggunaan huruf kapital ini terbukti mengurangi error akibat nama obat
yang look-alike.

contohnya:
metFORmin dan metRONIdaZOL, ePINEFrin dan efeDRIN. Seminimal mungkin kesalahan sampai 0 %.
Strategi Komunikasi untuk mencegah kesalahan pengambilan obat LASA :

Permintaan Tertulis
1. Tambahkan merk dagang dan nama generiknya pada resep, terutama untuk obat yang 'langganan'
bermasalah.
2. Tulis secara jelas, pake huruf tegak kapital.
3. Hindari singkatan-singkatan
4. Tambahkan bentuk sediaan juga di resep
5. Sertakan kekuatan obat.
6. Sertakan petunjuk penggunaan.
7. Tambahkan juga tujuan/indikasi pengobatan
8. Gunakan resep preprinted atau electronic prescribing
Permintaan Lisan:
1. Batasi permintaan verbal, hanya untuk obat tertentu, misalnya hanya dalam keadaan emergency.
2. Hindari permintaan via telepon, kecuali benar-benar penting, ada form permintaan via telepon yang akan
ditandatangani.
3. Diperlukan teknik mengulangi permintaan, dibacakan lagi permintaannya, jadi ada kroscek.
High-Alert Medication atau obat dengan kewaspadaan tinggi adalah obat-obat yang secara signifikan
berisiko membahayakan pasien bila digunakan dengan salah atau pengelolaan yang kurang tepat. Di
Indonesia, pada Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 58 Tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Rumah Sakit mengharuskan rumah sakit untuk mengembangakan kebijakan pengelolan
obat untuk meningkatkan keamanan khususnya obat yang perlu diwaspadai ( high-alert medications). Obat
ini sering menyababkan kesalahan serius ( sentinel event) dan dapat menyababkan reaksi obat yang tidak
diinginkan (ROTD). Berdasarkan study yang dilakukan oleh Institute for Safe Medication Practices (ISMP)
di US, obat yang paling sering menyebabkan ROTD dan sentinel event adalah insulin, opium dan narkotik,
injeksi potassium chloride (phospate)concentrate, intravenous anticoagulants (hepari) dan sodium chloride
solution lebih besar dari 0,9%.

Berikut adalah ketagori dan spesifikasi obat yang termasuk ke dalam high alert medication .

List of High Alert Medication in Acute Care Setting

-Kategori/ kelas obat-obatan Spesifikasi Obat

adrenergic agonists, IV (e.g., EPINEPHrine, EPINEPHrine, subcutaneous


phenylephrine, norepinephrine)

adrenergic antagonists, IV (e.g., propranolol, epoprostenol (Flolan), IV


metoprolol, labetalol)

anesthetic agents, general, inhaled and IV (e.g., insulin U-500 (special emphasis) : *All forms of
propofol, ketamine) insulin, subcutaneous and IV, are considered a
class of high-alert medications.

Insulin U-500 has been singled out for special


emphasis to bring attention to the

need for distinct strategies to prevent the types


of errors that occur with this concentrated
form of insulin

antiarrhythmics, IV (e.g., lidocaine, amiodarone) magnesium sulfate injection

antithrombotic agents, including: methotrexate, oral, non-oncologic use

 anticoagulants (e.g., warfarin, low


molecular weight heparin, IV unfractionated
heparin)

 Factor Xa inhibitors (e.g., fondaparinux,


apixaban, rivaroxaban)

 direct thrombin inhibitors (e.g.,


argatroban, bivalirudin, dabigatran etexilate)

 thrombolytics (e.g., alteplase, reteplase,


tenecteplase)

 glycoprotein IIb/IIIa inhibitors (e.g.,


eptifibatide)

cardioplegic solutions opium tincture

chemotherapeutic agents, parenteral and oral oxytocin, IV

dextrose, hypertonic, 20% or greater nitroprusside sodium for injection

dialysis solutions, peritoneal and hemodialysis potassium chloride for injection concentrate

epidural or intrathecal medications potassium phosphates injection

hypoglycemics, oral promethazine, IV

inotropic medications, IV (e.g., digoxin, milrinone) vasopressin, IV or intraosseous

insulin, subcutaneous and IV


liposomal forms of drugs (e.g., liposomal
amphotericin B) and conventional counterparts

(e.g., amphotericin B desoxycholate)

moderate sedation agents, IV (e.g.,


dexmedetomidine, midazolam)

moderate sedation agents, oral, for children (e.g.,


chloral hydrate)

narcotics/opioids

 IV

 Transdermal

 oral (including liquid concentrates,


immediate and sustained-release formulations)

neuromuscular blocking agents (e.g.,


succinylcholine, rocuronium, vecuronium)

parenteral nutrition preparations

radiocontrast agents, IV

sterile water for injection, inhalation, and


irrigation

(excluding pour bottles) in containers of 100 mL


or more

sodium chloride for injection, hypertonic, greater


than 0.9% concentration
List of High Alert Medications in Ambulatory Healtcare

-Kategori/ kelas obat-obatan Spesifikasi Obat

antiretroviral agents (e.g., efavirenz, lamiVUDine, carBAMazepine


raltegravir, ritonavir,

combination antiretroviral products)

chemotherapeutic agents, oral (excluding hormonal chloral hydrate liquid, for sedation of children
agents)

(e.g., cyclophosphamide, mercaptopurine,


temozolomide)

hypoglycemic agents, oral heparin, including unfractionated and low molecular


weight heparin

immunosuppressant agents (e.g., azaTHIOprine, metFORMIN


cycloSPORINE,

tacrolimus)

insulin, all formulations methotrexate, non-oncologic use

opioids, all formulations midazolam liquid, for sedation of children

pediatric liquid medications that require propylthiouracil


measurement

pregnancy category X drugs (e.g., warfarin


bosentan, ISOtretinoin)

Dengan adanya daftar obat di atas, diharapkan bisa mengurangi kesalahan dalam pemberian high alert
medications. Pemberian high-alert medications harus teliti. Hal-hal yang dilakukan untuk meningkatkan
keamanan high alert medications adalah perawat harus melakukan pengecekan ganda ( double check)
terhadap semua high alert medications sebelum diberikan kepada pasien. Selain itu, persiapan dan
penyimpanannya pun harus jelas. High alert medications harus disimpan di pos perawat di dalam troli atau
kabinet yang terkunci dan diberi label yang jelas.
Pengertian NAPZA

Apa itu NAPZA? NAPZA adalah singkatan dari Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya. Pengertian
NAPZA secara umum adalah semua zat kimiawi yang jika dimasukkan ke dalam tubuh manusia, baik
secara oral (diminum, dihisap, dihirup dan disedot) maupun disuntik, dapat mempengaruhi kejiwaan/
psikologis dan kesehatan seseorang, serta menimbulkan kecanduan atau ketergantungan.

Penggunaan NAPZA umumnya dilakukan pada dunia medis atau bidang kesehatan. Penyalahgunaan
pemakaian NAPZA yang bukan untuk tujuan pengobatan dan tidak dalam pengawasan dokter akan
menyebabkan kecanduan dan ketergantungan secara fisik maupun mental.

Di Indonesia penggunaan istilah NAPZA lebih populer dengan sebutan Narkoba atau singkatan dari
Narkotika dan Obat-Obatan.

Macam-Macam NAPZA
Setelah memahami definisi NAPZA, selanjutnya kita juga perlu tahu apa saja jenis-jenis NAPZA yang ada di
masyarkat. Sesuai UU No. 22 Tahun 1997, NAPZA dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, diantaranya adalah:

1. Narkotika

Dari pengertian NAPZA di atas, narkotika adalah salah satu yang termasuk golongan NAPZA dimana terbuat dari
suatu tanaman maupun non-tanaman baik yang sintetis maupun yang semi sintetis dan bisa menyebabkan
perubahan dan penurunan kesadaran.

Narkotika dapat dibedakan menjadi beberapa golongan, diantaranya:

Narkotika golongan I; biasanya digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan, tidak digunakan pada terapi. Golongan
berpotensi tinggi mengakibatkan kecanduan.

Narkotika golongan II; penggunaannya untuk pengobatan, terapi, dan untuk tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan. Berpotensi tinggi mengakibatkan kecanduan pada pengguna.

Narkotika golongan III; penggunaanya untuk pengobatan, terapi, dan untuk tujuan ilmu pengetahuan. Berpotensi
ringan menyebabkan kecanduan.

2. Psikotropika

Jenis kedua dari NAPZA yaitu psikotropika yang merupakan bahan alami maupun bukan alami yang memiliki khasiat
psikoaktif. Dampak mengkonsumsi psikotropika dapat mempengaruhi susunan saraf yang bisa menyebabkan
perubahan mental dan perilaku.

Psikotropika sendiri dibedakan lagi berdasarkan tingkatannya menjadi Psikotropika golongan 1 hingga golongan 4.
Psikotropika golongan I; penggunaannya hanya untuk tujuan ilmu pengetahuan, tidak dipakai dalam terapi, dan
sangat berpotensi mengakibatkan kecanduan.

Psikotropika golongan II; penggunaannya untuk tujuan pengobatan atau obat alternatif, dan juga untuk ilmu
pengetahuan. Golongan ini juga berpotensi menyebabkan kecanduan.

Psikotropika golongan III; penggunaannya untuk pengobatan dan terapi, serta untuk tujuan ilmu pengetahuan.
Golongan ini juga mempunyai potensi sedang menyebabkan ketergantungan.

Psikotropika golongan IV; penggunaannya untuk pengobatan dan terapi, serta untuk tujuan ilmu pengetahuan.
Berpotensi mengakibatkan ketergantungan ringan.

3. Zat Adiktif

Zat adiktif tidak termasuk narkotika maupun psikotropika, dimana zat ini merupakan bentuk inhalasi dan
penggunaanya dapat menimbulkan ketergantungan. Zat adiktif ini mudah kita temukan di kehidupan sehari-hari,
misalnya Nikotin pada rokok, Etanol pada minuman beralkohol, dan pelarut yang mudah menguap pada thiner, lem,
dan lain-lain.

Semua yang termasuk dalam zat adiktif, pada kadar tertentu dapat memberikan efek kencanduan pada
penggunanya. Misalnya pada minuman beralkhol. Minuman yang mengandung alkohol dapat dibagi
menjadi 3 golongan, diantaranya:

 Golongan A; minuman mengandung alkohol dengan kadar etanol 1% – 5%. Conto; Green
Sand, Bir.
 Golongan B; minuman mengandung alkohol dengan kadar etanol 5% – 20%. Contoh; Anggur
Kolesom.
 Golongan C; minuman mengandung alkohol dengan kadar etanol 20% – 55%. Contoh; Arak,
Vodka, Wiski. Dapat menyebabkan kecanduan.

Contoh NAPZA / Narkoba dan Dampaknya


Di dalam masyarakat kita mengenal beberapa contoh NAPZA (Narkoba, Psikotropika, dan Zat Adiktif
lainnya) yang sering digunakan pada dunia medis dan yang disalahgunakan. Mengacu pada pengertian
NAPZA di atas, berikut ini beberapa contoh NAPZA tersebut:
1. Opioda
Opioda berasal dari getah Opium yang diolah melalui proses tertentu menjadi heroin. Ada tiga golongan
besar pada Opioda, yaitu:

 Opioda alami (morfin, opium, codein)


 Opioda semisintetik (heroin/ putaw, hidromorfin)
 Opioda sintetik (metadon)

2. Kokain
Kokain dibuat dari daun Koka (Erythroxylon Coca) yang diproses dengan cara tertentu hingga membentuk
kristal. Efek pemakaian Kokain adalah perasaan segar, menambah rasa percaya diri, menghilangkan lelah
dan rasa sakit, dan kehilangan nafsu makan.

3. Kanabis/ Ganja
Kanabis/ Cannabis atau ganja adalah tumbuhan yang sering digunakan sebagai obat psikotropika dan
dapat menimbulkan rasa senang/ euforia tanpa sebab kepada pemakainya.

4. Amphetamine
Amphetamine umumnya berbentuk serbuk/ bubuk dan tablet. Beberapa narkoba yang termasuk di dalam
Ampthetamin yaitu; inex, ekstasi, shabu.

5. LSD (Lysergic Acid)


Penggunaan LSD dapat mengakibatnya seseorang mengalami halusinasi, mulai dari obsesi yang indah
hingga menyeramkan, dan pada akhirnya akan membuat seseorang menjadi paranoid.

6. Sedatif – Hipnotik
Ini merupakan obat penenang dan obat tidur. Pada umumnya digunakan di dunia media dengan cara
diminum atau disuntik untuk membantu pasien yang mengelami stress, cemas, kejang, dan sulit tidur.
7. Solvent/ Inhalasi
Ini merupakan uap gas yang digunakan dengan cara menghirupnya. Misalnya; lem, thiner, aerosol, dan
lain-lain.

Pemakainya dapat mengalami halusinasi ringan, kepala terasa berputar-putar, dan mengakibatkan
masalah kesehatan seperti gangguan fungsi paru, jantung, dan hati.

8. Alkohol
Alkohol merupakan zat psikoaktif yang diperoleh dari hasil fermentasi gula, umbi-umbian, sari buah
(anggur), dan madu. Pada kadar tertentu, alkohol dapat menimbulkan efek penurunan kesadaran dan
euforia.

Proses fermantis tersebut dapat menghasilkan kadar alkohol 15%. Setelah proses penyulingan, kadar
alkohol yang dihasilkan bisa menjadi lebih tinggi, bahkan mencapai 100%.

Penyalahgunaan NAPZA / Narkoba di Masyarakat


Orang tua, masyarakat, dan HRD di perusahaan bisa saja tidak mengetahui ada individu yang
mengkonsumsi NAPZA (Narkoba, Psikotropika, dan Zat Adiktif) di sekitar mereka. Padahal jika seseorang
mengkonsumsi obat terlarang, hal tersebut dapat merugikan banyak pihak.

Sebagai orang tua, perangkat masyarakat, ataupun seorang manajer sumber daya manusia di
perusahaan, kita wajib mengetahui pengertian NAPZA dan jenis-jenisnya. Melakukan upaya pencegahan
penyalahgunaan NAPZA merupakan bentuk kepedulian terhadap lingkungan.

Pencegahan Penggunaan NAPZA / Narkoba di Lingkungan Kerja


Setelah mengetahui pengertian NAPZA dan jenis-jenisnya, tentunya sebagai anggota masyarakat perlu
melakukan upaya pencegahan penyalahgunaannya. Berikut ini beberapa upaya sederhana yang bisa
dilakukan untuk mencegah penyalahgunaan Narkoba/ NAPZA, yaitu:

1. Memasang poster atau peraturan tertulis tentang “Area Bebas Narkoba”termasuk sanksinya kepada
pelaku. Tujuannya untuk terus mengingatkan masyarakat agar menjauhi segala jenis narkoba.
2. Di lingkungan kerja dan masyarakat, bisa disediakan fasilitas fitness gratis/ murah sebagai sarana untuk
mengurangi tingkat stress. Perlu diketahui bahwa depresi menjadi pemicu dominan seseorang untuk
mengkonsumsi narkoba.
3. Memberikan sosialisasi sederhana tentang bahaya mengkonsumsi narkoba dan dampaknya bagi
kesehatan serta masa depan seseorang.
4. Membantu orang lain dalam meningkatkan kualitas hidupnya dan membantu mengatasi masalah di
tempat kerja maupun di rumah.
5. Lakukan test urine kepada seluruh anggota perusahaan secara berkala untuk mengetahui apakah ada
karyawan yang mengkonsumsi narkoba. Pada beberapa instansi milik pemerintahan, test narkoba ini
dilakukan di awal perekrutan tenaga kerja.
Mengenal Metode Penyimpanan Obat FEFO, FIFO dan LIFO

Pengelolaan obat dalam konteks penyimpanan obat di apotek harus menjadi perhatian khusus mengingat
aspek ini berperan penting dalam kelancaran delivery obat dari apotek ke pasien. Penyusunan obat yang
sesuai dan tertata rapi akan mempermudah farmasis dalam proses dispensing obat. Ada berbagai metode
yang bisa digunakan untuk penyimpanan obat diantaranya adalah FIFO, FEFO dan LIFO.

First In First Out (FIFO) adalah penyimpanan obat berdasarkan obat yang datang lebih dulu dan
dikeluarkan lebih dulu.

First Expired First Out (FEFO) adalah penyimpanan obat berdasarkan obat yang memiliki tanggal
kadaluarsa lebih cepat maka dikeluarkan lebih dulu.

Last In First Out (LIFO) adalah penyimpanan obat berdasarkan obat yang terakhir masuk dikeluarkan
terlebih dahulu.

Penyimpanan dengan cara FIFO dilakukan dengan menempatkan obat pada rak paling depan, artinya jika
dalam 1 rak tersebut terdapat 5 obat dengan nama dan sediaan yang sama maka obat yang datang lebih
dahuu ditempatkan paling terluar dari susunan dan obat yang baru datang dari pembelian (distributor/pbf)
ditempatkan pada bagian terdalam susunan tersebut atau dengan kata lain obat yang lebih dahulu datang
dikeluarkan duluan. Namun cari FIFO saja tidak cukup mengingat kita ketahui obat memiliki tanggal
kadaluarsa / expired date (ED) yang mana tanggal ED ini berbeda-beda setiap kemasan obat tergantung
tanggal manufacturing (MD) atau tanggal produksi. Untuk itu perlu adanya pemahaman mengenai FEFO
sehingga kita dapat menentukan apakah obat yang pertama masuk ke apotek memiliki tanggal ED yang
juga lebih cepat atau bahkan sebaliknya bisa saja obat yang baru saja kita beli dari Pbf justru memiliki
tanggal ED yang jauh lebih dekat/cepat daripada obat yang sama yang sudah kita beli sebelumnya.
Sehingga, FEFO memiliki peran vital dimana obat yang memiliki tanggal ED lebih cepat harus kita
tempatkan disusunan paling depan supaya paling cepat bisa dikeluarkan dan dapat mengantisipasi adanya
stok rusak akibat ED. Kasus dimana obat yang datang belakangan/terakhir justru memiliki tanggal ED yang
lebih cepat biasa menggunakan metode LIFO. Sehingga kombinasi FIFO, FEFO dan LIFO patut dipahami
dengan benar oleh farmasis yang bertanggung jawab dalam pelayanan kefarmasian di apotek
konvensional, RS, puskesmas dan pusat pelayanan kesehatan lainnya.

Anda mungkin juga menyukai