Anda di halaman 1dari 12

Scanned by CamScanner

Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Obat merupakan intervensi yang paling sering digunakan dalam pelayanan kesehatan,
namun obat juga seringkali menimbulkan reaksi yang tidak diinginkan pada pasien pada
kejadian kesalahan dalam pengobatan (medication errors). Medication errors merupakan
salah satu masalah yang seringkali terjadi, meskipun banyak diantaranya yang tidak
menyebabkan efek yang berbahaya pada pasien. Namun ada sebagian obat-obatan yang
memiliki resiko tinggi munculnya efek berbahaya pada pasien meski telah digunakan
sebagaimana mestinya, obat-obat ini dikenal sebagai obat high alert.
Obat high alert didefinisikan sebagai obat yang memiliki resiko lebih tinggi dalam
menimbulkan efek berbahaya pada pasien pada penggunaan yang tidak tepat. Institute of Safe
Medication Practices (ISMP) mengkategorikan obat high alert menjadi 19 kategori dan 14
obat spesifik dalam daftar High Alert Medications. ISMP merekomendasikan obat high alert
untuk dikemas dan disimpan secara terpisah serta diresepkan dan diberikan secara berbeda
dibandingkan obat lain pada umumnya. Hal ini melibatkan pengembangan metode maupun
penggunaan teknologi yang mendukung dalam pencegahan penggunaan obat high alert yang
tidak tepat.
Seperti yang dilaporkan oleh Institute of Safe Medication Practices (ISMP), meski
kesalahan dalam penggunaan obat-obat high alert tidak banyak terjadi, namun saat kesalahan
tersebut terjadi akan menimbulkan dampak yang signifikan pada pasien. Joint Comission on
Accreditation of Healthcare Organizations (JCAHO) mempersyaratkan organisasi layanan
kesehatan dalam Medication Management Standard 7.10 untuk mengidentifikasi obat high
alert yang digunakan di lingkungan tempat pelayanan kesehatan serta mengembangkan
proses-proses spesifik untuk meningkatkan patient safety terkait penggunaan obat-obat
tersebut. Sistem pengobatan yang aman melibatkan kolaborasi dari berbagai sumber yang
baik secara langsung maupun tidak langsung terlibat dalam pelayanan kesehatan, mulai dari
proses produksi, pengemasan, peresepan, dispensing hingga penggunaan infusion pumps dan
teknologi lain dalam pemberian obat high alert.
Untuk memastikan keamanan pengobatan serta untuk mengeliminasi medication errors
yang dapat menimbulkan bahaya pada pasien, maka dibuatlah Panduan Penanganan Obat
High Alert di Rumah Sakit Husada Utama ini. Dengan adanya pedoman ini, diharapkan dapat
membantu para praktisi kesehatan dalam penanganan obat high alert di rumah sakit Husada
Utama ini baik mulai dari pengenalan akan daftar obat high alert, penyimpanan, pemberian
hingga monitoring pasca pemberian obat high alert. Selanjutnya, diperlukan supervisi serta
monitoring yang berkelanjutan untuk memastikan adanya peningkatan perbaikan dalam
sistem penanganan obat high alert.

B. Tujuan Pedoman
1. Membantu para praktisi kesehatan untuk mengenali obat yang termasuk golongan high
alert.
2. Membantu para praktisi kesehatan dan staf terkait dalam penanganan obat high alert
mulai dari proses pengadaan, penyimpanan, peresepan, dispensing, distribusi ke unit,
pemberian ke pasien, monitoring tanda klinis pasien, KIE ke pasien hingga evaluasi
tiap tahapan proses.
3. Meningkatkan patient safety terkait penggunaan obat high alert di lingkungan RS
Husada Utama.
4. Mencegah kejadian medication errors terkait penggunaan obat high alert di lingkungan
RS Husada Utama.

C. Definisi Obat High Alert


Obat yang memiliki resiko tinggi dalam menyebabkan efek berbahaya pada pasien pada
penggunaan yang tidak tepat.

D. Kategori Obat High Alert


Menurut ISMP 2012, obat high alert dikategorikan sebagai berikut:
Kategori Obat High Alert
1 Agonis adrenergik i.v. (mis. EPINEPHrine, phenylephrine, norepinephrine)
2 Antagonis adrenergik i.v. (mis. propranolol, metoprolol, labetalol)
3 General anesthesia, inhalasi dan i.v. (mis. propofol, ketamine)
4 Antiaritmia i.v. (mis. lidocaine, amiodarone)
5 Antithrombotik, antara lain:
 Antikoagulan (mis. warfarin, heparin dengan berat molekul rendah,
heparin)
 Inhibitor faktor Xa (mis. fondaparinux, apixaban, rivaroxaban)
 Inhibitor direct thrombin (mis. argatroban, bivalirudin, dabigatran
etexilate)
 Thrombolitik (mis. alteplase, reteplase, tenecteplase)
 Inhibitor glikoprotein IIb/IIa (mis. eptifibatide)
6 Larutan cardioplegic
7 Agen kemoterapi: parenteral dan oral
8 Dextrosa, hipertonik, ≥20%.
9 Larutan dialisis: peritoneal dan hemodialisis
10 Obat dengan rute pemberian epidural dan intrathecal
11 Hipoglikemik oral
12 Obat-obatan inotropik i.v. (mis. digoxin, milrinone)
13 Insulin: subkutan dan i.v.
14 Bentuk liposomal dari obat (mis. amphotericin B liposomal) dan conventional
counterparts (mis. amphotericin B desoxycholate)
15 Agen sedasi yang tergolong moderate i.v. (mis. dexmedetomidine,
midazolam)
16 Agen sedasi yang tergolong moderate: oral maupun untuk anak-anak (mis.
kloralhidrat)
17 Narkotika/opioid:
 i.v.
 transdermal
 oral (termasuk cairan konsentrat, sediaan formulasi dengan pelepasan
immediate dan sustained-release)
18 Agen bloking neuromuscular (mis. succinylcholine, rocuronium, vecuronium)
19 Preparat nutrisi parenteral
20 Kontras untuk pemeriksaan radiologi, i.v.
21 Air steril untuk injeksi, inhalasi, dan irigasi (tidak termasuk untuk botol yang
dituang) dalam wadah berukuran 100 ml atau lebih
22 NaCl untuk injeksi, hipertonik, dengan konsentrasi > 0.9%.

Obat Spesifik
1 Epoprostenol (Flolan) i.v.
2 Injeksi MgSO4
3 Oral methotrexate (pada indikasi non-onkologik)
4 Tinctur opium
5 Oxytocin i.v.
6 Injeksi Na Nitroprusside (Nitroprusside Sodium)
7 Injeksi pekat KCl
8 Injeksi kalium fosfat
9 Promethazine i.v.
10 Vasopressin i.v. maupun intraosseous

Sedangkan, daftar obat di RS Husada Utama yang tergolong high alert dikategorikan
menjadi:

E. Faktor Resiko yang Umum Terjadi


Faktor resiko terkait penggunaan obat high alert yang sering terjadi antara lain:
1. Penulisan aturan pakai yang tidak terbaca
2. Prosedur pengenceran yang tidak tepat
3. Kesulitan dalam membedakan sediaan dengan rute pemberian intramuscular (i.m.),
intravena (i.v.), intratekal, dan epidural.
4. Kesulitan dalam membedakan obat yang sama dengan dosis yang berbeda.
5. Pelabelan yang ambigu (konsentrasi atau total volume dari obat).
6. Laju infus yang salah.
7. Nama maupun kemasan obat yang LASA (Look Alike Sound Alike) / NORUM (Nama
Obat Rupa Ucap Mirip).

F. Pelaksanaan Penanganan Obat High Alert


Berdasarkan Guideline on Safe Use of High Alert Medications dari departemen
kesehatan Malaysia, berikut adalah strategi yang direkomendasikan untuk setiap proses
terkait penanganan obat high alert. Para praktisi kesehatan maupun staf yang terlibat
dalam setiap tahapan proses terutama pada proses peresepan, dispensing dan pemberian
obat high alert wajib mengetahui potensial resiko terkait obat high alert tersebut.
1. Pengadaan
 Batasi dosis obat yang tersedia di tiap unit.
 Hindari penggantian merk produk yang frekuentif. Apabila terjadi penggantian,
sampaikan pada unit yang berkaitan sesegera mungkin.
 Informasikan pada para praktisi kesehatan maupun staf yang terlibat dalam proses
penanganan obat high alert terkait nama sediaan high alert yang termasuk dalam
formularium RS Husada Utama.
 Adakan peralatan maupun consumables yang berkaitan dengan penanganan obat
high alert yang menjamin keamanan pemberian obat ke pasien.
2. Penyimpanan
 Setiap staf wajib mengecek obat yang akan disimpan: bila tergolong obat high
alert wajib diberikan label high alert dan disimpan secara terpisah pada lemari
high alert
 Setiap sediaan obat high alert wajib disimpan dalam wadah yang berbeda.
Hindari penyimpanan obat high alert yang memiliki nama maupun rupa ucap
mirip (NORUM) bersebelahan.
 Gunakan penulisan huruf TALL-man untuk memperjelas perbedaan nama sediaan
yang mirip (mis. DOPamin dan DOBUTamin).
 Batasi ketersediaan sediaan high alert di floor stock unit, termasuk jumlah &
variasi dosis atau sediaan
 Beri label ‘HIGH ALERT DOUBLE CHECK’ pada wadah penyimpanan obat
high alert dan pada kemasan primer sediaan obat high alert
 Beri label ‘CHEMOTHERAPY HANDLE WITH CARE’ pada kemasan sekunder
obat golongan sitostatika

HIGH ALERT
DOUBLE CHECK

CHEMOTHERAPY
HANDLE WITH CARE
3. Peresepan
 Gunakan form baku untuk peresepan obat sitostatika dan nutrisi parenteral
 Hindari penggunaan singkatan dalam meresepkan obat high alert
 Sertakan dosis, rute pemberian serta laju infus untuk peresepan obat high alert
 Peresepan sediaan oral liquid harap ditulis dalam satuan milligram
 Hindari penggunaan angka nol di belakang koma dalam peresepan (mis. 5.0 mg
dapat dibaca menjadi 50 mg)

4. Persiapan
 Gunakan sistem double check untuk seluruh jenis sediaan yang mengandung obat
high alert
 Obat sitotoksik dan nutrisi parenteral wajib dilakukan double check oleh staf
farmasi yang berbeda
 Sediaan yang membutuhkan pencampuran terlebih dahulu wajib diperiksa secara
terpisah oleh staf farmasi yang berbeda atau yang terlatih
 Semua sediaan yang membutuhkan pengenceran terlebih dahulu wajib diberi
label pengenceran yang bertuliskan:

5. Dispensing
 Seluruh wadah, kemasan produk, vial maupun ampul obat high alert yang akan
diserahkan ke unit wajib diberi label high alert, kecuali sediaan nutrisi parenteral.
 Obat high alert yang akan diberikan pada pasien tidak perlu diberikan label high
alert.
 Obat high alert wajib dilakukan double check sebelum diserahkan
 Unit layanan kesehatan wajib melakukan pengecekan saat menerima obat high
alert dari farmasi
6. Pemberian ke pasien
 Dilakukan double check oleh dua personil yang berbeda pada resep, lembar
asuhan keperawatan maupun kemasan produk terkait hal-hal berikut:
- Nama pasien dan ID pasien
- Nama dan kekuatan obat High Alert
- Dosis obat
- Rute pemberian dan laju infus (pengaturan pump dan penempatan line)
- Tanggal kadaluwarsa
 Beri label pada ujung akhir dari semua akses line untuk membedakan line IV dan
line epidural
 Pastikan tidak ada gangguan saat pemberian obat ke pasien dengan menggunakan
APD tertentu (mis. gunakan apron khusus)
 Segera serahkan kembali sisa sediaan atau sediaan yang tidak terpakai ke farmasi
saat tidak dibutuhkan lagi
 Pastikan pemberian sediaan rute intrathecal, obat sitotoksik, analgesik epidural
dan nutrisi parenteral dilakukan oleh personil yang terlatih
 Hindari pemesanan obat high alert secara verbal. Dalam kasus darurat,
pemesanan via telepon wajib diulang dan diverifikasi.
7. Monitoring
 Lakukan pemantauan ketat terhadap tanda-tanda vital pasien, data laboratorium,
dan respon pasien pada sebelum dan sesudah pemberian obat high alert
 Simpan antidotum dan alat resusitasi di unit
8. Informasi
 Referensi atau panduan pengenceran sebaiknya tersedia di unit dan farmasi
9. Edukasi ke pasien
 Edukasi pasien serta keluarga pasien mengenai:
- Nama dan indikasi obat
- Dosis, jumlah dan aturan pakai obat
- Cara penggunaan obat
- Efek samping yang sering muncul
 Cara penyimpanan obat high alert
 Untuk membuang obat high alert yang kadaluwarsa atau yang tidak digunakan
lagi
10. Evaluasi
 Lakukan pemantauan terhadap kejadian ROTD (Reaksi Obat yang Tidak
Dikehendaki) maupun medication error terkait obat high alert
DAFTAR PUSTAKA
2011. Guideline On Safe Use of High Alert Medications: First Edition. Malaysia:
Pharmaceutical Services Division Ministry of Health Malaysia.

2012. ISMP’s List of High-Alert Medications. Institute for Safe Medication Practices.

Anda mungkin juga menyukai