Anda di halaman 1dari 6

Obat Kewaspadaan Tinggi

1. Sekilas Tentang High Alert Medications dr. I Putu Cahya Legawa Mediskripta

2. Pendahuluan

3. Pendahuluan • Kesalahan obat adalah salah satu masalah penyelenggaraan kesehatan yang
sangat bermakna, dan sering kali sebenarnya dapat dicegah. • Walau kebanyakan kesalahan obat
tidak menyebabkan bahaya yang mengancam bagi pasien; namun bisa menghasilkan kejadian yang
katastrofik (bencana) bagi hasil pengobatan. • Dalam Standar Akreditasi Rumah Sakit BAB III –
Sasaran Keselamatan Pasien, Sasaran ke-III: Peningkatan Keamanan Obat yang Perlu Diwaspadai,
merupakan kunci standar peningkatan mutu rumah sakit dalam hal mengelola obat-obat
kewaspadaan tinggi (high alert medication).

4. Pendahuluan • Sejumlah obat memiliki batas keamanan yang sangat tipis, dan berpotensi
menyebabkan bahaya yang tinggi, sehingga diimplikasikan sebagai kejadian yang tidak diinginkan
dari sebuah obat. • Konsekuensi kesalahan terkait dengan obat-obat ini bisa mengarah terhadap
kejadian cedera pada pasien, dan harus diawasi pengelolaan secara ketat. Ini adalah obat
kewaspadaan tinggi. • Saat ini, rujukan yang digunakan adalah ISMP – Institute for Safe Medication
Practice, yang sudah memiliki 19 kategori dan 14 obat khusus pada daftar Obat Kewaspadaan Tinggi.

5. Definisi

6. Pengertian • Obat-obat kewaspadaan tinggi adalah sejumlah obat yang memiliki risiko
mencederai pasien yang lebih tinggi dan serius ketika obat tersebut digunakan secara keliru. •
Meskipun kesalahan pemberian “Obat Kewaspadaan Tinggi” bisa jadi dan bisa juga tidak lebih jamak
dibandingkan obat lainnya, namun konsekuensi yang mengikuti kekeliruan dengan obat-obat ini
dapat menjadi hal yang serius bagi pasien.

7. Kategori

8. Adrenergic agonist (IV) (adrenaline, noradrenaline) Adrenergic antagonist (IV) (propranolol,


labetalol) Agen anaestesi (umum, hirup, dan IV) (propofol, ketamine, dexmedetomidine)
Antiarrythimia (IV) (lignocaine / lidocaine, amiodarone) Antifibrinolytic, hemostatik. Agen
antithrombotic (warfarin, heparin, tenecteplase, streptokinase) Antibisa / antivenom (ular laut,
kobra, viper) Agen kemoterapi (parenteral dan oral) Desktrosa, Hipertonik 20% atau lebih tinggi
Obat-obat epidural dan intratekal Injeksi Gliseril Trinitrat Obat-obat inotropik (IV) (digoxin,
dobutamine, dopamine) Insulin (subkutan dan IV) Injeksi magnesium sulfat Agen neromuscular
blocking (pancuronium, atracurium, rocuronium, vecuronium) Opiat & Narkotik Bahan nutrisi
parenteral Injeksi garam potasium Larutan sodium klorida (lebih tinggi dari 0,9%) Agen sedasi sedang
(IV)

9. Faktor Risiko Umum

• Permintaan resep obat yang tulisannya sulit terbaca/dibaca.

• Prosedur pengenceran yang keliru.


• Kebingungan antara persiapan IM, IV, Intratekal, Epidural.

• Kebingungan antara kekuatan yang berbeda dari obat yang sama.

• Keambiguan pelabelan pada konsentrasi dan volume total obat.

• Laju infus yang keliru.

• Produk yang tampak atau terdengar sama, atau pemaketan produk serupa (LASA / NORUM).

10. Mengelola Obat Kewaspadaan Tinggi

• Obat kewaspadaan tinggi harus diresepkan, disimpan, dan diberikan sesuai yang terbukti
aman.

• Obat kewaspadaan tinggi harus diberikan label “HIGH ALERT MEDICATION” atau “OBAT
KEWASPADAAN TINGGI” (gunakan salah satu saja) pada:

• Rak / lemari obat

• Kotak obat

• Paket produk obat

• Vial atau ampul tunggal.

11. Contoh Label Label dibuat mencolok Label bisa menggunakan pembeda dengan sistem huruf-
KAPITAL pada kasus LASA

12. Contoh Label Label harus ada pada paket produk Label menempel pada vial atau ampul

13. Pada rak atau lemari obat di bagian farmasi rumah sakit juga harus berisi keterangan “OBAT
KEWASPADAAN TINGGI”. • Harus dicek dua kali sebelum disiapkan, disalurkan, dan diberikan ke
pasien. Sistem harus disiapkan untuk ini. • Petugas farmasi harus dibantu petugas farmasi lainnya
memverifikasi obat sebelum disalurkan. • Setiap perubahan merk/warna/persiapan obat harus
disampaikan kepada pengguna ASAP. • Semua peralatan yang digunakan dalam menyiapkan
dan/atau pemberian harus dikalibrasi dan dirawat sesuai dengan SPO. • Semua staf yang terlibat
dalam menangani obat harus dididik mengenai panduan “OBAT KEWASPADAAN TINGGI”.

14. Strategi Menghindari Kesalahan Bagaimana mengelola OBAT KEWASPADAAN TINGGI sehingga
bisa mengurangi kesalahan dan risiko yang muncul ketika meresepkan, mengeluarkan, hingga
memberikannya ke pasien.

15. Pembelian / Penyediaan • Batasi kekuatan obat yang tersedia dalam formularium pada setiap
fasilitas layanan kesehatan. • Hindari perubahan merk atau warna yang terlalu sering. Beri tahu
pengguna akhir ketika ada perubahan. • Beri tahu semua petugas yang terkait mengenai daftar
OBAT KEWASPADAAN TINGGI terbaru di lingkungan rumah sakit. • Mendorong pembelian peralatan
dan bahan habis pakai yang memiliki fitur keamanan bagi pemberian obat yang aman.

16. Penyimpanan • Semua petugas harus membaca label “Obat Kewaspadaan Tinggi” secara
seksama sebelum menyimpan obat dan disimpan pada tempat yang tepat. • Semua “Obat
Kewaspadaan Tinggi” harus disimpan dalam wadah yang tersendiri dengan labelnya sendiri. Jika
memungkinkan, hindari obat-obat LASA atau yang berkuatan beda, disimpan berdampingan,
berjejeran. • Gunakan huruf-KAPITAL untuk menekankan perbedaan nama obat (misal: DOPamine
dan DOBUTamine). • Batasi stok obat di bangsal hingga ke kebutuhan standar. Kurangi kuantitas dan
variasi kekuatan/persiapan yang disimpan. • Labeli semua wadah yang digunakan untuk obat
kewaspadaan tinggi sebagai “OBAT KEWASPADAAN TINGGI” atau “HIGH ALERT MEDICATION”.

17. Peresepan • Gunakan formulir standar untuk pesanan tertulis akan obat-obat sitotoksik dan
nutrisi parenteral. • Jangan menggunakan singkatan saat meresepkan. • Tulis dosis spesifik, rute dan
laju infus untuk peresepan. • Resepkan obat-obat cairan per oral dengan dosis spesifikasik dalam
miligram. • Jangan mungkinan koma NOL dalam peresepan (misal 5,0 mg bisa salah dibaca sebagai
50 mg). • Gunakan penulisan resep terkomputerisasi sepenuh mungkin, guna menghilangkan tulisan
tangan yang tidak terbaca dan kesalahan interpretasi. Fitur keamanan harus ditanamkan dalam
sistem komputer.

18. Penyiapan • Bangun sistem kendali periksa bagi semua penyiapan yang melibatkan obat
kewaspadaan tinggi. • Perhitungan melibatkan: • Obat-obat sitotoksik dan nutrisi parenteral akan
secara independen diperiksa oleh apoteker lainnya. • Penyiapan mendadak akan secara independen
diperiksa oleh petugas farmasi/apoteker lainnya. • Semua obat yang diencerkan HARUS dilabeli
dengan nama dan kekuatan SEGERA pasca pengenceran.

19. Penyaluran / Suplai / Dispensing • Semua wadah obat kewaspadaan tinggi, termasuk paket
produk, dan vial/ampul tunggal yang diminta ke bangsal/unit harus dilabeli sebagai “OBAT
KEWASPADAAN TINGGI”. • Obat kewaspadaan tinggi yang disalurkan kepada pasien harus dilabeli
sebagai “OBAT KEWASPADAAN TINGGI” • Obat kewaspadaan tinggi sebelum disalurkan harus
dilakukan pengontrolan dengan pemeriksaan. • Obat kewaspadaan tinggi akan diperiksa saat
diterima oleh petugas pelayanan kesehatan.

20. Pemberian • Hal-hal berikut harus diperiksa dua kali secara terpisah terhadap resep atau
daftar obat pada catatan pasien oleh dua orang yang layak sebelum pemberian obat: • Nama pasien
dan identifikasi unik (misal nomor RM) • Nama dan kekuatan obat • Dosis • Jalur dan laju • Tanggal
kedaluwarsa • Beri label pada akhiran distal semua jalur akses untuk membedakan jalur intravena
dan epidural.

21. • Pastikan tidak ada hambatan/gangguan selama pemberian obat ke pasien dengan
menggunakan pencegahan khusus (misal dengan mengenakan APD). • Kembalikan semua penyiapan
resep khusus yang tidak digunakan atau yang tersisa ke farmasi ketika tidak diperlukan lagi. •
Pastikan pemberian intratekal, obat sitotoksik, analgesia epidural, dan nutrisi parenteral dilakukan
oleh petugas terlatih dan kompeten. • Hindari meminta obat kewaspadaan tinggi secara verbal /
oral. Jika dalam situasi darurat, permintaan per telepon harus diulangi dan diverifikasi.

22. Pemantauan • Pantau secara seksama tanda vital, data laboratorium, respons pasien sebelum
dan sesudah pemberian obat kewaspadaan tinggi. • Sediakan selalu antidotum dan peralatan
resusitasi di setiap bangsal / unit yang memberikan obat kewaspadaan tinggi.
23. Pelatihan • Semua petugas harus dilatih untuk menangani Obat Kewaspadaan Tinggi dan staf
dokumentasi harus dilatih untuk mencegah kesalahan / kekeliruan yang mungkin terjadi, dan
membuat mereka mampu merespons dengan segera ketika kesalahan memang terjadi.

24. Daftar Bacaan • ISMP List of High-Alert Medications in Acute Care Setting. Institute for Safe
Medication Practices. • ISMP List of Confused Drug Names. Institute for Safe Medication Practices. •
Guideline on Safe Use of High Alert Medications. Pharmaceutical Service Division, Ministry of Health
Malaysia.

Obat-obat Mirip

Mirip? Obat kok bisa mirip? Emangnya orang??

Yah.. Obat khan buatan manusia.. :p

Berpuluh ribu macamnya, kalau ditambah nama dagang, mungkin beratus ribu kali, ya.. :D Kalau
ditambah bentuk sediaan dan kekuatan dosis, bisa beranak lagi jumlahnya. Maka dari itu, banyak
obat yang kembar dan mirip.

Obat-obat yang mirip ini, biasa disebut dengan LASA, singkatan dari look-alike sound-alike drugs.
Ada juga yang mengistilahkan SALAD, sound-alike look-alike drugs. Versi Indonesianya adalah
NORUM, nama obat rupa dan ucapan mirip, istilah ini ada di permenkes. Obat-obatan lasa nih bisa
bikin liyer-liyer keblinger-confuse, dan bisa bahaya. Kenapa bahaya? Ini dikarenakan bentuknya yang
mirip atau namanya yang mirip jika dituliskan atau diucapkan. Kalo mirip jika dituliskan
(orthographic) -> interpretasi resep bisa keliru, kalo bunyinya mirip (phonetic) -> order obat via lisan
-> keliru juga. Apalagi jika kemasannya mirip dan kembar. Dalam keadaan emergensi bisa gawat.
Nah, jika mirip-mirip begini, bisa salah tafsir dan bisa salah obat. Fatal dan bahaya akibatnya.

Menurut Permenkes RI No. 1691/MENKES/PER/VIII/2011 Tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit,


lasa masuk ke dalam obat-obatan yang perlu diwaspadai (high-alert medications), yaitu obat yang
sering menyebabkan terjadi kesalahan/kesalahan serius (sentinel event), obat yang berisiko tinggi
menyebabkan dampak yang tidak diinginkan (adverse outcome).

Beberapa faktor yang berkontribusi bikin binun:

● Tulisan tangan yang tidak jelas

● Nama obat tidak lengkap

● Produk baru, masih gress, gak banyak yang tau


● Kemasan atau label yang mirip

● Penggunaan klinis yang sama

● Kekuatan obat, dosis, dan frekuensi pemberian sama

Penggunaan huruf kapital bisa membantu untuk menghindari terjadinya kesalahan.

Metode Tall man digunakan untuk membedakan huruf yang tampaknya sama dengan obat yang
mirip. Dengan memberi huruf kapital, maka petugas akan lebih berhati-hati dengan obat yang lasa.
Di US, beberapa studi menunjukkan penggunaan huruf kapital ini terbukti mengurangi error akibat
nama obat yang look-alike.

contohnya: metFORmin dan metRONIdaZOL, ePINEFrin dan efeDRIN. Seminimal mungkin kesalahan
sampai 0%.

Sebenarnya, rumah sakit punya kebijakan untuk menetapkan standar penggunaan metode tall man
ini. Seperti gambar di samping, punya salah satu rumah sakit di negeri sebrang, yang
memberlakukan standar penulisan untuk obat lasa. Hurufnya ditebalkan, dan diberi warna yang
berbeda. Kemudian, komite keselamatan mediknya akan mereview setahun sekali dan memberikan
feedback.

Strategi Komunikasi untuk mencegah terjadinya kesalahan karena lasa:

Permintaan Tertulis

Tambahkan merk dagang dan nama generiknya pada resep, terutama untuk obat yang 'langganan'
bermasalah.

Tulis secara jelas, pake huruf tegak kapital.

Hindari singkatan-singkatan, bikin bingung. Hanya yang menulis dan Tuhan yang tau :s

Tambahkan bentuk sediaan juga di resep. Misalnya metronidazol 500 mg, sediaan tablet dan
infusnya sama2 500 mg.

Sertakan kekuatan obat.

Sertakan petunjuk penggunaan.

Tambahkan juga tujuan/indikasi pengobatan, biar makin jelas

Gunakan resep preprinted, ato electronic prescribing, paperless, go green :D


Permintaan Lisan:

Batasi permintaan verbal, hanya untuk obat tertentu, misalnya hanya dalam keadaan emergency.

Hindari permintaan via telepon, kecuali benar-benar penting, ada form permintaan via telepon
yang akan ditandatangani.

Diperlukan teknik mengulangi permintaan, dibacakan lagi permintaannya, jadi ada kroscek.

Strategi buat tenaga kesehatan untuk mencegah eror karena lasa:

Tidak menyimpan obat lasa secara alfabet. Letakkan di tempat terpisah, misalnya tempat obat fast
moving.

Resep harus menyertakan semua elemen yang diperlukan, misalnya nama obat, kekuatan dosis,
bentuk sediaan, frekuensi, dll.

Cocokkan indikasi resep dengan kondisi medis pasien sebelum dispensing ato administering.

Membuat strategi pada obat tertentu yang penyebab errornya diketahui, misalnya pada obat yang
kekuatannya beda-beda, atau pada obat yang kemasannya mirip-mirip.

Laporkan eror yang aktual dan potensial (berpeluang terjadi error).

Diskusikan penyebab terjadinya eror dan strategi ke depannya.

Sewaktu penyerahan, tunjukkan obat sambil diberikan informasi, supaya pasien mengetahui
wujud obatnya dan untuk mereview indikasinya.

Anda mungkin juga menyukai