Gambaran Pengetahuan Remaja Tentang Kesehatan Reproduksi
Gambaran Pengetahuan Remaja Tentang Kesehatan Reproduksi
PENDAHULUAN
1
Perilaku seks bebas di kalangan remaja berefek pada kasus infeksi penularan
HIV/AIDS yang cenderung berkembang di Indonesia.(BKKBN, 2010)
Dampak lain yang dapat ditimbulkan akibat ketidaktahuan mengenai
informasi kesehatan reproduksi yang baik adalah terjadi penyimpangan perilaku
seksual, yaitu melakukan berbagai penyimpangan hubungan seksual. Hal ini
tentunya beresiko menyebabkan terjadinya Infeksi Menular Seksual (IMS).
Berdasarkan penelitian WHO pada tahun 2005 tercatat 448 juta kasus baru
infeksi menular seksual (sifilis, gonorrhea, klamydia, dan trichomonas) yang
terjadi pada orang dewasa berusia 15 – 49 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa
kelompok umur yang paling banyak menderita IMS adalah kelompok belia.
Remaja merupakan kelompok yang berisiko untuk terkena IMS, diperkirakan 1
dari setiap 20 remaja tertular IMS dengan persentase tertinggi terjadi pada usia
15-24 tahun (Soetjiningsih, 2011. Azhari, 2002).
Berdasarkan dari fakta yang ada dapat terlihat bahwa kecenderungan
remaja untuk melakukan berbagai tindakan yang membahayakan kesehatan
mereka sendiri semakin meningkat, namun di sisi lain ternyata pengetahuan para
remaja itu sendiri mengenai aspek kesehatan reproduksi masih sangat rendah,
sehingga remaja perlu untuk diberikan pendidikan mengenai kesehatan
reproduksi. Pendidikan reproduksi yang dimaksud adalah memberikan informasi
kepada remaja sehingga para remaja tahu bagaimana cara menghindari terjadinya
hubungan seksual sebelum waktunya dan membentuk remaja yang mempunyai
sikap dan perilaku seksual yang sehat dan bertanggung jawab (Imran (2000)
dalam Adnani dan Citra, 2009). Pada umumnya, anak remaja terdapat pada
kelompok siswa SMU dimana pada masa ini terjadi peralihan dari masa anak-anak
menuju masa dewasa. Berbagai masalah kesehatan reproduksi dapat terjadi pada
anak SMU. Salah satu SMU yang terdapat di kecamatan Medan Timur adalah
SMU Al-Fattah, untuk itu peneliti merasa tertarik untuk mengetahui sejauh mana
pengetahuan siswa SMA Al-Fattah Medan mengenai kesehatan reproduksi.
2
1.2 Rumusan Masalah
Masih rendahnya pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi dan
masih tingginya jumlah siswa SMP dan SMA yang melakukan hubungan seks di
luar nikah maka dirasa perlu untuk mengetahui bagaimanakah gambaran
pengetahuan siswa-siswi SMA Al-Fattah Medan mengenai kesehatan reproduksi
remaja dan bahaya seks bebas pada remaja.
3
4. Bagi Peneliti
Sebagai proses pembelajaran dan menambah pengalaman dalam
melakukan sebuah penelitian serta meningkatkan pengetahuan peneliti
sehubungan dengan kesehatan reproduksi.
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
5
Menurut Mutadin (2002), pendidikan seksual merupakan cara pengajaran
atau pendidikan yang dapat menolong muda-mudi untuk menghadapi masalah
hidup yang bersumber pada dorongan seksual. Dengan demikian pendidikan
seksual ini bermaksud untuk menerangkan segala hal yang berhubungan dengan
seks dan seksualitas dalam bentuk yang wajar.
2.2 Remaja
Remaja adalah individu baik perempuan, maupun laki-laki yang berada
pada masa/usia antara anak-anak dan dewasa. United Nations menyebut remaja
bagi mereka yang berusia 15-24 tahun (BKKBN, 2001). Di Indonesia, batasan
remaja mendekati batasan PBB tentang pemuda kurun usia 14-24 tahun yang
dikemukakan dalam Sensus Penduduk (Arma, 2007).
Masa remaja adalah merupakan masa peralihan baik secara fisik, psikis
maupun sosial dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Remaja adalah asset
sumber daya manusia yang merupakan tulang punggung penerus generasi di masa
mendatang. Bila dilihat dari komposisi penduduk menurut kelompok umur dan
jenis kelamin, jumlah remaja menempati posisi yang lebih besar dibanding dengan
komposisi umur lainnya. Besarnya jumlah penduduk usia remaja ini adalah
merupakan peluang dan bukan menjadi masalah bagi pemerintah.
J.J. Rosseau membagi perkembangan jiwa manusia menurut
perkembangan perasaan dan membaginya dalam 4 tahap, yaitu (Arma, 2007):
1. Umur 0-4 atau 5 tahun : masa kanak-kanak (infancy).
2. Umur 5-12 tahun : masa bandel (savage stage).
3. Umur 12-15 tahun : bangkitnya akal (rasio), nalar (reason) dan kesadaran
(self consciousness).
4. Umur 15-20 tahun : masa kesempurnaan remaja (adolescence proper) dan
merupakan puncak perkembangan emosi.
6
emosional/psikologis dibandingkan dengan masa sebelumnya, yaitu masa kanak-
kanak.
7
testis akan menghasilkan sperma, dan penis dapat digunakan untuk bersenggama
dalam perkawinan. Seorang pria dapat menghasilkan puluhan sampai jutaan
sperma sekali ejakulasi dan mengalami mimpi basah, dimana sperma keluar
dengan sendirinya secara alamiah (Arma, 2007).
Perubahan fisik baik pada remaja perempuan maupun pada remaja laki-
laki akan berhenti pada usia sekitar 20 tahun, yang berakibat tubuh tidak akan
bertambah tinggi lagi, payudara tidak akan membesar lagi, dan pinggul tidak akan
bertambah lebar (BKKBN, 2001).
8
8. Mempersiapkan diri untuk melakukan perkawinan.
9
akan semakin memberatkan remaja perempuan jika pasangannya tidak
bertanggung jawab atas kehamilan yang terjadi.
2. Kehamilan Tidak Diinginkan dapat terjadi akibat tindakan perkosaan.
Dalam hal ini meskipun remaja putri memiliki pengetahuan yang cukup,
tetapi ia tidak bisa menghindarkan diri dari tindakan seksual yang
dipaksakan terhadapnya
3. Kehamilan Tidak Diinginkan bisa terjadi pada remaja yang telah menikah
dan telah menggunakan cara pencegahan kehamilan, namun tidak berhasil.
B. Dampak Medis
Dampak medis yang terjadi pada kehamilan remaja adalah persalinan
premature, berat badan lahir rendah (BBLR) dan kelainan bawaan akibat
kekurangan berbagai zat yang diperlukan saat pertumbuhan. Keadaan gizi yang
buruk, tingkat sosial ekonomi yang rendah, dan stress juga dapat memudahkan
terjadi infeksi saat hamil, terlebih pada kala nifas. Keadaan lain yang dapat terjadi
adalah anemia kehamilan, keracunan kehamilan, dan kematian ibu yang tinggi
akibat menggugurkan kehamilan (Manuaba, 1998).
10
2.3.2 Aborsi Pada Remaja
Istilah abortus dipakai untuk menunjukkan pengeluaran hasil kehamilan
sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. Abortus yang tidak aman (unsafe
abortion) adalah abortus yang dilakukan oleh orang yang tidak terlatih/kompeten
sehingga menimbulkan banyak komplikasi bahkan kematian.
Melahirkan mengandung resiko bagi semua perempuan, apalagi bila
remaja perempuan memutuskan untuk mengakhiri kehamilan yang tidak
dikehendaki. Karena hal ini tidak dibenarkan oleh hukum di Indonesia, pada
umumnya mereka mencari orang yang dapat melakukan pengguguran kandungan,
seringkali oleh mereka yang tidak ahli dan bekerja dengan kondisi yang tidak
memenuhi persyaratan medis (Azhari, 2002).
Sebagian remaja mengakhiri kehamilan yang tidak diinginkan dengan
cara-cara yang tidak aman, malah berbahaya bagi kesehatannya sendiri, misalnya:
1. Meminum ramuan atau jamu baik yang dibuat sendiri maupun yang dibeli.
2. Memijat peranakannya atau dengan mencoba mengeluarkan janin dengan
lat-alat yang membahayakan dengan bantuan dukun pijat.
3. Meminum obat-obatan yang diberikan oleh dokter atau bidan.
Cara tersebut dapat mengakibatkan perdarahan, infeksi, hingga kematian calon
ibu. Jika dengan cara-cara tersebut kehamilan tidak berhasil diakhiri,
kemungkinan janin mengalami kecacatan mental maupun fisik dalam masa
pertumbuhannya. Di samping itu, aborsi juga berdampak pada kondisi psikologis.
Perasaan bersalah seringkali menghantui pasangan khususnya wanita setelah
mereka melakukan aborsi ini (BKKBN, 2001).
11
Infeksi menular seksual menyebabkan infeksi alat reproduksi yang harus
dianggap serius. Bila tidak diobati secara tepat, infeksi dapat menjalar dan
menyebabkan penderitaan, sakit berkepanjangan, kemandulan, dan kematian.
Oleh karena bentuk dan letak alat kelamin yang menonjol, pada laki-laki
gejala penyakit menular seksual lebih mudah dikenali, dilihat, dan dirasakan,
sedangkan pada perempuan sebagian besar tanpa gejala, sehingga sering kali tidak
disadari.
Gejala IMS pada laki-laki diantaranya adalah bintil-bintil berisi cairan,
lecet, atau borok pada penis/alat kelamin; luka tidak sakit, keras, dan berwarna
merah pada alat kelamin; adanya kutil atau tumbuh daging seperti jengger ayam;
rasa gatal yang hebat sepanjang alat kelamin; rasa sakit yang hebat saat buang air
kecil; kencing nanah atau darah yang berbau busuk; bengkak panas dan nyeri pada
pangkal paha. Sedangkan gejala IMS pada perempuan antara lain rasa sakit atau
nyeri pada saat kencing atau berhubungan seksual; rasa nyeri pada perut bagian
bawah; pengeluaran lendir pada vagina; keputihan berwarna putih susu,
bergumpal, dan disertai rasa gatal dan kemerahan pada alat kelamin atau
sekitarnya; keputihan yang berbusa, kehijauan, berbau busuk, dan gatal; timbul
bercak-bercak darah setelah berhubungan seksual; bintil-bintil berisi cairan, lecet,
atau borok pada alat.
Beberapa pencegahan terjadinya infeksi menular seksual adalah dengan
tidak melakukan hubungan seksual sebelum menikah, kemudian menghindari
hubungan seksual yang tidak aman atau berisiko, selalu menggunakan kondom
untuk mencegah penularan penyakit menular seksual, serta selalu menjaga
kebersihan alat kelamin (BKKBN, 2001)
2.4 Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui
pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian
besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan
merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang.
12
Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh
pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh
pengetahuan. Hasil penelitian Rogers (1974) dalam Notoatmodjo (2005),
mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku
baru), di dalam diri orang tersebut menjadi proses yang berurutan yakni:
1. Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti
mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).
2. Interest, dimana orang merasa tertarik terhadap stimulus atau objek
tersebut. Di sini sikap subjek sudah mulai timbul.
3. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus
tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
4. Trial, dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa
yang dikehendaki oleh stimulus.
5. Adoption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan
pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.
13
4. Analisis (analysis) adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau
objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih di dalam suatu struktur
organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lainnya.
5. Sintesis (synthesis) adalah kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang
baru.
6. Evaluasi (evaluation) adalah kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau obyek.
14
2.5. Kerangka Konsep Penelitian
Tingkat Kesehatan
Pengetahuan Reproduksi dan
Remaja SMA Bahaya Seks
Al-Fattah Medan Bebas
15
BAB 3
METODE PENELITIAN
16
3.3.2. Sampel Penelitian
Besar sampel minimal akan dihitung dengan menggunakan rumus :
n = N. Z² 1 - α/2 . p . (1-p)
(N-1) . d² + Z2 . 1-α/2 . p. (1-p )
Keterangan :
N = Populasi
Z 1 - α/2 = Nilai distribusi normal baku dengan α tertentu
n = Besar sampel yang diinginkan
p = Nilai Proporsi di populasi
d = Kesalahan (absolute) yang dapat ditolerir
n = 69,440
17
Peneliti melakukan pendekatan kepada calon responden dan menjelaskan
tujuan dan prosedur penelitian. Peneliti menanyakan kesediaan responden untuk
menjadi subjek dalam penelitian. Setelah itu peneliti membagikan kuesioner pada
responden dan menunggu sampai responden selesai mengisi kuesioner (kira-kira
kurang dari 10 menit). Lalu peneliti mengecek kelengkapan kuesioner yang
diberikan apakah sudah diisi dengan lengkap oleh responden. Bila semua data
yang dibutuhkan peneliti telah dikumpulkan, selanjutnya peneliti akan
menganalisa data.
N (Σ X Y) - (Σ X Σ Y)a
R=
√ { N Σ X2 – (Σ X)2 } {N Σ Y 2 - (Σ Y) 2 }
Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur
dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Hal ini berarti menunjukkan sejauhmana
hasil pengukuran tersebut tetap konsisten jika dilakukan pengukuran dua kali atau
lebih terhadap gejala yang sama. Menggunakan uji Cronbach (Cronbach Alpha)
dengan rumus sebagai berikut :
k. r
α=
1 + ( k – 1). R
18
3.6. Pengolahan dan Analisa data
Setelah semua data terkumpul maka dilakukan analisa data melalui
beberapa tahapan, antara lain tahap pertama editing yaitu mengecek nama dan
kelengkapan identitas maupun data responden serta memastikan bahwa semua
jawaban telah diisi sesuai petunjuk, tahap kedua coding yaitu memberi kode atau
angka tertentu pada kuisioner untuk mempermudah waktu mengadakan tabulasi
dan analisa, tahap ketiga processing yaitu memasukkan data dari kuisioner
kedalam program komputer dengan menggunakan program SPSS versi 17,0 tahap
keempat adalah melakukan cleaning yaitu mengecek kembali data yang telah di
entry untuk mengetahui ada kesalahan atau tidak. Data akan disajikan dalam
bentuk tabel.
19
3.10. Skala Ukur
Skala pengukuran yang digunakan adalah skala ordinal. Pada skala ordinal
terdapat data dengan informasi peringkat, dengan nilai variabel yang tidak dapat
dimanipulasi secara matematis baik ditambah, dibagi ataupun dikalikan
(Sastroasmoro, 2007).
20
3.12. Definisi Operasional
1. Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu.
2. Pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi remaja adalah pengetahuan
yang meliputi perubahan yang terjadi saat remaja dan permasalahan
seksual pada remaja termasuk dampak dari melakukan hubungan seksual
pranikah.
21
BAB 4
HASIL PENELITIAN
22
Berdasarkan Tabel 4.1 dapat diketahui bahwa dari 70 responden usia
responden berkisar 15 – 18 tahun dengan rata-rata umur responden adalah 16,8
tahun. Jumlah responden berusia 15 tahun, 16 tahun, 17 tahun, dan 18 tahun
secara berturut-turut adalah 14 responden (20%), 20 responden (28,6%), 23
responden (32,8%), dan 13 responden (18,6%). Dari tabel 5.1 dapat diketahui juga
bahwa terdapat 34 responden berjenis kelamin laki-laki (48,6%) dan 36 responden
berjenis kelamin perempuan (51,4%). Distribusi responden berdasarkan kelas
diketahui bahwa 20 responden (28,2%) berasal dari kelas X. Responden yang
berasal dari kelas XI dan XII memiliki jumlah yang sama, yaitu 25 responden
(35,7%).
4.1.3. Pengetahuan
23
Tabel 4.3 Tabel Distribusi Frekuensi Jawaban Responden
Frekuensi Jawaban Responden
No Pertanyaan
Benar (%) Salah (%)
1 Pengertian kesehatan reproduksi remaja 55 (78,57) 15 (21,43)
2 Perubahan fisik umum remaja 43 (61,42) 27 (38,58)
3 Perubahan psikologis remaja 47 (67,14) 23 (32,86)
4 Mimpi basah sebagai tanda pubertas
66 (94,28) 4 (5,72)
pada laki-laki
5 Menstruasi sebagai tanda pubertas pada
68 (97,14) 2 (2,86)
perempuan
6 Perubahan fisik pada remaja perempuan 65 (92,8) 5 (7,2)
7 Perubahan fisik pada remaja laki-laki 69 (98,57) 1 (1,43)
8 Pengertian menstruasi/haid 67 (95,71) 3 (4,29)
9 Pengertian mimpi basah 69 (98,57) 1 (1,43)
10 Buah zakar (testis) sebagai organ
33 (47,14) 37 (52,86)
penghasil sperma pada laki-laki
11 Indung telur (ovarium) sebagai organ
58 (82,85) 12 (17,15)
penghasil sel telur pada perempuan
12 Proses terjadinya kehamilan 66 (94,28) 4 (5,72)
13 Usia reproduktif laki-laki 57 (81,43) 13 (18,57)
14 Usia reproduktif perempuan 52 (74,28) 18 (25,72)
15 Usia optimal perempuan untuk hamil 60 (85,71) 10 (14,29)
16 Pengertian hubungan seksual pranikah 52 (74,28) 18 (25,72)
17 Akibat hubungan seksual pranikah 36 (51,43) 34 (48,57)
18 Dampak kehamilan usia remaja 31 (44,28) 39 (55,72)
19 Dampak aborsi dengan cara yang tidak
21 (30) 49 (70)
aman
20 Penyakit infeksi menular seksual 15 (21,43) 55 (78,57)
24
Dari tabel 4.3 dapat dilihat bahwa terdapat 4 pertanyaan dengan persentase
jawaban benar dibawah 50%, yaitu pertanyaan nomor 10, 18, 19, dan 20 dengan
persentase jawaban benar secara berturut-turut adalah 47,14% (33 responden),
44,28% (31 responden), 30% (21 responden), dan 32,86% (23 responden).
25
BAB 5
PEMBAHASAN
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah seseorang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi
melalui pancaindera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman,
rasa dan raba (Notoatmodjo, 2007). Dalam penelitian ini telah dilakukan
pembagian kuesioner untuk mengukur tingkat pengetahuan responden.
Dalam penelitian ini didapati hasil tingkat pengetahuan dari 70 responden
adalah 35 responden (50%) berpengetahuan baik, 33 (47,14%) responden
berpengetahuan sedang, dan 2 responden (2,85%) berpengetahuan yang kurang.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kartika dan
Kamidah (2013) menunjukkan bahwa 49,3% dari 67 responden yang diteliti
memiliki pengetahuan sedang mengenai kesehatan reproduksi. Hal ini
menunjukkan tingkat pengetahuan remaja mengenai kesehatan reproduksi masih
belum memadai.
Mayoritas responden mendapatkan informasi mengenai kesehatan
reproduksi adalah dari teman sebaya (95,7%). Berdasarkan tabel 5.2, kontribusi
orang tua sebagai sumber informasi mengenai kesehatan reproduksi masih rendah,
hanya sekitar 48,5%. Hal ini menunjukkan bahwa topik kesehatan reproduksi
masih sangat jarang dan tabu dibicarakan dalam keluarga. Oleh karena itu, remaja
cenderung untuk mencari informasi dari sumber lain yang belum jelas
kebenarannya.
Pengetahuan responden mengenai dampak kehamilan di usia remaja dan
bahaya aborsi tidak aman masih rendah, yaitu secara berturut-turut 44,28% dan
30%. Pengetahuan responden mengenai penyakit infeksi menular seksual juga
masih sangat rendah, yaitu 21,43%. Berdasarkan jawaban dalam kuesioner yang
dibagikan, mayoritas siswa-siswi SMA Al-Fattah hanya mengetahui satu jenis
penyakit menular seksual, yaitu HIV/AIDS. Hal ini dapat disebabkan oleh
kurangnya pendidikan seksual pada remaja dan minimnya sumber informasi yang
26
dapat didapatkan oleh remaja mengenai dampak hubungan seksual pranikah,
seperti kehamilan usia muda, aborsi, dan infeksi menular seksual.
Pendidikan seksual di Indonesia dan sumber informasi mengenai
kesehatan reproduksi juga masih sangat minim sehingga masyarakat cenderung
mendapatkan informasi yang kurang tepat mengenai kesehatan reproduksi. Hal
ini menyebabkan kesadaran akan perilaku seks bebas pada masyarakat masih
teramat kurang, selain dikarenakan adanya norma agama di Indonesia yang masih
menganggap pembicaraan mengenai kesehatan reproduksi itu tabu. Remaja
sebagai penerus generasi bangsa selayaknya mendapatkan informasi yang dapat
dipercaya, relevan, dan akurat mengenai kesehatan reproduksi dan perilaku
seksual. Peran orang tua dan guru sebagai pembimbng dan sumber informasi
utama mengenai hal ini sebaiknya lebih dominan dalam kehidupan seksual
remaja.
27
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Dari uraian yang telah dipaparkan, maka dalam penelitian ini dapat
disimpulkan yaitu :
1. Gambaran pengetahuan remaja SMA Al-Fattah mengenai kesehatan
reproduksi dan bahaya seks bebas adalah 50% (35 responden)
berpengetahuan baik, 47,14% (33 responden) berpengetahuan sedang, dan
2,85% (2 responden) berpengetahuan rendah.
2. Media informasi terbanyak yang digunakan siswa untuk memperoleh
pengetahuan tentang kesehatan reproduksi adalah teman sebaya, yaitu
sekitar 95,7% (67 responden), sedangkan media informasi yang paling
sedikit digunakan oleh siswa untuk memperoleh pengetahuan tentang
kesehatan reproduksi remaja adalah orang tua, yaitu 48,5% (34
responden).
6.2. Saran
1. Diharapkan peran orang tua dan guru sebagai pembimbng dan sumber
informasi utama mengenai kesehatan reproduksi dan seks bebas sebaiknya
lebih dominan dalam kehidupan seksual remaja.
2. Dengan tingginya peran teman sebaya sebagai sumber informasi mengenai
kesehatan reproduksi di kalangan remaja, diharapkan dilakukan
pemberdayaan Pendidikan Remaja Sebaya (PRS) di lingkungan sekolah.
3. Sebaiknya pihak sekolah mengadakan penyuluhan atau pendidikan khusus
mengenai kesehatan reproduksi remaja yang sehat, agar remaja memiliki
sikap dan tindakan yang bertanggung jawab mengenai kesehatan
reproduksinya.
4. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih
besar dan melibatkan beberapa institusi pendidikan agar hasil yang
diperoleh dapat lebih representatif dan dapat digunakan sebagai data dasar
28
dalam menentukan kebijakan pemerintah terutama di bidang kesehatan
dan pendidikan.
5. Dibutuhkan peran serta dan kerjasama antara guru, orang tua, petugas
medis, masyarakat, dan pemerintah, baik secara formal maupun non
formal guna memberikan dan melakukan pengawasan terhadap proses
reproduksi yang sehat pada remaja dan penyampaian informasi mengenai
kesehatan reproduksi remaja.
29
DAFTAR PUSTAKA
30
Pangkahila, A., 2007. Perilaku Seksual Remaja. Dalam: Soetjiningsih, ed.
Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya. Jakarta:Sagung Seto.
Pangkahila, W., 2005. Peranan Seksologi Dalam Kesehatan Reproduksi. Dalam :
Martaadisoebrata, D, ed. Obstetri dan Ginekologi Sosial. Jakarta:Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
PATH, 2000. Kesehatan Reproduksi Remaja : Membangun Perubahan Yang
Bermakna. Outlook 16. Available from:
http://www.path.org/files/Indonesian 16-3.pdf [Accesed 13 September
2013].
Pranoto, J., 2009. Hubungan Pengetahuan dan Sikap Remaja Terhadap Tindakan
Hubungan Seksual Pranikah di SMK Negeri X Medan. Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara.
Setiyohadi, B., 2006. Kesehatan Remaja. Dalam : Sudoyo, A, ed. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jakarta:Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FK UI.
Soetjiningsih, 2007. Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya. Jakarta:
Sagung Seto. Hal. 136 – 137.
Waspodo, D., 2005. Kesehatan Reproduksi Remaja. Dalam : Martaadisoebrata, D.
ed. Obstetri dan Ginekologi Sosial. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
31