Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN HASIL PENGAMATAN

KEGIATAN KEDOKTERAN KELUARGA


DIAGNOSIS KELUARGA DAN KOMUNITAS
PADA PASIEN DIABETES MELITUS

Oleh :

Ghisqy Arsy Mulki

2011730136

KEPANITERAAN KLINIK STASE IKAKOM II


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
TAHUN 2017

1
KATA PENGANTAR

Segala Puji bagi Allah SWT, Shalawat dan Salam kami panjatkan bagi Nabi
Besar kita Nabi Muhammad SAW. Dalam mengikuti kegiatan IKAKOM 2 kami
sebagai Dokter Muda diharapkan agar bisa memahami dan menerapkan ilmu tersebut
dalam praktik kedokteran setelah menyelesaikan masa pendidikan di kepaniteraan.
Penulis berharap semoga hasil dari laporan ini dapat bermanfaat bagi diri
penulis sendiri dan orang lain, sehingga diharapkan lebih banyak masyarakat yang
lebih sadar bahwa setiap pekerjaan memiliki resiko dan potensi bahaya. Bahwa
penting sekali dalam melakukan pekerjaan diperhatikan aspek-aspek yang dapat
melindungi diri sehingga tidak membawa dampak penyakit dimasa mendatang.
Penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada keluarga, dosen-dosen
pembimbing dan yang tidak dapat disebutkan satu persatu di fakultas kedokteran
Universitas Muhammadiyah Jakarta.

Tanggerang Selatan, 28 Agustus 2017

Penulis

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Definisi sehat menurut kesehatan dunia (WHO, 1947) adalah suatu keadaan
sejahtera yang meliputi fisik, mental dan sosial yang tidak hanya bebas dari penyakit
atau kecacatan. Sedangkan menurut UU No. 36 tahun 2009, kesehatan adalah
keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan
setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis, status kesehatan
dipengaruhi oleh faktor perilaku, faktor lingkungan, ketersediaan pelayanan
kesehatan yang bermutu, adil, merata dan terjangkau, serta faktor genetik.

Menurut Wonca-WHO tahun 2003, dokter keluarga adalah dokter yang


memberikan pelayanan medis yang komprehensif, kontinu, mengutamakan
pencegahan, koordinatif, kolaboratif, dengan penekanan khusus pada unit individu
sebagai bagian integral dari keluarga dan masyarakatnya. Keluarga adalah unit
terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami, istri, atau suammi istri dan anak,
atau ayah dan anak, atau ibu dan anaknya (UU No. 10 tahun 1992). Menurut (Leavitt,
1982), keluarga adalah sekelompok manusia yang terkait dengan emosi yang sama,
dan biasanya hidup bersama dalam rumah tangga. Tujuannya agar dapat
memberdayakan potensi yang dimiliki keluarga/anggota keluarga untuk
menyembuhkan dan menyelesaikan masalah kesehatan dalam keluarga.

1.1 Tujuan Kunjungan kedokteran keluarga


1.1.1 Tujuan Umum :
Diketahuinya status kesehatan, gambaran karakteristik
lingkungan dan kebiasaan sebuah keluarga dan mencari hubungan
dengan terjadinya penyakit dalam keluarga tersebut, serta mencari
faktor resiko dan penanganannya.

1.1.2 Tujuan Khusus :


a) Diketahuinya gambaran besaran pengaruh lingkungan

3
sekitar, lingkungan rumah, dan perilaku keluarga, dengan
hubungan terjadinya diare
b) Diketahuinya gambaran faktor faktor resiko apa saja yang
bisa menyebabkan tercetusnya diare.
c) Mendapatkan penilaian dari universitas sebagai tugas akhir
stase IKAKOM II dalam rangka menjalankan kepaniteraan
stase IKAKOM II

1.2 Manfaat Kunjungan kedokteran keluarga


1.2.1 Mengetahui status pasien yang dipilih sebagai subjek analisa, dan
mengetahui kondisi kesehatan terakhir pasien
1.2.2 Dapat melatih dan mempelajari lebih jauh tentang diagnosis
komunitas dan kedokteran kerluarga.
1.2.3 Dapat dijadikan sebagai rujukan subjektif untuk penelitian, diagnosis
komunitas lain, survey daerah, dan referensi keadaan lingkungan
1.2.4 Tinjauan pustaka dapat dijadikan referensi bagi pemda sekitar atau
pejabat dan dinas kesehatan yang berwenang untuk mengevaluasi
faktor resiko terkait masalah lingkungan di daerahnya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Defnisi

4
Diabetes mellitus, DM (bahasa Yunani: diabanein, tembus atau pancuran air)
(bahasa Latin: mellitus, rasa manis) yang juga dikenal di Indonesia dengan istilah
penyakit kencing gula adalah kelainan metabolis yang disebabkan oleh banyak faktor,
dengan simtoma berupa hiperglisemia kronis dan gangguan metabolisme karbohidrat,
lemak dan protein. (Buku Ajar Fisiologi Manusia, Lauralee Sherwood)
Diabetes melitus merupakan suatu sindrom dengan terganggunya metabolisme
karbohidrat, lemak, dan protein yg disebabkan oleh berkurangnya sekresi insulin Tu
penurunan sensitivitas jaringan tehadap insulin. (Fisiologi Kedokteran, Guyton and
Hall)

Menurut American Diabetes Association (ADA) 2010, Diabetes melitus


merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia
yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. (ADA.
2010)Sedangkan menurut WHO 1980 dikatakan bahwa diabetes melitus merupakan
sesuatu yang tidak dapat dituangkan dalam satu jawaban yang jelas dan singkat tapi
secara umum dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan
kimiawi yang merupakan akibat dari sejumlah faktor di mana didapat defisiensi
insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi insulin.

Klasifikasi DM ( Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM tipe 2 di


Indonesia 2011)

Tipe 1 Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke


defisiensi insulin absolute
- Autoimun

5
- idiopatik
Tipe 2 Bervariasi, mulai yang dominan resistensi
insulin disertai defisiensi insulin relative
sampai yang dominan, defek sekresi
insulin disertai resistensi insulin
Tipe lain - defek genetic fungsi sel beta
- defek genetic kerja insulin
- penyakit eksokrin pancreas
- endokrinopati
- karena obat atau zat kimia
- infeksi
- sebab imunologi yang jarang
- sindrom genetic lain yang
berkaitan dengan DM
Diabetes Melitus Gestasional

Fisiologi Kedokteran Guyton and Hall, Diabetes Melitus terbagi menjadi :


DM tipe I (IDDM) diabetes melitus yg tergantung insulin
DM tipe II (NIDDM) diabetes melitus tidak tergantung insulin.

Epidemiologi
Tingkat prevalensi dari DM adalah tinggi, diduga terdapat sekitar 10 juta
kasus diabetes di USA dan setiap tahunnya didiagnosis 600.000 kasus baru serta 75 %
penderita DM akhirnya meninggal karena penyakit vaskuler. Penyakit ini cenderung
tinggi pada negara maju dari pada negara sedang berkembang, karena perbedaan
kebiasaan hidup. Dampak ekonomi jelas terlihat akibat adanya biaya pengobatan dan
hilangnya pendapatan. Disamping konsekuensi finansial karena banyaknya
komplikasi seperti kebutaan dan penyakit vaskuler. Perbandingan antara wanita dan
pria yaitu 3 : 2, hal ini kemungkinan karena faktor obesitas dan kehamilan.

Menurut WHO prevalensi DM diperkirakan akan meningkat dari 8,4 juta


tahun 2000 menjadi 21,2 juta lebih pada tahun 2030 (Konsensus Pengelolaan dan
Pencegahan DM tipe 2 di Indonesia 2011)

6
Patofisiologi

a. DM Tipe I
Pada Diabetes tipe I terdapat ketidak mampuan pankreas menghasilkan
insulin karena hancurnya sel-sel beta pulau langerhans. Dalam hal ini
menimbulkan hiperglikemia puasa dan hiperglikemia post prandial.

b. DM Tipe II
Terdapat dua masalah utama pada DM Tipe II yaitu resistensi insulin dan
gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan berkaitan pada reseptor
kurang dan meskipun kadar insulin tinggi dalam darah tetap saja glukosa
tidak dapat masuk kedalam sel sehingga sel akan kekurangan glukosa.
Mekanisme inilah yang dikatakan sebagai resistensi insulin.

Manifestasi Klinik
Poliuria
Kekurangan insulin untuk mengangkut glukosa melalui membrane dalam sel
menyebabkan hiperglikemia sehingga serum plasma meningkat atau hiperosmolariti
menyebabkan cairan intrasel berdifusi kedalam sirkulasi atau cairan intravaskuler,
aliran darah ke ginjal meningkat sebagai akibat dari hiperosmolariti dan akibatnya
akan terjadi diuresis osmotic (poliuria).

Polidipsia
Akibat meningkatnya difusi cairan dari intrasel kedalam vaskuler
menyebabkan penurunan volume intrasel sehingga efeknya adalah dehidrasi sel.
Akibat dari dehidrasi sel mulut menjadi kering dan sensor haus teraktivasi
menyebabkan seseorang haus terus dan ingin selalu minum (polidipsia).

Poliphagia
Karena glukosa tidak dapat masuk ke sel akibat dari menurunnya kadar
insulin maka produksi energi menurun, penurunan energi akan menstimulasi rasa

7
lapar. Maka reaksi yang terjadi adalah seseorang akan lebih banyak makan
(poliphagia).

Penurunan berat badan


Karena glukosa tidak dapat di transport kedalam sel maka sel kekurangan
cairan dan tidak mampu mengadakan metabolisme, akibat dari itu maka sel akan
menciut, sehingga seluruh jaringan terutama otot mengalami atrofidan penurunan
secara otomatis. (Patofisiologi Price Sylvia)

Langkah-Langkah Diagnostik DM (Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan


DM tipe 2 di Indonesia 2011)

Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah.


Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Guna penentuan
diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan
glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan bahan darah
utuh (whole blood), vena ataupun kapiler tetap dapat dipergunakan dengan
memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh
WHO. Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan
menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler.

Diagnosis diabetes melitus

Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan


adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti tersebut di
bawah ini.
a. Keluhan klasik DM berupa : poliuria, polidipsia, polifagia, dan
penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
b. Keluhan lain dapat berupa : lemah badan, kesemutan, gatal, mata
kabur dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.

8
Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara. Pertama, jika keluhan
klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu >200 mg/dL sudah
cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Kedua, dengan pemeriksaan glukosa plasma
puasa yang lebih mudah dilakukan, mudah diterima oleh pasien serta murah, sehingga
pemeriksaan ini dianjurkan untuk diagnosis DM. Ketiga dengan TTGO. Meskipun
TTGO dengan beban 75 g glukosa lebih sensitif dan spesifik dibanding dengan
pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO
sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan dalam praktek sangat jarang dilakukan.
(Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM tipe 2 di Indonesia 2011)

Cara pelaksanaan TTGO (WHO, 1994):


a. 3 (tiga) hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari
(dengan karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani
seperti biasa
b. berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan,
minum air putih tanpa gula tetap diperbolehkan
c. diperiksa kadar glukosa darah puasa
d. diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa), atau 1,75 gram/kgBB (anak-anak),
dilarutkan dalam air 250 mL dan diminum dalam waktu 5 menit
e. berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam
setelah minum larutan glukosa selesai
f. diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa
g. selama proses pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak
merokok
(Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM tipe 2 di Indonesia 2011)

Penatalaksanaan Diabetes Melitus


Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani selama
beberapa waktu (2-4 minggu). Apabila kadar glukosa darah belum mencapai sasaran,
dilakukan intervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dan atau
suntikan insulin. Pada keadaan tertentu, OHO dapat segera diberikan secara tunggal
atau langsung kombinasi, sesuai indikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolik

9
berat, misalnya ketoasidosis, stres berat, berat badan yang menurun dengan cepat,
adanya ketonuria, insulin dapat segera diberikan. Pengetahuan tentang pemantauan
mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia dan cara mengatasinya harus diberikan
kepada pasien, sedangkan pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan secara
mandiri, setelah mendapat pelatihan khusus. (Konsensus Pengelolaan dan
Pencegahan DM tipe 2 di Indonesia 2011)

Pilar Penatalaksanaan DM :
a. Edukasi
b. Terapi Gizi medis
c. Latihan Jasmani
d. Intervensi Farmakologi

Obat hipoglikemik oral (OHO)


Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 4 golongan:
a. pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonilurea dan glinid
b. penambah sensitivitas terhadap insulin: metformin, tiazolidindion
c. penghambat glukoneogenesis (metformin)
d. penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa.

A. Pemicu Sekresi Insulin


Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh
sel beta pankreas.Untuk menghindari hipoglikemia berkepanjangan pada berbagai
keadaaan seperti orang tua, gangguan faal ginjal dan hati, kurang nutrisi serta
penyakit kardiovaskular, tidak dianjurkan penggunaan sulfonilurea kerja panjang.
Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan
penekanan pada meningkatkan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari
2 macam obat yaitu: Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat
fenilalanin). Obat ini diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan
diekskresi secara cepat melalui hati.

10
B. Penambah sensitivitas terhadap insulin
Tiazolidindion
Tiazolidindion (rosiglitazon dan pioglitazon) berikatan pada Peroxisome
Proliferator Activated Receptor Gamma (PPAR-), suatu reseptor inti di sel otot dan
sel lemak. Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan
meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan
glukosa di perifer. Tiazolidindion dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal
jantung klas I-IV karena dapat memperberat edema/retensi cairan dan juga pada
gangguan faal hati. Pada pasien yang menggunakan tiazolidindion perlu dilakukan
pemantauan faal hati secara berkala.

C. Penghambat glukoneogenesis
Metformin
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati
(glukoneogenesis), di samping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer. Terutama
dipakai pada penyandang diabetes gemuk. Metformin dikontraindikasikan pada
pasien dengan gangguan fungsi ginjal (serum kreatinin > 1,5 mg/dL) dan hati, serta
pasien-pasien dengan kecenderungan hipoksemia (misalnya penyakit serebro-
vaskular, sepsis, renjatan, gagal jantung). Metformin dapat memberikan efek samping
mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan pada saat atau sesudah
makan.

D. Penghambat Glukosidase Alfa (Acarbose)


Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus, sehingga
mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Acarbose tidak
menimbulkan efek samping hipoglikemia. Efek samping yang paling sering
ditemukan ialah kembung dan flatulens.

11
Cara Pemberian OHO, terdiri dari:
a. OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap sesuai
respons kadar glukosa darah, dapat diberikan sampai dosis hampir maksimal
b. Sulfonilurea generasi I & II : 15 30 menit sebelum makan
c. Glimepirid : sebelum/sesaat sebelum makan
d. Repaglinid, Nateglinid : sesaat/ sebelum makan
e. Metformin : sebelum /pada saat / sesudah makan
f. Penghambat glukosidase (Acarbose) : bersama makan suapan pertama
g. Tiazolidindion : tidak bergantung pada jadwal makan.

Pencegahan Diabetes Melitus


Beberapa cara pencegahan penyakit DM, yaitu:

Pencegahan Primer
Pencegahan ini merupakan suatu upaya yang ditujukan pada kelompok risiko
tinggi. Mereka yang belum menderita DM, tetapi berpotensi untuk menderita
penyakit ini, yaitu mereka yang tergolong kelompok usia dewasa (di atas 45 tahun),
kegemukan, tekanan darah tinggi (lebih dari 140/90 mmHg), riwayat keluarga DM,
dll. Upaya yang perlu dilakukan pada tahap ini adalah upaya untuk menghilangkan
faktor-faktor tersebut.
Pencegahan Sekunder
Pencegahan ini berupa upaya mencegah atau menghambat timbulnya penyulit
dengan tindakan deteksi dini dan dilakukan sejak awal penyakit. Tindakan ini bearti
mengelola DM dengan baik agar tidak timbul penyulit lanjut. Penyuluhan mengenai
DM dan pengelolaannya memegang peran yang penting untuk meningkatkan
kepatuhan berobat.
Pencegahan Tersier
Kalau penyulit menahun DM ternyata terjadi juga maka pengelola harus
berusaha mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut dan merehabilitasi pasien sedini
mungkin sebelum kecacatan tersebut menetap. Contohnya aspirin dosis rendah (80--
325 mg) dapat dianjurkan diberikan secara rutin bagi pasien DM yang sudah

12
mempunyai penyulit makroangiopati. Pelayanan kesehatan yang holistik dan
terintegrasi antar disiplin ilmu terkait sangat diperlukan.

Hasil Pengamatan Terhadap Keluarga

Jenis Pengamatan : Kunjungan


Cara Pengamatan : Wawancara dan laporan
Waktu Pelaksanaan : 28 Agustus 2017
Lokasi : Perumahan Pondok Maharta Blok A15 No.
18

BAB II
PEMBAHASAN

A. STATUS KESEHATAN PASIEN


I. Identitas Penderita
a. Nama : Ny. Ipah
b. Usia :37 tahun
c. Kedudukan dalam keluarga : Istri
d. Jenis Kelamin : Perempuan
e. Agama : Islam
f. Pendidikan terakhir : SMP
g. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
h. Status Perkawinan : Menikah

II. Riwayat Penyakit


1.Keluhan Utama :
lemas, mudah lelah serta kaki dan tangan kadang kesemutan.
2.Riwayat Perjalanan Penyakit Sekarang :
1 bulan pasien mengeluh badan sering terasa lemas, badan sering
terasa pegal-pegal dan kadang sulit digerakkan. Pasien juga
mengeluhkan lebih sering BAK, terutama pada malam hari, 3-4x
semalam. Nafsu makan meningkat (+) dan pasien merasa cepat haus

13
(+).Pasien juga merasa kakinya sering kesemutan. Badan juga terasa
lemas (+), berat badan makin turun (+).

3.Riwayat Penyakit Terdahulu :


pasien belum pernah seperti ini.

4.Riwayat Penyakit Keluarga :


Sebelumnya dikeluarganya ada yang seperti ini yaitu Ibu, dan
beberapa saudaranya yang meninggal karena diabetes

5.Riwayat Alergi :
Pasien tidak memiliki riwayat alergi seperti debu, cuaca dan obat-
obatan.

6.Riwayat Pengobatan :
Sebelumnya pasien tidak pernah mengkonsumsi obat untuk
menurunkan kadar gula darah

7.Riwayat Psikososial :
Pasien makan nasi sehari 3 kali dan dengan porsi yang tidak terkontrol
Pasien jarang berolahraga

III. Pemeriksaan Fisik


1. Keadaan umum : Baik
2. Tanda Vital :
-
Tekanan Darah : 130/70 mmHg (normal)
-
Frekuensi Nadi : 88 kali/menit (normal)
-
Frekuensi Nafas : 18 kali/menit (normal)
-
Suhu : 36,40 C (normal)
3. Keadaan gizi
-
Berat Badan : 80 Kg
-
Tinggi Badan : 155 cm
-
BMI : BB (kg)/ TB(m)2
80/(1,55)2 = 33,3
Kesan : Gizi lebih

b. Pemeriksaan Klinis :
Kepala : normocepal, rambut warna hitam keputihan, distribusi
merata, tidak mudah rontok.

14
Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, reflek cahaya (+/+),
pupil isokor.
Hidung : septum deviasi (-), sekret -/-, epistaksis -/-.
Telinga : bentuk normotia, serumen -/-, otorhea -/-.
Mulut : mukosa bibir lembab (+), lidah kotor (-), tremor (-), stomatitis
(-), sianosis (-), perdarahan gusi (-).
Leher : pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-).
Paru
normochest, pergerakan dinding dada simetris, retraksi sela iga (-).
vesikuler +/+, ronki -/-, wheezing -/-.
Jantung
ictus cordis terlihat di ICS V linea midclavicula sinistra.
BJ I dan II murni reguler, gallop (-), murmur (-).
Abdomen
bising usus (+) normal. nyeri tekan epigastrium (-), hepar dan limpa
tidak teraba.
Ekstremitas
Atas : Akral hangat, RCT < 2 detik, edema -/-.
Bawah : Akral hangat, RCT < 2 detik, edema -/-.

IV. Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan gula darah dengan hasil 260 mg/dL

V. Diagnosa Kerja
Diabetes Melitus Tipe II

VI. Penatalaksanaan
1. Non-medikamentosa :
- Diet
- Edukasi
- Latihan Jasmani
2. Medikamentosa :
Metformin 3 x 1 p.c/bersama makan

B. PROFIL KELUARGA DAN STRUKTUR


Profil Keluarga

Jumlah Anggota 4 orang


Keluarga inti
Nama Ayah :
Niman 72 tahun, kepala
keluarga

15
Ibu : (meninggal)
aminah 75 tahun
Anak :
Mahmudin 52 tahun
solihin 49 tahun
Ipah 37 tahun
Pekerjaan Ayah Pedagang
Ibu Ibu Rumah Tangga
Anak Pekerja
Kewarganegaraan WNI
Tempat tinggal Rumah Sendiri dengan Sudah tinggal dirumah
6 pintu dengan dapur tersebut semenjak 11
tahun lalu.
umum (Perumahan
Pondok Maharta Blok
A15 No.18)

Agama Islam
Pendidikan terakhir Ayah SMA
Ibu SMP
Pendapatan Rp 1.000.000,- s/d Rp 1.500.000,-/bulan

Genogram Keluarga

Ayah
Ibu

Pasien suami Saudara

perempuan

16
Anak Anak
pertama kedua
Menderita Diabetes

Laki Laki (Almarhum)


Laki Laki (Hidup)

Perempuan (Almarhum)

Perempuan (Hidup)

Aspek Perumahan
a. Luas tanah : 12 m x 14 m.
b. Luas bangunan : 4 m x 5 m, 1 kamar serbaguna, dapur umum (terpisah),
kamar mandi umum dibelakang (terpisah), tempat mencuci diluar (terpisah).
c. Lantai : keramik
d. Atap : genteng.
e. Ventilasi : baik (jendela jarang dibuka), rumah cenderung berdebu karena
sempit.
f. Pencahayaan : Baik (sinar matahari masuk kedalam rumah).
g. Kelembaban : lembab.
h. Kebisingan : tidak bising.
i. Pembuangan sampah : ada.
j. Sumber pengadaan air : Pompa air listrik dengan satu penampungan air.
k. Saluran air dialirkan ke got didepan rumah.
l. Kebersihan dan kerapihan : cukup.

C. FUNGSI
1. Fungsi Biologis
Pola asuh yang diterima ayah : otoriter
Pola asuh yang diterima ibu : demokratis
Pola asuh yang diterapkan pada anak : otoriter-demokratis
2. Fungsi Psikologis
Tercipta rasa aman sesama anggota keluarga untuk saling melindungi

17
3. Fungsi Sosial
Orang tua merawat dengan penuh kasih sayang dalam tumbuh
kembang anak
Orang tua sebagai figur dalam hal baik bagi anak
Orang tua sebagai aktor dalam mensosialisasikan berbagai perilaku
Orang tua mensosialisasikan berbagai aturan ketika berhubungan
dengan orang lain
Orang tua membiasakan anak untuk bertanggung jawab pada
pekerjaannya

4. Fungsi Ekonomi
Menengah ke bawah, kebutuhan seluruh anggota keluarga terpenuhi

5. Fungsi Adaptasi
Belum ada perubahan bentuk keluarga
Tidak ada disfungsi anggota keluarga
Lingkungan hidup keluarga dengan tetangga baik.
Perilaku kesehatan keluarga kurang baik ( ditemukan rokok)

D. PATIENT CENTERED DIAGNOSTIC

1. Diagnosis Holistik

Pasien yang berusia 37 tahun dengan diagnosa DM Tipe II. Hubungan


yang terjadi dalam keluarga cukup harmonis. Dari segi fungsi psikologis, pasien
tidak mengalami depresi, tidak mengalami anxietas, dan tidak mengalami
stress. Fungsi sosial keluarga pasien masih baik. Pasien cukup aktif dalam acara
yang diselenggarakan bersama masyarakat sekitar dan masih bersosialisai
dalam masyarakat lewat berbagai macam bentuk kegiatan walau intensitasnya
berkurang dikarenakan sakit yang diderita. Akan tetapi keluarga ini tidak
mempunyai kedudukan sosial tertentu dalam masyarakat. Pasien masih bekerja
perumahan sebagai pembantu rumah tangga. Dari hasil pekerjaan, pasien dan
keluarganya sudah cukup untuk memenuhi kegiatan sehari-hari. Untuk biaya
pengobatan sendiri pasien termasuk ke dalam peserta BPJS. Interaksi antara
pasien dengan keluarga lain cukup harmonis, tetapi kurang perhatian oleh
anaknya karena sudah berkeluarga sendiri. Tingkat pendidikan pasien kurang

18
cukup untuk mengerti betul tentang kondisinya saat ini, oleh karena itu pasien
berusaha mencari informasi agar bisa merubah pola hidupnya agar keluhan dari
penyakitnya tidak timbul kembali. Sedangkan dalam segi budaya, pasien dan
keluarga masih menjunjung budaya setempat, yaitu Budaya Suku Jawa.

2. Diagnosis Biologis

Pasien berusia 37 tahun menderita DM Tipe II.

3. Diagnosis Psikologis

Interaksi yang terjadi dalam keluarga ini cukup baik. Fungsi psikologis
pasien diukur menggunakan kuesioner DASS (Depression Anxiety and Stress
Scale). Pada penilaian menggunakan kuesioner DASS, pasien tidak mengalami
depresi, tidak mengalami anxietas, dan tidak mengalami stress. Tidak terjadi
konflik yang berarti dalam keluarga pasien. Pasien masih dapat melaksanakan
kehidupannya dengan baik, tampak ceria, sangat ramah dan akrab dengan orang
baru.

4. Diagnosis Sosial, Ekonomi, dan Budaya

Pasien tidak ikut mengurus organisasi yang ada di masyarakat, tetapi tetap
ikut aktif dalam acara yang diselenggarakan bersama masyarakat sekitar. Dapat
berinteraksi dengan orang lain. Tidak memiliki masalah di lingkungan keluarga
maupun masyarakat. Dari segi ekonomi sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari. Untuk biaya pengobatan sendiri pasien termasuk ke dalam peserta
BPJS. Sedangkan dalam segi budaya, pasien dan keluarga masih menjunjung
budaya setempat, yaitu Budaya Suku Jawa.

E. DIAGNOSIS KELUARGA

19
INPUT PROSES OUTPUT OUTCOME
Keluarga inti Perhatian Pasien Derajat
dengan 2 anak keluarga bisa memiliki kesehatan
Ibu menderita
menjadi kurang genetic DM kurang optimal,
Diabetes Melitus
dalam makan tidak
kesehatan teratur,
aktivitas
keluarga
terganggu

Pengaruh penyakit pada keluarga Pengaruh keluarga pada penyakit


Bila ada anggota keluarga yang menderita Keluarga sebagai unit terkecil dalam
Diabetes Melitus maka terjadi masalah masyarakat sehingga penyakit dalam
kesehatan dalam keluarga dikarenakan keluarga merupakan masalah masyarakat
Diabetes Melitus keseluruhan
Ketidaknyamanan dalam lingkungan Keluarga adalah pusat pengambilan
keluarga keputusan kesehatan yang penting yang
dapat membantu proses penyembuhan
penyakit
Mempengaruhi produktivitas keluarga Keluarga merupakan wadah atau saluran
yang efektif untuk menyampaikan
pesan-pesan kesehatan

F. PENATALAKSANAAN
Gejala Klinis Lemas, pegal pegal seluruh badan, nyeri lutut, baal.
Diagnosis lemas, mudah lelah serta kaki dan tangan kadang kesemutan.
Terapi 1. Minum obat yang teratur
2. Komunikasi, Informasi, dan Edukasi
3. Terapi: Metformin 2 x 1 tablet
Vitamin neurotropik 1 x 1 tablet

20
Yang Dilakukan 1. Tindakan yang dilakukan meliputi tindakan terhadap
Dokter Keluarga pasien, keluarga dan lingkungan
2. Lakukan edukasi terhadap keluarga mengenai Diabetes
Melitus (penyebab, gejala, terapi, serta pencegahannya)
3. Penyuluhan mengenai Diabetes Melitus pada para warga
Rujukan -
Pencatatan dan Isi :
Pelaporan a. Genogram
b. Family Folder
Rekam Medis :
a. Identitas pasien
b. Pemeriksaan fisik
c. Diagnosis / masalah
d. Tindakan / pengobatan
e. Pelayanan lain yang telah diterima pasien
Tindakan Promotif Lakukan penyuluhan kepada masyarakat dan komunitas
kesehatan tentang diagnosis dini dan cara pengobatan pasien
Diabetes Melitus dan pencegahannya.
Tindakan Preventif 1. Memperbaiki pola makan (4 sehat 5 sempurna)
2. Keluarga sebagai motivator secara psikologis ke pasien
agar dapat terkontrol.
3. Mencegah agar tidak terjadi pada anggota keluarganya
yang lain.

21
BAB III
KESIMPULAN & SARAN

A. Kesimpulan
Pada keluarga ini, penyusun mengambil kesimpulan pasien tersebut
terkena penyakit Diabetes Melitus karena keturunan dari keluarga, pola hidup
yang tidak sehat, serta kurangnya pengetahuan pasien tentang penyakit yang
dialaminya. Anggota keluarga yang lain juga bisa mengalami hal yang serupa
bila keluarga tersebut kurang mengetahui penyakit tersebut. Dari aspek

22
lainnya seperti fungsi keluarga, perkembangan kehidupan, aspek psikososial,
aspek perumahan, sosial ekonomi, PHBS dan pendidikan keluarga ini
termasuk dalam kategori kurang baik.

B. Saran
Pasien dengan penyakit Diabetes Melitus minum obat secara teratur
setiap harinya, mengerjakan pola hidup sehat. Sebaiknya seluruh anggota
keluarga untuk mengingatkan dan memotivasi pasien untuk minum obat
secara teratur dan rutin kontrol ke Puskesmas.

DAFTAR PUSTAKA

1.Gunawan, S.G., Setiabudy, R., Nafriadi, & Elysabeth. 2008. Farmakologi dan
terapi. Edisi 5. Jakarta.
2.Guyton & Hall. 1997. Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. EGC. Jakarta.
3.PERKENI. 2011. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Dabetes melitus Tipe
2 Di Indonesia 2011. Jakarta
4.Price, S. A & Wilson, L. M, 1995, Patofisiologi, EGC. Jakarta
5.Sherwood Lauralee, 2001, Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 21. EGC.
Jakarta. EGC

23
6.Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simandibrata, & M., Setiati, S. 2009.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV. Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FKUI. Jakarta.

LAMPIRAN KEGIATAN

24
25

Anda mungkin juga menyukai