Oleh :
2011730136
1
KATA PENGANTAR
Segala Puji bagi Allah SWT, Shalawat dan Salam kami panjatkan bagi Nabi
Besar kita Nabi Muhammad SAW. Dalam mengikuti kegiatan IKAKOM 2 kami
sebagai Dokter Muda diharapkan agar bisa memahami dan menerapkan ilmu tersebut
dalam praktik kedokteran setelah menyelesaikan masa pendidikan di kepaniteraan.
Penulis berharap semoga hasil dari laporan ini dapat bermanfaat bagi diri
penulis sendiri dan orang lain, sehingga diharapkan lebih banyak masyarakat yang
lebih sadar bahwa setiap pekerjaan memiliki resiko dan potensi bahaya. Bahwa
penting sekali dalam melakukan pekerjaan diperhatikan aspek-aspek yang dapat
melindungi diri sehingga tidak membawa dampak penyakit dimasa mendatang.
Penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada keluarga, dosen-dosen
pembimbing dan yang tidak dapat disebutkan satu persatu di fakultas kedokteran
Universitas Muhammadiyah Jakarta.
Penulis
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Definisi sehat menurut kesehatan dunia (WHO, 1947) adalah suatu keadaan
sejahtera yang meliputi fisik, mental dan sosial yang tidak hanya bebas dari penyakit
atau kecacatan. Sedangkan menurut UU No. 36 tahun 2009, kesehatan adalah
keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan
setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis, status kesehatan
dipengaruhi oleh faktor perilaku, faktor lingkungan, ketersediaan pelayanan
kesehatan yang bermutu, adil, merata dan terjangkau, serta faktor genetik.
3
sekitar, lingkungan rumah, dan perilaku keluarga, dengan
hubungan terjadinya diare
b) Diketahuinya gambaran faktor faktor resiko apa saja yang
bisa menyebabkan tercetusnya diare.
c) Mendapatkan penilaian dari universitas sebagai tugas akhir
stase IKAKOM II dalam rangka menjalankan kepaniteraan
stase IKAKOM II
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Defnisi
4
Diabetes mellitus, DM (bahasa Yunani: diabanein, tembus atau pancuran air)
(bahasa Latin: mellitus, rasa manis) yang juga dikenal di Indonesia dengan istilah
penyakit kencing gula adalah kelainan metabolis yang disebabkan oleh banyak faktor,
dengan simtoma berupa hiperglisemia kronis dan gangguan metabolisme karbohidrat,
lemak dan protein. (Buku Ajar Fisiologi Manusia, Lauralee Sherwood)
Diabetes melitus merupakan suatu sindrom dengan terganggunya metabolisme
karbohidrat, lemak, dan protein yg disebabkan oleh berkurangnya sekresi insulin Tu
penurunan sensitivitas jaringan tehadap insulin. (Fisiologi Kedokteran, Guyton and
Hall)
5
- idiopatik
Tipe 2 Bervariasi, mulai yang dominan resistensi
insulin disertai defisiensi insulin relative
sampai yang dominan, defek sekresi
insulin disertai resistensi insulin
Tipe lain - defek genetic fungsi sel beta
- defek genetic kerja insulin
- penyakit eksokrin pancreas
- endokrinopati
- karena obat atau zat kimia
- infeksi
- sebab imunologi yang jarang
- sindrom genetic lain yang
berkaitan dengan DM
Diabetes Melitus Gestasional
Epidemiologi
Tingkat prevalensi dari DM adalah tinggi, diduga terdapat sekitar 10 juta
kasus diabetes di USA dan setiap tahunnya didiagnosis 600.000 kasus baru serta 75 %
penderita DM akhirnya meninggal karena penyakit vaskuler. Penyakit ini cenderung
tinggi pada negara maju dari pada negara sedang berkembang, karena perbedaan
kebiasaan hidup. Dampak ekonomi jelas terlihat akibat adanya biaya pengobatan dan
hilangnya pendapatan. Disamping konsekuensi finansial karena banyaknya
komplikasi seperti kebutaan dan penyakit vaskuler. Perbandingan antara wanita dan
pria yaitu 3 : 2, hal ini kemungkinan karena faktor obesitas dan kehamilan.
6
Patofisiologi
a. DM Tipe I
Pada Diabetes tipe I terdapat ketidak mampuan pankreas menghasilkan
insulin karena hancurnya sel-sel beta pulau langerhans. Dalam hal ini
menimbulkan hiperglikemia puasa dan hiperglikemia post prandial.
b. DM Tipe II
Terdapat dua masalah utama pada DM Tipe II yaitu resistensi insulin dan
gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan berkaitan pada reseptor
kurang dan meskipun kadar insulin tinggi dalam darah tetap saja glukosa
tidak dapat masuk kedalam sel sehingga sel akan kekurangan glukosa.
Mekanisme inilah yang dikatakan sebagai resistensi insulin.
Manifestasi Klinik
Poliuria
Kekurangan insulin untuk mengangkut glukosa melalui membrane dalam sel
menyebabkan hiperglikemia sehingga serum plasma meningkat atau hiperosmolariti
menyebabkan cairan intrasel berdifusi kedalam sirkulasi atau cairan intravaskuler,
aliran darah ke ginjal meningkat sebagai akibat dari hiperosmolariti dan akibatnya
akan terjadi diuresis osmotic (poliuria).
Polidipsia
Akibat meningkatnya difusi cairan dari intrasel kedalam vaskuler
menyebabkan penurunan volume intrasel sehingga efeknya adalah dehidrasi sel.
Akibat dari dehidrasi sel mulut menjadi kering dan sensor haus teraktivasi
menyebabkan seseorang haus terus dan ingin selalu minum (polidipsia).
Poliphagia
Karena glukosa tidak dapat masuk ke sel akibat dari menurunnya kadar
insulin maka produksi energi menurun, penurunan energi akan menstimulasi rasa
7
lapar. Maka reaksi yang terjadi adalah seseorang akan lebih banyak makan
(poliphagia).
8
Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara. Pertama, jika keluhan
klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu >200 mg/dL sudah
cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Kedua, dengan pemeriksaan glukosa plasma
puasa yang lebih mudah dilakukan, mudah diterima oleh pasien serta murah, sehingga
pemeriksaan ini dianjurkan untuk diagnosis DM. Ketiga dengan TTGO. Meskipun
TTGO dengan beban 75 g glukosa lebih sensitif dan spesifik dibanding dengan
pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO
sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan dalam praktek sangat jarang dilakukan.
(Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM tipe 2 di Indonesia 2011)
9
berat, misalnya ketoasidosis, stres berat, berat badan yang menurun dengan cepat,
adanya ketonuria, insulin dapat segera diberikan. Pengetahuan tentang pemantauan
mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia dan cara mengatasinya harus diberikan
kepada pasien, sedangkan pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan secara
mandiri, setelah mendapat pelatihan khusus. (Konsensus Pengelolaan dan
Pencegahan DM tipe 2 di Indonesia 2011)
Pilar Penatalaksanaan DM :
a. Edukasi
b. Terapi Gizi medis
c. Latihan Jasmani
d. Intervensi Farmakologi
10
B. Penambah sensitivitas terhadap insulin
Tiazolidindion
Tiazolidindion (rosiglitazon dan pioglitazon) berikatan pada Peroxisome
Proliferator Activated Receptor Gamma (PPAR-), suatu reseptor inti di sel otot dan
sel lemak. Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan
meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan
glukosa di perifer. Tiazolidindion dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal
jantung klas I-IV karena dapat memperberat edema/retensi cairan dan juga pada
gangguan faal hati. Pada pasien yang menggunakan tiazolidindion perlu dilakukan
pemantauan faal hati secara berkala.
C. Penghambat glukoneogenesis
Metformin
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati
(glukoneogenesis), di samping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer. Terutama
dipakai pada penyandang diabetes gemuk. Metformin dikontraindikasikan pada
pasien dengan gangguan fungsi ginjal (serum kreatinin > 1,5 mg/dL) dan hati, serta
pasien-pasien dengan kecenderungan hipoksemia (misalnya penyakit serebro-
vaskular, sepsis, renjatan, gagal jantung). Metformin dapat memberikan efek samping
mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan pada saat atau sesudah
makan.
11
Cara Pemberian OHO, terdiri dari:
a. OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap sesuai
respons kadar glukosa darah, dapat diberikan sampai dosis hampir maksimal
b. Sulfonilurea generasi I & II : 15 30 menit sebelum makan
c. Glimepirid : sebelum/sesaat sebelum makan
d. Repaglinid, Nateglinid : sesaat/ sebelum makan
e. Metformin : sebelum /pada saat / sesudah makan
f. Penghambat glukosidase (Acarbose) : bersama makan suapan pertama
g. Tiazolidindion : tidak bergantung pada jadwal makan.
Pencegahan Primer
Pencegahan ini merupakan suatu upaya yang ditujukan pada kelompok risiko
tinggi. Mereka yang belum menderita DM, tetapi berpotensi untuk menderita
penyakit ini, yaitu mereka yang tergolong kelompok usia dewasa (di atas 45 tahun),
kegemukan, tekanan darah tinggi (lebih dari 140/90 mmHg), riwayat keluarga DM,
dll. Upaya yang perlu dilakukan pada tahap ini adalah upaya untuk menghilangkan
faktor-faktor tersebut.
Pencegahan Sekunder
Pencegahan ini berupa upaya mencegah atau menghambat timbulnya penyulit
dengan tindakan deteksi dini dan dilakukan sejak awal penyakit. Tindakan ini bearti
mengelola DM dengan baik agar tidak timbul penyulit lanjut. Penyuluhan mengenai
DM dan pengelolaannya memegang peran yang penting untuk meningkatkan
kepatuhan berobat.
Pencegahan Tersier
Kalau penyulit menahun DM ternyata terjadi juga maka pengelola harus
berusaha mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut dan merehabilitasi pasien sedini
mungkin sebelum kecacatan tersebut menetap. Contohnya aspirin dosis rendah (80--
325 mg) dapat dianjurkan diberikan secara rutin bagi pasien DM yang sudah
12
mempunyai penyulit makroangiopati. Pelayanan kesehatan yang holistik dan
terintegrasi antar disiplin ilmu terkait sangat diperlukan.
BAB II
PEMBAHASAN
13
(+).Pasien juga merasa kakinya sering kesemutan. Badan juga terasa
lemas (+), berat badan makin turun (+).
5.Riwayat Alergi :
Pasien tidak memiliki riwayat alergi seperti debu, cuaca dan obat-
obatan.
6.Riwayat Pengobatan :
Sebelumnya pasien tidak pernah mengkonsumsi obat untuk
menurunkan kadar gula darah
7.Riwayat Psikososial :
Pasien makan nasi sehari 3 kali dan dengan porsi yang tidak terkontrol
Pasien jarang berolahraga
b. Pemeriksaan Klinis :
Kepala : normocepal, rambut warna hitam keputihan, distribusi
merata, tidak mudah rontok.
14
Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, reflek cahaya (+/+),
pupil isokor.
Hidung : septum deviasi (-), sekret -/-, epistaksis -/-.
Telinga : bentuk normotia, serumen -/-, otorhea -/-.
Mulut : mukosa bibir lembab (+), lidah kotor (-), tremor (-), stomatitis
(-), sianosis (-), perdarahan gusi (-).
Leher : pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-).
Paru
normochest, pergerakan dinding dada simetris, retraksi sela iga (-).
vesikuler +/+, ronki -/-, wheezing -/-.
Jantung
ictus cordis terlihat di ICS V linea midclavicula sinistra.
BJ I dan II murni reguler, gallop (-), murmur (-).
Abdomen
bising usus (+) normal. nyeri tekan epigastrium (-), hepar dan limpa
tidak teraba.
Ekstremitas
Atas : Akral hangat, RCT < 2 detik, edema -/-.
Bawah : Akral hangat, RCT < 2 detik, edema -/-.
V. Diagnosa Kerja
Diabetes Melitus Tipe II
VI. Penatalaksanaan
1. Non-medikamentosa :
- Diet
- Edukasi
- Latihan Jasmani
2. Medikamentosa :
Metformin 3 x 1 p.c/bersama makan
15
Ibu : (meninggal)
aminah 75 tahun
Anak :
Mahmudin 52 tahun
solihin 49 tahun
Ipah 37 tahun
Pekerjaan Ayah Pedagang
Ibu Ibu Rumah Tangga
Anak Pekerja
Kewarganegaraan WNI
Tempat tinggal Rumah Sendiri dengan Sudah tinggal dirumah
6 pintu dengan dapur tersebut semenjak 11
tahun lalu.
umum (Perumahan
Pondok Maharta Blok
A15 No.18)
Agama Islam
Pendidikan terakhir Ayah SMA
Ibu SMP
Pendapatan Rp 1.000.000,- s/d Rp 1.500.000,-/bulan
Genogram Keluarga
Ayah
Ibu
perempuan
16
Anak Anak
pertama kedua
Menderita Diabetes
Perempuan (Almarhum)
Perempuan (Hidup)
Aspek Perumahan
a. Luas tanah : 12 m x 14 m.
b. Luas bangunan : 4 m x 5 m, 1 kamar serbaguna, dapur umum (terpisah),
kamar mandi umum dibelakang (terpisah), tempat mencuci diluar (terpisah).
c. Lantai : keramik
d. Atap : genteng.
e. Ventilasi : baik (jendela jarang dibuka), rumah cenderung berdebu karena
sempit.
f. Pencahayaan : Baik (sinar matahari masuk kedalam rumah).
g. Kelembaban : lembab.
h. Kebisingan : tidak bising.
i. Pembuangan sampah : ada.
j. Sumber pengadaan air : Pompa air listrik dengan satu penampungan air.
k. Saluran air dialirkan ke got didepan rumah.
l. Kebersihan dan kerapihan : cukup.
C. FUNGSI
1. Fungsi Biologis
Pola asuh yang diterima ayah : otoriter
Pola asuh yang diterima ibu : demokratis
Pola asuh yang diterapkan pada anak : otoriter-demokratis
2. Fungsi Psikologis
Tercipta rasa aman sesama anggota keluarga untuk saling melindungi
17
3. Fungsi Sosial
Orang tua merawat dengan penuh kasih sayang dalam tumbuh
kembang anak
Orang tua sebagai figur dalam hal baik bagi anak
Orang tua sebagai aktor dalam mensosialisasikan berbagai perilaku
Orang tua mensosialisasikan berbagai aturan ketika berhubungan
dengan orang lain
Orang tua membiasakan anak untuk bertanggung jawab pada
pekerjaannya
4. Fungsi Ekonomi
Menengah ke bawah, kebutuhan seluruh anggota keluarga terpenuhi
5. Fungsi Adaptasi
Belum ada perubahan bentuk keluarga
Tidak ada disfungsi anggota keluarga
Lingkungan hidup keluarga dengan tetangga baik.
Perilaku kesehatan keluarga kurang baik ( ditemukan rokok)
1. Diagnosis Holistik
18
cukup untuk mengerti betul tentang kondisinya saat ini, oleh karena itu pasien
berusaha mencari informasi agar bisa merubah pola hidupnya agar keluhan dari
penyakitnya tidak timbul kembali. Sedangkan dalam segi budaya, pasien dan
keluarga masih menjunjung budaya setempat, yaitu Budaya Suku Jawa.
2. Diagnosis Biologis
3. Diagnosis Psikologis
Interaksi yang terjadi dalam keluarga ini cukup baik. Fungsi psikologis
pasien diukur menggunakan kuesioner DASS (Depression Anxiety and Stress
Scale). Pada penilaian menggunakan kuesioner DASS, pasien tidak mengalami
depresi, tidak mengalami anxietas, dan tidak mengalami stress. Tidak terjadi
konflik yang berarti dalam keluarga pasien. Pasien masih dapat melaksanakan
kehidupannya dengan baik, tampak ceria, sangat ramah dan akrab dengan orang
baru.
Pasien tidak ikut mengurus organisasi yang ada di masyarakat, tetapi tetap
ikut aktif dalam acara yang diselenggarakan bersama masyarakat sekitar. Dapat
berinteraksi dengan orang lain. Tidak memiliki masalah di lingkungan keluarga
maupun masyarakat. Dari segi ekonomi sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari. Untuk biaya pengobatan sendiri pasien termasuk ke dalam peserta
BPJS. Sedangkan dalam segi budaya, pasien dan keluarga masih menjunjung
budaya setempat, yaitu Budaya Suku Jawa.
E. DIAGNOSIS KELUARGA
19
INPUT PROSES OUTPUT OUTCOME
Keluarga inti Perhatian Pasien Derajat
dengan 2 anak keluarga bisa memiliki kesehatan
Ibu menderita
menjadi kurang genetic DM kurang optimal,
Diabetes Melitus
dalam makan tidak
kesehatan teratur,
aktivitas
keluarga
terganggu
F. PENATALAKSANAAN
Gejala Klinis Lemas, pegal pegal seluruh badan, nyeri lutut, baal.
Diagnosis lemas, mudah lelah serta kaki dan tangan kadang kesemutan.
Terapi 1. Minum obat yang teratur
2. Komunikasi, Informasi, dan Edukasi
3. Terapi: Metformin 2 x 1 tablet
Vitamin neurotropik 1 x 1 tablet
20
Yang Dilakukan 1. Tindakan yang dilakukan meliputi tindakan terhadap
Dokter Keluarga pasien, keluarga dan lingkungan
2. Lakukan edukasi terhadap keluarga mengenai Diabetes
Melitus (penyebab, gejala, terapi, serta pencegahannya)
3. Penyuluhan mengenai Diabetes Melitus pada para warga
Rujukan -
Pencatatan dan Isi :
Pelaporan a. Genogram
b. Family Folder
Rekam Medis :
a. Identitas pasien
b. Pemeriksaan fisik
c. Diagnosis / masalah
d. Tindakan / pengobatan
e. Pelayanan lain yang telah diterima pasien
Tindakan Promotif Lakukan penyuluhan kepada masyarakat dan komunitas
kesehatan tentang diagnosis dini dan cara pengobatan pasien
Diabetes Melitus dan pencegahannya.
Tindakan Preventif 1. Memperbaiki pola makan (4 sehat 5 sempurna)
2. Keluarga sebagai motivator secara psikologis ke pasien
agar dapat terkontrol.
3. Mencegah agar tidak terjadi pada anggota keluarganya
yang lain.
21
BAB III
KESIMPULAN & SARAN
A. Kesimpulan
Pada keluarga ini, penyusun mengambil kesimpulan pasien tersebut
terkena penyakit Diabetes Melitus karena keturunan dari keluarga, pola hidup
yang tidak sehat, serta kurangnya pengetahuan pasien tentang penyakit yang
dialaminya. Anggota keluarga yang lain juga bisa mengalami hal yang serupa
bila keluarga tersebut kurang mengetahui penyakit tersebut. Dari aspek
22
lainnya seperti fungsi keluarga, perkembangan kehidupan, aspek psikososial,
aspek perumahan, sosial ekonomi, PHBS dan pendidikan keluarga ini
termasuk dalam kategori kurang baik.
B. Saran
Pasien dengan penyakit Diabetes Melitus minum obat secara teratur
setiap harinya, mengerjakan pola hidup sehat. Sebaiknya seluruh anggota
keluarga untuk mengingatkan dan memotivasi pasien untuk minum obat
secara teratur dan rutin kontrol ke Puskesmas.
DAFTAR PUSTAKA
1.Gunawan, S.G., Setiabudy, R., Nafriadi, & Elysabeth. 2008. Farmakologi dan
terapi. Edisi 5. Jakarta.
2.Guyton & Hall. 1997. Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. EGC. Jakarta.
3.PERKENI. 2011. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Dabetes melitus Tipe
2 Di Indonesia 2011. Jakarta
4.Price, S. A & Wilson, L. M, 1995, Patofisiologi, EGC. Jakarta
5.Sherwood Lauralee, 2001, Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 21. EGC.
Jakarta. EGC
23
6.Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simandibrata, & M., Setiati, S. 2009.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV. Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FKUI. Jakarta.
LAMPIRAN KEGIATAN
24
25