Anda di halaman 1dari 46

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Dalam pemahaman umum, bahasa Indonesia sudah diketahui sebagai alat
berkomunikasi. Setiapsituasi memungkinkan seseorang memilih variasi bahasa
yang akan digunakannya. Berbagaifaktor turut menentukan pemilihan tersebut,
seperti penulis, pembaca, pokok pembicaraan, dansarana.Dalam berbahasa
Indonesia, tingkat kesadaran dan kepatuhan akan kaidah-kaidah kebahasaansecara
jelas tergambarkan melalui perilaku berbahasa kita, baik ketika kita menggunakan
bahasaIndonesia dalam bentuk lisan maupun dalam bentuk tulisan.
Tata bahasa baku bahasa Indonesia pada dasarnya merupakan rambu-
rambu yang harus disadari dan sekaligus dipatuhi oleh para pemakai bahasa Indon
esia agar perilaku berbahasa mereka tetap memperlihatkan ciri kerapiandan
kecermatan. Kerapian dan kecermatan berbahasa ini hanya mungkin apabila
bahasaIndonesia itu sendiri sebagai alat komunikasi memang telah siap untuk
digunakan secara rapi dancermat.Ada dua hal mendasar yang harus dipenuhi oleh
bahasa Indonesia agar bahasa persatuan dan bahasa negara milik bangsa Indonesia
itu tetap mantap dapat digunakan sebagai alat komunikasiyang efektif dan efisien.
Pertama, kaidah-kaidah kebahasaannya harus mantap.
Kedua, perbendaharaan kata dan peristilahannya harus kaya dan lengkap. Apabila
kedua macam persyaratan itu terpenuhi, bahasa Indonesia telah siap untuk diguna
kan secara rapi dan cermatuntuk berbagai keperluan komunikasi, termasuk dalam
konteks upaya mencerdaskan kehidupan bangsa.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Bagaimana Tata Tulis (Ejaan) ?
2. Bagaiamana Tata Pembentukan Kalimat ?
3. Bagaimana Tata Pilihan Kata ?
4. Bagaimana Tata Penulisan Kalimat Efektif ?
5. Bagiamana Tata Penulisan Paragraf Yang Baik ?

1
6. Bagaimana Pengembangan Paragraf ?

1.3 Tujuan
1. Untuk Mengetahui Tata Tulis (Ejaan).
2. Untuk Mengetahui Bagaiamana Tata Pembentukan Kalimat.
3. Untuk Mengetahui Bagaimana Tata Pilihan Kata.
4. Untuk Mengetahui Bagaimana Tata Penulisan Kalimat Efektif.
5. Untuk Mengetahui Bagiamana Tata Penulisan Paragraf Yang Baik.
6. Untuk Mengetahui Bagaimana Pengembangan Paragraf.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2. 1 TATA TULIS ( EJAAN )


A. Pengertian Tata Tulis (Ejaan)

“Pengertian ejaan dapat ditinjau dari dua segi, yaitu segi khusus
dan segi umum. Secara khusus, ejaan dapat diartikan sebagai
pelambangn bunyi-bunyi bahasa dengan huruf, baik berupa huruf demi
huruf maupun huruf yang telah disusun menajadi kata, kelompok kata,
atau kalimat. Secara umum, ejaan berarti keseluruhan ketentuan yang
mengatur pelambangan bunyi bahasa, termasuk pemisahan dan
penggabungannya, yang dilengkapi pula dengan penggunaan tanda
baca.” (Mustakim, 1990 : 1).

“Kaidah ini mengatur tiga hal, yaitu penulisan huruf, penulisan


kata, dan penggunaan tanda baca”

B. Penggunaan Huruf Kapital dan Huruf Miring


1. Huruf Kapital atau Huruf Besar.
Menurut Permendiknas (2011:8), huruf kapital digunakan untuk :
1. Sebagai huruf pertama kata pada awal kalimat.
2. Sebagai huruf pertama kata yang berkenaan dengan agama.
3. Sebagai huruf pertama pada petikan langsung.
4. Sebagai huruf pertama yang menyatakan gelar kehormatan , gelar
keagamaan , gelar keturunan , yang diikuti dengan nama orang.
5. Sebagai huruf pertama nama jabatana atau pangkat yang diikuti nama
orang.
6. Sebagai huruf pertama unsur-unsur nama orang.
7. Sebagai huruf pertama kata yang menyatakan nama bangsa, nama suku,
atau nama bahasa.

3
8. Sebagai huruf pertama tahun, nama bulan, nama hari, nama hari raya, dan
nama peristiwa sejarah.
9. Sebagai huruf pertama kata yang menyatakan nama dalam geografi.

Penggunaan huruf kapital menurut Permendiknas (2011: 8) :


a. Di awal kalimat, setiap huruf yang mengawali kalimat
tersebut haruslah menggunakan huruf kapital (Permendiknas, 2011:8).
Misalnya:
- Tas itu berwarna pink
b. Dalam penulisan petikan langsung, huruf pertama selalu
diawali huruf kapital (Permendiknas, 2011:8).
Misalnya:
 Gubernur berseru ,”Marilah kita bersatu dalam
mewujudkan kehidupan Islam!”
c. Kata yang berkenaan dengan agama, kitab suci, dan nama
Tuhan termasuk kata ganti untuk Tuhan, selalu di awali huruf kapital
(Permendiknas, 2011:8).
Misalnya :
- Islam
- Hindu
- Yang Maha Esa
d. Jika nama gelar kehormatan, gelar keturunan, dan gelar
keagamaan, diikuti nama orang maka huruf pertamanya menggunakan
huruf kapital (Permendiknas, 2011:9).
Contoh:
- Mahaputra Mohamad Yamin
- Imam Syafi’i
- Sultan Hasanuddin

4
e. Unsur nama jabatan dan pangkat jika diikuti nama orang,
nama instansi, atau nama tempat yang dipakai sebagai pengganti nama
orang tertentu, maka harus diawali huruf kapital (Permendiknas,
2011:10).
Misalnya:
 Wakil Presiden Adam Malik,
 Perdana Menteri Inggris,
f. Setiap huruf pertama unsur-unsur nama orang
menggunakan huruf kapital (Permendiknas, 2011:11).
Misalnya:
 Kameliani
 Nur Purnama Sari
 Ina Aprianti
g. Huruf pertama pada nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa
ditulis dengan menggunakan huruf kapital (Permendiknas, 2011:12).
Misalnya:
 Bangsa Indonesia
 suku Bugis
 bahasa Korea
h. Huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari raya, dan
peristiwa sejarah menggunakan huruf besar (Permendiknas, 2011:13).
Misalnya:
 tahun Hijriah
 bulan Juli
 hari Jumat
Tetapi jika peristiwa sejarah tidak digunakan sebagai nama,
maka tidak perlu menggunakan huruf kapital (Permendiknas,
2011:13).
Misalnya:
 Soekarno dan Hatta memproklamasikan kemerdekaan bangsanya.

5
 Perlombaan senjata membawa risiko pecahnya perang dunia.

i. Huruf pertama unsur-unsur nama diri geografi dituliskan


dengan huruf kapital (Permendiknas, 2011:14).
Misalnya:
 Asia Tenggara
 Makassar
Huruf pertama unsur-unsur nama geografi yang diikuti nama
diri geografi juga dituliskan dengan huruf kapital (Permendiknas,
2011:14).
 Bukit Barisan
 Danau Toba
 Selat Lombok
2. Huruf Miring
Menurut Permendiknas (2011:19), huruf miring dapat digunakan
untuk:
1. Menuliskan judul buku , nama majalah, dan nama surat kabar yang
terdapat dalam teks.
2. Menegaskan atau mengkhususkan huruf, kata, atau kelompok kata di
dalam suatu teks.
3. Menuliskan nama ilmiah, ungkapan , kata , atau istilah asing/ daerah.

Adapun aturan penggunaan huruf miring adalah sebagai berikut


(Permendiknas, 2011:19).
a. Nama buku, nama majalah, dan nama surat kabar yang
dikutip dalam tulisan harus dicetak miring (Permendiknas, 2011:19).
Misalnya :
 Buku Ustadz Felix yang berjudul Udah Putusin Aja! adalah buku
bernuansa Islami.
 Tulisan Umar Kayam pernah dimuat dalam majalah Tempo.

6
b. Dalam menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian
kata, kata atau, kelompok kata dapat dicetak menggunakan huruf
miring (Permendiknas, 2011:20).
Misalnya:
 Huruf pertama yang dia tulis adalah c
 Dia bukan menipu, tetapi ditipu.
c. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan kata
nama ilmiah atau ungkapan asing kecuali yang telah disesuaikan
ejaannya (Permendiknas, 2011:20).
Misalnya:
 Nama ilmiah buah manggis ialah Garcinia
mangostana.
 Politik devide et impera pernah merajalela di negeri
ini.
C. Penulisan Kata
1. Kata Dasar
Kata dasar adalah kata yang tidak terikat antara kesatuan yang satu
dengan yang lainnya, dan belum mengalami penambahan
imbuhan.(Chaier, Abdul: 2006).
Misalnya:
 Kita semua anak Indonesia.
 Kantor pajak penuh sesak.
 Buku itu sangat tebal.

2. Kata Turunan
Kata berimbuhan adalah suatu kata yang dibentuk dari kata dasar
dengan menambahkan imbuhan ( awalan, sisipan, atau akhiran ) (Chaeir,
Abdul :2006)
Aturan penulisan kata berimbuhan menurut Permendiknas (2011 :
24) sebagai berikut.

7
a. Kata dasar ditulis serangkai dengan imbuhan ( awalan,
sisipan, akhiran ) (Permendiknas, 2011:24).
Misalnya:
 berjalan
 petani
 lukisan
 gemetar
Imbuhan kalau ditambahkan pada bentuk singkatan atau kata
dasar yang bukan bahasa Indonesia maka harus dirangkaikan dengan
tanda hubung (Permendiknas, 2011:25).
Misalnya :
 mem-PHK-kan
 di-upgrade
 me-recall
b. Kalau bentuk dasar merupakan gabungan kata, awalan atau
akhiran ditulis serangkai dengan kata yang langsung mengikuti atau
mendahuluinya (Permendiknas, 2011:25).
Misalnya:
 bertepuk tangan
 garis bawahi
 menganaksungai
 sebar luaskan
 lipat gandakan
3. Bentuk Ulang
Kata ulang merupakan sebuah bentuk dari hasil mengulang sabuah
kata dasar atau dari sebuah bentuk dasar.Bentuk ulang ditulis secara
lengkap dengan menggunakan tanda hubung (-). (Chaeir,Abdul :2006)
Misalnya:
 anak-anak
 mata-mata

8
4. Gabungan Kata
Bentuk kata yang terdiri atas dua kata atau lebih disebut gabungan
kata atau kata gabung. (Chaeir,Abdul : 2006)
Menurut Permendiknas(2011: 30) kata gabung di tuliskan dengan
aturan sebagai berikut :
a. Unsur-unsur yang membentuk gabungan kata ditulis secara
terpisah dengan lainnya (Permendiknas, 2011:30).
Misalnya:
 kantor pos
 orang tua
 kambing hitam
b. Agar terhindar dari kesalahan pengertian, maka di antara
unsur-unsur gabungan kata dapat di beri tanda hubung agar dapat
menegaskan hubungan antara unsur yang bersangkutan
(Permendiknas, 2011:30).
Misalnya :
 Buku sejarah-baru
Dengan arti, ‘yang baru adalah sejarahnya’
 Buku-sejarah baru
Dengan arti, ‘yang baru adalah bukunya’
5. Kata Ganti
Kata ganti klitik merupakan kata ganti yang di singkat seperti ku- ,
kau- , -ku, -mu, dan –nya. Kata gantiku- dan kau- ditulis serangkai
dengan kata yang mengikutinya; kata ganti -ku, -mu, dan –nya ditulis
serangkai dengan kata yang mendahuluinya. (Pemerdiknas, 2010 : 50)
Misalnya:
 Dimana kaubeli baju itu?
 Ini bukuku, itu bukunya, lalu dimana bukumu?
Kalau digabung dengan kata yang di awali huruf kapital atau bentuk
yang berupa singkatan maka kata ganti klitik harus dirangkaikan dengan
tanda hubung. (Permendiknas,2011 : 50)

9
Misalnya :
 KTP-mu
 SIM-nya
6. Kata Depan di, ke, dan dari
Kata yang biasanya menjadi penghubung antara predikat dengan
objek atau keterangan , dan lazimnya berada di depan sebuah kata benda
merupakan kata depan. Kata depan di, ke, dan dari ditulis terpisah dari
kata yang mengikutinya kecuali di dalam gabungan kata yang sudah
lazim dianggap sebagai satu kata seperti kepada dan daripada.
(Chaeir,Abdul :2006)
Misalnya:
 Kain itu terletak di dalam lemari.
 Bermalam semalam di sini.
 Di mana Fira sekarang?
 Saya akan ke Surabaya besok.
7. Kata Sandang (si dan sang)
Dalam menulis kata si dan sang ditulis secara terpisah dari kata
yang mengikutinya.(Permendiknas,2010 : 51)
Misalnya:
 Sang saka berkibar dimana-mana
 Surat itu dikirimkan kembali kepada si pengirim
8. Singkatan dan Akronim
Singkatan ialah kependekan kata yang terdiri atas satu huruf atau
lebih.(Permendiknas : 2011, 39)
Aturan penulisan singkatan dan akronim menurut Pemerdiknas
(2011: 39) sebagai berikut.
a. Nama orang, nama gelar, sapaan, jabatan, atau pangkat
yang disingkat harus diikuti dengan tanda titik diakhir singakatan
tersebut (Permendiknas, 2011:40).
Misalnya:
Djoko Kentjono, M.A. Djoko Kentjono Master of Art

10
R.A. Kartini Raden Ajeng Kartini
W.R. Supratman Wage Rudolf Supratman
Bpk. bapak
Sdr. saudara
Kol. kolonel
b. Jika nama resmi lembaga pemerintah dan ketatanegaraan,
badan atau organisasi, serta nama dokumen resmi disingkat dengan
cara menggabungkan huruf awal kata maka huruf-hurufnya ditulis
dengan huruf besar dan tidak perlu diikuti tanda titik dibelakang
tiap-tiap singkatan itu (Permendiknas, 2011:40).
Misalnya:
DPR Dewan Perwakilan Rakyat
PBB Perserikatan Bangsa-Bangsa
SMA Sekolah Menengah Peretama
MPR Majelis Permusyawaratan Rakyat
UUD Undang-Undang Dasar
c. Apabila gabungan kata yang disingkat terdiri dari tiga huruf
maka singkatan tersebut diikuti tanda titik (Permendiknas, 2011:41).
 dst. dan seterusnya
 ybs. yang bersangkutan
 dll. dan lain-lain
Akronim ialah singkatan yang dibentuk oleh huruf-huruf awal
yang digabung ,suku-suku kata yang digabung , ataupun gabungan
huruf dan suku kata dari deret kata yang diperlakukan sebagai sebuah
kata. (Mustofa,dkk ,2010 :19)
Aturan penulisan akronim menurut Permendiknas (2011:
42)adalah sebagai berikut:

1) Apabila akronim di bentuk oleh gabungan huruf


awal dari deret kata maka ditulis seluruhnya dengan huruf kapital

11
dan tidak diikuti tanda titik. Akronim ini merupakan akronim nama
diri (Permendiknas, 2011:43).
Misalnya:
ABRI Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
PAM Perusahaan air minum
LIPI Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
LAN Lembaga Administrasi Negara
PASI Persatuan Atletik Seluruh Indonesia
IKIP Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan
SIM Surat izin mengemudi

2) Akronim nama diri yang berupa gabungan suku kata


atau gabungan huruf dan suku kata dari deret kata pada huruf awal
ditulis dengan huruf kapital (Permendiknas, 2011:43).
Misalnya:
Bulog Badan Urusan Logistik
Akabri Akademi Angkatan Bersenjata Republik
Bappenas Indonesia
Iwapi Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
Kowani Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia
Sespa Kongres Wanita Indonesia
Sekolah Staf Pimpinan Administrasi

3) Akronim yang berupa singkatan dari dua kata atau


lebih dan bukan nama diri ditulis dengan huruf kecil
(Permendiknas, 2011:43).
Misalnya:

12
siskamling sistem keamanan lingkungan
munas musyawarah nasional
pemilu pemilihan umum
radar radio detecting and ranging
rapim rapat pimpinan
rudal peluru kendali
tilang bukti pelanggaran

9. Angka dan Bilangan


Angka adalah lambang yang fungsinya sebagai pengganti
bilangan.
Ada dua macam angka yang digunakan dalam bahasa Indonesia,
yaitu angka Arab dan angka Romawi.(Permendiknas ,2011 :44)
Angka Arab : 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9
Angka Romawi : I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII,
IX, X,
L (50), C (100), D (500), M
(1000), V (5000), M (1.000.000)

Menurut Permendiknas (2011 : 44) aturan penulisan angka dan


bilangan adalah sebagai beikut.

a. Dalam teks, jika bilangan dinyatakan dalam satu atau dua


kata maka bilangan ditulis dengan huruf, kecuali jika bilangan
tersebut dipakai dalam perincian. (Permendiknas, 2011:44).
Misalnya :
 Mereka menonton drama itu sampai tiga kali
 Koleksi perputakaan itu mencapai dua juta buku.
 Di antara 30 murid , 15 murid menyukai pelajaran
biologi, 10 murid menyukai pelajaran matematika, dan 5
murid tidak menyukai keduanya.

13
b. Jika bilangan berada pada awal kalimat, maka bilangan
tersebut di tulis menggunakan huruf. Tetapi jika bilangan tersebut
lebih dari dua kata, maka susunan kalimat diubah agar bilangan
tersebut tidak ditempatkan di awal kalimat. (Permendiknas, 2011:45).
Misalnya :
 Dua puluh mahasiswa mengikuti Olimpiade Sains Nasional
 Panitia mengundang 250 orang peserta
 Bukan 250 orang peserta diundang oleh panitia.

10. Pemenggalan Kata


Aturan pemenggalan kata menurut Permendiknas (2011 : 31)
adalah sebagai berikut.
1. Pemenggalan kata dasar.
a. Kalau di tengah kata terdapat huruf vokal yang
berurutan maka pemenggalan dilakukan di antara huruf vokal
tersebut. (Permendiknas, 2011:31).
Misalnya :
 Kain ka-in
 Saat sa-at
 Niat ni-at
 Kaum ka-um
b. Kata yang mengandung gugus vokal au, ai, ae, ei,
eu,ui, dan oi tidak dipenggal. (Permendiknas, 2011:32).
Misalnya :
 Aula au-la
 Pulau pu-lau
 Survei sur-vei
c. Pemenggalan kata yang mengandung satu huruf
konsonan, diantara dua buah huruf vokal, dimana pemenggalan
dilakukan sebelum huruf konsonan itu. Dalam hal ini gabungan

14
huruf konsonan ng, ny, kh, dan sy tidak dipenggal karena
gabungan itu hanya melambangkan satu konsonan atau satu
fonem. (Permendiknas, 2011:32).
Misalnya :
 Bapak ba-pak
 Teman te-man
 Dengan de-ngan
 Sopan so-pan
2. Pemenggalan kata berimbuhan.
Pemenggalan kata berimbuhan dapat dilakukan dengan
memisahkan imbuhan atau partikel dengan bentuk dasarnya.
(Permendiknas, 2011:34).
Misalnya :
 Berjalan ber-jalan
 Diambil di-ambil
 Makanan makan-an
Kata dasar yang telah mengalami perubahan dikarenakan
diberi imbuhan, pemenggalannya dilakukan seperti pada kata
dasar. (Permendiknas, 2011:35).
Misalnya :
 Menutup me-nu-tup
 Menyapu me-nya-pu
 Pengetik pe-nge-tik
3. Pemenggalan kata yang terdiri dari dua unsur atau
lebih dan salah satu unsurnya itu dapat bergabung dengan unsur
lain, maka pemenggalannya dilakukan di antara unsur-unsur
tersebut.Tiap unsur gabungan dipenggal seperti pada kata dasar.
(Permendiknas, 2011:36).
Misalnya :
 Biografi bio-grafi bi-o-gra-fi

15
 Pascasarjana pasca-sarjana pas-ca-sar-ja-na
 Biodata bio-data bi-o-da-ta
4. Pemenggalan nama orang, badan hukum, atau nama
diri lain yang terdiri dari dua unsur atau lebih dilakukan diantara
unsur-unsur nama itu, dalam pemenggalan tersebut tidak perlu
disertai dengan tanda penghubung, ini dikarenakan masing-
masing unsur yang dipenggal tersebut merupakan unsur lepas.
(Permendiknas, 2011:37).
Misalnya :
 Nur Purnama Sari Nur Purnama sari
 Alfira Puspita Dewi Alfira Puspita Dewi
 Nur Indah Mawarni Nur Indah Mawarni

2.2 TATA PEMBENTUKAN KALIMAT


Klausa adalah susuan kata yang terdiri atas subjek dan predikat dengan atau
tanpa objek, pelengkap, atau keterangan. Kalimat adalah susuan kata terbesar
yang terdiri dari subjek, predikat, objek, pelengkap, dan keterangan yang dapat
mengungkapkan pikiran yang utuh atau mengungkapkan informasi secara
lengkap. Klausa tidak disertai intonasi, tidak diawali huruf capital, dan tidak
diakhiri dengan tanda baca. Kalimat disertai intonasi, diawali huruf capital, dan
diakhiri dengan tanda baca.
Contoh :

a. sejak ayahnya meninggal (klausa)

ia menjadi pendiam (klausa)


Sejak ayahnya meninggal, ia menjadi pendiam. (kalimat {terdiri atas
dua klausa})

b. Setiawan sering kehujanan (klausa)

16
sehingga kepalanya sering pusing (klausa)
Setiawan sering kehujanan sehingga kepalanya sering pusing. (kalimat
{terdiri atas dua klausa})
Kalimat Dasar
Kalimat dasar adalah kalimat yang terdiri atas satu klausa dan lengkap
unsur-unsurnya. Struktur kalimat dasar bahasa Indonesia dapat dikelompokkan ke
dalam beberapa tipe berikut.

1. Subjek-predikat (S-P)
a. Obat ini/sangat mujarab.
b. Komputer itu/sudah kuno.
c. Kakinya/terkilir.
2. Subjek-predikat-objek (S-P-O)
a. Ia/sedang memprogram/computer.
b. Orang itu/sedang memikirkan/nasib anaknya.
c. Peristiwa itu/mengilhami imajinasinya.
3. Subjek-predikat-pelengkap (S-P-Pel)
a. Sukarno/dikenal/sebagai Sang Fajar.
b. Ia termasuk tokoh yang luas pemikirannya.
c. Janji-janji Jepang/hanya merupakan/isapan jempol.
4. Subjek-predikat-objek-pelengkap (S-P-O-Pel)
a. Hermawan/memebelikan/ibunya/batik tulis.
b. Pak Joni/menghadiahi/anaknya/computer.
c. Dia/menganggap/suaminya/patung yang bisu.
5. Subjek-predikat-objek-keterangan (S-P-O-K)
a. Pak Syahrul/menyerahkan/permasalahan itu/kepada pihak
berwajib.
b. Lelaki itu/melaporkan/atasannya/kepada pejabat di
Senayan.
c. Sugono/pernah memarahi/Wardani/pada saat rapat.
6. Subjek-predikat-keterangan (S-P-K)

17
a. Tugu Monas/berada/di Jakarta.
b. Rumah ibunya/menghadap/ke selatan.
c. Perjanjian itu/dibuat/secara sepihak.

Ciri-ciri subjek
Subjek (S) merupakan bagian klausa yang menjadi pokok kalimat. Subjek
dapat berupa kata benda (nomina), kelompok kata benda (frasa nominal), verba,
kelompok kata verba (frasa verbal), adjektiva, atau kelompok kata adjektiva (frasa
adjektival). Namun, subjek yang berupa verba itu terbatas pemakaiannya, yaitu
hanya terdapat dalam ragam lisan, bukan dalam ragam tulis. Subjek dapat pula
disertai kata itu. Subjek dapat dicari dengan menggunakan kata tanya siapa atau
apa. Kata tanya siapa digunakan untuk mencari subjek yang berupa orang atau
sesuatu yang bernyawa, sedangkan kata tanya apa digunakan untuk mencari
subjek yang bukan berupa orang atau sesuatu yang tidak bernyawa.
Contoh :

1. Bandung pernah menjadi lautan api. (S=N)


2. Gunung Merapi berdekatan letaknya dengan Gunung
Merbabu. (S=FN)
3. Merokok merusak kesehatan. (S=V)
4. Berjalan-jalan di pagi hari menyehatkan tubuh. (S=FV)
5. Langsing merupakan idaman setiap wanita. (S=Adj)
6. Gagah dan berani adalah sikap pejuang masa lalu.
(S=FAdj)

Subjek tidak dapat didahului kata depan atau preposisi. Jika didahului
preposisi, subjek akan berubah menjadi keterangan.
Contoh :
Di dalam pertemuan itu membahas berbagai masalah yang dihadapi siswa.
Agar kalimat tersebut memiliki subjek, kalimat tersebut harus
menanggalkan preposisi atau frasa preposisional yang mendahului subjek.
Pertemuan itu membahas berbagai masalah yang dihadapi siswa.
Ciri-ciri predikat

18
Predikat (P) merupakan bagian klausa yang menjadi unsur utama di dalam
kalimat. Predikat dapat berupa verba, frasa verbal, adjektiva, frasa adjektival,
nomina, atau frasa nomina. Letak predikat lazimnya berada di sebelah kanan
subjek.
Contoh :

1. Pak Niko mengajar matematika. (P=V)


2. Pak Niko sedang mengajar matematika. (P=FV)
3. Sunarti rajin ke perpustakaan. (P=Adj)
4. Sunarti sangat rajin ke perpustakaan. (P=FAdj)
5. Bapak saya dokter. (P=N)
6. Bapak saya dokter gigi. (P=FN)

Predikat dapat diingkarkan atau dinegasikan. Jika berupa kata kerja atau
kata sifat, predikat dapat diingkarkan dengan menggunakan kata tidak. Jika
berupa kata benda, predikat dapat diingkarkan dengan menggunakan kata bukan.
Contoh :

1. Pak Niko tidak mengajar matematika.


2. Pak Niko tidak sedang mengajar matematika.
3. Sunarti tidak rajin ke perpustakaan daerah.
4. Sunarti tidak sangat rajin ke perpustakaan daerah.
5. Bapak saya bukan dokter.
6. Bapak saya bukan dokter gigi.

Predikat yang berupa kata kerja dapat didahului kata sedang, belum, atau
akan.
Contoh :

1. Pak Himawan sedang mengajar biologi.


2. Pak Himawan belum mengajar biologi.
3. Pak Himawan akan mengajar biologi.

19
Predikat berupa frasa preposisional, tetapi bentuknya tertentu. Biasanya
frasa itu didahului preposisi di, ke, atau dari.
Contoh :

1. Orang tuannya di Semarang.


2. Anak-anaknya ke Jakarta semua.
3. Wanita itu dari Bandung.

Ciri-ciri objek
Objek (O) bergantung pada jenis predikatnya. Objek biasanya berupa
nomina atau frasa nominal yang selalu muncul di sebelah kanan predikat yang
berupa verba transitif. Jika predikat bukan berupa verba transitif, objek tidak
muncul di dalam kalimat tersebut. Ciri verba transitif biasanya menggunakan
imbuhan meng-, meng-…-i, atau meng…-kan.
Contoh :

1. Jaksa menghadirkan saksi. (O=N)


2. Ketua MPR menghadiri pelantikan para gubernur. (O=FN)

Objek dapat menjadi subjek dalam kalimat pasif. Kalimat pasif biasanya
menggunakan imbuhan di-, di-…-i, atau di-…-kan yang merupakan pemasifan
dari bentuk aktif meng-, meng-…-i, atau meng-…-kan.
Contoh :

1. Saksi dihadirkan Jaksa.


2. Pelantikan para gubernur dihadiri Ketua MPR.

Ciri-ciri pelengkap
Pelengkap (Pel) kehadirannya bergantung pada predikat. Pelengkap dapat
berupa nomina, frasa nominal, verba, frasa verbal, adjektiva, atau frasa adjektival.
Contoh :

1. Yanto menghadiahi kemenakannya komputer. (Pel=N)


2. Sunarti mengajari anaknya menyanyi. (Pel=V)
3. Saya menganggap pimpinan itu bijaksana. (Pel=Adj)

20
4. Pak Camat menghadiahi lurah Banjarsari mobil
perpustakaan keliling. (Pel=FN)
5. Bu Tristiyawati mengajari siswanya menulis aksara Arab.
(Pel FV)
6. Saya menganggap pimpinan itu sangat tidak bijaksana.
(Pel=FAdj)

Pelengkap dapat terletak di sebelah kanan objek atau di sebelah kanan


predikat. Jika predikat berupa kata kerja transitif, pelengkap terletak di sebelah
kanan objek. Namun, jika predikat bukan berupa kata kerja transitif, pelengkap
terletak langsung di sebelah kanan predikat.
Contoh :
Pelengkap setelah objek

1. Orang itu mengajari adik saya cara beternak belut.


2. Pak Syamsul membelikan anaknya buku ensiklopedi.
3. Hardiman menghadiahi istrinya novel karya Ahmad Tohari.

Pelengkap setelah predikat

1. Masalah ini menjadi tanggung jawab saya.


2. Usulan itu merupakan saran belaka.
3. Putusan pengadilan itu berdasarkan Ketetapan MPR.

Ciri-ciri keterangan
Keterangan (K) adalah unsur kalimat yang kehadirannya bersifat tidak
wajib. Keterangan dapat berupa nomina, frasa nominal, frasa numeral, frasa
preposisional, adverbial, nomina, atau frasa nominal. Keterangan dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu keterangan wajib dan keterangan manasuka. Keterangan wajib
merupakan bagian dari predikat, sedangkan keterangan manasuka bukan bagian
dari predikat. Keterangan manasuka merupakan keterangan yang sejajar dengan
subjek dan predikat.
Contoh :

21
1. Dia telah datang kemarin. (K=N)
2. Artis sinetron itu meninggal dunia Minggu pagi. (K=FN)
3. Anak Pak Lurah telah diwisuda tiga hari yang lalu.
(K=FNum)
4. Agaknya saran itu mulai diperhatikan. (K=Adv)
5. Orang tua saya pernah bekerja di perusahaan kayu lapis.
(K=FPrep)

Keterangan dapat dipindah-pindahkan letaknya, kadang terletak pada posisi


akhir kalimat, tengah kalimat, atau pada awal kalimat.
Contoh :

1. Kami akan berdarmawisata bulan depan.


Kami bulan depan akan berdarmawisata.
Bulan depan kami akan berdarmawisata.
2. Agaknya saran itu mulai diperhatikan.
Saran itu agaknya mulai diperhatikan.
Saran itu mulai diperhatikan agaknya.

2.3 TATA PILIHAN KATA


Diksi
Mengkaji diksi atau pilihan kata maka kata menjadi aktor utama dalam
pembahasan. Kata merupakan penyalur gagasan dan ide, sehingga semakin
banyak kata yang dikuasai, kesempatan untuk memainkan diksi pada komunikasi
baik secara lisan dan tulisan. Secara umum, diksi digunakan untuk
mengungkapkan dan menuangkan ide, gagasan dan pendapat yang berkaitan
dengan ketepatan dan kesesuaian memilih kata sehingga dapat menghadirkan
informasi yang tepat dari stimulus penulis dan respon pembaca.
Diksi juga mencakup persoalan fraseologi, gaya bahasa, dan ungkapan.
Fraseologi merupakan persoalan kata-kata dalam pengelompokan atau
susunannya, atau yang menyangkut cara-cara yang khusus berbentuk ungkapan-

22
ungkapan. Gaya bahasa sebagai bagian dari diksi bertalian dengan ungkapan-
ungkapan yang individual atau karakteristik, atau yang memiliki nilai artistik yang
tinggi. Ungkapan adalah konstruksi dari unsur-unsur yang saling memilih,
masing-masing anggota mempunyai makna yang ada karena bersama yang lain.
Ungkapan juga berhubungan dengan konstruksi yang maknanya tidak sama
dengan gabungan makna anggota-anggotanya; serta bahasa dan dialek yang khas
menandai suatu bangsa, suku atau kelompok.
Kehadiran kata pada sebuah kalimat tidak bisa lepas dari makna kata
tersebut. Penulis memiliki maksud tertentu dalam merangkai kata-kata
membentuk sebuah kalimat, dari kalimat tersebut membentuk wacana yang
digunakan untuk menyampaikan ataupun untuk mendapatkan informasi.
Rangkaian kata-kata yang bermakna berdaya guna untuk mencapai tujuan
Komunikasi.
Sebuah kata memiliki tiga hal yang terkandung di dalamnya setelah
terangkai, yaitu makna, maksud dan informasi. Semantik - bidang kajian atau
cabang linguistik yang mengkaji arti bahasa atau arti lingustik secara ilmiah
membahas istilah makna mengacu pada “makna” yang dihasilkan oleh kata-kata
yang disampaikan dalam kalimat. Sedangkan maksud mangacu pada “makna”
yang dimaksudkan oleh penulis, yakni segi subjektif penulis. Sementara,
informasi mengacu pada apa yang ada di luar bahasa, yaitu perihal atau objek
yang dibicarakan. Kata dipilih bukan tanpa alasan. Setiap kata memiliki makna
tersendiri. Pilihan kata yang digunakan akan sangat berpengaruh dalam
pemaknaan kata yang tersusun dalam sebuah kalimat dan paragraf.
Hakikatnya masyarakat pemakai bahasa mengguakan diksi untuk
menciptakan keefektifan kegiatan berbahasa, termasuk menulis. Diksi menjadi
teknik yang tepat agar kalimat bisa menuangkan gagasan, pikiran dan
keinginannya pada pembaca. Tujuannya agar tidak terjadi salah tafsir dalam
penginterpretasian kata. Pemakaian kata yang tepat akan membantu seseorang
dalam mengungkapkan dengan tepat pula tentang apa yang ingin disampaikan,
baik lisan maupun tulisan.

23
Gorys Keraf menyimpulkan terdapat tiga hal yang berkaitan dengan diksi
yaitu Pertama, diksi mencakup pengertian kata-kata mana yang dipakai untuk
menyampaikan suatu gagasan, bagaimana membentuk pengelompokan kata-kata
yang tepat atau menggunakan ungkapan-ungkapan yang tepat, dan gaya mana
yang paling baik digunakan dalam suatu situasi.
Kedua, diksi adalah kemampuan membedakan secara tepat nuansa-nuansa
makna dari gagasan yag ingin disampaikan, dan kemampuan untuk menemukan
bentuk yang sesuai dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki pembaca.
Ketiga, diksi yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan oleh penguasaan
sejumlah kosa kata atau perbendaharaan kata yang dimiliki bahasa secara
keseluruhan.

A. Jenis-Jenis Diksi
Diksi biasa bersinggungan dengan masalah pemakain kata sebagai
berikut:
1. Kata Bersinonim
Kata sejenis, sepadan, sejajar, serumpun, dan memiliki arti
yang sama. Kata bersinonim meskipun sama maknanya tetapi tidak
semuanya bisa saling menggantikan. Ada pula kata-kata
bersinonim yang pemakaiannya dibatasi oleh persandingan yang
lazim. Setiap kata disesuaikan dengan konteks, bukan hanya dilihat
bentuk dan isinya. Kata yang bersinonim tidak dapat saling
menggantikan atau dipertukarkan begitu saja sesuka hati.
2. Kata Bernilai Rasa
Kata-kata bernilai rasa tinggi akan memiliki dampak yang
lebih kuat di benak pembaca, karena bahasa juga memiliki cita
rasa. Cita rasa kata atau kalimat ditentukan oleh kepiawaian dan
pengalaman penulis dalam menguasai kosa kata, perbendaharaan
kata, dan tata bahasa. Kata bernilai rasa tinggi salah satunya akan
menimbulkan dampak penghormatan kepada subjek yang
dibicarakan.

24
3. Kata Konkret
Kata yang menunjuk kepada objek yang dapat dipilih,
didengar, dirasakan oleh pancaindra. Kata-kata konkret dapat lebih
efektif jika dipakai dalam narasi atau deskripsi sebab dapat
merangsang pancaindra.
4. Kata Abstrak
Kata yang menunjuk kepada suatu sifat, konsep, atau
gagasan. Kata-kata abstrak sering digunakan untuk
mengungkapkan gagasan atau ide-ide rumit. Kata ini sukar
dipahami maksud dan maknanya.
5. Kata Umum
Kata yang luas ruang lingkupya. Makin umum, makin kabur
gambarannya dalam angan-angan. Kata umum ini bisa
mengaburkan pesan dan menyesatkan pemahaman pembaca.
6. Kata Khusus
Kata yang sempit ruang lingkupnya. Makin khusus, makin
jelas maksud dan maknanya. Kata khusus ini lebih jelas
menegaskan pesan, memusatkan perhatian dan pengertian.
7. Kata Lugas
Kata yang bersifat langsung (to the point), tegas, lurus, apa
adanya, katakata yang bersahaja. Kata yang sekaligus juga ringkas,
tidak merupakan frasa yang panjang dan tidak mendayu-dayu.

Kunjana Rahardi manambahkan jenis-jenis diksi dari yang sudah disebutkan


sebelumnya, antara lain:

1) Kata Berdenotasi dan Berkonotasi


Kata yang tidak mengandung makna tambahan atau perasaan
tambahan makna tertentu atau makna yang sebenarnya, makna
yang ditunjuk oleh sesuatu yang disimbolkan itu disebut denotatif.
Adapun makna konotatif adalah makna kias, bukan makna
sesungguhnya.

25
2) Kata Berantonim
Kata yang memiliki makna yang tidak sama dengan makna
lainnya. Ilmu Bahasa atau Linguistik menjelaskan antonim
menunjukkan bentuk-bentuk 32 kebahasaan itu memiliki relasi
antarmakna yang wujud logisnya berbeda atau bertentangan antara
satu dengan lainnya.
3) Penyempitan dan Perluasan Makna
Kata Sebuah kata mengalami penyempitan makna apabila di
dalam kurun waktu tertentu maknanya bergeser dari semula yang
luas ke makna yang sempit atau sangat terbatas, dan sebaliknya
yang terjadi dengan perluasan makna.
4) Keaktifan dan Kepasifan
Kata Diksi yang dimaksud dengan kata-kata aktif bukanlah
kata-kata yang berawalan „me-„ atau tidak berawala „di-„. Adapun
yang dimaksud adalah kata-kata yang banyak digunakan oleh
tokoh masyarakat atau kata-kata yang muncul karena hasil
kreativitas, misalnya oleh media massa. Sebaliknya dengan
kepasifan kata, karena kata-kata itu sudah jarang digunakan.
5) Ameliorasi dan Peyorasi
Ameliorasi adalah proses perubahan makna dari yang lama
ke yang baru, ketika bentuk baru dianggap dan dirasakan lebih
tinggi dan lebih tepat nilai rasa serta konotasinya dibandingkan
dengan yang lama. Adapun peyorasi adalah perubahan makna dari
yang baru ke yang lama ketika yang lama dianggap masih tetap
lebih tinggi dan lebih tepat nilai rasa serta konotasinya
dibandingkan dengan makna baru.
6) Kesenyawaan Kata
Artinya adalah kata yang berbentuk idiomatik atau bentuk
bersenyawa. Pengunaan katanya sudah serangkaian, sehingga tidak
dapat dipisahkan. Misalnya, disebabkan oleh, sesuai dengan.
7) Kebakuan dan Ketidakbakuan

26
Kata Kata baku adalah kata yang menjadi standar Bahasa
Indonesia, sedangkan kata tidak baku bisa terdiri dari bahasa asing,
daerah, slang, dan lain sebagainya di luar kata baku.

Diksi yang digunakan penulis dalam suatu tulisan ilmiah, karangan, rubrik
jurnalistik dan lainnya, untuk menyampaikan suatu gagasan, ide dan pesan kepada
pembaca memiliki ciri khas masing-masing. Menurut Negara (2011: 907) ciri
diksi digolongkan secara khusus menjadi tiga, yaitu pemakaian diksi keilmiahan
dan kepopuleran, pemakaian diksi keumuman dan kekhususan, dan pemakaian
diksi kedenotasian dan diksi kekonotasian.
Diksi ilmiah berarti pemilihan kata yang biasa dipakai oleh pelajar, terutama
dalam tulisan-tulisan ilmiah. Sedangkan diksi populer berarti pemilihan kata yang
dikenal dan diketahui oleh seluruh lapisan masyarakat. Diksi umum yaitu
pemilihan kata yang mengacu kepada suatu hal atau kelompok yang luas bidang
lingkupnya. Sedangkan diksi khusus yaitu pemilihan kata yang mengacu pada
pengarahan-pengarahan yang khusus dan kongkret. Diksi denotasi yaitu pemilihan
kata yang mengacu pada maknamakna dasar, sedangkan diksi konotasi berarti
pemilihan kata yang mengacu pada nilai dan rasa.

B. Kesesuaian dan Ketepatan Diksi


Menurut Keraf kesesuaian diksi ibarat mempersoalkan kata “makna”
yang akan digunakan dalam kesempatan tertentu. Bisa disimpulkan
kesesuaian diksi berkaitan dengan penempatan suasana yang tepat.
Adapun syarat-syarat dalam kesesuaian diksi yaitu sebagai berikut:
a) Hindari sejauh mungkin bahasa atau unsur substrad
(bahasa sehari-hari) dalam situasi formal,
b) Gunakan kata-kata yang ilmiah dalam situasi khusus
saja,
c) Hindari jargon dalam tulisan untuk pembaca umum,
d) Penulis sejauh mungkin menghindari kata-kata
slang,

27
e) Dalam menulis jangan menggunakan kata-kata
percakapan,
f) Hindari ungkapan-ungkapan usam (idiom yang
mati),
g) Jauhkan kata-kata atau bahasa yang artifisial.

Ketepatan merupakan kemampuan sebuah kata untuk menimbulkan gagasan


yang sama pada imajinasi pembaca, seperti yang dipikirkan atau dirasakan
penulis, maka setiap penulis harus berusaha secermat mungkin memilih kata-
katanya untuk mencapai maksud tertentu. Bahwa kata yang dipakai sudah tepat
akan tampak dari reaksi selanjutnya dari pembaca, misalnya komen di bawah
tulisan opini yang diposting media online seperti website. Intinya ketepatan
penggunaan diksi tidak akan menimbulkan kesalahpahaman.
Adapun syarat ketepatan diksi menurut Keraf yaitu sebagai berikut:

I. Membedakan secara cermat denotasi dan konotasi,


II. Membedakan dengan cermat kata-kata yang hampir bersinonim,
III. Membedakan kata-kata yang mirip dalam ejaannya,
IV. Hindarilah kata-kata ciptaan sendiri,
V. Waspadalah terhadap penggunaan akhiran asing, terutama kata-
kata asing yang mengandung akhiran asing tersebut. Misalnya favorable-
favorit, idiom-idiomatik, progress-progresif, kultur-kultural, dan
sebagainya.
VI. Kata kerja yang menggunakan kata depan harus digunakan secara
idiomatis, misalnya ingat akan bukan ingat terhadap, mengharapkan bukan
mengharap akan, membahayakan sesuatu bukan membagikan bagi
sesuatu, dan sebagainya.
VII. Penulis harus bisa membedakan kata umum dan kata khusus. Kata
khusus lebih tepat menggambarkan sesuatu daripada kata umum.
VIII. Menggunakan kata-kata indria yang melukiskan suatu sifat yang
khas dari penerapan pancaindera, yang menunjukkan persepsi yang
khusus.

28
IX. Memperlihatkan perubahan makna yang terjadi pada kata-kata
yang sudah dikenal.
X. Memperlihatkan kelangsungan pilihan kata.

Faktor pemilihan kata turut menentukan tenaga sebuah kalimat. Pilihan kata
yag tepat dapat membuka selera pembaca. Kata, dalam sebuah kalimat merupakan
wakil dari satu pengertian. Pilih memilih kata, yang penting supaya kata itu benar-
benar mewakili apa yang kita maksud. Suatu kata yang memiliki arti tidak jauh
beda pun akan memberi efek penting untuk memberikan tenaga pada sebuah
kalimat. Setiap kata memiliki kekuatan, dengan cara yang serasi digunakan dalam
kalimat, kekuatannya itu bisa menghasilkan kalimat yang sugestif, mampu
menggerakkan tenaga, pikiran, dan emosi. (Ahmad, 2018)

2.4 TATA PENULISAN KALIMAT EFEKTIF

1. Definisi Kalimat Efektif


Pengertian Kalimat yang efektif dan benar adalah kalimat dengan
penggunaan jumlah kata yang sedikit dapat mengungkapakan gagasan yang
padat dan tepat tanpa terjadinya pelanggaran terhadap kaidah setiap unsur dan
aspek bahasa.

2. Syarat – syarat Kalimat Efektif


Syarat – syarat kalimat efektif sebagai berikut :
1) Secara tepat mewakili pikiran pembicara atau penulisnya.
2) Mengemukakan pemahaman yang sama antara pikiran
pendengar atau pembaca dengan yang dipikirkan pembaca atau
penulisnya.

3. Unsur-unsur Kalimat Efektif


Unsur-unsur kalimat efektif menurut Yanti (2007:24) ada tujuh ciri yang
menandakan sebuah kalimat efektif. Tujuh ciri tersebut adalah: kesepadanan

29
struktur, kepararelan bentuk, ketegasan makna, kehematan kata, kecermatan
penalaran, kepaduan gagasan, kelogisan bahasa. Menurut Widjono
(20007:160) ada sembilan ciri kalimat dikatan efektif bila memenuhi syarat:
memiliki kesatuan, keutuhan, kelogisan, keepadanan makna dan struktur,
kesejajaran bentuk kata, kefokusan pikiran, kehematan penggunaan unsur
kalimat, kecermatan dan kesatuan, keberfariasian kata.
Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Arifin (2005:65), bahwa
kalimat efektif memiliki ciri-ciri: Adanya kesepadanan struktur, kepararelan,
ketegasan, kehematan, kecermatan, kepaduan, dan kelogisan. Dari beberapa
pendapat tersebut pada dasarnya memiliki kesamaan bahawa dalam kalimat
efektif terkait dalam unsur pemakaian kata dan makna dalam penyampian
ide/gagasan seseorang.
Indikator kalimat efektif dalam penelitian ini ada 11 indikator kalimat
dikatakan efektif. Menurut Wijayanti (2015: 66) kalimat dinyatakan efektif
bila memiliki ciri-ciri:
A. Kesatuan gagasan
Kalimat efektif hanya mengandung satu gagasan. Baik
didalam kalimat maupun di dalam paragraf syarat yang harus
dipeneuhi adalah adanya kesatuan gagasan. Kesatuan gagasan ini
akan memiliki arti bahwa di dalam sebuah kalimat hanya ada satu
ide/gagasan.
B. Kesepadanan
Kesepadanan adalah keseimbangan pikiran (gagasan) dengan
struktur kalimat. Untuk menghasilkan kalimat yang mengandung
kesepadanan, perlu diperhatikan hal - hal berikut:
1) Kalimat memiliki subjek dan predikat yang jelas.
Dengan adanya Subjek dan Predikat yang jelas akan
memberikan kejelasan pula dalam penyampaian ide/pesan dari
kalimat tersebut. Apa atau siapa dalam sebuah kalimat
memberikan kejelasan dalam kalimat tersebut.
2) Kata depan tidak berada di depan subjek.

30
Ketepatan penggunaan konjungsi (termasuk intra-
kalimat) dalam sebuah kalimat memiliki peran penting dalam
mendukung kejelasan gagasan dalam sebuah kalimat.
3) Subjek tidak ganda.
Subjek yang ganda dalam sebuah kalimat dapat
menimbulkan pemahaman yang ganda/lebih dari satu (ambigu).
Oleh karena itu, dalam kalimat efektif subjek harus memiliki
satu makna yang jelas agar tidak menimbulkan kesalahan
pemahaman yang berbeda.
C. Keparalelan (kesejajaran)
Keparalelan adalah kesamaan bentuk atau makna yang
digunakan dalam kalimat. Contoh: Atika memetiki setangkai
bunga. (tidak paralel makna). Kalimat tersebut tidak memiliki
kepararelan bentuk karena bila digunakan kata memetiki berarti
bukang hanya setangkai namun memiliki makna jamak, seharusnya
memetik.
D. Kehematan
Kalimat efektif bercirikan tidak menggunakan kata-kata yang
tidak diperlukan. Cara untuk menghemat kata adalah dengan tidak
mengulang subjek, tidak memakai bentuk superordinate , tidak
menggunakan kata bersinonim, dan tidak menjamakkan kata-kata
yang sudah menggunakan bentuk jamak. Contoh : Belajar adalah
merupakan tanggung jawab mahasiswa. Pemakaian kata adalah
merupakan memiliki makna yang sama.
E. Kelogisan
Kalimat dikatakan efektif jika dapat diterima oleh akal sehat.
Contoh: Waktu dan tempat kami persilakan. (tidak logis).
Pemakaian kata dipersilakan tidak tepat/tidak logis karena yang
dapat dipersilakan adalah orang. Maka kalimat tersebut akan
menjadi efektif apabila kata tersebut diganti menjadi waktu dan
tempat kami serahkan atau kami berikan.

31
F. Kecermatan
Kalimat efektif ditulis secara cermat, tepat dalam diksi
sehingga tidak menimbulkan tafsir ganda. Penempatan unsur-unsur
kalimat yang tepat akan membantu pembaca untuk memahami
makna kalimat secara jelas tanpa menimbulkan tafsir ganda.
Contoh :
1. Mahasiswa perguruan tinggi yang terkenal itu
menjadi Putri Indonesia tahun ini. (tidak cermat).
2. Mahasiswa yang berasal dari perguruan tinggi yang
terkenal itu menjadi Putri Indonesia tahun ini. (cermat)
G. Kebervariasian
Ciri kalimat efektif yang lain adalah tidak monoton. Kalimat
sebaiknya bervariasi dengan memanfaatkan jenis-jenis kalimat
yang ada dalam bahasa Indonesia.
H. Ketegasan
Ketegasan dapat dinyatakan dengan memberi penonjolan
atau penekanan pada ide pokok kalimat. Ketegasan dalam kalimat
efektif ini menjadi penting karena hal yang ditonjolkan tersebut
merupakan ide dari gagasan dalam kalimat tersebut.
I. Ketepatan
Diksi yang digunakan perlu dipilih secara tepat dan cermat
sehingga dapat mewakili tujuan, maksud, atau pesan. Pemakain
kata yang memiliki makana ganda, kata yang berhomonim,
homofon, homograf juga akan memiliki pengaruh dalam kalimat
tersebut.
J. Kebenaran struktur
Kalimat efektif mengandung kebenaran struktur bahasa
Indonesia artinya unsur-unsur yang digunakan dalam kalimat tidak
memakai unsurunsur asing atau daerah. Sebagai contoh, pemakaian
unsur bahasa Inggris which, where tidak benar jika disepadankan
dengan konjungsi dimana, di mana, atau yang mana dalam bahasa

32
Indonesia. Penggunaan kata-kata tersebut perlu dihindari. Begitu
pula unsur bahasa daerah sebaiknya tidak dipakai dalam tulisan.
Contoh:
1. Masyarakat hukum adalah sekelompok
orang-orang yang berdiam dalam suatu wilayah tertentu
dimana di dalam kelompok tersebut berlaku serangkaian
peraturan sebagai pedoman tingkah laku. (salah).
2. Masyarakat hukum adalah sekelompok
orang yang berdiam dalam suatu wilayah yang menganut
serangkaian peraturan sebagai pedoman tingkah laku.
(benar)
K. Keringkasan
Dalam menulis ditemukan pemakaian kata dan kelompok
kata yang sebenarnya memiliki makna yang sama. Dalam hal ini
kelompok kata merupakan bentuk panjang, sedangkan kata
merupakan bentuk ringkas/pendek.
Contoh:
1. Kami mengadakan penelitian anak jalanan di Jakarta.
(bentuk panjang)
2. Kami meneliti anak jalanan di Jakarta. (bentuk ringkas).
(Agustinus, 2015)

2.5 TATA PENULISAN PARAGRAF YANG BAIK


Sebuah paragraf dapat dikatakan sebagai paragraf yang baik jika telah
memenuhi beberapa bagian di bawah ini, diantaranya ialah :
1. Kelengkapan Unsur Paragraf
Kelengkapan unsur paragraf cakupannya meliputi :

a. Gagasan utama / ide pokok

33
Gagasan utama / ide pokok / gagasan pokok adalah suatu hal yang menjadi
pokok atau inti dari permasalahan yang tertuang pada kalimat utama pada sebuah
paragraf. Gagasan utama juga merupakan inti masalah yang ingin disampaikan
oleh penulis terhadap pembaca.
b. Kalimat Utama
Kalimat utama adalah sebuah kalimat yang memuat gagasan utama di
dalamnya dan merupakan inti permasalahan yang dibahas pada paragraf.
c. Kalimat Penjelas
Kalimat penjelas ialah kalimat yang berperan sebagai pendukung gagasan
utama pada kalimat utama. Kalimat penjelas biasanya berisikan rincian, uraian,
dan juga fakta yang menguatkan ide atau gagasan utama pada paragraf.

2. Kesatuan

Paragraf yang baik haruslah memenuhi syarat kesatuan utuh antar kalimat di
dalam suatu paragraf. Maksudnya adalah antara gagasan utama di dalam kalimat
utama dengan gagasan penjelas dalam kalimat penjelas harus saling berkaitan atau
berhubungan satu sama lainnya. Tidak saling bertentangan kerena adanya kalimat
sumbang di dalamnya.

3. Kepaduan

Kepaduan adalah suatu hubungan selaras antar kalimat yang saling


mengikat satu dengan lainnya sehingga mampu menyampaikan gagasan utama
dengan efektif dan sistematis. Kepaduan juga erat kaitannya dengan efektivitas
kalimat (penggunaan kalimat efektif) serta penggunaan kata hubung (konjungsi)
dan diksi yang tepat.

2.6 PENGEMBANGAN PARAGRAF

34
Kalimat-kalimat topik yang merupakan inti gagasan penulisnya itu harus
dikembangkan dengan kalimat- kalimat penjelas. Untuk menyelaraskan kalimat-
kalimat dalam paragraf itu, cara yang dapat ditempuh adalah dengan kata-kata
transisi yang berupa konjungsi dan ungkapan penghubung antarkalimat,
mengulang kata-kata kunci, menggunakan kata ganti, dan mendayagunakan
keterpautan isi. Itu semua dapat disajikan dengan baik jika penulis menguasai
teknik-teknik pengembangan paragraf.
Tiap-tiap kalimat itu merupakan kesatuan kecil dalam karangan untuk
menyampaikan suatu maksud, sedangkan paragraf merupakan kesatuan yang lebih
besar, yang tersusun dari satu atau lebih kalimat dan merupakan kesatuan yang
utuh untuk menyampaikan suatu gagasan. Kalimat-kalimat dalam paragraf itu
bahu-membahu, bekerja sama untuk menerangkan, melukiskan, mengurai- kan,
atau mengulas suatu gagasan yang menjadi subjek dalam paragraf itu, atau tema
(jiwa) pembicaraannya.
Sebuah paragraf dikembangkan menurut sifatnya. Pengembangan paragraf
dapat dilakukan dengan satu pola tertentu dan dapat pula dengan kombinasi dua
pola atau lebih. Ada beberapa metode pengembangkan paragraf, di antaranya
adalah sebagai berikut.

A. Kronologi

Pengembangan paragraf secara kronologi atau alamiah disusun menurut


susunan waktu (the order of time). Pengembangan paragraf secara kronologi ini
pada umumnya dipakai dalam paragraf kisahan (naratif) dengan mengembangkan
setiap bagian dalam proses. Pengem- bangan itu dilakukan dengan memerikan
suatu peristiwa, membuat atau melakukan sesuatu secara berurutan, selangkah
demi selangkah menurut perturutan waktu.
Susunan itu dapat dikatakan sangat sederhana karena perincian bahan
karangan dilakukan secara berurutan atau kronologis. Sering terjadi bahwa
peristiwa pertama tidak begitu penting dan menarik sampai seluruh rangkaian
peristiwa berkembang. Di samping itu, susunan logis mengikuti jalan pikiran
bahwa penempatan sesuatu di belakang memberikan tekanan yang paling banyak.

35
Sejalan dengan itu, perincian tulisan diatur, semakin ke bawah semakin
memberikan kesan penting, yaitu mulai kurang penting/menarik sampai ke
bagian-bagian yang paling menarik pada akhir tulisan. Seperangkat kata dapat
digunakan sebagai penanda perturutan waktu itu, seperti pertama-tama, mula-
mula, kemudian, sesudah itu, selanjutnya, dan akhirnya.
Contoh:
(62) Pada Maret 1942, Imamura memasuki Bandung, tanpa
menarik perhatian. Sehari sesudah itu ia memerintahkan stafnya untuk
mulai menegakkan pemerintahan militer guna memerintah Pulau
Jawa. Kemudian, ia menga- dakan inspeksi ke markas besar dari
kedua divisi lain yang masih termasuk dalam tentara ke-16 yang ia
pimpin, yaitu divisi ke-48 di Fort de Kock (Bukittinggi), Sumatera
Tengah, dan divisi ke-8 di Surabaya, yang telah menduduki Jawa
Timur. Pada 12 Maret 1942, Imamura mendirikan markas besar
tentara ke- 16 di Batavia, yang kemudian diberi nama Djakarta
(Jakarta). (Diolah dari Soekarno: Biografi 1901—1950)

Dalam paragraf ini, penulis memaparkan suatu keadaan setahap demi


setahap berdasarkan kronologi atau urutan waktu. Penulis ingin memaparkan
tokoh, Imamura, mulai saat memasuki kota Bandung hingga pendirian markas
tentara di Jakarta. Pemaparan urutan waktu yang penulis lakukan dijalin secara
sistematis.

B. Ilustrasi

Pengembangan paragraf dengan ilustrasi digunakan dalam paragraf paparan


(ekspositoris) untuk menyajikan suatu gambaran umum atau khusus tentang suatu
prinsip atau konsep yang dianggap belum dipahami oleh pembaca. Pengembangan
paragraf ini biasa digunakan oleh penulis yang ingin memaparkan sesuatu yang
dilihatnya.
Pemaparannya disajikan mengikuti kesan demi ke- san yang ditangkap oleh
indera penglihatannya. Dengan mengambil posisi tertentu, pemaparan dimulai

36
secara berurutan dari benda yang terdekat ke benda yang lebih jauh/dalam
letaknya, dari satu ruang ke ruang lainnya. Kesinambungan antarbagian yang
dipaparkan harus terjaga agar isi paragraf dapat dipahami dan diikuti oleh
pembaca.
Contoh:
(63) Berdasarkan data yang diperoleh dari Stasiun Gambir,
kepadatan penumpang kereta pada arus mudik semakin hari semakin
meningkat. Puncak arus mudik diperkirakan terjadi pada H-3
Lebaran. Menurut Kepala Stasiun Gambir, tujuan pemudik yang
memanfaatkan moda transportasi kereta adalah ke kota-kota besar di
Jawa Tengah dan Jawa Timur, seperti Solo, Semarang, Yogyakarta,
dan Surabaya. Untuk mengantisipasi lonjakan penumpang, PT KA
telah menambah rangkaian gerbong kereta. Selain itu, PT KA juga
akan mengoperasikan
kereta sapu jagat.

Dalam paragraf ilustrasi suatu keadaan digambarkan secara objektif. Dalam


paragraf 63) itu penulis memaparkan keadaan yang sebenarnya Stasiun Gambir
menjelang Lebaran. Keadaan Stasiun Gambir itu dijelas- kan dengan pemaparan
kepadatan calon pemudik yang meningkat ditambah informasi dari kepala stasiun.
Dengan model pemaparan seperti itu pembaca diharapkan dapat menangkap
informasi yang diinginkan penulis dengan mudah. Pembaca diharapkan dapat
memperoleh gambaran yang jelas tentang objek yang disampaikan.

C. Definisi

Pengembangan paragraf ini digunakan apabila seorang penulis bermaksud


menjelaskan suatu istilah yang mengandung suatu konsep dengan tujuan agar
pembaca memperoleh pengertian yang jelas dan mapan mengenai hal itu. Istilah
dalam kalimat topik dikembangkan dan dijelaskan dalam kalimat penjelas. Untuk
memberikan batasan yang menyeluruh tentang suatu istilah, kadang- kadang
penulis menguraikannya secara panjang-lebar dalam beberapa kalimat, bahkan

37
dapat mencapai beberapa paragraf. Dalam hal itu, prinsip kesatuan dan kepaduan
dalam paragraf harus tetap terjaga.
Definisi merupakan persyaratan yang tepat menge- nai arti suatu kata atau
konsep. Definisi yang baik akan menunjukkan batasan-batasan pengertian suatu
kata secara tepat dan jelas.
Dalam pola ini pikiran utama yang mengawali paragraf dikembangkan
dengan memberikan definisi dari istilah inti dalam pikiran utama. Pengembangan
selanjut- nya adalah dengan menguraikan hal-hal yang dapat menjelaskan definisi
itu.
Contoh:
(64) Istilah globalisasi adalah keterkaitan dan keter- gantungan antarbangsa
dan antarmanusia di seluruh dunia melalui perdagangan, investasi, perjalanan,
budaya populer, dan bentuk-bentuk interaksi yang lain sehingga batas-batas suatu
negara menjadi semakin sempit. Globali- sasi merupakan suatu proses ketika
antarindi- vidu, antarkelompok, dan antarnegara saling berinteraksi, bergantung,
terkait, dan saling memengaruhi satu sama lain yang melintasi batas negara.
Dalam banyak hal, globalisasi mempunyai banyak karakteristik yang sama dengan
internasionalisasi sehingga kedua isti- lah ini sering dipertukarkan. Sebagian
pihak sering menggunakan istilah globalisasi yang dikaitkan dengan berkurangnya
peran negara atau batas-batas negara.

D. Analogi

Pengembangan paragraf secara analogi merupakan pengembangan paragraf


dengan ilustrasi yang khusus. Dalam pengembangan ini diberikan suatu contoh
gambaran yang berbeda, tetapi mempunyai kesamaan, baik bentuk maupun
fungsi, untuk menjelaskan kepada pembaca tentang sesuatu yang tidak
dipahaminya dengan baik. Pengembangan dengan analogi ini biasanya digu-
nakan untuk membandingkan sesuatu yang tidak atau kurang dikenal dengan
sesuatu yang dikenal baik oleh umum. Tujuannya adalah untuk menjelaskan
informasi yang kurang dikenal.

38
Pengembangan paragraf dengan menganalogikan sesuatu dengan benda
yang sudah diketahui oleh umum dapat mempermudah pembaca membayangkan
objek yang dilukiskan itu. Penganalogian itu dapat membantu menanamkan kesan
terhadap tokoh yang dilukiskan itu.
Contoh:
(65) Alam semesta berjalan dengan sangat teratur, seperti
halnya mesin. Matahari, bumi, bulan, dan binatang yang berjuta-juta
jumlahnya, beredar dengan teratur, seperti teraturnya roda mesin yang
rumit berputar. Semua bergerak mengikuti irama tertentu. Mesin
rumit itu ada penciptanya, yaitu manusia. Tidakkah alam yang
mahabesar dan beredar rapi sepanjang masa ini tidak ada
penciptanya? Pencipta alam tentu adalah zat yang sangat maha.
Manusia yang menciptakan mesin, sangat sayang akan ciptaannya.
Pasti demikian pula dengan Tuhan, yang pasti akan sayang kepada
semua ciptaan-Nya itu.

Dalam paragraf tersebut, penulis membandingkan mesin dengan alam


semesta. Mesin saja ada penciptanya, yakni manusia, alam pun pasti ada pula
penciptanya. Jika manusia sangat sayang pada ciptaannya itu, tentu demikian pula
dengan Tuhan sebagai pencipta alam. Dia pasti sangat sayang kepada ciptaan-
ciptaan-Nya itu.
Dalam paragraf berikut ini penulis juga mengana- logikan penanganan
masalah SARA dengan memegang sebutir telur. Jika tidak tepat dalam cara
memegangnya, telur itu akan pecah. Begitu pula dengan penanganan SARA, jika
tidak tepat memilih cara atau strateginya, kemungkinan akan memunculkan
konflik antarwarga yang pada akhirnya dapat memecah belah bangsa ini.
(66) Penanganan masalah SARA memang tidak mudah dan
perlu kehati-hatian. Untuk mena- nganinya dapat diibaratkan seperti
memegang telur. Kalau terlalu keras memegangnya, telur itu akan
pecah. Namun, kalau terlalu longgar memegannya, telur itu juga akan
pecah karena akan terlepas dari tangan. Oleh karena itu, kita harus

39
menanganinya masalah SARA itu secara tepat dan harus penuh
kehati-hatian. Masalah tersebut jangan sampai membuat kita sebagai
bangsa terpecah-belah.

E. Pembandingan dan Pengontrasan

Untuk memperjelas paparan, kadang-kadang penu- lis membandingkan atau


mempertentangkan hal-hal yang dibicarakan. Penulis berusaha menunjukkan
persamaan dan perbedaan antara dua hal. Yang dapat dibandingkan atau
dipertentangkan adalah dua hal yang tingkatnya sama. Kedua hal itu mempunyai
persamaan dan perbedaan.
Pembandingan dan pengontrasan atau pertentangan merupakan suatu cara
yang digunakan pengarang untuk menunjukkan kesamaan atau perbedaan antara
dua orang, objek, atau gagasan dengan bertolak dari segi-segi tertentu. Dalam
pengembangan paragraf ini, pemban- dingan digunakan untuk membandingkan
dua unsur atau lebih yang dianggap sudah dikenal oleh pembaca, di satu pihak
memiliki kesamaan, sedangkan di pihak lain mempunyai perbedaan.
Pengembangan paragraf dengan pengontrasan bertolak dari adanya dua unsur atau
lebih yang sama, tetapi menunjukkan ketakserupaan pada bagian-bagiannya.
Bagian-bagian di antara keduanya sudah pasti berbeda jauh dan tidak sama.
Pengembangan paragraf yang menunjukkan pem- bandingan pada umumnya
ditandai dengan kata-kata seperti serupa dengan, seperti halnya, demikian juga,
sama dengan, sejalan dengan, dan sementara itu. Sementara itu, pengembangan
paragraf yang menunjukkan pengontrasan pada umumnya ditandai dengan kata-
kata yang mengandung makna pertentangan, seperti akan tetapi, berbeda dengan,
bertentangan dengan, lain halnya dengan, dan bertolak belakang dari.
Contoh:
(67) Anak sulungku benar-benar berbeda dengan adiknya.
Wajah anak sulungku mirip dengan ibunya, sedangkan adiknya mirip
dengan saya. Dalam hal makan, sulit membujuk si Sulung untuk
makan. Ia hanya menyenangi makanan- makanan ringan seperti kue,

40
sedangkan adik- nya hampir tidak pernah menolak makanan apa pun.
Namun, dalam minum obat mereka justru bertolak belakang. Si
Sulung sangat mudah minum segala obat yang diberikan dokter,
sedangkan adiknya harus dibujuk terlebih dulu agar mau
meminumnya.
Dalam paragraf ini penulis ingin memaparkan sebuah informasi dengan cara
membandingkan dua hal yang mempunyai kemiripan dan mengontraskan dua hal
yang menunjukkan perbedaan. Paragraf (67) dikem- bangkan dengan cara
mengontraskan sifat yang dimiliki dua orang. Penulis mengontraskan anak sulung
dan adiknya dalam hal wajah, kebiasaan makan, dan dalam hal minum obat.
Dalam paragraf itu penulis hanya menam- pilkan kekontrasannya, tanpa
membandingkan kesamaan- nya. Meskipun begitu, cara pengembangan paragraf
seperti itu dapat memudahkan pembaca memahami konsep yang dimaksudkan
penulis.

F. Sebab-Akibat

Dalam pengembangan sebab-akibat, hubungan ka- limat dalam sebuah


paragraf dapat berbentuk sebab-akibat. Dalam pengembangan ini, suatu paragraf
mungkin berupa satu sebab dengan banyak akibat atau banyak sebab dengan satu
akibat. Sebab dapat berfungsi sebagai pikiran utama dan akibat sebagai pikiran
penjelas, atau dapat juga sebaliknya. Jika akibat merupakan pikiran utama, untuk
dapat memahaminya perlu dikemukakan sejumlah penyebab sebagai
perinciannya. Sebab-akibat sebagai pikiran utama dapat ditempatkan pada bagian
permulaan atau bagian akhir paragraf. Pengembangan ini dipakai dalam tulisan
ilmiah atau keteknikan untuk berbagai keperluan, antara lain, untuk (1)
mengemukakan alasanyang masuk akal, (2) memerikan suatu proses, (3) mene-
rangkan mengapa sesuatu terjadi demikian, dan (4) meramalkan runtunan
peristiwa yang akan datang. Contoh:
(68) Banyak sekali kasus penebangan hutan liar yang terjadi
dalam 10 tahun belakangan. Pemerintah sudah mengeluarkan
berbagai aturan untuk menghukum para penebang liar. Namun,

41
faktanya penebangan liar terus terjadi sehingga merugikan banyak
pihak. Akibat dari penebangan liar itu tanah tidak mampu menyerap
air dengan baik dan juga tanah tidak ada lagi yang mengikat. Oleh
karena itu, tiap datang musim hutan selalu terjadi bencana banjir dan
juga tanah longsor.

Paragraf 68) tersebut diawali dengan sebab, yaitu perincian tentang


terjadinya peristiwa. Penulis memu- lainya dengan memaparkan keadaan
sesungguhnya yang terjadi disertai alasan yang mendukung. Pada bagian akhir,
penulis baru menyimpulkan dalam bentuk kalimat topik. Simpulan itu
merupakan akibat yang ditimbulkan oleh uraian-uraian khusus sebelumnya.

G. Pembatas Satu Per Satu/Contoh

Sebuah generalisasi yang terlalu umum sifatnya harus diuraikan dengan


penjelasan. Agar dapat membe- rikan penjelasan kepada pembaca, kadang-kadang
penulis memerlukan contoh-contoh yang konkret.
Pengembangan paragraf dengan pembatas satu per satu atau contoh kalimat
digunakan untuk memberikan penjelasan kepada pembaca karena gagasan utama
kalimat topik masih dianggap terlalu umum sifatnya. Dalam kalimat penjelas,
gagasan utama dalam kalimat topik itu diuraikan dengan memberikan contoh-
contoh konkret.
Dalam pengembangan paragraf ini, pikiran utama dikembangkan dengan
penjelas yang berupa contoh. Contoh itu kemudian diuraikan dengan berbagai
kete- rangan yang dapat memperjelasnya. Dengan contoh yang diuraikan dengan
penjelas-penjelas itu pembaca dapat lebih mudah memahami isi paragraf. Sumber
pengalaman sangat efektif untuk dijadikan contoh, tetapi sebuah contoh sama
sekali tidak berfungsi untuk membuktikan pendapat seseorang. Contoh dipakai
sekadar untuk menjelaskan maksud penulis.
Contoh:
(69) Dalam hidup sehari-hari kita perlu menyi-

42
sihkan waktu untuk bermain dan beristirahat. Kamu dapat
melakukan apa saja seperti menonton televisi, membaca buku dan
maja- lah, bermain layang-layang, bermain bulu tangkis, atau apa pun
sesuai dengan kesu- kaanmu. Pilihlah hiburan yang sehat, yaitu
sesuatu yang membawa manfaat dan tidak membahayakanmu.
Lakukan pada waktu dan tempatnya. Saat belajar, belajarlah dengan
sungguh-sungguh. Saat bermain, bermainlah dengan sepenuh hati.

Paragraf tersebut dikembangkan dengan mengguna- kan pola contoh. Untuk


menguatkan pernyataan yang tertuang dalam kalimat topik, penulis
menjelaskannya dengan contoh. Penulis memaparkan contoh waktu pemanfaatan
istirahat dan waktu bermain. Dengan cara itu pembaca dimudahkan untuk
memahami konsep yang hendak disampaikan penulis.

H. Repetisi

Pengembangan paragraf dengan pengulangan sering digunakan untuk


mengingatkan kembali pada pokok gagasan dan menguatkan pokok bahasannya.
Pokok bahasan yang dikemukakan pada awal paragraf diulangi pada akhir
paragraf sebagai simpulan. Jadi, jika kata atau gugus kata pada sebuah kalimat
diulang pada kalimat berikutnya, pembaca diingatkan kepada informasi yang
pernah dibacanya.
Dalam pengembangan paragraf secara repetisi ini, sebuah pokok bahasan
ditampilkan secara berulang pada kalimat berikutnya. Cara pengembangan dengan
pengu- langan ini juga dapat dimaksudkan untuk menekankan pokok persoalan
atau pokok bahasan dalam paragraf itu. Contoh:
(70) Di seluruh dunia, manusia memerlukan kebu- tuhan yang
sama. Manusia memerlukan udara segar dan air yang bersih. Manusia
juga memerlukan tanah yang sehat dan aman untuk bercocok tanam.
Semua itu telah tersedia di bumi kita yang kaya ini. Namun, mengapa
semua itu sekarang sulit kita dapatkan?

43
I. Kombinasi

Pengembangan paragraf juga dapat dilakukan dengan mengombinasikan


beberapa metode pengem- bangan. Pengembangan ini dapat dilakukan dengan
memadukan repetisi, terutama repetisi kata-kata kunci atau kata ganti dengan
analogi. Pengembangan paragraf dengan kombinasi ini paling sering digunakan
oleh penulis untuk menuangkan gagasan-gagasannya. Cara pengembangan ini
memang paling mudah dilakukan.
Contoh:
71) Aku pernah mengalami peristiwa banjir di
lingkunganku. Peristiwa itu terjadi setahun yang lalu. Hari itu
aku bersiap-siap ke sekolah. Namun, hujan belum juga reda. Hujan
sudah turun sejak kemarin sore tanpa henti. Itu hujan terlama setelah
kemarau panjang. Sudah dua minggu hujan selalu turun setiap hari,
tetapi tidak sederas dan selama malam itu. Aku segan untuk berangkat.
Namun, ayah dan ibu sudah bersiap-siap ke kantor. Ayah akan
mengantarkanku terlebih dahulu.

Pada contoh tersebut, pengembangan paragraf dilakukan melalui kombinasi.


Pada contoh itu pengem- bangan dilakukan dengan cara pemanfaatan kata ganti
takrif itu pada peristiwa itu yang mengacu pada peristiwa banjir di lingkunganku.
Pemakaian kata ganti takrif itu dikombinasi dengan penggunaan konjungsi
adversatif yang menyatakan makna perlawanan ( Suladi,2014 )

44
BAB III

KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
Bahasa sebagai salah satu sarana komunikasi antar sesama manusia
tentunyabertujuan agar dapat dimengerti oleh manusia lainnya. Meskipun
berbicara dalamsatu bahasa yang sama, dalam hal ini Bahasa Indonesia, namun
ragam bahasa yang dipakai tidaklah sama. Masing-masing kelompok
menggunakan ragam yang berbeda.
Untuk itu ada baiknya kita tetap harus selalu berbahasa Indonesia
dengan baik dan benar, yang berarti “pemakaian ragam bahasa yang serasi dengan
sasarannya dan yang di samping itu mengikuti kaidah bahasa yang betul.

3.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penulis menyarankan beberapa hal


sebagai berikut :

1. Kepada semua agar kiranya dapat memahami kaidah – kaidah dasar


bahasa indonesia

2. Kita diharuskan berbicara bahasa indonesia dengan baik dan benar agar
lebih mudah dipahami orang lain

3. Sebaiknya kita mempelajari lagi tentang kaidah – kaidah dasar bahasa


Indonesia agar kita lebih lancar dalam berbahasa indonesia

45
DAFTAR PUSTAKA

1. Permendiknas. 2010. EYD TERBARU (Permendiknas


Nomor 46 Tahun 2009). Yogyakarta: Pustaka Timur.
2. Anshari, Abdullah Dola, Ahyar Anwar, Akmal Hamsa,
Salam, Juanda, Ramly, Mayong Maman, Azis, Nensilianti, Idawati,
Helena, Nurwaty Syam, Asia, suarni Syamsaguni, Muhammad Rapi,
Achmad Tolla, Muhammad, Johar Amir, Sulastriningsih, Wardihan,
Syamsudduha, Kembong Daeng, Enung Maria, Taufik, Usman, Bachtiar
syamsuddin, Andi Fatimah Yunus, Hajrah, dan Faisal. 2011. “Mata Kuliah
Pengembangan Kepribadian Bahasa Indoneisa”. Makassar: UNM..
3. Mustakim. 1992. Tanya Jawab Ejaan Bahasa Indonesia
untuk Umum. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
4. Mustofa, Bisri. Bondan Winarno,dkk. 2010. Pedoman
Umum Ejaan Bahasa Indonesia dan Kata Baku non Baku yang
Disempurnakan. Jakarta: Multi Kreasi Satudelapan.
5. Chaer, Abdul. 2006. Tata Bahasa Praktis Bahasa
Indonesia. Jakarta : Rineka Cipta
6. Analisis Kesalahan Diksi Karangan Siswa Kelas IX SMP
Islam Daar El Arqam Tangerang. Ahmad Hidayatullah. El Banar: Jurnal
Pendidikan dan Pengajaran Volume 01, Nomor 01, Oktober 2018
7. Analisis Penggunaan Tata Bahasa Indonesia Dalam
Penulisan Karya Tulis Ilmiah: Studi Kasus Artikel Ilmiah. Retno Asihati
Setiorini.
8. Agustinus, Jati Wahyono. 2015 . Analisis Kalimat Efektif
dan Ejaan yang Disempurnakan dalam Surat Bisnis. Jurnal Ilmiah Ilmu
Administrasi dan Sekretari. VOCATIO hal 48.
9. Suladi. “Pusat Pembinaan dan Pemasyarakatan Badan
Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan Jakarta”. 2014

46

Anda mungkin juga menyukai