Anda di halaman 1dari 9

6.

1 Uji Aktivitas Enzim Amilase

Uji aktivitas enzim amilase bertujuan untuk mengetahui aktivitas amilase


pada larutan saliva dengan di pengaruhi oleh faktor eksternal, yaitu pemanasan dan
penambahan inhibitor.

Pada percobaan ini enzim amilase yang digunakan adalah larutan saliva.
Larutan saliva digunakan karena dalam larutan saliva mengandung enzim amilase.
Percobaan ini dilakukan dengan 5 variasi tabung dengan perlakuan yang berbeda.
Hal ini bertujuan untuk membandingkan aktivitas enzim amilase. Tabung I
direaksikan antara larutan saliva dengan amilum 1%, Tabung II direaksikan larutan
saliva yang sudah dididihkan dengan amilum 1%. Tujuan dari pemanasan
(pendidihan) larutan saliva adalah untuk mengetahui perbandingan aktivitas enzim
amilase terhadap pengaruh eksternal yaitu pemanasan. Tabung III direaksikan
larutan saliva ditambah dengan larutan inhibitor dan ditambah dengan amilum 1%.
Tabung IV direaksikan larutan inhibitor dengan larutan amilum 1%. Tabung V
direaksikan akuades dengan larutan amilum 1%. Penambahan amilum pada kelima
tabung betujuan untuk memberikan agen substrat untuk dipecah oleh enzim karena
enzim amilase hanya dapat bekerja dengan substrat amilum dengan cara
memecahnya menjadi glukosa-glukosa.

Reaksi hidrolisis amilum dengan iodine :

( Abu, 2009 )
Kemudian kelima tabung yang berisi larutan yang berbeda diinkubasi pada
suhu 370C selama 30 menit. Penginkubasian pada suhu 370C bertujuan untuk
mengoptimalkan kerja enzim amilase karena enzim amilase akan bekerja secara
optimal dalam suhu tubuh yaitu sekitar 370C (Poedjiadi, 1994). Setelah dilakukan
penginkubasian, hal selanjutnya adalah membagi larutan menjadi dua bagian. Satu
bagian dilakukan penambahan larutan iodine yang bertujuan untuk mengetahui
ada atau tidaknya enzim amilase dalam larutan tersebut. Uji positif dari uji ini
adalah larutan saliva menunjukkan bahwa terdapat enzim amilase didalam larutan
yang mampu mengubah amilum menjadi sakarida sederhana (Mayes, 1985). Uji
positif dari uji ini adalah terbentuknya larutan berwarna ungu kehitaman.

Sementara satu bagian lainnya diberikan penambahan larutan benedict


yang bertujuan untuk melihat ada atau tidaknya gula pereduksi atau monosakarida
dalam sampel. Pada perlakuan ini selain diberikan penambahan reagen benedict,
juga diberikan perlakuan pemanasan yang bertujuan untuk menaikkan kecepatan
reaksi, karena bila beberapa molekul dalam populasi mempunyai cukup energi
untuk bereaksi maka kenaikkan temperature akan meningkatkan tenaga kinetika
yang akan menaikkan kecepatan reaksi (Mayes,1985). Uji positif dari uji ini adalah
terbentuknya endapan merah bata pada dasar tabung.

Reaksi glukosa dengan benedict :

O H O OH
C C

H OH H OH

HO H to C HO H Cu2O 2 H+
Cu++ H2O
H OH H OH

H OH H OH

CH 2OH CH2OH

glukosa
(Sumardjo, 2009)
Hasil dari pengamatan pada kelima tabung adalah :

a. Tabung I (sampel : larutan saliva + amilum) Commented [L1]: Coba cek lagi, aku lupa sama datanya

Sampel awal berwarna putih keruh dan larutan agak kental, setelah
penginkubasian tetap berwarna putih keruh namun larutan agak encer, hal
tersebut menunjukkan bahwa enzim amilase mulai memecah senyawa amilum
menjadi sakarida sederhana. Kemudian larutan dibagi menjadi dua bagian.
Bagian yang satu di beri reagen iod dan yang satu diberi reagen benedict. Pada
larutan yang diberi reagen iod. Setelah penambahan reagen iod warna kondisi
larutan berubah menjadi ungu kehitaman. Hal ini menunjukkan bahwa dalam
larutan tersebut mengandung amilum. Namun seharusnya pada reaksi ini tidak
terdapat amilum lagi, karena amilum telah dipecah oleh enzim amilase (dari
saliva) menjadi glukosa. Hasil ini menunjukkan hasil negatif, hal ini mungkin
dikarenakan enzim tersebut tidak bekerja secara optimal sehingga amilum tidak
dapat terurai.
Larutan yang diberi reagen benedict larutan berubah menjadi berwarna
biru muda. Penambahan larutan benedict bertujuan untuk mengoksidasi
glukosa. Setelah itu dilakukan pemanasan yang bertujuan untuk mempercepat
reaksi karena pada saat pemanasan partikel-partikel yang terdapat dalam
larutan akan saling bertumbukan satu sama lain sehingga energi aktivasi dapat
terlampaui dan reaksi terjadi. Hasil yang didapat menunjukkan bahwa pada
dasar larutan terbentuk endapan merah. Hal ini menunjukkan bahwa enzim
telah mengubah amilum menjadi glukosa dan di oksidasi oleh reagen benedict
menghasilkan endapan merah bata.
Tabung II (sampel : larutan saliva {sudah dididihkan} + amilum)
Pada tabung ini larutan saliva mula-mula dididihkan terlebih dahulu
(dibedakan dengan tabung I) yang bertujuan untuk membandingkan pengaruh
temperature terhadap aktivitas enzim dan mengetahui enzim tersebut
terdenaturasi oleh suhu atau tidak. Warna larutan awal putih keruh agak kental,
kemudian diinkubasi warna larutan tetap berwarna putih tetapi larutan sudah
agak encer. Kemudian larutan dibagi menjadi dua bagian. Bagian yang satu di
beri reagen iod dan yang satu diberi reagen benedict. Pada larutan yang diberi
reagen iod. Setelah penambahan reagen iod warna kondisi larutan berubah
menjadi ungu kehitaman. Hal ini menunjukkan bahwa dalam larutan tersebut
mengandung amilum, dikarenakan enzim amilase telah terdenaturasi akibat
adanya pemanasan, yang menyebabkan aktifitasnya terhambat sehingga amilum
tidak dapat terurai menjadi glukosa.
Larutan yang diberi reagen benedict larutan berubah menjadi berwarna
biru muda. Penambahan larutan benedict bertujuan untuk mengoksidasi
glukosa. Setelah itu dilakukan pemanasan yang bertujuan untuk mempercepat
reaksi karena pada saat pemanasan partikel-partikel yang terdapat dalam
larutan akan saling bertumbukan satu sama lain sehinnga energi aktivasi dapat
terlampaui dan reaksi terjadi. Hasil yang didapat menunjukkan bahwa larutan
berubah dari warna biru muda menjadi kuning bening akan tetapi tidak
terbentuk endapan merah bata pada dasar tabung. Hal ini menunjukkan uji
positif (+), yaitu glukosa tidak terbentuk. Hal ini dikarenakan enzim amilase telah
terdenaturasi akibat adanya pemanasan, yang menyebabkan aktifitasnya
terhambat sehingga amilum tidak dapat terurai menjadi glukosa.
b. Tabung III (sampel : larutan saliva + larutan inhibitor + amilum)
Pada tabung ini diberi inhibitor terlebih dahulu sebelum amilum dengan
maksud supaya amylase pada saliva rusak oleh inhibitor sehingga amilase tidak
dapat bereaksi dengan amilum. Sampel ini berwarna putih bening kemudian
setelah di inkubasi larutan tetap berwarna putih keruh tapi larutan sudah agak
encer, hal tersebut menunjukkan bahwa enzim amilase mulai memecah
senyawa amilum menjadi sakarida sederhana. Kemudian larutan dibagi menjadi
dua bagian. Bagian yang satu di beri reagen iod dan yang satu diberi reagen
benedict. Pada larutan yang diberi reagen iod. Setelah penambahan reagen iod
warna kondisi larutan berubah menjadi ungu kehitaman. Hal ini menunjukkan
bahwa dalam larutan tersebut mengandung amilum (uji positif) dikarenakan
enzim amilase telah terdenaturasi akibat adanya inhibitor (deterjen), yang
menyebabkan aktifitasnya terhambat sehingga amilum tidak dapat terurai
menjadi glukosa.
Larutan yang diberi reagen benedict larutan berubah menjadi berwarna
biru muda. Penambahan larutan benedict bertujuan untuk mengoksidasi
glukosa. Setelah itu dilakukan pemanasan yang bertujuan untuk mempercepat
reaksi karena pada saat pemanasan partikel-partikel yang terdapat dalam
larutan akan saling bertumbukan satu sama lain sehinnga energi aktivasi dapat
terlampaui dan reaksi terjadi. Hasil yang didapat menunjukkan bahwa larutan
tetap berwarna biru muda tanpa adanya endapan merah bata pada dasar
tabung. Hal ini menunjukkan uji positif (+), yaitu glukosa tidak terbentuk. Hal ini
dikarenakan enzim amilase telah terdenaturasi akibat adanya inhibitor
(deterjen), yang menyebabkan aktifitasnya terhambat sehingga amilum tidak
dapat terurai menjadi glukosa.
c. Tabung IV (sampel : larutan inhibitor + amilum)
Sampel awal berwarna bening, setelah penginkubasian tetap berwarna
bening karena tidak ada enzim yang membantu proses pemecahan amilum
menjadi sakarida sederhana. Setelah itu penambahan larutan iod, maka sampel
berubah warna menjadi ungu tua, hal tersebut bukan karena amilum terpecah
menjadi sakarida sederhana (uji negatif) melainkan hanya Karena amilum
merupakan indicator yang menunjukkan perubahan warna pada reagen iod,
yakni iodine dengan amilum akan membentuk kompleks biru.
Sementara pada larutan yang ditambahkan larutan benedict dan
pemanasan larutan tetap berwarna biru bening, hal tersebut disebabkan karena
amilum dan logam Cu2+ didalam benedict membentuk kompleks biru
(Sumardjo,2009).
d. Tabung V (sampel : akuades + amilum)
Sampel awal larutan berupa larutan bening, setelah penginkubasian
tetap berwarna bening, karena tidak ada enzim amilase yang membantu proses
pemecahan amilum menjadi sakarida yang lebih sederhana. Setelah
penambahan reagen iod maka sampel berubah menjadi ungu tua (uji negatif),
hal tersebut dikarenakan amilum merupakan indikator yang menunjukkan
perubahan warna pada reagen iod, yakni iodine dengan amilum akan
membentuk kompleks berwarna ungu kehitaman.
Sementara pada larutan yang ditambahkan larutan benedict dan
pemanasan larutan tetap berwarna biru bening, hal tersebut disebabkan karena
amilum dan logam Cu2+ didalam benedict membentuk kompleks biru
(Sumardjo,2009).

6.2 Uji aktivitas enzim lipase pankreatik


Tujuan uji ini adalah untuk mengetahui aktivitas enzim lipase pankreatik dalam
memecah lipid menjadi asam lemak dan gliserol dengan berbagai variasi kondisi larutan
sampel (minyak). Prinsip dari percobaan ini yaitu pemecahan lipid oleh enzim lipase
pankreatik dengan metode yang digunakan yaitu pemanasan, penambahan indikator eksternal
dan penginkubasian.

Perlakuan pertama yaitu preparasi emulsi lemak dimana menggunakan minyak kelapa
sebagai sampel. Minyak kelapa ditambah dengan alkohol dan kemudian ditambah dengan
aquadest lalu dikocok dengan cepat. Minyak kelapa dan air tidak dapat saling melarutkan
karena minyak kelapa bersifat nonpolar sedangkan air polar, maka dari itu perlu penambahan
alkohol yang bersifat semi polar agar minyak kelapa dan air dapat tercampur. Pengocokan
dilakukan agar larutan menjadi homogen. Kemudian diberi indikator fenol merah sebagai
indikator perubahan warna lalu ditambah dengan Na2CO3 hingga campuran emulsi berubah
warna dari bening menjadi merah muda.

Perlakuan kedua yaitu uji aktivias enzim lipase dimana menyiapkan 4 tabung reaksi
yang akan diuji pada kondisi yang berbeda-beda. Tabung I diberikan emulsi lemak yang
ditambah dengan larutan pankreatik, tabung II diberikan emulsi lemak yang sebelumnya
dididihkan selama 1 menit lalu ditambahkan dengan larutan pankreatik, tabung III diberikan
emulsi lemak yang ditambahkan dengan larutan inhibitor dan tabung IV diberikan aquadest
yang ditambahkan dengan larutan pankreatik. Emulsi lemak disini berperan sebagai substrat
lipid yang kemudian akan dipecah menjadi asam lemak dan gliserol dengan bantuan enzim
lipase pankreatik. Kemudian penginkubasian selama 30 menit pada suhu 37oC. Tujuan
penginkubasian pada suhu tersebut karena pada suhu 37oC enzim bekerja secara optimal
(Mayers, 1985).
Reaksi pemecahan lipid oleh enzim lipase

(Poedjiadi, 1994)

Struktur Lemak dan Inhibitor:

Gambar struktur kimia lemak berdasarkan jumlah gliserida

(Ketaren 1986)
Gambar struktur garam alkil benzene sulfonate/detergen (inhibitor)

(Wasitaatmadja 1997)

Hasil yang didapat dari uji ini adalah,


1. Pada tabung I : berisi larutan pankreatik dan emulsi lemak
Larutan campuran awal berwarna kuning pudar, hal tersebut menunjukkan bahwa enzim
lipase membantu pemecahan lipid menjadi asam lemak dan gliserol. Setelah
penginkubasian warna larutan berubah menjadi kuning terang. Perubahan warna ini
menunjukkan bahwa penginkubasian pada suhu 37oC menyebabkan aktivitaas enzim
lipase menjadi optimal sehingga mempercepat reaksi pemecahannya. Hasil yang
diperoleh adalah uji positif, karena terdapatnya pemecahan lemak menjadi asam lemak
dan gliserol yang ditandai dengan adanya perubahan warna larutan.
2. Pada tabung II : berisi larutan pankreatik dan emulsi lemak (disertai pendidihan)
Larutan awal campuran berwarna kuning pekat, sama halnya dengan enzim lipase pada
tabung I yakni enzim disini membantu memecah lipid menjadi asam lemak dan gliserol,
namun aktivitas enzim lipase disini tidak seoptimal seperti enzim lipase pada tabung I,
karena disini enzim mengalami pemanasan sehingga konformasi enzim berubah (dari
yang sebelumnya melipat menjadi terbuka). Setelah penginkubasian larutan tidak
mengalami perubahan warna yakni tetap kuning pekat. Hal ini menunjukkan bahwa
aktivitas enzim terhambat atau berkurang dalam memecah lipid menjadi asam lemak dan
gliserol karena pengaruh pemanasan sebelumnya. Hasil yang diperoleh adalah negative,
karena larutannya tidak mengalami perubahan warna. Hal tersebut dikarenakan enzim
sudah terdenaturasi oleh pemanasan.
3. Pada tabung III : berisi larutan inhibitor dan emulsi lemak
Larutan awal membentuk 2 lapisan yaitu larutan bagian atas berwarna pink dan bagian
bawah berwarna biru kehijauan , hasil pada uji ini menunjukkan hasil negatif karena
lipid sukar memecah lipid menjadi asam lemak dan gliserol dikarenakan adanya inhibitor
(detergen) yang ditambahkan dapat menghambat aktivitas dari enzim lipase untuk
memecah lipid. Begitu pula setelah penginkubasian, hal ini ditunjukkan dengan tidak
adanya perubahan warna baik sebelum maupun sesudah penginkubasian. Sehingga hasil
yang diperoleh adalah negative.
4. Pada tabung IV : berisi larutan pankreatik dan aquadest
Larutan awal berwarna kuning pudar dan setelah penginkubasian tetap berwarna kuning
pudar. Hal ini menunjukan hasil yang negative dikarenakan tidak adanya substrat (emulsi
lemak) pada larutan tersebut yang dapat dipecah oleh enzim lipase.
Ketaren, S. (1986). Pengantar teknologi minyak dan lemak pangan, UI press, Jakarta.

Wasitaatmadja, S. (1997). "Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Jakarta." UI press. Hal 22: 24.

Anda mungkin juga menyukai