TEMA
“PEMBUKAAN KONSTITUSI”
Kelas : HTN/Pagi
Mata Kuliah : Perbandingan Konstitusi
Dosen Pengajar : Dr. Fitra Arsil, S.H.,M.H.
1
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................................................. 1
1. 1 LATAR BELAKANG MASALAH ...................................................................................................... 1
1.2 RUMUSAN PERMASALAH ................................................................................................................ 3
1.3 TUJUAN PENULISAN.......................................................................................................................... 3
Daftar Pustaka
i
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Konstitusi merupakan hal penting bagi setiap bangsa dan negara, baik yang sudah lama
merdeka maupun yang baru saja memperoleh kemerdekaannya. Melalui konstitusi kita dapat
melihat sistem ketatanegaraan suatu negara. Konstitusi merupakan hukum tertinggi tinggi
tingkatannya di setiap negara. Istilah konstitusi pada mulanya berasal dari perkataan latin,
Constitutio yang berkaitan dengan kata jus atau ius yang berarti “hukum atau prinsip”. Menurut
Herman Heller konstitusi adalah mencerminkan kehidupan politik di dalam masyarakat sebagai
suatu kenyataan dan suatu kesatuan kaidah yang hidup dalam masyarakat.1 Kebanyakan
konstitusi dijalankan oleh negara yang menganut prinsip negara hukum, sebab konstitusi
merupakan instrumen dari negara hukum.2
Herman Heller menyatakan bahwa konstitusi mempunyai arti lebih luas dari undang-
undang dasar. Sedangkan menurut pendapat Solly Lubis bahwa konstitusi memiliki dua
pengertian yaitu konstitusi tertulis (Undang-undang Dasar) dan konstitusi tidak tertulis
(konvensi). Bentuk Konstitusi itu sebetulnya tidak ada keharusan tertulis maupun tidak tertulis.
Bagi negara yang menggunakan konstitusi yang tidak tertulis seperti Inggris dan Canada tetap
dianggap mempunyai dan mengunakan konstitusi.
Dalam sejarah ketatanegaraan suatu negara, umumnya konstitusi digunakan untuk
mengatur dan sekaligus untuk membatasi kekuasaan negara. C.F. Strong menegaskan bahwa
tujuan suatu konstitusi adalah membatasi tindakan sewenang-wenang pemerintah, menjamin
hak-hak rakyat yang diperintah, dan menetapkan pelaksanaan kekuasaan yang berdaulat.3Oleh
karena itu, maka dengan sendirinya dinamika ketatanegaraan suatu bangsa atau negara sangat
ditentukan pula oleh dinamika perjalanan sejarah konstitusi negara yang bersangkutan, karena
dalam konstitusi itulah dapat dilihat sistem pemerintahan, bentuk negara, sistem kontrol antara
kekuasaan negara, jaminan hak-hak warga negara dan tidak kalah penting mengenai pembagian
1
Anwar C, Teori dan Hukum Konstitusi Paradigma Kedaulatan dalam UUD 1945 (Pasca perubahan),
Implikasi dan Implementasi pada Lembaga Negara. (Malang: Intrans Publishing, 2011),hal. 19.
2
Anwar C, Ibid, hal. 18.
3
Soewoto Mulyosudarmo, Pembaharuan Ketatanegaraan Melalui Perubahan Konstitusi, (Malang: Asosiasi
Pengajar HTN dan HAN Jawa Timur dan In-TRANS, 2004), hal. 9.
1
kekuasaan antar unsur pemegang kekuasaan negara seperti kekuasaan pemerintahan
(eksekutif), kekuasaan legislatif, dan kekuasaan yudikatif.4
Sementara itu, KC Wheare dalam bukunya Modern Constitution membagi pengertian
konstitusi kedalam pengertian luas dan pengertian sempit. pengertian konstitusi dalam arti luas
menurut Wheare adalah suatu sistem pemerintahan negara dan himpunan norma yang
mendasari dan mengatur suatu pemerintahan; norma-norma tersebut terdiri dari norma yuridis
dan norma non-yuridis atau extra- legal.5 Pengertian konstitusi dalam arti sempit menurut
Wheare adalah kumpulan peraturan-peraturan yang legal dalam ketatanegaraan suatu negara
yang terhimpun dalam dokumen atau beberapa dokumen yang saling terkait.6
Konstitusi pada dasarnya terdiri dari Pembukaan Konstitusi dan Batang Tubuh
Konstitusi. Berbicara mengenai pembukaan dalam konstitusi negara sedikit banyak kita
membicarakan mengenai apakah pembukaan tersebut? bagaimanakah kedudukan dari
pembukaan tersebut dan apakah peran pembukaan dalam peradilan konstitusi dan design
konstitusi? Dan mengapa negara menambahkan pembukaan pada konstitusi? 7
Pertanyaan-pertanyaan di atas merupakan pertanyaan-pertanyaan yang jarang sekali
mendapat perhatian di studi-studi mengenai ketatanegaraan di Indonesia. Dapatlah kita
membuka buku-buku ketatanegaraan dan menemukan bahwa topik ini merupakan topik yang
tidak mendapat tempat yang penting dalam studi ketatanegaraan saat ini. 8
Mengenai suatu Konstitusi atau Undang-Undang Dasar dapat dikatakan, bahwa suatu
pembukaan berisi lebih dari pada alasan pembentukan saja. Oleh karena konstitusi sebagai
sumber pertama dari Hukum Tata Negara mendasari undang-undang biasa, bahkan mendasari
seluruh hidup ketatanegaraan dari suatu Negara, maka adalah layak, apabila dalam pembukaan
suatu konstitusi termuat juga dasar-dasar bagi berdirinya Negara yang bersangkutan.
Mengingat sifat konstitusi sebagai hukum dasar yang mendasari segala hukum yang berlaku di
4
C.F. Strong, Konstitusi-Konstitusi Politik Modern Kajian Tentang Sejarah dan Bentuk-Bentuk Konstitusi
Dunia, Terjemahan SPA Teamwork, (Bandung: Nuansa-Nusamedia, 2004), hal. 16.
5
KC Wheare, Modern Constitution, (Oxford University Press, 1951), hlm. 1.
6
Ibid.hlm. 2
7
Rudy, Kedudukan Dan Arti Penting Pembukaan UUD 1945, Fiat Justisia Jurnal Ilmu Hukum Volume 7, 2013
8
Ibid.
2
dalam negara, maka layak pula, jika pembukaan suatu konstitusi juga memuat filsafat-hukum
yang dianut dalam negara itu.9
Oleh karena itu tulisan ini akan membahas perbandingan konstitusi antar negara,
ditinjau dari aspek pembukaan (Preambule) konstitusi, sehingga nantinya dapat diketahui
pembukaan (Preambule) konstitusi tersebut merupakan bagian dari konstitusi atau hanya
sebatas pengantar dan sebagaimana pembukaan pada artinya sejatinya.
9
Wirjono Prodjodikoro, Azas-Azas Hukum Tata Negara di Indonesia, (Jakarta: Penerbit Dian Rakjat, 1983),
hal. 32
3
BAB II
PEMBAHASAN
10
Olivier v Buttigieg [1967] 1 AC 115, 128 (Lord Morris). In many respects the role of a preamble has been
supplanted by the ‘Explanatory Memorandum’ and the treatment of a preamble is similar to the treatment of
other extrinsic parliamentary material: D Greenberg (ed), Craies on Legislation, (8th edn, Sweet & Maxwell 2004)
658–659.
11
Quick and Garran (n 5) 284; Lord Thring, Practical Legislation: The Composition and Language of Acts of
Parliament and Business Documents (2nd edn, Little, Brown & Co 1902) 92. See also SGG Edgar, Craies on Statute
Law (7th edn, Sweet & Maxwell 1971) 199.
12
V Crabbe, Understanding Statutes (Cavendish Publishing 1994) 18.
13
Plato, The Laws (trans T J Saunders, Penguin Books 1970) 185.
14
Orgad (n 2) 714, 722. Note Roach’s criticism that preambles usually fail in their educational task because
the language used is often archaic and is not accessible to ordinary people: K Roach, ‘The Uses and Audiences of
Preambles in Legislation’ (2001) 47 McGillLJ 129, 141.
15
Thring (n 42) 93. Note Thornton’s argument that political justification should be left to the second reading
speech and ‘on no account should intrude upon the preamble’: GC Thornton, Legislative Drafting (Butterworths
1996) 197. See also: FAR Bennion, Bennion on Statutory Interpretation (5th edn, LexisNexis 2008) 734.
16
Liav Orgad, The Preambule in Constitutional Interpretation, (International Journal of Constitutional Law 8,
Oxford University, 2010)
4
1. Kedaulatan
2. Sejarah
3. Tujuan dan Cita Bangsa
4. Identitas Nasional
5. Agama atau Ketuhanan
[j]ust as a “free” doctor explains the patient’s illness to him, and tries to make him
understand the reasons for the measures to be prescribed, in order to gain his co-operation,
so the legislator must explain and justify his laws. Hence every law must be headed by a
preamble justifying its provisions; further, the preamble must be rhetorical in character: it
must not only instruct, but persuade. Only if a man ignores the preambles, must the
sanction of actual law be applied.
17
Ibid hlm 722
18
Lihat Plato, The Laws 137–145, 424–429 (Trevor J. Saunders ed., 2005).
5
pidana tetapi karena itu adalah hukum yang baik. Tujuan pembukaan adalah untuk mengurangi
kekerasan hukum; sebuah hukum tanpa pembukaan persuasif adalah "resep kediktatoran."
Pembicaraan Plato menggunakan istilah-istilah abstrak dan memunculkan cita-cita
puitis.19Namun, mereka tidak dianggap sebagai bagian integral dari hukum dan tidak
menciptakan hak atau memiliki kekuatan interpretatif yang mengikat. pembukaan Konstitusi AS
adalah contoh dari konsep mula-mula Plato karena ia persuasif, simbolis, dan, pada umumnya,
tidak memiliki kekuatan hukum.
19
Lihat Kent Roach, The Uses and Audiences of Preambles in Legislation, 47 McGill L. J. 129, 138–140 (2001).
20
Lihat Referensi tentang Secession of Quebec [1998] 2.SCR 217, di paragraf 51–54 (“Prinsip-prinsip [Pre-
amble] mendikte elemen-elemen utama dari arsitektur Konstitusi itu sendiri dan dengan demikian merupakan
sumber kehidupannya. membantu dalam penafsiran teks dan penggambaran bidang yurisdiksi, ruang lingkup hak
dan kewajiban, dan peran lembaga-lembaga politik kita ... prinsip-prinsip tersebut tidak hanya deskriptif, tetapi
juga diinvestasikan dengan kekuatan normatif yang kuat, dan mengikat pengadilan dan pemerintah ”). Lihat juga
Referensi ulang Remunerasi Hakim Pengadilan Provinsi, [1998] 1 SCR, di para 95
21
Dikutip dalam Anne Winckel, Peran Kontekstual Pembukaan dalam Penafsiran Hukum, 23 Melbourne L.
Rev. 184 (1999)
22
Lihat William Blackstone, Commentaries on the Laws of England 59–60 (1765) (1979).
23
Ibid
24
Untuk aturan hukum umum, lihat Winckel, supra note 64. Untuk aturan hukum perdata, lihat Csaba Varga,
Pembukaan: Sebuah Pertanyaan dariFikih, di Law dan Philosophy-Sterpilih PAPERSdi Legal Theory 141, 150 –161
(1994)
6
common law.25Beberapa memiliki klausa khusus yang menunjukkan peran signifikan
Pembukaan dalam interpretasi hukum.26
Aturan common law ini tetap efektif pada tingkat konstitusional di negara-negara bagian
di mana pembukaan konstitusi mewujudkan kerangka kerja pedoman untuk interpretasi
konstitusional. Ketika ada beberapa interpretasi, pengadilan lebih suka opsi yang sesuai dengan
pembukaan. Penggunaan mukadimah sebagai alat dalam penafsiran konstitusional juga lazim
dalam civil Law.
25
Lihat Charles Pearce & R. S. Geddes, Statutory Interpretation in Australia 4.33 (3rd ed., 1988);
Winckel,supra note 64.
26
Lihat, misalnya, s. 5 (e) Undang-Undang Penafsiran Undang-Undang Selandia Baru tahun 1924, 1924 RS
No. 11; s. 13 pada Undang-Undang Penafsiran Kanada, RSC 1985; s. 8 dari Undang-Undang Penafsiran Kanada,
RSNL 1990; s. 15A (a) pada Undang-Undang Penafsiran Undang-Undang Australia 1901
27
Lihat CARL Schmitt,Constitutional Theory 77-79 (Jeffrey Seitzer trans. Dan ed., 2008).
28
CARL, Ibid hlm 77-79
29
CARL, Ibid hlm 77-79
7
Dalam konteks klasifikasi konstitusi menurut Carl Schmidt sebagaimana dikutip oleh
Jimly Asshidiqie,30pembukaan dapat dijelaskan dalam konteks konstitusi dalam arti materiil
(constitutie in materiele zin). Konstitusi dalam arti materiil adalah konstitusi yang dilihat dari
segi isinya. Isi konstitusi itu menyangkut hal-hal yang bersifat dasar atau pokok bagi rakyat dan
negara. Karena pentingnya hal-hal yang bersifat dasar atau pokok bagi rakyat dan negara
tersebut, maka untuk membuat konstitusi itu diperlukan prosedur yang khusus. Prosedur
khusus itu dapat dilakukan sepihak, dua pihak, atau banyak pihak. Prosedur itu dilakukan
sepihak karena ia merupakan kehendak dari satu orang yang menamakan dirinya eksponen dari
rakyat atau seorang diktator. Bisa juga dilakukan oleh dua pihak karena Konstitusi merupakan
hasil persetujuan dari dua golongan dalam masyarakat yaitu misalnya antara rakyat di satu
pihak dan Raja di lain pihak pada zaman abad pertengahan. Sedangkan, bisa banyak pihak
dikarenakan Konstitusi itu merupakan hasil persetujuan dari banyak pihak yaitu antara wakil-
wakil rakyat yang duduk dalam suatu badan yang bertugas membuat Konstitusi (badan
Konstitusi). 31
30
jimly Asshidiqie, Pengantar Hukum Tata Negara Jilid 1, Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah
Konstitusi, Jakarta: 2006, hal. 131.
31
Rudi, Kedudukan Dan Arti Penting Pembukaan UUD 1945, Fiat Justisia Jurnal Ilmu Hukum Volume 7 No. 2
.ISSN 1978-5186. 2013. Hlm 129
32
Hans Kelsen, Teori Umum tentang Hukum dan Negara, (Bandung: Penerbit Nusamedia, 2009), hlm. 367
8
jatidiri nasional. Demikian pula di Perancis dengan "teori 'raison d' etat' (reason of state) yang
menentukan eksistensi suatu bangsa dan negara (the rise of souvereign, independent, and
nation state)".33
Dalam kaitan ini, Yudi Latief menyatakan adanya dua paham mengenai konstitusi:
paham konstitusi dalam arti sempit dan dalam arti luas. Menurut paham konstitusi dalam arti
sempit, preambul (pembukaan) konstitusi itu secara hukum tidak merupakan bagian dari
konstitusi; ia “sekadar berjalan mendahului konstitusi”. Preambul konstitusi hanya memuat
proses faktual mengenai terjadinya konstitusi, serta keyakinan yang berkaitan dengan cita-cita
bangsa, namun tidak mempunyai watak normatif.
Menurut paham konstitusi dalam arti luas, preambul merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari konstitusi. Lebih dari itu, prinsip-prinsip non-hukum yang dituangkan dalam
preambul merupakan apriori-hukum (rechts apriorie) yang mendahului dan sekaligus menjadi
hukum positif. Dalam paham ini, fungsi preambul dipandang sebagai apriori hukum yang
memberi makna hukum sekaligus watak normatif pada ketentuan hukum yang dituangkan
dalam batang tubuh konstitusi dalam bentuk sebagai pasal. Sebagai konsekuensinya, ketentuan
hukum yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada apriori hukum adalah bukan hukum,
dan secara yuridis batal karena hukum.
33
Edgar Bodenheimer, Jurisprudence: The method and philosophy of law, (Cambridge: Harvard University
Press, 1962), hlm. 71-72
34
Hasil Perubahan Keempat UUD 1945.
9
Pembukaan konstitusi 1945 mengandung cita-cita luhur dan filosofis yang harus
menjiwai keseluruhan sistem berpikir materi Undang-Undang Dasar. Alenia pertama
menegaskan keyakinan bangsa Indonesia bahwa kemerdekaan adalah hak asasi segala bangsa,
dan karena itu segala bentuk penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai
dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan. Alenia kedua menggambarkan proses perjuangan
bangsa Indonesia yang panjang dan penuh penderitaan yang akhirnya berhasil mengantarkan
bangsa Indonesia ke depan pintu gerbang negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat,
adil dan makmur. Alenia ketiga menegaskan pengakuan bangsa Indonesia akan ke-Maha
Kuasaan Tuhan Yang Maha Esa, yang memberikan dorongan spiritual kepada segenap bangsa
untuk memperjuangkan perwujudan cita-cita luhurnya sehingga rakyat Indonesia menyatakan
kemerdekaannya. Terakhir alenia keempat menggambarkan visi bangsa Indonesia mengenai
bangunan kenegaraan yang hendak dibentuk dan diselenggarakan dalam rangka
melembagakan keseluruhan cita-cita bangsa untuk merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan
makmur dalam wadah Negara Indonesia. Dalam alenia keempat inilah disebutkan tujuan
negara dan dasar negara 35
Jika Pembukaan UUD 1945 dan pasal-pasalnya merupakan satu kesatuan, tentu tidak
dapat memisahkannya dengan menempatkan Pembukaan UUD 1945 sebagai
staatsfundamentalnorms yang lebih tinggi dari pasal-pasalnya sebagai staatsverfassung.
Apalagi dengan menyatakan bahwa Pembukaan UUD 1945 adalah dasar pembentukan pasal-
pasal UUD 1945 sebagai konstitusi, atau Pembukaan UUD 1945 adalah presuposisi bagi validitas
pasal-pasal UUD 1945. Pembukaan UUD 1945 (termasuk di dalamnya Pancasila) dan pasal-
pasalnya adalah konstitusi tertulis bangsa Indonesia. Pembukaan UUD 1945 walaupun
merupakan pokok-pokok pikiran yang abstraksinya tinggi dan dijabarkan dalam pasal-pasalnya,
tetapi bukan merupakan dasar keberlakuan pasal-pasal UUD 1945 dan berarti bukan pula
presuposisi validitas pasal-pasal tersebut. Pembukaan UUD 1945 bukan sekedar sebuah
postulat dari juristic-thinking. UUD 1945 secara keseluruhan ditetapkan sebagai konstitusi
35
Pokok-pokok pikiran Pembukaan UUD 1945 ini dimuat dalam Penjelasan UUD 1945 sebelum perubahan
UUD 1945 yang menghilangkan penjelasan ini. Lihat juga Jimly Asshiddiqie, Konstitusi &Konstitusionalisme
Indonesia, (Jakarta: Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia dan Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum
Universitas Indonesia, 2004), hal. 51.
10
(staatsverfassung) yang mengikat dalam satu tindakan hukum, yaitu keputusan PPKI tanggal 18
Agustus 1945. 36
Penempatan Pembukaan UUD 1945 sebagai bagian dari Konstitusi sekaligus
menempatkannya sebagai norma abstrak yang dapat dijadikan sebagai standar valuasi
konstitusionalitas norma hukum yang lebih rendah. Bahkan juga dapat digunakan sebagai
prinsip-prinsip dalam menafsirkan konstitusi.
36
Jimly Asshiddiqie, Ideologi, Pancasila, dan Konstitusi, mahkamah konstitusi republik Indonesia,hlm 15
11
umat Islam, dariawal hingga kemenangan, sebagaimana tercermin dalam seruan tegas dan
kuat yang diajukan oleh semua segmenpopulasi.
Sangat jelas dikatakan dalam konstitusi iran bercita-cita memajukan lembaga negara yang
mengurusi segala bidang fundamental didalam masyarakat yang berlandaskan pada norma-
norma Islam, karena mereka mengangap semangat ke-agamaan yang sangat mempengaruhi
bagaimana tindakan masyarakat melawan rezim pemerintahan yang menindas.
Sejarah
Didalam pembukaan konstitusi Iran sangat banyak dibahas bagaiman sejarah awal
terbentuknya negara Republik Islam Iran tentu saja dengan Revolusi Iran, hal ini sangat
berbeda dengan Indonesia yang bahkan tidak sama sekali membahas bagaiman sejarah
perjuangan pahlawan dan msyarakat Indonesia, hal ini sangat jelas dinarasikan di dalam
pembukaan konstitusi Iran sebagi beriku ;
Fajar GerakanProtes yang menghancurkan Imam Khumayni terhadap konspirasi Amerika
yang dikenal sebagai & quot;PutihRevolusi, & quot; yang merupakan langkah yang
dimaksudkan untuk menstabilkan dasar-dasar pemerintahan yang lalim dan untukmemperkuat
ketergantungan politik, budaya, dan ekonomi Iran pada imperialisme dunia, dibawake dalam
gerakan bersatu dari rakyat dan, segera setelah itu, sebuah revolusi pentingdari negara Muslim
pada bulan Juni 1963. Meskipun revolusi ini ditenggelamkan dalam darah, pada kenyataannya
revolusi inimenandakan awal mekarnya pemberontakan yang agung dan masif, yang
menegaskanperan sentral Imam Khumayni sebagai pemimpin Islam. Terlepas dari
pengasingannya dari Iran setelah protesnyaterhadap hukum kapitulasi yang memalukan (yang
memberikan kekebalan hukum bagi para penasihat Amerika),ikatan yang kuat antara Imam
dan orang-orang bertahan, dan bangsa Muslim, khususnyaulama & militan yang berkomitmen
intelektual dan militanmelanjutkan perjuangan mereka dalam menghadapi pembuangandan
pemenjaraan, penyiksaan dan eksekusi.Selama masa ini, segmen masyarakat yang sadar dan
bertanggung jawab membawapencerahan kepada orang-orang dari benteng masjid, pusat
pengajaran agama,dan universitas. Mengambil inspirasi dari ajaran Islam revolusioner dan
subur, merekamemulai perjuangan tanpa henti namun membuahkan hasil untuk meningkatkan
tingkat kesadaran ideologis dan kesadaranrevolusioner umat Islam. Rezim lalim yang telah
12
memulaipenindasan terhadap gerakan Islam dengan serangan biadab terhadap Madrasah
Faydiyyah,TeheranUniversitas, dan semua pusat revolusi aktif lainnya, dalam upaya untuk
menghindari kemarahan revolusionerrakyat, menggunakan cara yang paling biadab dan brutal.
tindakan. Dan dalam keadaan ini,eksekusi oleh regu tembak, ketahanan siksaan abad
pertengahan, dan hukuman penjara yang lamaadalah harga yang harus dibayar negara Muslim
kami untuk membuktikan tekadnya yang kuat untuk melanjutkan perjuangan.RevolusiIslam
Iran dipelihara oleh darah ratusan pria dan wanita muda,diresapi dengan iman, yang
mengangkat teriakan mereka dari & quot; Allahu Akbar & quot; saat fajar dieksekusi,
ataulapanganditembak mati oleh musuh di jalan-jalan dan pasar. Sementara itu,
pernyataanterus-menerusdan pesan Imam yangdikeluarkan pada berbagai kesempatan,
memperluas dan memperdalamkesadaran dan tekad bangsa Muslim untuk
maksimal.Pemerintah IslamRencana pemerintah Islam seperti yang diusulkan oleh Imam
Khumayni pada puncak masapenindasan dan pencekikan yang dipraktikkan oleh rezim lalim,
menghasilkanspesifik baru, danmotifmenyederhanakan orang Muslim, membuka di hadapan
mereka jalan sejatiIslamPerjuangan ideologis, dan memberi intensitas lebih besar pada
perjuangan militan dan Muslim yang berkomitmenbaik di dalam negeri maupun di luar
negeri.Pergerakan ini berlanjut pada jalur ini sampai akhirnya ketidakpuasan rakyat dan
kemarahanintensmasyarakat yangdisebabkan oleh penindasan yang terus meningkat di rumah,
dan proyeksiperjuangan di tingkat internasional setelah pemaparan rezim oleh ulama;
danmilitanmahasiswa, mengguncang fondasi rezim dengan keras. Rezim dan para
sponsornyadipaksa untuk mengurangi intensitas penindasan dan untuk & quot; meliberalisasi
& quot; suasana politiknegara. Mereka membayangkan, ini akan berfungsi sebagai katup
pengaman, yang akan mencegahkejatuhan akhirnya. Tetapi orang-orang, yang terangsang,
sadar, dan teguh di bawahyang tegas dankepemimpinan Imamtidak goyah, memulaiberjaya,
bersatu, komprehensif, danpemberontakan yangberskala nasional.Kemarahan
RakyatPenerbitan artikel yang keterlaluan berarti memfitnah ulama yang dihormati ; ulama
dan khususnyaImam Khumayni pada 7 Januari 1978 oleh rezim yang berkuasa mempercepat
gerakan revolusioner dan menyebabkan ledakan kemarahan rakyat di seluruh negeri. Rezim
berusaha untuk meredam panasnyakemarahan rakyat dengan menenggelamkan protes dan
13
pemberontakan dalam darah, tetapi pertumpahan darah hanyamempercepat denyut nadi
Revolusi. Peringatan ketujuh dan empat puluh haripara martir Revolusi, seperti serangkaian
detak jantung yang mantap, memberikan vitalitas, intensitas,kekuatan, dan solidaritas yang
lebih besar pada gerakan ini di seluruh negeri. Dalam perjalananrakyat inigerakan, para
karyawan dari semua instansi pemerintah mengambil bagian aktif dalam upaya
untukmenggulingkan rezim tirani dengan melakukan pemogokan umum dan berpartisipasi
dalamjalanandemonstrasi. Solidaritas yang meluas dari laki-laki dan perempuan dari semua
segmen masyarakat dansemua faksi politik dan agama, memainkan peran yang sangat
menentukan dalam perjuangan. Terutama parawanita hadir secara aktif dan besar-besaran
dalam cara yang paling mencolok pada semua tahapiniperjuangan besar. Pandangan umumibu-
ibu dengan bayi dalam gendongannya menuju tempat pertempuran dan di depan tongsenapan
mesin menunjukkan peran penting dan menentukan yang dimainkan oleh segmen utama
masyarakat inidalam perjuangan Harga yang Dibayar BangsaSetelah sedikit lebih dari satu
tahun perjuangan terus-menerus dan tak henti-hentinya, pohon mudaevolusi, disiram oleh
darah lebih dari 60.000 martir dan 100.000 terluka dan cacat,belum lagi kerusakan properti,
membuahkan hasil di tengah-tengah teriakan & quot; Kemerdekaan! Kebebasan Pemerintahan
Islam! & Quot; Gerakan besar ini, yang meraih kemenangan melalui kepercayaan pada
iman,persatuan, dan ketegasan kepemimpinannya di setiap titik kritis dan sensitif,
sertasemangat pengorbanan diri rakyat, berhasil mengacaukan semua perhitungan
imperialisme danmenghancurkan semua koneksi dan institusinya, dengan demikian membuka
babak baru dalam sejarah yangsemuamencakuprevolusi populer dunia.Pada 12 dan 13
Februari 1979, dunia menyaksikan keruntuhan rezim monarki.domestikTiranidan dominasi
asing, yang keduanya didasarkan padanya, hancur.besar iniKeberhasilanterbukti menjadi
pelopor pemerintah Islam - keinginan lamaumat Islam - dan membawa kabar gembira tentang
kemenangan akhir. Dengan suara bulat, rakyat Iran menyatakan keputusan terakhir dan tegas
mereka, dalam referendum tentang Republik Islam, untuk mewujudkan sistem politik baru,
yaitu Republik Islam. Mayoritas 98,2% orang memilih sistem ini. Konstitusi Republik Islam Iran,
yang mengatur seperti halnya lembaga-lembagapolitik, sosial, budaya, dan ekonomi dan
hubungan mereka yang ada di masyarakat, sekarang harus menyediakan konsolidasi dari dasar-
14
dasar Islam pemerintahan, dan mengusulkan rencana sistem pemerintahan baru yang akan
didirikan di atas reruntuhan orde
c. Norma Dasar
Didalam pembukaan ini juga memuat norma-norma yang tidak terkodefikasikan dalam
pasal-pasal, yang menjelaskan beberapa hal yang lebih spesifik seperti ekonomi,
perempuan,Tentara, media massa, kewenangan lembaga eksekutif, lembaga peradilan , dan
lembaga peradilan, tentu saja hal ini juga berbeda ketika mengkontekskanya dengan Indonesia.
Pembukaan Indonesia memuat norma-norma dasar namun hanya tercantum sangat abstrak,
kemudian hal-hal tersebut dijabarkan di dalam pasal-pasal yang ada didalam undang-undang
dasar.
Maka dari itu pembukaan konstitusi Iran sangatlah kompleks dan terbilang hampir
sama dengan pasal-pasal yang ada dalam batang tubuh konstitusinya, kami menyimpulkan
bahwa jika merujuk pendapat diawan=l mengenai jenis-jenis pembukaan konstitusi bahwa,
pembukaan konstitusi Iran adalah konstitusi jenis konstitusi subtantif, dimana konstitusi dan
pembukaan adalah bentuk satu kesatuan yang terintegral. Hal itu sama halnya dengan
Indonesia, terdapat perbedaan seperti mengenai sejarah yang sangat banyak dijabarkan,
kemudian mengenai pembentuk norma dasar yang telah spesifik menyebutkan tentang
pengaturan tertentu.
2.2.3 Pakistan
Pakistan layaknya negara timur tengah lainya yang mengunakan agama Islam sebagai
statfundamentalnorm dimana konstitusinya hanya berlandaskan terhadap paham-paham ada
di dalam agama Islam, begitu pula di pembukaan konstitusinya yang dari awal membahas
bagaimana peran Agama Islam dalam segalah hal diawal dari pembukaan ini dikatakan,
Sementara kedaulatan atas seluruh Semesta adalah milik Allah SWT saja, danwewenang yang
harus dijalankan oleh rakyat Pakistan dalam batas-batas yang ditentukan oleh-Nya
adalahkepercayaan suci. Hal ini menandakan ditempatkanya di awal menjadi tanda bahwa
peran agama Islam sangatlah fundamental dan hal yang mutlak harus di taati. Sebenarnya
hampir mirip dengan Indonesia dengan tipolog masyarakat masyarat yang sangat religius, namu
15
dalam pembukaan undang-undang dasarnya tidak memuat suatu agama tertentu sebagai dasar
perjuangan bangsa.
Kemudian dibagian selanjutnya, walaupun dalam pembukaan konstitusinya sangat
Islami namun tidak lupa menyebutkan pentingnya perlindungan minoritas atau penganut aliran
kepercayaan tertentu terhadap nilai-nilai universal seperti hak asasi manusia yang negara wajib
melindungi hak-hak minoritas dengan redaksi pembukaan Dimana ketentuan yang memadai
harus dibuat untuk minoritas secara bebas untuk mengaku danmempraktikkan agama mereka
dan mengembangkanbudayamereka. Di indonesia sendiri karena tidak menyebutkan suatu
agama atau golongan tertentu membuat pembukaanya lebih plural karena ditujukan hanya
untuk rakyat Indonesia tanpa memandang ras,golongan, ataupu agama tertentu.
Setelah itu di dalam pembukaan konstitusi pakistan dibahas mengenai bagaimana cita-
cita bangsa, menjelaskan hal apa yang harusnya dituju oleh semua warga pakistan terutama
negara dalam mensejahtrakan seluruhnya,Menyadari kami tanggung jawab di hadapan Allah
SWT dan manusia;Anggota dari pengorbanan yang dilakukan oleh orang-orang di
Pakistan;Setia dengan deklarasi yang dibuat oleh Pendiri Pakistan, Quaid-i-Azam MohammadAli
Jinnah, bahwa Pakistan akan menjadi Negara demokratis berdasarkan prinsip Islamkeadilan
sosialDidedikasikan untuk pelestarian demokrasi yang dicapai oleh perjuangan rakyat yang tak
henti-hentinyamelawan penindasan dan tirani;Terinspirasi oleh tekad untuk melindungi
persatuan dan solidaritas nasional dan politik kita denganmenciptakan masyarakat yang
egaliter melalui orde baru;Lakukan dengan ini, melalui perwakilan kami di Majelis Nasional,
mengadopsi,memberlakukan, dan memberikankepada diri kita sendiri, Konstitusi. Hal ini juga
tidak jauh berbeda dengan Indonesia bahwa peran demokrasi, dihapuskan penjajahan diatas
dunia, dan pentingnya persatuan, kami menyimpulkan bahwa telah menjadi hal yang sangat
universal yang dianut oleh semua negara. Lalu mengenai apakah pembukaan konstitusi
pakistan adalah satu kesatuan dengan batang tubuh pasal-pasal kami tidak menemukan dalam
norma konstitusinya yang termuat dalam pasal tertentu, namun kami menyimpulkan bahwa
adanya kesamaan muatan didalam pembukaan konstitusi Indonesia, maka berkesimpulan
bahwa Pakistan menempatka pembukaan konstitusi sebagai bagian yang terintegral dengan
pasal-pasal yang ada dalam konstitusinya
16
2.2.4 INDIA
Republik India yang menyusun Konstitusi Indiake dalam Republik berdaulat, sosialis,
sekuler dan demokratis dan menjamin segenap warga negaranya menganut paham konstitusi
dalam arti luas dimana pembukaan konstitusi merupakan bagian dari pembukaan konstitusi.
Hal ini dapat dilihat dari paragraf dan baris terakhir didalam pembukaan konstitusi India
kalimatnya sebagai berikut dengan ini kami menyetujui, mengundangkan, dan memberikan
konstitusi ini pada kami sendiri.Pembukaan konstitusi India mengandung cita-cita luhur dan
filosofis yang harus menjiwai keseluruhan sistem berpikir materi konstitusi India. Alenia
pertama menegaskan keyakinan dan mmenyetujui untuk memutuskan mengangkat Indiake
dalam Republik berdaulat, sosialis, sekuler dan demokratis dan menjamin segenap warga
negaranyabangsa. Alenia kedua baris pertama menggambarkan proses pencapaian cita
konstitusi India untuk mencapaikeadilan, sosial, ekonomi dan politik. Alenia kedua baris kedua
menegaskan memberikankebebasan berpikir, berpendapat, kepercayaan, iman dan ibadah.
Alenia kedua baris ketiga menyatakan Kesetaraan kedudukan dan kesempatan, dan
mengembangkan semuanya.Terakhir alenia kedua baris keempat menggambarkan
Persaudaraan yang menjamin martabat perseorangan serta persatuan dan kesatuan.
Jika Pembukaan konstitusi India dan pasal-pasalnya merupakan satu kesatuan, tentu
tidak dapat memisahkannya dengan menempatkan Pembukaan konstitusi India sebagai
staatsfundamentalnorms yang lebih tinggi dari pasal-pasalnya sebagai staatsverfassung.
Apalagi dengan menyatakan bahwa Pembukaan konstitusi India adalah dasar pembentukan
pasal-pasal konstitusi India sebagai konstitusi, atau Pembukaan konstitusi India adalah
presuposisi bagi validitas pasal-pasal yang tertera dalam konstitusi India. Pembukaan konstitusi
India (termasuk di dalamnya ada empat nilai dasar) dan pasal-pasalnya adalah konstitusi tertulis
bangsa India. Pembukaan konstitusi India walaupun merupakan pokok-pokok pikiran yang
abstraksinya tinggi dan dijabarkan dalam pasal-pasalnya, tetapi bukan merupakan dasar
keberlakuan pasal-pasal konstitusi Indiadan berarti bukan pula presuposisi validitas pasal-pasal
tersebut. Pembukaan konstitusi India bukan sekedar sebuah postulat dari juristic-thinking.
Konstitusi India secara keseluruhan ditetapkan sebagai konstitusi (staatsverfassung) yang
17
mengikat dalam satu tindakan hukum. Penempatan Pembukaan konstitusi India sebagai bagian
dari Konstitusi sekaligus menempatkannya sebagai norma abstrak yang dapat dijadikan sebagai
standar valuasi konstitusionalitas norma hukum yang lebih rendah. Bahkan juga dapat
digunakan sebagai prinsip-prinsip dalam menafsirkan konstitusi.
2.2.5 POLANDIA
Republik Polandia yang menyusun Konstitusi menganut pahamdemokratis, konstitusi
dalam arti menghormati nilai nilai universal yang berasal dari sumber lain. Memiliki hak dan
kewajiban yang sama menuju kebaikan Polandia. Hal ini dapat dilihat dari status Pembukaan
konstitusi Polndia sebagai satu kesatuan dengan pasal-pasalnya menjadi sangat tegas
berdasarkan penjelasan “Kami menyerukan kepada semua orang yang akan menerapkan
konstitusi ini demi kebaikan republik ketiga untuk menghargai martabat yang melekat pada
pribadi, haknya atas kebasan, kewajiban berhubungan dengan orang lain, dan menghormati
dasar dasar ini sebagai dasar yang tak tergoyahkan dari Republik Polandia”.
Pembukaan konstitusi Polandia mengandung cita-cita luhur dan filosofis yang harus
menjiwai keseluruhan sistem berpikir materi Undang-Undang Dasar Polandia. Penjelasan
pertama menegaskan tekad berdaulat dan nasib demokratis, kami, Bangsa Polandia, seluruh
warga negara Republik, yang percaya pada Tuhan sebagai sumber kebenaran, keadilan,
kebaikan dan keindahan, serta mereka yang tidak membagikan iman tersebut tetapi
menghormati nilai nilai universal yang berasal dari sumber lain. Alenia kedua menggambarkan
proses perjuangan bangsa Polandia dan memberikan pernyataan memiliki hak dan kewajiban
yang sama menuju kebaikan Polandia. Terkait pernyataan terimakasih atas nenek moyang kita
untuk pekerjaan mereka, perjuangan mereka untuk kemerdekaan yang dicapai dengan
pengorbanan yang besar, untuk budaya kita berakar pada keristen sebagai warisan bangsa dan
nilai nilai kemanusiaan universal yang panjang dan penuh penderitaan yang akhirnya berhasil
mengantarkan Republik Polandia meraih kemerdekaan, dan memberikan penghormatan
terhadap kebebasan dan keadilan, kerja sama antara kekuatan masyarakat, musyawarah
mufakat serta pada prinsip subsidiaritas dalam memperkuat kekuasaan rakyat dan
masyarakat.Dalam pernyataan berikutnya dalam pembukaan konstitusi Polandi amenegaskan
18
pengakuan bangsa Polandia akan percaya pada Tuhan sebagai sumber kebenaran, keadilan,
kebaikan dan keindahan, serta mereka yang tidak membagikan iman tersebut tetapi
menghormati nilai nilai universal yang berasal dari sumber lain.Memberikan dorongan spiritual
kepada segenap bangsa untuk memperjuangkan perwujudan cita-cita luhurnya sehingga rakyat
Polandiamengenai budaya mereka berakar pada keristen sebagai warisan bangsa dan nilai nilai
kemanusiaan universal.Yang menyerukan istiadat terbaik dari bentuk negeri pertama dan
kedua. Berkewajiban mewariskan kepada generasi penerus bangsa semua yang berharga dari
warisan kita selama ribuan tahun yang lalu.Terakhir pernyataan dalam pembukaan konstitusi
Polandia menggambarkan visi bangsa Polandia mengenai Terkait didalam masyarakat dengan
saudara sebangsa kami yang tersebar di seluruh dunia. Menyadari kebutuhan untuk menjalani
kerja sama dengan semua negara untuk kebaikan keluarga manusia. Mengingat kenangan
kenangan buruk ketika kebebasan asasi dan hak asasi manusia dilanggar di tanah air kita,
berkeinginan untuk menjamin hak hak warga negara sepanjang masa, dan untuk memastikan
ketekunan dan efesiensi dalam pekerjaan lembaga lembaga negara. Dalam penjelasan terakhir
inilah menetapkan konstitusi Republik Polandia sebagai hukum dasar bagi negara, didasarkan
pada penghormatan terhadap kebebasan dan keadilan, kerja sama antara kekuatan
masyarakat, musyawarah mufakat serta pada prinsip subsidiaritas dalam memperkuat
kekuasaan rakyat dan masyarakat. Kami menyerukan kepada semua orang yang akan
menerapkan konstitusi ini demi kebaikan republik ketiga untuk menghargai martabat yang
melekat pada pribadi, haknya atas kebasan, kewajiban berhubungan dengan orang lain, dan
menghormati dasar dasar ini sebagai dasar yang tak tergoyahkan dari Republik Polandia.
Jika pembukaan konstitusi Polandia dan pasal-pasalnya merupakan satu kesatuan, tentu
tidak dapat memisahkannya dengan menempatkan Pembukaan konstitusi Polandia sebagai
staatsfundamentalnorms yang lebih tinggi dari pasal-pasalnya sebagai staatsverfassung.
Apalagi dengan menyatakan bahwa Pembukaan konstitusi Polandia adalah dasar pembentukan
pasal-pasal dalam konstitusi Polandia sebagai konstitusi, atau Pembukaan konstitusi Polandia
adalah presuposisi bagi validitas pasal-pasal konstitusi Polandia. Pembukaan konstitusi Polandia
(termasuk di dalamnya nilai nilai dasar) dan pasal-pasalnya adalah konstitusi tertulis bangsa
Polandia. Pembukaan konstitusi Polandia walaupun merupakan pokok-pokok pikiran yang
19
abstraksinya tinggi dan dijabarkan dalam pasal-pasalnya, tetapi bukan merupakan dasar
keberlakuan pasal-pasal konstitusi Polandiadan berarti bukan pula presuposisi validitas pasal-
pasal tersebut. Pembukaan konstitusi Polandia bukan sekedar sebuah postulat dari juristic-
thinking. konstitusi Polandia secara keseluruhan ditetapkan sebagai konstitusi
(staatsverfassung) yang mengikat dalam satu tindakan hukum, yaitu pulihnya republik Polandia
pada tahun 1989. Penempatan Pembukaan konstitusi Polandia sebagai bagian dari Konstitusi
sekaligus menempatkannya sebagai norma abstrak yang dapat dijadikan sebagai standar valuasi
konstitusionalitas norma hukum yang lebih rendah. Bahkan juga dapat digunakan sebagai
prinsip-prinsip dalam menafsirkan konstitusi.
20
menciptakan, mengimplementasikan dan mempertahankan Konstitusi ini untuk mencapai
tujuan rakyat yang makmur dan yang kuat, demokratis, negara yang adil dan beradab.
Dalam hal ini, pembukaan Vietnam dilihat dari pendekatan yang ada, bahwa dapat
dikaji, hal-hal yang tercantu7m didalamnya masuk kedalam konsep pembukaan simbolis,
dimana dalam hal ini konsep pembukaan simbolis menekankan pada hal persuasif namun tidak
memiliki kekuatan hukum. Serta jika dikaji dengan menggunakan konsep yang dinyatakan oleh
yudi latief bahwa ini menjadi pembukaan konstitusi dalam arti sempit, dimana didalamnya pun
“sekadar berjalan mendahului konstitusi”. Preambul konstitusi hanya memuat proses faktual
mengenai terjadinya konstitusi, serta keyakinan yang berkaitan dengan cita-cita bangsa, namun
tidak mempunyai watak normatif
21
penuh sukur terhadap kebaikan mereka, berjuang tanpa henti untuk mendapatkan kembali,
dan mempertahankan/ melindungi hak mereka sehingga kehormatan dan kebebasan atas
setiap individu terjamin, bebas, sosial, ekonomi dan tatanan budaya dapat diperoleh,
memulihkan kesatuan negara, dan didirikannya kedamaian/ kerukunan dengan negara lain.
Dengan ini menyetujui dan menetapkan konstitusi ini sebagai hukum tertinggi atas republik
demokratis sosial Sri Lanka.
Dalam hal ini, Pembukaan Konstitusi Sri Langka dilihat dari pendekatan yang ada, bahwa
dapat dikaji, hal-hal yang tercantum didalamnya masuk kedalam konsep pembukaan simbolis,
dimana dalam hal ini konsep pembukaan simbolis menekankan pada hal persuasif namun tidak
memiliki kekuatan hukum. Serta jika dikaji dengan menggunakan konsep yang dinyatakan oleh
yudi latief bahwa ini menjadi pembukaan konstitusi dalam arti sempit, dimana didalamnya pun
“sekadar berjalan mendahului konstitusi”. Preambul konstitusi hanya memuat proses faktual
mengenai terjadinya konstitusi, serta keyakinan yang berkaitan dengan cita-cita bangsa, namun
tidak mempunyai watak normatif
2.2.8 Belanda
Tidak seperti pada negara yang memiliki pembukaan dalam konstitusinya, negara
Belanda tidak memasukkan pembukaan menjadi bagian dalam konstitusi. Salah satu alasannya
adalah pragmatisme.
Dalam sejarah konstitusional Belanda adalah pragmatis meprosedural tertentu
sehubungan dengan adopsi reformasi konstitusi. RUU asli untuk Konstitusi 1815 disetujui
dengan suara bulat oleh Negara Jenderal, tetapi diperlukan beberapa akuntansi kreatif karena
mayoritas perwakilan Belgia untuk badan konstituen memilih menentang konstitusi. 37Setelah
pemisahan Belgia tahun 1830, Konstitusi tidak diubah untuk sepuluh tahun karena keengganan
Raja William I untuk menerimanya. Ini berarti parlemen hanya memilik isetengah anggota,
tetapi terus beroperasi. Akhirnya, padatahun 1840, ukuran badan legislative berkurang sekitar
setengahnya. Tanda pragmatism lainnya adalah caratatanan politikmengambilapa yang
merupakanaturanamandemen yang relative kaku dan mengubahnya menjadi lebih sederhana,
37
LihatKarel Kraan, The Kingdom of the Netherlands, in Constitutional Law of 15 EU Member States hlm 595
22
pada dasarnya menghilangkan persyaratan pemilihan parlemen yang campur tangan.
Tampaknya pragmatism Belanda yang terkenal meluas sampai pada implementasi konstitusi.
Salah satu tanda pragmatism ini adalah bahwa Konstitusi diam pada fondasiutamanya.
Konstitusi Belanda tidak memiliki pembukaan konstitusi, fitur yang dibagikannya dengan
konstitusi Luksemburg, Belgia dan Norwegia di antara konstitusi yang tahan lama. Dalam
pengertian ini, ini adalah dokumen yang “tidak sepenuhnya berteori”, untuk dipinjam dari
terminology Profesor Sunstein.38Tidak ada pernyataan ideologis tentang di mana kedaulatan
terletak, atau atas nama siapa konstitusi diumumkan. Menghindari fungsi simbolis ini ternyata
telah menjadi alat untukf leksibilitas, karena telah mengakomodasi perubahan sosial yang besar
selama dua abad. Dalam beberapa hal, mungkin melihat keputusan Belanda untuk menghindari
"pertanyaan kedaulatan" sebagai sesuatu yang baru terjadi, seperti kita hidup di era di mana
kedaulatan terlihat menurun. Alasan keputusan ini tidak jelas, tetapi dapat dispekulasikan
bahwa itu hasil dari situasi yang tidak biasa membangun kembali monarki dengang arus baru
setelah beberapa abad. Selain itu, kedaulatan sebelumnya, tujuh Provinsi Bersatu, telah
kehilangan kedaulatan mereka selama pendudukan Napoleon. Gejolak sebelum tahun 1814
sedemikian rupa sehingga penyelesaian pertanyaan ini mungkin tidak dianggap penting. Dan
berbeda dengan kontemporernya di Norwegia, konstitusi Belanda tidak diadopsi sebagai hasil
dari gerakan rakyat. Kemandirian negara juga bukan sesuatu yang merupakan masalah control
lokal, alih-alih menjadi produk sampingan sederhana dari kekalahan Napoleon. Karena itu,
sedikit keinginan untuk menggunakan pembukaan konstitusi untuk mengembangkan narasi
panjang tentang sejarah nasional.39
Penyusunan konstitusi di banyak negara berkembang sering menghabiskan banyak
waktu untuk isu-isu simbolik dalam pembukaan konstitusi. Banyak laporan baru-baru ini
tentang rancangan konstitusi mencakup penyebutan kontroversi besar tentang sifat negara,
peristiwa sejarah yang relevan untuk dijadikan rujukan, dan penugasan kedaulatan tertinggi.
38
Cass R. Sunstein, “Incompletely Theorized Agreements,” Harvard Law Review 108, no. 7 (1995) hlm
1733‐1772.
39
LihatInternational IDEA on the Occasion of the Bicentennial Anniversary of the Constitution of the
Netherlands 2015, The Netherlands Constitution: Implications for Countries in Transition, diakses di
http://comparativeconstitutionsproject.org/files/Netherlands_Implications_Report.pdf?6c8912 adatanggal 1 may
2019 pukul05.00 WIB
23
Mungkin ada sesuatu dalam pendekatan Belanda pragmatis di mana Konstitusi diam pada
fondasi utamanya. Walaupun tidak konvensional, fakta bahwa sebuah negara yang stabil
seperti Belanda telah berhasil tanpa basa-basi konstitusional dapat membujuk beberapa
perancang untuk mengadopsi pendekatan yang tidak konvensionalini.40
Sebagai negara kecil di jantung Eropa, Belanda telah menghadapi banyak tantangan,
termasuk perang, kehilangan wilayah, dan perpecahan politik besar. Namun negara dan
konstitusi telah bertahan dan berkembang. Sementara keadaan politik yang dihadapi oleh
banyak perancang konstitusi saat ini mungkin tampak sangat berbeda, mereka sebenarnya
memiliki banyak kesamaan dengan beberapa tantangan awal yang dihadapi oleh Belanda.
Konstitusionalisme Belanda tidak biasa karena sangat bergantung pada tanggungjawab
politik, lebih dari sekadar pemeriksaan yudisial atas negara, untuk memastikan kebijakan yang
baik. Ini sebagian besar mencerminkan dasar negara yang inklusif dan bersifat persekutuan, dan
mendorong kelompok untuk terlibat dalam pembentukan kebijakan alih-alih menyerang
kebijakan di pengadilan setelah adopsi. Namun, Belanda juga telah menggunakan hukum
internasional sebagai sumber independen kendala, yang membantu mencegah dominasi
mayoritas, dan melindungi hak-hak. Untuk negara-negara berkembang, fitur terakhir ini
mungkin yang paling dapat dipindah tangankan dari model Belanda, karena lembaga-lembaga
politik konsosiasional sangat bergantung pada kesediaan untuk bekerjasama yang tidak selalu
ditemukan. Sehingga pada akhirnya, para perancang Konstitusi Belanda menolak untuk
memasukkan pembukaan konstitusi dalam konstitusi, membuat basis politik utama negara
tersebut tidak diartikulasikan. Karena banyak latihan pembuatan konstitusi telah gagal
mengenai masalah kedaulatan, keputusan “untuk tidak memutuskan” ini mungkin sangat bijak
yang dapat dipelajari oleh para perancang hari ini. 41
40
International IDEA, Ibid
41
International IDEA, Ibid
24
We the People of the United States, in Order to form a more perfect Union, establish
Justice, insure domestic Tranquility, provide for the common defense, promote the general
Welfare, and secure the Blessings of Liberty to ourselves and our Posterity, do ordain and
establish this Constitution for the United States of America.
Pembukaan ini memiliki kekuatan retoris yang luar biasa.42Ini memiliki bentuk formula
pemberlakuan (‘We the People of the United States……do ordain and establish this
Constitution’), dikombinasikan dengan deskripsi tujuan pembuatan konstitusi (“in Order to form
a more perfect Union, establish Justice, insure domestic Tranquility, provide for the common
defense, promote the general Welfare, and secure the Blessings of Liberty to ourselves and our
Posterity”). Penempatan tujuan penyatuan antara subjek dan kata kerja menciptakan struktur
ketegangan, memberikan ketegangan tertentu pada pembukaan. Pada saat yang sama,
mukadimah memberikan ekspresi pada resolusi yang jelas (“do ordain” dan ‘establish').
Perumusan subjek “We the People of the United States” menjadikan pembaca - warga AS -
bagian dari aksi. Dengan menggunakan present tense ('ordain', 'establish'), tindakan
pembuatan konstitusi digambarkan bukan sebagai tindakan historis, tetapi sebagai tindakan
yang berkelanjutan dan saat ini. “We the people” diundang untuk bergabung dalam drama
politik.
Tiga frasa dari mukadimah – “provide for the common defense”, “promote the general
Welfare” dan “secure the Blessings of Liberty”- jelas dipinjam dari Anggaran Konfederasi.43Asal
usul frasa lain mengenai tujuan serikat tidak jelas. Ungkapan 'Kita Rakyat Amerika Serikat'
adalah sebuah inovasi. Artikel-artikel Konfederasi berbicara tentang 'Persatuan abadi antara
Negara Bagian New Hampshire, Massachusetts-bay, Rhode Island dan Perkebunan Providence,
Connecticut, New York, New Jersey, Pennsylvania, Delaware, Maryland, Virginia, Carolina Utara,
Carolina Selatan, dan Georgia' . Artikel-artikel itu juga merujuk pada delegasi dari tiga belas
negara bagian yang terpisah. Pembukaan Konstitusi, sebaliknya, berbicara atas nama satu
badan kolektif, 'rakyat'. Pembukaan yang diajukan kepada Komite Gaya mengacu pada orang-
42
Cf. CM Lawson, The Literary Force of the Preamble’, Mercer Law Review 39 (1987–1988), hlm. 879–87.
43
Lihat Pasal III dari the Articles of Confederation: ‘The said States hereby severally enter into a firm league
of friendship with each other, for their common defense, the security of their liberties, and their mutual and general
welfare . . .’.
25
orang dari berbagai negara. Penjelasan yang mungkin untuk mengubah referensi dari orang-
orang dari berbagai negara ke 'Kami rakyat' adalah bahwa Komite tidak yakin apakah semua
negara akan meratifikasi konstitusi baru.44
Sebagian besar konstitusi dari lima puluh negara bagian dilengkapi dengan mukadimah
dan sebagian besar dari mereka memiliki struktur yang mirip dengan mukadimah konstitusi
federal. Biasanya, mereka mulai dengan frasa seperti: “We the people of the State of . . .”
Perbedaan yang mencolok adalah bahwa hampir semua konstitusi negara merujuk
kepada Tuhan, dalam satu atau lain cara, sedangkan mukadimah federal tidak memiliki
referensi seperti itu.
Hukum Kasus
Mahkamah Agung telah merujuk pada pembukaan untuk pertama kalinya dalam kasus
1793 Chisholm v. Georgia.45Faktanya, ini adalah kasus hukum konstitusional pertama yang
diputuskan oleh Mahkamah Agung dan juga kasus di mana Mahkamah Agung telah
memberikan perlakuan pembukaan lebih menyeluruh daripada dalam kasus lain. Yang menjadi
masalah adalah pertanyaan apakah suatu negara dapat digugat di pengadilan federal. Baik
Hakim Agung Jay - salah satu penulis The Federalist - dan Hakim Wilson - yang memainkan
peran utama dalam membingkai Konstitusi - menggunakan mukadimah untuk menilai klaim ini;
memang, alasan mereka mengambil mukadimah sebagai titik awal. Hakim Agung Jay mengutip
mukadimah sebagai argumen untuk supremasi federasi:
[T]he people, in their collective and national capacity, established the present
Constitution. It is remarkable that, in establishing it, the people exercised their own rights, and
their own proper sovereignty, and, conscious of the plenitude of it, they declared with becoming
dignity, ‘We the people of the United States, do ordain and establish this Constitution.’ Here we
see the people acting as sovereigns of the whole country, and, in the language of sovereignty,
44
Lihat D.J. Mahoney, ‘Preamble’, in: L.W. Levy, K.L. Karst & D.J. Mahoney (eds), Encyclopedia of the
Constitution, Vol.3, New York: Macmillan & London: Collier Macmillan, 1986, hlm 1435.
45
Mahkamah Agung Amerika Serikat, kasus 2 US 419 (1793) (Chisholm v. Georgia), putusan 18 Februari
1793, tersedia di https://supreme.justia.com/cases/federal/us/2/419/case.html.
26
establish- ing a Constitution by which it was their will that the State governments should be
bound, and to which the State Constitutions should be made to conform46
Pengadilan memutuskan bahwa pengadilan federal memiliki wewenang untuk mengadili
kasus-kasus terhadap negara. Putusan ini digantikan oleh Amandemen Kesebelas.47
Kasus klasik dalam hal nilai hukum pembukaan adalah Jacobson v. Massachusetts
(1905).48 Kasus ini menyangkut konstitusionalitas undang-undang vaksinasi dari Massachusetts.
Hakim Harlan menolak saran bahwa 'bagian khusus dari undang-undang Massachusetts
sekarang dipertanyakan. . . adalah penghilangan hak-hak yang dijamin oleh Pembukaan
Konstitusi Amerika Serikat. Dia mengamati:
Although that Preamble indicates the general purposes for which the people ordained
and established the Constitution, it has never been regarded as the source of any substantive
power conferred on the Government of the United States or on any of its Departments. Such
powers embrace only those expressly granted in the body of the Constitution and such as may
be implied from those so granted. Although, therefore, one of the declared objects of the
Constitution was to secure the blessings of liberty to all under the sovereign jurisdiction and
authority of the United States, no power can be exerted to that end by the United States unless,
apart from the Preamble, it be found in some express delegation of power or in some power to
be properly implied therefrom.49
Pandangan sempit tentang nilai hukum pembukaan ini - bahwa tidak ada kekuatan
substansial untuk pemerintah federal yang dapat diperoleh darinya - belum direvisi oleh
Mahkamah Agung sejak saat itu.50
46
Ibid, hlm. 470–71.
47
'Kekuasaan Kehakiman Amerika Serikat tidak ditafsirkan untuk memperluas ke gugatan hukum atau
kesetaraan, dimulai atau dituntut terhadap salah satu dari Amerika Serikat oleh Warga Negara dari Negara lain,
atau oleh Warga Negara atau Subjek dari Negara Asing
48
Supreme Court of the United States, 197 case US 11 (1905) (Jacobson v. Massachusetts), judgment of 20
February 1905,tersedia di https://supreme.justia.com/cases/federal/us/197/11/case.html.
49
Ibid, hlm 22
50
Lih. JO Frosini, Pembukaan Konstitusi: Di Persimpangan Politik dan Hukum, Santarcangelo di Romagna:
Maggioli 2012, hlm. 64. Untuk kasus dimana menyatakan Mahkamah Agung tampaknya menolak Jacobson v.
Massachusetts, lihat Mahkamah Agung Michigan, kasus 597 NW2d 89 (1999); 460 Mich. 536 (Oxley v. Departemen
Urusan Militer), keputusan 20 Juli 1999, tersedia http://law.justia.com/cases/michigan/supreme-
court/1999/111508-6.html. Kasus ini melibatkan pertanyaan apakah penggugat, Oxley, memenuhi syarat sebagai
pegawai federal. Pengadilan menjawab pertanyaan ini dengan tegas, dengan mempertimbangkan, antara lain: '. . .
Pekerjaan Oxley sebagai teknisi adalah bagian dari tujuan bersama pemerintah federal untuk menyediakan
27
Dalam sejumlah kasus lain, mukadimah memiliki telah digunakan oleh Mahkamah
Agung sebagai instrumen pendukung untuk menafsirkan konstitusi, meskipun dalam semua
kasus ini, mukadimah bukanlah faktor yang menentukan.51
Kutipan mukadimah juga dapat ditemukan dalam opini yang mendukung dan berbeda
dari masing-masing hakim. Contoh yang baik adalah US Term Limits, Inc. v. Thornton (1995),
mengenai Amandemen 73 pada Konstitusi Arkansas yang membatasi persyaratan Senator dari
negara bagian menjadi dua dan persyaratan Perwakilan menjadi tiga.52 Hakim Stevens,
menyatakan amandemen itu tidak konstitusional, menyelesaikan argumentasinya sebagai
berikut:
We are, however, firmly convinced that allowing the several States to adopt term limits
for congressional service would effect a fundamental change in the constitutional framework.
Any such change must come not by legislation adopted either by Congress or by an individual
State, but rather – as have other important changes in the electoral process – through the
amendment procedures set forth in Article V. The Framers decided that the qualifications for
service in the Congress of the United States be fixed in the Constitution and be uniform
throughout the Nation. That decision reflects the Framers’ under- standing that Members of
Congress are chosen by separate constituencies, but that they become, when elected, servants
of the people of the United States. They are not merely delegates appointed by separate,
sovereign States; they occupy offices that are integral and essential components of a single
National Government. In the absence of a properly passed constitutional amendment, allowing
individual States to craft their own qualifications for Congress would thus erode the structure
envisioned by the Framers, a structure that was designed, in the words of the Preamble to our
Constitution, to form a ‘more perfect Union.53
pertahanan bersama. Lihat US Const., Mukadimah, pasal 1 § 8. '. Di sini, dalam konteks tunjangan kompensasi
pekerja, mukadimah menentukan hubungan antara masing-masing negara bagian dan pemerintah federal.
51
Lihat L. Orgad, ‘The Preamble in Constitutional Interpretation’, International Journal of Constitutional Law
8 (2010), hlm. 719–21.
52
Supreme Court of the United States, kasus 514 US 779 (1995) (U.S. Term Limits, Inc. v. Thornton),
judgment of 22 May 1995, tersedia di https://supreme. Justia.com/cases/federal/us/514/779/case.html.
53
Ibid, hlm. 837–8.
28
Hakim Thomas, dalam pendapatnya yang berbeda, mengemukakan pandangan yang
sangat berbeda. Menariknya, ia juga mengandalkan mukadimah. Pertama, dia mengutip
Madison dari The Federalist: '[dia] persetujuan rakyat yang menjadi dasar kewenangan
Konstitusi “diberikan oleh rakyat, bukan sebagai individu yang menyusun satu negara secara
keseluruhan, tetapi sebagai negara yang berbeda dan merdeka yang menjadi tempat mereka
masing-masing.”'54 Dia kemudian melanjutkan:
The ringing initial words of the Constitution – ‘We the People of the United States’ –
convey something of the same idea. (In the Constitution, after all, ‘the United States’ is
consistently a plural noun . . .) The Preamble that the Philadelphia Convention approved before
sending the Constitution to the Committee of Style is even clearer. It began: ‘We the people of
the States of New-Hampshire, Massachusetts, Rhode-Island and Providence Plantations,
Connecticut, New-York, New-Jersey, Pennsylvania, Delaware, Maryland, Virginia, North-
Carolina, South-Carolina, and Georgia . . .’ . . . Scholars have suggested that the Committee of
Style adopted the current language because it was not clear that all the States would actually
ratify the Constitution. 55
Atas dasar alasan ini, Hakim Thomas sampai pada kesimpulan bahwa rakyat masing-
masing negara bebas untuk menentukan syarat-syarat kelayakan Kongres bagi para wakilnya.
Debat Akademik Debat
Perdebatan tentang status hukum dan nilai mukadimah setua mukadimah itu
sendiri.56Dalam beasiswa konstitusional Amerika kontemporer tampaknya ada konsensus
bahwa tidak ada kekuatan substantif untuk pemerintah federal yang dapat diperoleh dari
pembukaan. Selain itu, secara umum diterima bahwa mukadimah tidak memberikan hak yang
dapat ditegakkan secara langsung bagi individu. Seperti yang ditunjukkan Levinson: 'Tidak ada
profesor hukum yang mengajar siswa bahwa mengutip mukadimah sebagai dukungan prinsip
untuk argumen seseorang akan menjadi langkah yang cerdas.'57
54
Ibid, hlm. 846.
55
Ibid, hlm846–7.
56
L. Orgard Op.Cit Hlm 720
57
S. Levinson, ‘Do Constitutions have a Point? Reflections on “Parchment Barriers” and Preambles’, Social
Philosophy and Policy 28/1 (2011), hlm 158.
29
Dalam pendapatnya di Jacobson v. Massachusetts, yang dibahas di atas, Hakim Harlan
merujuk padaHakim Joseph Komentartentang Konstitusi Amerika Serikat (1833).58Story menulis
bahwa 'kantor sebenarnya' dari pembukaan adalah:
untuk menguraikan sifat dan tingkat serta penerapannya dari kekuasaan yang benar-
benar dipertentangkan oleh Konstitusi, dan tidak secara substansial untuk menciptakannya.
Sebagai contoh, mukadimah menyatakan satu objek menjadi, 'menyediakan pertahanan
bersama.' Tidak ada yang dapat meragukan bahwa ini tidak memperbesar kekuatan Kongres
untuk meloloskan langkah apa pun yang mereka anggap berguna untuk pertahanan bersama.
Tetapi seandainya istilah-istilah kekuasaan yang diberikan mengakui dua konstruksi, yang satu
lebih membatasi, yang lain lebih liberal, dan masing-masing konsisten dengan kata-kata, tetapi,
dan harus, diatur oleh maksud kekuasaan; jika yang satu bisa mempromosikan dan yang lain
mengalahkan pertahanan bersama, bukankah yang pertama, berdasarkan prinsip-prinsip
penafsiran yang paling baik, harus diadopsi?59
Beberapa ahli berpendapat bahwa mukadimah harus diberikan peran yang lebih
signifikan dalam ajudikasi konstitusi. Handler, Leiter dan Handler, misalnya, telah menegaskan
bahwa mukadimah dapat dan harus digunakan sebagai bantuan interpretatif dalam konstruksi
teks konstitusional.60Mereka mengamati bahwa 'ketika pengadilan telah menyatakan bahwa
tidak ada hak atau kekuasaan yang substansial berasal dari pembukaan, kesimpulan yang dapat
dipertahankan ini secara efektif telah mendinginkan hampir semua ketergantungan pada
pembukaan dalam menafsirkan Konstitusi.'61 Mereka menganggap ini disesalkan, karena
mereka menemukan 'tidak ada alasan mengapa aturan konstruksi tidak boleh diperoleh dalam
konteks konstitusional'.62Mengabaikan pembukaan mantera konstitusional, menurut mereka,
juga bertentangan dengan penggunaan oleh pengadilan mukadimah dokumen hukum lainnya,
seperti kontrak, deklarasi legislatif tujuan dan perjanjian - yang sebenarnya dapat memainkan
peran penting dalam ajudikasi.
58 .
J. Story, Commentaries on the Constitution of the United States, Vol. 3, Boston: William Hilliard, 1833.
59
Ibid hlm 445
60
M. Handler, B. Leiter & C.E. Handler, ‘A Reconsideration of the Relevance and Materiality of the Preamble
in Constitutional Interpretation’, Cardozo Law Review 12 (1990–91), hlm 117–63.
61
Ibid hlm 118
62
Ibid hlm 123
30
Marcin, mengacu pada kasus aborsi tengara Roe v. Wade, berpendapat bahwa
pembukaan memberikan jawaban untuk pertanyaan tentang status janin atau anak yang belum
lahir.63 Jawaban ini harus pro-kehidupan, dalam pandangannya, karena mukadimah
menyatakan bahwa salah satu tujuan pembentukan konstitusi adalah untuk mengamankan
berkah kebebasan bagi rakyat tetapi juga bagi keturunan. Sebaliknya, Himmelfarb, yang
mendasarkan dirinya pada analisis ekstensif referensi ke mukadimah oleh Mahkamah Agung,
sangat skeptis tentang penggunaan mukadimah dalam ajudikasi konstitusional.64
Kesimpulannya adalah yang merupakan frasa dari mukadimah. diberikan begitu banyak makna,
dan dapat mendukung begitu banyak interpretasi berbeda dari Konstitusi, sehingga mereka
dapat digunakan untuk tujuan apa pun. ”65
2.3.0
Irlandia
Pembukaan konstitusi Irlandia tidak sebanyak dengan Pembukaan konstitusis atau UUD
Republik Indoesia atau dengan negara lain, pembuakaan konstitusi Irlandia relatif singkat dan
berisikaan atas pengakuan menjunjung tinggi nilai religius atas Nama Tritunggal Mahakudus,
mengakui semua kewajiban rakyat Irlandia kepada Tuhan Ilahi, Yesus Kristus, yang menopang
pendahulu mereka ayah rakyat Irlandia selama berabad-abad pencobaan. Sebagaimaana yang
tercantum dalam alinea pertama ” Dalam Nama Tritunggal Mahakudus, dari Siapa adalah
semua otoritas dan Kepada Siapa, sebagai tujuan akhir kita, semua tindakan baik manusia
maupun negara harus disebut, Kami, orang-orang Eire Dengan rendah hati mengakui semua
kewajiban kita kepada Tuhan Ilahi kita, Yesus Kristus, yang menopang ayah kita selama
berabad-abad pencobaan....” Rakyat Irlandia yang mayoritas penduduk Kristen sangat
menjunjung tinggi nilai nilai yang sudah di tetapkan oleh Tritunggal Mahakudus yang mengakui
63
R.B. Marcin, ‘“Posterity” in the Preamble and the Positivist Pro-Life Position’, American Journal of
Jurisprudence 38/1 (1993), hlm 237–95.
64
D. Himmelfarb, ‘The Preamble in Constitutional Interpretation’, Seton Hall Constitutional Law Journal 2
(1991), hlm 127–209.
65
Ibid hlm 209
31
semua kewajiban rakyat Irlandia kepada Tuhan Ilahi, Yesus Kristus. Disamping itu makna yang
tersirat didalam pembukaan konstitusi Irlandia ini juga memberikan hak kebesan kepada
Rakyatnya untuk menganut agama lain sebagaimana yang termaktub dalam pembukaan
konstitusinya untuk memberikan perlindungan hak asasi dalam memeluk agama maupun
perlindungan hak dalam hubungan sosial lainya, sebagai berikut “...sehingga martabat dan
kebebasan individu dapat terjamin, tatanan sosial sejati tercapai...”.
Dalam sejarah mencapai kemerdekaan Republik Irlandia perjuangan yang dilakukan para
pendahulunya sangat heroik untuk memperoleh kemerdekaan dan pengakuan atas
kemerdekaan Republik belanda sebagai negara yang berdaulat sebagaimana yang disebutkan
dalam pembukaan konstitusinya sebagai berikut ” Bersyukur mengingat perjuangan heroik dan
tak henti-hentinya mereka untuk mendapatkan kembali kemerdekaan Bangsa kita yang sah,
dan berusaha untuk mempromosikan kebaikan bersama, dengan memperhatikan Prudence,
Justice and Charity...”. Adanya pernyataan mengenai hak-hak dasar kemerdekaan/ kebebasan
manusia secara individu maupun masyarakat, disamping itu pembukaan konstitusi Irlandia ini
sendiri menekankan persatuan dalam baerbangsa dan bangkit atau terpulihkan dari masa
sebelum dibuat dan berlakunya konstitusi Republik Irlandia itu sendiri, dalam pembukaan
konstitusi Irlandia persatuan tidak hanya ditekankan dalam negara Irlandia sendiri bahkan isi
pembukaan dari konstitusi Irlandia ini menjalin kerukunan antar bangsa lain salah satunya
mejalin hubungan yang harmonis dan membangun kerja sama lain baik dalam bidang apapun
yang disepakati, sebagaimana bunyi hal tersebut dicantumkan dalam pembukaan yaitu
“...kesatuan negara kita dipulihkan, dan kerukunan dibangun dengan negara lain,...”. Dalam
kalimat penutupan Preambule konstitusi Republik Irlandia menyatakan berlakunya dan
mengikat kepada seluruh rakyat Irandia atas kontitusi tersebut sebagaimana yang tertera dalam
kalimat terakhir pembukaan konstitusi Republik Irlandia sebagai berikut ”... apakah dengan ini
mengadopsi, memberlakukan, dan memberikan kepada kami Konstitusi ini”.
32
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
1. Pembukan konstitusi bukan sekadar ketentuan hukum, seperti ketentuan lain
dalam konstitusi. Motif untuk menulis pembukan konstitusih, proses desain
mereka, dan fungsi sosiologis mereka berbeda. Tujuan pembukaan tidak
hanya untuk menjamin hak atau memberikan argumen hukum tetapi untuk
menetapkan struktur dasar masyarakat dan keyakinan konstitusionalnya. Di
tempat lain selain pembukan konstitusi terdapat pemahaman konstitusional
dari para pendiri yang tercermin dengan jelas.
Pembukaan memiliki tujuan non-ilegal yang penting, juga. Mereka
mencerminkan dan memengaruhi norma-norma sosial dan politik.
Pembukaan konstitusi, mengekspresikan identitas konstitusional, dan
berfungsi sebagai alat konsolidasi nasional. Dampaknya tergantung pada
kata-kata mereka tetapi juga pada lingkungan politik yang pernah memberi
mereka kehidupan.
33
dari konstitusi (konstitusi dalam arti luas menurut Yudi Latief). Lebih dari itu,
prinsip-prinsip non-hukum yang dituangkan dalam preambul merupakan
apriori-hukum (rechts apriorie) yang mendahului dan sekaligus menjadi
hukum positif. Dalam paham ini, fungsi preambul dipandang sebagai apriori
hukum yang memberi makna hukum sekaligus watak normatif pada
ketentuan hukum yang dituangkan dalam batang tubuh konstitusi dalam
bentuk sebagai pasal. Sebagai konsekuensinya, ketentuan hukum yang tidak
dapat dipertanggungjawabkan kepada apriori hukum adalah bukan hukum,
dan secara yuridis batal karena hukum
3.2 SARAN
Dalam menyimpulkan studi ini, pengamatan akhir harus dilakukan: bahkan ketika
mukadimah tidak dianggap sebagai sumber hukum substantif, masyarakat tidak dapat
melarikan diri dari fakta bahwa ia tetap memainkan peran penting bagi negara-negara di dunia.
Apakah pembukaan konstitusi ada benarnya?. Bagi Plato, pembukan konstitusih adalah jiwa
hukum, alat yang melaluinya legislator meyakinkan orang untuk mematuhi hukum. Untuk
Schmitt, pembukan konstitusi mengungkapkan keputusan politik mendasar masyarakat. Bagi
Black-stone, pembukan konstitusih adalah kunci untuk membuka bagi kita pikiran para
pembuat hukum. Bagi individu, pembukan konstitusi adalah kesadaran nasional; mereka
mendefinisikan identitas konstitusional dan, dengan demikian, mereka mendefinisikan siapa
"kita".
34
Daftar Pustaka
Asshiddiqie, Jimly. Ideologi, Pancasila, dan Konstitusi, mahkamah konstitusi republik Indonesia
Asshidiqie, Jimly. Pengantar Hukum Tata Negara Jilid 1, Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan
Mahkamah Konstitusi, Jakarta: 2006
Anwar C, Teori dan Hukum Konstitusi Paradigma Kedaulatan dalam UUD 1945 (Pasca
perubahan), Implikasi dan Implementasi pada Lembaga Negara. (Malang: Intrans
Publishing, 2011)
C.F. Strong, Konstitusi-Konstitusi Politik Modern Kajian Tentang Sejarah dan Bentuk-Bentuk
Konstitusi Dunia, Terjemahan SPA Teamwork, (Bandung: Nuansa-Nusamedia, 2004)
Rudy, Kedudukan Dan Arti Penting Pembukaan Uud 1945, Fiat Justisia Jurnal Ilmu Hukum
Volume 7.Bandar Lampung.2013
Prodjodikoro, Wirjono. Azas-Azas Hukum Tata Negara di Indonesia, (Jakarta: Penerbit Dian
Rakjat, 1983)
Kent Roach, The Uses and Audiences of Preambles in Legislation, 47 McGill L. J. 129, 138–140
(2001)
Kelsen, Hans.Teori Umum tentang Hukum dan Negara, (Bandung: Penerbit Nusamedia, 2009)
Bodenheimer, Edgar Jurisprudence: The method and philosophy of law, (Cambridge: Harvard
University Press, 1962)
35