Anda di halaman 1dari 9

LEGALITAS PRAKTIIK KEFARMASIAN

MAKALAH

NAMA KELOMOK 6 :

1. SERAVINA MIRANDA LOSONG (178114133)


2. EUFRASIA MERLISA MURTI (188114100)
3. KATRINA IMACULATA TEMA PEDHA (188114101)
4. FELYSIANA DASILVA ANGGAL (188114122)
5. KASILDA CAROLINA SEBO WEA (188114126)
6. ANGELICHA STEPHANI IMPA. G (188114129)
7. THRESELLA MAYUNI GONO (188114132)
8. MARIA GRACE PENY KOBUN (188114136)
9. IVON SAUBAKI (188114142)
10. KATHARINA F.W. RESMIANTO (188114143)

UNIVERSITAS SANATA DHARMA


YOGYAKARTA
2019
IDENTIFIKASI UNDANG - UNDANG

BAGIAN KETERANGAN
Hirarki Undang – Undang Republik Indonesia
No urut No 36
Tahun pemberlakuan 2009
Nama/ judul peraturan Tentang kesehatan
Isi aturan Memutuskan:
Menetapkan : Undang-Undang tentang
kesehatan
Definisi istilah Bab I
Ketentuan Umum
Pasal 1
Pencabutan peraturan sebelumnya Bab XXII
Ketentuan Penutup
Pasal 204
Undang-Undang No 23 Tahun 1992 tentang
kesehatan (Lembaran Negara Republik
Indonesia No 3495)
Dicabut dan dinyatakan
Warga Negara Wajib Tahu Agar setiap orang wajib mengetahui
Mulai berlakunya aturan Pada tanggal 13 Oktober 2009
IDENTIFIKASI BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

BAGIAN KETERANGAN
Hirarki Peraturan Badan Pengawas Obat dan
Makanan
No urut No 4
Tahun pemberlakuan 2018
Nama/ judul peraturan Tentang Pengawasan Pengelolaan Obat,
Bahan Obat, Narkotika, Psikotropika, dan
Prekursor Farmasi Di Fasilitas Pelayanan
Kefarmasian
Isi aturan Memutuskan:
Menetapkan : Peraturan Badan Pengawas
Obat dan Makanan tentang Pengawasan
pengelolaan Obat, Bahan Oba, Narkotika,
Psikotropika dan Prekurso Farmasi Di
Fasilitas Pelayanan Kefarmasian
Definisi istilah Bab I
Ketentuan Umum
Pasal 1
Pencabutan peraturan sebelumnya Bab VII
Ketentuan Penutup
Pasal 14
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan Nomor 40 Tahun 2013 tentang
Pedoman Pengelolaan Prekursor Farmasi dan
Obat Mengandung Prekursor Farmasi (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2013
Nomor 1104)
Dicabut dan dinyatakan
Warga Negara Wajib Tahu Agar setiap orang wajib mengetahui
Mulai berlakunya aturan Pada tanggal 9 Mei 2018
IDENTIFIKASI KEMENTERIAN KESEHATAN

BAGIAN KETERANGAN
Hirarki Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia
No urut No 73
Tahun pemberlakuan 2016
Nama/ judul peraturan Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di
Apotek
Isi aturan Memutuskan:
Menetapkan : Peraturan Menteri Kesehatan
Kefarmasian Di Apotek
Definisi istilah Bab I
Ketentuan Umum
Pasal 1
Pencabutan peraturan sebelumnya Bab VII
Ketentuan Penutup
Pasal 14
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 35 Tahun
2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2014 Nomor 1162) sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 35
Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 35 Tahun 2014 tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor
1169), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Warga Negara Wajib Tahu Agar setiap orang wajib mengetahui
Mulai berlakunya aturan Tanggal 23 Desember 2016
KASUS
ANALISIS KASUS

Hierarki Pasal atau Ayat dan Bunyi Yang dilanggar Bentuk Pelanggaran
Yang
Dilanggar
Undang – Pasal 108 Pada kasus tersebut terjadi
Undang (1) Praktik kefarmasian yang meliputi kesalahan dalam proses
Republik pembuatan termasuk pengendalian mutu produksi yakni elemen
Indonesia sediaan farmasi , pengamanan, pengawasan dalam proses
No 36 pengadaan, penyimpanan dan produksi yang tidak berfungsi
Tahun pendistribusian obat , pelayanan obat atas sehingga terjadi kekeliruan
2009 resep dokter, pelayanan informasi obat dalam pemberian etiket
Tentang serta pengembangan obat, bahan obat dan Bunavet injeksi spinal tersebut.
Kesehatan obat tradisional harus dilakukan oleh Dalam hal ini apoteker yang
tenaga kesehatan yang mempunyai menjadi penanggung jawab
keahlian dan kewenangan sesuai dengan dalam proses pembuatan,
ketentuan peraturan perundang-undangan penyimpanan dan distribusi
(2) Ketentuan mengenai pelaksanaan praktik obat telah lalai dalam tanggung
kefarmasian sebagai mana dimaksud pada jawabnya. Proses produksi
ayat (1) ditetapkan dengan peraturan obat tentunya berpedoman
pemerintah dengan Cara Produksi Obat
yang Baik ( CPOB ) begitu
pula dengan distribusi obat
tersebut hingga sampai ke
tangan pasien. Kasus ini
memang murni karena human
error di tingkat produksi.
Peraturan Pasal 10 Pada kasus tersebut kurang
Menteri (1) Pengawasan selain dilaksanakan oleh dilakukan pengawasan dan
Kesehatan menteri, kepala dinas kesehatan provinsi pemantauan dari pihak yang
Republik dan kepala dinas kesehatan kabupaten/ berwenang terkait dengan
Indonesia kota sebagaimana dimaksud dalam pasal pengemasan obat injeksi,
No 73 2016 9 ayat (1), khusus terkait dengan dalam hal ini berkaitan dengan
Tentang pengawasan sediaan farmasi dalam ketepatan dalam pemberian
Standar pengelolaan sediaan farmasi sebagaimana etiket obat.
Pelayanan dimaksud dalam pasal 3 ayat (1) huruf a
Kefarmasia dilakukan juga oleh kepala BPOM sesuai
n Di dengan tugas dan fungsi masing-masing.
Apotek (2) Selain pengawasan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), kepala BPOM
dapat melakukan pemantauan, pemberian
bimbingan, dan pembinaan terhadap
pengelolaan sediaan farmasi di instansi
pemerintah dan masyarakat di bidang
pengawasan sediaan farmasi.
Peraturan BAB II CPOB Pada kasus ini, pada proses
Badan Pasal 2 (1) Pedoman CPOB wajib menjadi acuan bagi produksi obat diduga tidak
Pengawas industri farmasi dan sarana yang melakukan kegiatan sepenuhnya mengikuti kaidah
Obat dan pembuatan Obat dan Bahan Obat. (2) Pedoman Cara Produksi Obat yang Baik,
Makanan CPOB meliputi: yakni tidak adanya kualifikasi
No 34 2018 a. sistem mutu industri farmasi; b. personalia; dan validasi sediaan obat
Tentang c. bangunan-fasilitas; sehingga kesalahan pemberian
Pedoman d. peralatan; etiket pada sediaan Injeksi
Cara e. produksi; Bunavet spinal tidak diketahui.
Pembuatan f. cara penyimpanan dan pengiriman obat yang baik;
Obat Yang g. pengawasan mutu;
Baik h. inspeksi diri;
i. keluhan dan penarikan produk; - 4 –
j. dokumentasi; k. kegiatan alih daya;
l. kualifikasi dan validasi;
m. pembuatan produk steril;
n. pembuatan bahan dan produk biologi untuk
penggunaan manusia;
o. pembuatan gas medisinal;
p. pembuatan inhalasi dosis terukur bertekanan;
q. pembuatan produk darah;
r. pembuatan obat uji klinik;
s. system komputerisasi;
t. cara pembuatan bahan baku aktif obat yang baik;
u. pembuatan radiofarmaka;
v. penggunaan radiasi pengion dalam pembuatan
obat;
w. sampel pembanding dan sampel pertinggal;
x. pelulusan real time dan pelulusan parametris; dan
y. manajemen risiko mutu.

Pasal 2 ayat ( 4 ) berbunyi Industri farmasi dan Dalam kasus ini, dapat
sarana yang tidak mengikuti acuan Pedoman disimpulkan bahwa produksi
CPOB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Bunavet spinal injeksi tidak
dikenai sanksi administratif sebagai berikut: mengikuti pedoman CPOB
a. sehingga industri farmasi dan
peringatan; instalasi rumah sakit yang
memberi pelayanan terapi akan
b. peringatan keras; dikenai sanksi seperti yang
c. penghentian sementara kegiatan; dimuat pada Peraturan Badan
d. pembekuan Sertifikat CPOB; Pengawas Obat dan Makanan
e. pencabutan Sertifikat CPOB; dan/atau No 34 2018 Tentang Pedoman
f. rekomendasi pencabutan izin industri farmasi Cara Pembuatan Obat Yang Baik
Pasal 3 pasal 2 ayat ( 4 ) disamping.
Sarana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Selain itu, untuk
ayat (1) meliputi: mengantisipasi adanya korban
a. lembaga yang melakukan proses pembuatan lanjutan, BPOM membekukan
sediaan radiofarmaka dan telah mendapat izin produksi dan izin edar
pertimbangan dari lembaga yang berwenang di injeksi Bunavest spinal. Daam
bidang pengawasan tenaga waktu bersamaan juga,
nuklir; dan/atau dilakukan izin produksi larutan
b. instalasi farmasi rumah sakit yang melakukan injeksi volume kecil nonbeta
proses pembuatan obat untuk keperluan laktam dihentikan sementara.
pelaksanaan pelayanan kesehatan di rumah sakit Pembekuan kedua sediaan ini
yang bersangkutan. dilakukan dengan harapan agar
tidak adanya ketakutan
masyarakat dalam penggunaan
obat bius pada rumah sakit
terkait pasca kasus tersebut.

Anda mungkin juga menyukai