Anda di halaman 1dari 13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teoritis


2.1.1 Pengertian
Tifoid adalah penyakit sistemik akut yang di sebabkan oleh
bakteri salmonella thypi. Organisme ini masuk melalui makanan
dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh feses dan urine dari
orang orang yang terinfeksi kuman salmonella thypi
( Mansjoer,A,2010 ) (di unduh tanggal 16 agustus 2017)
Demam Typoid adalah penyakit demam akut yang
disebabkan oleh infeksi salmonella thypi (Zulkarnain Iskandar,
2010 ) (di unduh tanggal 16 agustus 2017)
Demam Typoid adalah penyakit infeksi akut yang
mengenai usus halus (Doenges Marilynn, E, 2010) (di unduh
tanggal 16 agustus 2017)
Berdasarkan ketiga pengertian diatas penulis mengambil
kesimpulan bahwa demam typoid adalah penyakit infeksi akut
yang disebabkan oleh kuman Salmonella Thypi yang masuk
melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh
feses dan urine yang terdapat pada gangguan saluran pencernaan
mengenai usus halus dengan gejala demam 7 hari atau lebih.

2.1.2 Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh infeksi kuman Samonella
Thypiia/Eberthela Thypii yang merupakan kuman negatif, motil
dan tidak menghasilkan spora, hidup baik sekali pada suhu tubuh
manusia maupun suhu yang lebih rendah sedikit serta mati pada
suhu 700C dan antiseptik.

7
18

Salmonella mempunyai tiga macam antigen, yaitu antigen


O (Ohne Hauch) merupakan somatik antigen (tidak
menyebar) ada dalam dinding sel kuman, antigen
H (Hauch, menyebar) terdapat pada flagella dan bersifat
termolabil danantigen V1 (kapsul) merupakan kapsul yang
meliputi tubuh kuman dan melindungi O antigen terhadap
fagositosis. Ketiga jenis antigen ini di manusia akan
menimbulkan tiga macam antibodi yang lazim disebut aglutinin.
Salmonella typhi yang menyebabkan infeksi invasif yang ditandai
oleh demam, toksemia, nyeri perut, konstipasi/diare. (Ranuh,
Hariyono, dan dkk. 2010 )

2.1.3 Anatomi dan Fisiologi


Gambar 1.1 Sistem Pencernaan Tubuh Manusia

(Sumber : http://asuhan-keperawatan-rudy.blogspot.com/ )
19

Sistem pencernaan atau sistem gastrointestinal (mulai dari


mulut sampai anus) adalah sistem organ dalam manusia yang
berfungsi untuk menerima makanan, mencernanya menjadi zat-
zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran darah
serta membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau
merupakan sisa proses tersebut dari tubuh.
Saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan
(faring), kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, rectum
dan anus. Sistem pencernaan juga meliputi organ-organ yang
terletak di luar saluran pencernaan, yaitu pankreas, hati dan
kandung empedu.
a. Usus Halus (usus kecil)
Usus halus dan usus kecil adalah bagian dari sistem
pencernan yang terletak di atas lambung dan usus besar.
Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut
zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus
melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang
membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang
dicerna).
Lapisan usus halus meliputi lapisan mukosa (sebelah
kanan). Lapisan otot melingkar (M sirkuler), lapisa otot
memanjang (M longitudinal), dan lapisan serosa (sebelah
luar).
Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari
(duodenum), usus kosong (jejenum) dan usus penyerapan
(ileum).
1. Usus dua belas jari ( Duodenum )
Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus
halus yang terletak setelah lambung dan
menghubungkannya ke usus kosong (jejenum).
18

2. Usus kosong ( Jejenum )


Usus kosong atau jejenum (terkadang sering ditulis
yeyenum) adalah bagian dari usus halus, diantara usus dua
belas jari (duodenum) dan usus penyerapan (ileum). Pada
manusia dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-8
meter, 1-2 meter adalah bagian usus kosong. Usus kosong
dan usus penyerapan digantungkan dalam tubuh dengan
mesenterium.
3. Usus penyerapan ( Ileum )
Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari
usus halus. Pada sistem pencernaan manusia, ini memiliki
panjang sekitar 2-4 m dan terletak setelah duodenum dan
jejunum, dan dilanjutkan olh usus buntu.
b. Usus besar ( Kolon )
Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus
antara usus buntu dan rektum. Fungsi utama organ ini adalah
menyerap air dari feses. Usus besar terdiri dari kolon asendens
(kanan), kolon transversum, kolon desendens (kiri), kolon
sigmoid (berhubungan dengan rectum) Banyaknya bakteri
yang terdapat didalam usus besar berfungsi mencerna
makanan beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat
gizi.
c. Usus buntu
Usus buntu atau sekum (Bahasa Latin : caecus, “buta”) dalam
istilah anatomi adalah suatu kantung yang terhubung pada
usus penyerapan serta bagian kolon menanjak dari usus besar.
d. Umbai Cacing (Appendix)
Umbai cacing atau apendiks adalah organ tambahan pada usus
buntu. Infeksi pada organ ini disebut apendisitis atau radang
umbai cacing. Apendisitis yang parah dapat menyebabkan
19

apendiks pecah dan membentuk nanah di dalam rongga


abdomen atau peritonitis (infeksi rongga abdomen).
Dalam anatomi manusia, umbai cacing adalah ujung buntu
tabung yang menyambung dengan caecum.
Umbai cacing terbentuk dari caecum pada tahap embrio.
Dalam orang dewasa, umbai cacing berukuran sekitar 10 cm
tetapi bisa bervariasi dari 2 sampai 20 cm.
e. Rektum & Anus
Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari usus besar
(setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini
berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara feses.
Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpang ditempat
yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon
desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka
timbul keinginan untuk buang air besar (BAB).
Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana
bahan limba keluar dari tubuh. Sebagian besar anus terbentuk
dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lainnya dari usus.
Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot spinter.
Feses dibuang dari tubuh melalui proses defekasi (buang air
besar – BAB), yang merupakan fungsi utama anus
(http://asuhan-keperawatan-yuli.blogspot.com/2010/) (di
unduh tanggal 19 agustus 2017)

2.1.4 Patofisiologi
Transmisi terjadi melalui makanan dan minuman yang
terkontaminasi urin/feses dari penderita tifus akut dan para
pembawa kuman/karier.
Empat F (Finger, Files, Fomites dan fluids) dapat
menyebarkan kuman ke makanan, susu, buah dan sayuran yang
sering dimakan tanpa dicuci/dimasak sehingga dapat terjadi
18

penularan penyakit terutama terdapat dinegara-negara yang


sedang berkembang dengan kesulitan pengadaan pembuangan
kotoran (sanitasi) yang andal. (Samsuridjal D dan heru S, 2010).
Masa inkubasi demam tifoid berlangsung selama 7-14 hari
(bervariasi antara 3-60 hari) bergantung jumlah dan strain kuman
yang tertelan. Selama masa inkubasi penderita tetap dalam
keadaan asimtomatis.
(http://nurmila893.blogspot.com/2010/) (di unduh tanggal 19
agustus 2017)
Penularan Salmonella Typii dapat ditularkan melalui
berbagai cara, yang dikenal dengan 5F yaitu food (makanan),
Fingers (jari/kuku), fomitus (muntah), fly(lalat) dan melalui feses.
Feses dan muntah pada penderita typoid dapat menularkan
salmonella thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat di
tularkan melalui perantara lalat, dimana lalat akan hinggap di
makanan yang akan di konsumsi oleh orang yang sehat. Apabila
orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti
mencuci tangan dan makanan yang benar maka akan tercemar
salmonella typhi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut.
Kemudian kuman masuk melalui lambung, sebagian kuman akan
di musnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke
dalam usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Di
dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk
ke aliran darah dan mencapai sel retikuloendotetial. Sel – sel ini
kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah dan
menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa usus
halus dan kandung empedu.
Semula sangka demam dan gejala toksemia pada typoid di
sebabkan oleh endotoksemia. Tetapi berdasarkam penelitian
eksperimental dapat di simpulkan bahwa endoteksemia bukan
meruipakan penyebab utama pada typoid. Berperan sebagai
19

pathogenesis typoid karena membantu proses inflamsi lokal pada


usus halus.
Salmonella typi A,B,C penularan terjadi secara pecal, oral
melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi (Mansjoer
Arif 2010).

2.1.5 Manisfestasi Klinis


Gejala klinis pada anak umumnya lebih ringan dan lebih
bervariasi dibandingkan dengan orang dewasa. Walaupun gejala
demam tifoid pada anak lebih bervariasi, tetapi secara garis besar
terdiri dari demam satu minggu/lebih, terdapat gangguan saluran
pencernaan dan gangguan kesadaran. Dalam minggu pertama,
keluhan dan gejala menyerupai penyakit infeksi akut pada
umumnya seperti demam, nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah,
diare, konstipasi, serta suhu badan yang meningkat.
Pada minggu kedua maka gejala/tanda klinis menjadi
makin jelas, berupa demam remiten, lidah tifoid, pembesaran hati
dan limpa, perut kembung, bisa disertai gangguan kesadaran dari
ringan sampai berat. Lidah tifoid dan tampak kering, dilapisi
selaput kecoklatan yang tebal, di bagian ujung tepi tampak lebih
kemerahan. (Ranuh, Hariyono, dan dkk. 2010) (di unduh tanggal
20 agustus 2017)
Thypoid dengan masa inkubsi 10 -14 hari memiliki
manifestasi klinis pada pasien yang berusia kurang dari 5 tahun,
biasanya memiliki manifestasi klinis yang tidak khas. Sedangkan
manifestasi klinis pada orang yang berusia lebih dari 5 tahun yaitu
antara lain :
18

a. Demam
Pada kasus yang khas demam berlangsung lebih dari seminggu
(dua minggu atau lebih), bersifat remitmen (meningkat pada
malam hari dan turun pada pagi hari secara bertahap).

2.1.6 Penatalaksanaan
a. Perawatan
1) Tirah baring total selama demam sampai dengan 2
minggu normal kembali untuk mencegah perdarahan
usus.
2) Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas sesuai dengan
pulihnya kekuatan klien
b. Diet
1) Makanan harus mengandung cukup cairan, kalori, dan
tinggi protein, tidak boleh mengandung banyak serat,
tidak merangsang maupun menimbulkan banyak gas.
2) Penderita yang akut diberi bubur saring
3) Setelah bebas demam di beri bubur kasar selama 2 hari
lalu nasi tim
4) Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas
demam selama 7 hari
c. Pengobatan
1) Ranger Laktat
2) Ondansetron
3) Paracetamol
4) Ranitidin
5) Ampicilin
6) Neufit
19

2.2 Tinjauan Khusus


2.2.1 Pengkajian
1) Aktivitas / Istirahat
Gejala : - Kelemahan, kelelahan, cepat lelah
- Insomnia, tidak teratur tidur semalaman karena
suhu tubuh meningkat
- Merasa gelisah dan cemas
- Pembatasan aktivitas/kerja sehubungan dengan
efek proses penyakit
2) Sirkulasi
Tanda : - Takikardia ( respon terhadap demam, dehidrasi,
proses inflanasi dan nyeri )
- Kemerahan
- TD : hipotensi termasuk postural
- Kulit/membran mukosa : turgor buruk, kering,
lida pecah-pecah, dehidrasi ( malnutrisi )
3) Intregitas ego
Gejala : - Anseitas
- Ketakutan
- Emosi kesal
Tanda : - Menolak
- Perhatian menyempit
- Depresi
4) Eliminasi
Gejala : Tekstur feses bervariasi dari bentuk lunak bau
sampai berair
Tanda : - Menurunnya bising usus
- Tak ada peristaltik atau bedanya peristaltik atau
bedanya peristalik yang dapat dilihat
18

5) Makanan/cairan
Gejala : Anoreksia, mual/muntah
Tanda : - Penurunan lemah subkutan/massa otot kelemahan
- Membran mukosa pucat
6) Higiene
Tanda : - Ketidakmampuan mempertahankan perawatan diri
- Bau badan
7) Nyeri/kenyamanan
Gejala : Nyeri tekan pada kuadran kiri bawah ( mungkin
hilang dengan defekasi )
Tanda : Nyeri tekan abdomen/distensi
8) Interaksi sosial
Gejala : Masalah hubungan/peran sehubungan dengan
kondisi
9) Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : Riwayat keluarga berpenyakit inflamasi usus

2.2.2 Diagnosa yang mungkin muncul


a. Gangguan peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan
hyperthermia
b. Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan proses
peradangan
c. Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan intake
tidak adekuat
d. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan
dengan kehilangan rute normal
e. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurang
informasi (Doenges Marilynn, E, 2010) ( di unduh tanggal 20
agustus 2017)
19

2.2.3 Perencanaan
1. Diagnosa 1 : Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan
infeksi Salmonella Thypi.
1) Tujuan :
Suhu tubuh normal
2) Intervensi :
a) Observasi tanda-tanda vital.
b) Berikan kompres hangabt di bagian frontalis
c) Dekatkan air minum dipinggir pasien, dan
membantu pasien untuk minum.
d) Bantu klien mengganti switernya dengan kaos tipis
e) Hitung kembali jumlah tetesan infus
f) Dampingi perawat dalam pemberian obat :
g) Bantu posisi tidur klien dengan posisi semi fowler.
3) Rasionalisasi :
a) Untuk mengetahui perkembangan keadaan umum
klien
b) Konduksi (perpindahan kalor dari suatu benda
kebenda lain)
c) Untuk mencegah dehidrasi
d) Untuk menyerap keringat dan memberikan rasa
nyaman
e) Untuk memastikan ketepatan dosis yang diberikan
f) Antipireutik dan Antibiotik
g) Agar saluran pernafasan tidak terhambat sehingga
klien merasa nyaman
18

2. Diagnosa 2 : Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi


kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
kurangnya nafsu makan dan meningkatnya
asam lambung.
1) Tujuan :
Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi
2) Intervensi :
a) Berikan klien makanan sedikit tapi sering.
b) Motivasi pasien untuk menghabiskan makannya
c) Dampingi perawat dalam pemberian obat.
d) Observasi mual muntah.
e) Berikan penkes.
3) Rasionalisasi :
a) Agar kebutuhan nutrisi tetap terpenuhi
b) Agar klien memiliki selera untuk makan dan bisa
lekas sembuh
c) Antiemetik, Antiemetik, dan Vitamin
d) Agar mengetahui output klien
e) Agar klien kembali segar

3. Diagnosa 3 : Gangguan pola tidur berhubungan dengan


peningkatan suhu tubuh
1) Tujuan :
Pola tidur klien kembali normal
2) Intervensi :
a) Ciptakan lingkungan yang tertib dan aman.
b) Batasi kunjunungan keluarga saat pasien istirhat.
c) Berikan penkes pada keluarga klien.
19

3) Rasionalisasi :
a) Untuk membantu klien agar bisa tidur dengan
nyenyak.
b) Mencegah terjadinya keributan saat klien tidur.
c) Agar klien dan keluarga mengerti akan penyakitnya.

4. Diagnosa 4 : Gangguan psikososial berhubungan dengan


ketidak tahuan pasien terhadap penyakitnya.
1) Tujuan :
Klien mampu mengurangi dan mengontrol
kecemasannya.
2) Intervensi :
a) Berikan motivasi
b) Berikan penkes pada klien

3) Rasionalisasi :
a) Agar klien tidak merasa gelisah
b) Agar klien tidak merasa cemas

2.2.4 Implementasi
Segala tindakan yang diberikan tidak ada gangguan atau
hambatan walaupun ada hambatan perawat dan penulis dapat
bekerja sama dalam mengatasi hambatan tersebut sehingga
tindakan ini dapat dilakukan secara baik kepada klien.

2.2.5 Evaluasi
Tahap ini dilakukan dengan mengacu kepada semua tindakan
keperawatan yang telah diberikan kepada pasien bekerja sama
dengan tim medis lain, sehingga masalah klien dapat teratasi.

Anda mungkin juga menyukai