Pendahuluan
Dalam tataran konsep, pengelolaan Barang Milik Negara (BMN) masuk ke dalam
wilayah ilmu ekonomi. Wujud dari keilmuan tersebut juga dapat dilihat bahwa pelaporan
Barang milik negara secara vertikal di bawah kementerian keuangan. Pada
perjalanannya penatausahaan BMN telah memanfaatkan teknologi informasi, dimana
pelaporan sudah menggunakan database to data bas e, hal ini adalah upaya
memperkecil manipulasi data dan mendapatkan keakuratan data BMN. Pada
perkembangannya bahwa database adalah temuan dalam bidang komputer. Kegiatan
berbasis komputer berkembang kira-kira akhir tahun 1960-an. Penemuan alat komputer
pribadi (personal computer) membuat imajinasi pelayanan berbasis komputer dan
aplikasi semakin maju termasuk pada database barang inventaris.
Pengelolaan BMN secara garis besar diawali dengan adanya barang, barang
dimaksud didapat dari pembelian maupun hibah, ataupun melalui pendapatan lain yang
sah. Kemudian barang dimanfaatkan oleh pengguna barang. Seiring dengan
perkembangannya barang yang intagible ( yang tidak dapat dipegang) seperti software,
ataupun copy right juga dapat diinput kedalam aplikasi BMN. Jumlah barang yang ada
pada periode tertentu baik nilai dan jumlahnya dilakukan pelaporan sebagai bentuk
pertanggungjawaban. Pada saat pelaporan inilah bahasa ekonomi akuntansi sangat
memegang peranan.
Laporan BMN yang dilakukan baik secara bulanan, semesteran dan tahunan
yaitu dengan mencocokan neraca antara Sistem Akuntansi (SAI) sebagai entitas umum
pelalporan anggaran dengan aplikasi SIMAK BMN; sebagai sub-ordinat laporan barang.
Sistem SAI mencakup keseluruhan mata anggaran belanja pada suatu Kementerian /
Lembaga (K/L) menjadi Laporan keuangan (LK) pada tahun tertentu. Pencatatan antara
kedua belah pihak (SAI dan BMN) yang diperlukan pada bagian barang akan dicocokan
per item apakah sesuai dengan jumlah rupiah yang dikeluarkan secara kumulatif dari
sistem SAI-nya. Neraca menjadi aspek penting hasil rekonsiliasi internal bulanan pada
masing-masing satker.
Penulis mengungkapkan perihal istilah ekonomi dan akuntansi karena basis
1
keilmuan inilah yang mengendalikan tata bahasa pelaporan BMN. Akan tetapi persoalan
BMN seperti yang telah disinggung di atas dan perlu bersinergi/persilangan dengan ilmu
lainnya dalam hal pengamanan fisik BMN. Pengelolaan BMN meliputi pengadaan,
pemanfaatan dan pemindahtanganan dan penghapusan. Suatu keilmuan tidak akan
berdiri sendiri tanpa adanya aksiologi diatara masing masing keilmuan. Seperti halnya
data-data pembelian barang memerlukan sarana penyimpanan, barang barang BMN
juga perlu adanya penanganan dari sisi fisik. Hal inilah yang akan penulis sedikit ulas
sebagai sumbang saran bagi para pengelola BMN dan penentu kebijakan barang
inventaris negara.
2
perbendaharaan adalah pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara,
termasuk investasi dan kekayaan yang dipisahkan, yang ditetapkan di dalam APBN dan
APBD. Oleh karena pengelolaan dan pertanggungjawaban atas barang milik negara
merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam pengelolaan dan
pertanggungjawaban keuangan negara.
Di dalam UU No. 1 tahun 2004 tentang perbendaharaan negara dijelaskan
bahwa yang dimaksud barang milik negara adalah semua barang yang dibeli atau
diperoleh atas beban APBN dan perolehan lainnya yang sah. Termasuk dalam
pengertian perolehan lainnya yang sah, di dalam PP No. 6 tahun 2006 tentang
pengelolaan BMN/D disebutkan antara lain sumbangan/hibah, pelaksanaan perjanjian
kontrak, ketentuan undang-undang, dan putusan pengadilan. Pertanggungjawaban atas
BMN kemudian menjadi semakin penting ketika pemerintah wajib menyampaikan
pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN dalam bentuk laporan keuangan yang
disusun melalui suatu proses akuntansi atas transaksi keuangan, aset, hutang, ekuitas
dana, pendapatan dan belanja, termasuk transaksi pembiayaan dan perhitungan.
Informasi BMN memberikan sumbangan yang signifikan di dalam laporan keuangan
(neraca) yaitu berkaitan dengan pos-pos persediaan, aset tetap, aset lainnya.
Pemerintah wajib melakukan pengamanan terhadap BMN. Pengamanan tersebut
meliputi pengamanan fisik, pengamanan administratif dibutuhkan sistem penatausahaan
yang dapat menciptakan pengendalian (controlling) atas BMN. Selain berfungsi sebagai
alat kontrol, sistem penatausahaan tersebut juga harus dapat memenuhi kebutuhan
pemerintah di dalam perencanaan, pengadaan, pengembangan, pemeliharaan, maupun
penghapusan (disposal). SIMAK-BMN merupakan sistem terpadu yang merupakan
gabungan prosedur manual dan komputerisasi dalam rangka menghasilkan data
transaksi untuk mendukung penyusunan neraca. Disamping itu, SIMAK-BMN juga
menghasilkan Daftar Barang, Laporan Barang dan berbagai Kartu kontrol yang berguna
untuk menunjang fungsi pengelolaan BMN. Pelaksanaan akuntansi BMN dibantu
dengan perangkat lunak (software) SIMAK-BMN yang memungkinkan penyederhanaan
dalam proses manual dan mengurangi tingkat kesalahan manusia (human error) dalam
pelaksanaannya.
Sebagaimana awal dari naskah ini diketengahkan dimulai dari aspek ilmiah
bahwa pelaporan Barang Milik Negara (BMN) mengikuti bahasa ekonomi akuntansi.
Akan tetapi aspek fisik BMN memerlukan pendekatan lain hal ini sebagaimana
3
ditempatkannya tanggung jawab pelaksana kerja BMN bukan pada bagian keuangan
melainkan bagian sekretariat kerumah tanggaan. Aksioma dan aksiologis merupakan
bagian penting dari sebuah pengetahuan dan ilmu (sains) oleh karena itu penulis
mengharapkan adanya perubahan mindset bagi pihak-pihak yang berkepentingan
mengenai perlakuan fisik BMN. Aksiologi atau keterikatan ini memungkinkan
pengelolaan BMN tidak berat sebelah, pada sisi pelaporan/non fisik semakain baik akan
tetapi tidak didukung oleh aspek fisik yang tertib.
4
bersejarah. Aset lancar adalah aset yang diharapkan segera direalisasikan, dipakai,
atau dimiliki untuk dijual dalam waktu 12 (dua belas) bulan sejak tanggal pelaporan.
Aset tetap adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua
belas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh
masyarakat umum. Sedangkan aset lainnya adalah aset yang tidak bisa dikelompokkan
kedalam aset lancar maupun aset tetap. Adapun aset bersejarah merupakan aset yang
mempunyai ketetapan hukum sebagai aset bersejarah dikarenakan karena kepentingan
budaya, lingkungan dan sejarah. Aset bersejarah tidak wajib disajikan di dalam neraca
tetapi harus diungkapkan dalam cattatan atas laporan keuangan.
BMN yang berupa aset lancar adalah persediaan. Sedangkan BMN yang berupa
aset tetap meliputi: tanah; Peralatan dan Mesin; Gedung dan Bangunan; Jalan, Irigasi
dan Jaringan; Aset Tetap Lainnnya; serta Konstruksi dalam Pengerjaan (KDP). Secara
tersurat, Undang–undang Nomor 1 tahun 2004 menyatakan bahwa dalam pengelolaan
keuangan di Kementerian Negara/Lembaga (baca; Instansi) dikenal adanya Pengguna
Anggaran dan Kuasa Pengguna Anggaran di satu pihak, serta Pengguna Barang di
Pihak yang lain. Dalam rangka pertanggungjawaban, Pengguna dan dan Kuasa
Pengguna Anggaran melaksanakan Sistem Akuntansi Keuangan. Sedangkan Pengguna
Barang dan Kuasa Pengguna Barang melaksanakan Sistem Informasi Manajemen dan
Akuntansi Barang Milik Negara (SIMAK-BMN).
Dalam prakteknya, sistem akuntansi keuangan dan sistem akuntansi barang
dilaksanakan secara simultan dalam rangka menyusun laporan pertanggungjawaban
Kementerian Negara/Lembaga. SIMAK-BMN selain mendukung pelaksanaan
pertanggungjawaban, juga memberikan berbagai informasi dalam rangka pengelolaan
barang. Oleh karena itu, keluaran SIMAK-BMN juga memberikan manfaat kepada
Pengguna Barang dan Kuasa Pengguna Barang dalam tugas tugas manajerialnya.
Masalah akuntabiltas laporan keuangan dari sisi BMN, masalah lainnya seperti yang
terdapat pada jenis-jenis aset BMN baik aset lancar, aset tetap lainnya dan aset
bersejarah memiliki masalah tersendiri. Menurut hemat penulis pada aspek
pengamanan fisik BMN masih belum memanfaatkan teknik yang beragam, masih perlu
dikembangkan lagi.
5
satu kementerian apalagi antara kementerian / Lembaga. Akan tetapi paling minimal
persoalan akan dimulai pada saat adanya staf pegawai dengan segala kebutuhannya
dan masyarakat yang dilayaninya. Sebagai ilustrasi mengenai problema Barang Milik
Negara sebagaimana gambar I di bawah.
Pada cuplikan di atas terdapat contoh temuan yang dilakukan. Temuan tersebut
secara garis besar merupakan temuan dari aspek tertib administrasi, bukan pada tahap
sajian keuangan. Permasalahan diatas lebih jelaslah sebagai berikut :
1. Sistem pengkodean/penomoran inventaris BMN;
2. Pembaharuan Daftar Barang Ruangan (DBR);
3. Kontrol pengguna inventaris BMN di lapangan;
4. tata kelola barang rusak berat (RB);
6
dengan informasi yang akurat mengenai kondisi BMN.
Akan tetapi database tersebut tidak dilengkapi dengan sarana penunjang.
Misalnya output pengkodean berupa deretan nomor tanpa dilengkapi deskripsi
mengenai nama benda, dan tempat/lokasi. Hasil print-out kode juga lebih diarahkan
untuk menggunakan kertas atau berbasis kertas. Barang inventaris yang ada pada
Kementerian dan Lembaga sudah tentu beragam dan berbeda, dan hal ini akan
berakibat pada jenis output dari kode barang (label code) perlu ketahanan yang lebih
(bahan anti asam, anti air) dan dapat lebih lama terpasang (terpatri) pada barang. Hal ini
perlu diatur tersendiri dengan standard dan spesifikasi tertentu. Sebagai ilustrasi kecil
penempelan kode pada kendaraan roda 2 tentu akan berbeda dengan barang seperti
kamera atau komputer PC. Hal sesuai dengan rekap masalah pada point satu pada
contoh temuan. Dan hal ini memerlukan suatu formulasi tersendiri dengan bidang lain
misalnya ilmu perpustakaan. Alat pencatat kode barang kiranya juga dikembangkan
lebih sederhana dan dan dapat dibawa (mobile) sehingga petugas (operator) pelabel
barang akan terbantu, database berbantuan aplikasi android.
Contoh lain yang dapat diulas dalam tulisan kali ini adalah sebagaimana anak
judul dari tema utama, yaitu pengamanan aset dari hulu ke hilir. Secara teoritik bagian
pengadaan tentu sudah dilakukan perbaikan dengan adanya pengadaan barang dan
jasa pemerintah; ULP, LPSE dsb. Masukan kami untuk para produsen dapat diberikan
informasi mengenai sistem pengkodean barang yang telah diatur oleh kementerian
keuangan. Selain label SNI; yang sudah dikenal, bisa saja ditambah dengan kewajiban
pencantuman label dan kode barang dari pemerintah, baik berupa stiker atau sudah
dicap pada barang yang bersangkutan. Mengenai perubahan kode barang pihak
perusahaan dapat menggatinya dengan membuat keterangan atau stiker dengan isi
kode barang yang baru. Hal ini selain akan penulis kira tidak berat atau menyulitkan
mencontoh oleh Perpustakaan nasional telah memiliki semacam blok keterangan buku
(Katalog Dalam Terbitan (KDT)) yang dapat dengan mudah diinput ulang oleh operator
pelayan perpustakaan.
Daftar Barang Ruangan (DBR) dahulunya disebut DIR (Daftar Inventaris Barang)
memang seringkali menjadi kendala karena apa yang tercantum mudah sekali
kedaluarsa oleh karena ulah manusia pengguna barang, penerima manfaat langsung.
Perubahan terhadap letak dan posisi barang inventaris pendukung/perabot kantor
sebaiknya dibuatkan kartu kontrol yang berfungsi sebagai pengendali fisik dan
7
keberadaan barang. Kartu ini diberlakukan dengan standard tertentu seperti halnya
kartu kendali peminjaman di perpustakaan. Pemindahan atau peminjaman barang
secara real time dapat diketahui dan secara kronologis dapat terdeteksi riwayat barang
dengan aktifitasnya tidak seperti saat ini operator hanya mengetahui barang sudah dibeli
dan pada satu periode, sudah dalam keadaan rusak berat atau hilang. Saat ini di
perpustakaan yang telah maju (perpustakaan Universitas telah berlomba-lomba
membuat aplikasi untuk peminjaman sudah tidak berbasis kertas) melainkan dengan
sistem aplikasi komputer (otomasi perpustakaan). Aplikasi ini dapat dijadikan semacam
“buku bantu” BMN pada ruangan untuk melengkapi catatan riwayat barang.
Untuk permasalahan bagian keempat yaitu barang rusak berat yang tidak
tertangani proses penghapusan. Hal ini dapat memanfaatkan menu susut (Penyusutan)
yang dapat didorong menjadi penghapusan berbasis sistem yang perlu diatur lebih
lanjut. Penyusutan barang inventaris telah disisipkan pada aplikasi terbaru versi 2012
sehingga nilai barang secara otomatis akan berkurang sebagaimana umur/masa guna
barang tersebut. Penyusutan telah diatur dalam PMK No. 1/PMK.06/2013 tentang
Penyusutan BMN Berupa Aset Tetap pada Entitas Pemerintah Pusat. Adapun tujuan
penyusutan sebagaimana aturan tersebut, pada pasal 3 terhadap Penyusutan Aset
Tetap bertujuan bahwa :
a. Menyajikan nilai aset tetap secara wajar sesuai dengan manfaat ekonomi aset
dalam laporan keuangan (LK) pemerintah pusat;
b. Mengetahui potensi BMN dengan memperlihatkan sisa masa manfaat suatu
BMN yang masih dapat diharapkan dapat diperoleh dalam beberapa tahun
kedepan;
c. Memberikan bentuk pendekatan yang lebih sistematis dan logis dalam
menganggarkan belanja pemeliharaan atau belanja modal untuk penggantian
atau penambahan aset tetap yang sudah dimiliki;
8
berat. Hal ini mencontoh layanan satu pintu ataupun layanan jemput bola pada
organisasi BUMN seperti PLN, PAM yang menyediakan armada berjalan (mobil) untuk
pelayanan.
Penutup
Sumber Bacaan :