Anda di halaman 1dari 2

Immanuel Kant - Kritisisme

I. Sentral perbedaan pendapat diantara manusia (terutama filsafat) : terletak pada


'pengenalan' yang didasarkan pada 'putusan' sendiri-sendiri tanpa mengkritisi
pengenalan tersebut atas dasar putusannya itu. Padahal bila dilakukan 'kritik'
(pemisahan/pembedaan) boleh jadi pengenalan itu sangat lemah, sehingga bisa gugur.
Atau bisa sebaliknya > bisa jadi kokoh. Contoh "Dogmatisme" : filsafat yang mendasarkan
pandangannya pada pengertian-pengertian yang telah ada (seperti : Allah, substansi,
dan lain-lain), tanpa menghiraukan apakah 'rasio' telah memiliki 'pengertian' tentang
hakikatnya sendiri. Filsafat Dogmatisme menerima kebenaran-kebenaran asasi agama
dan dasar ilmu pengetahuan begitu saja tanpa mempertanggungjawabkannya secara
kritis. Dogmatisme menganggap bahwa pengenalan objektif sebagai hal yang sudah
dengan sendirinya. Sikap demikian, menurut Kant : "salah". Orang harus bertanya :
"bagaimana pengenalan obyektif itu mungkin?" Terkait itu, ada patokan umum yang
dipesankan Kant terkait dengan pengenalan, yaitu : tentang pentingnya menggunakan
cara kerja I. P. A
II. Guna sampai pada pengenalan yang bernilai dan memenuhi syarat tersebut, maka
ditemukan hal-hal sebagai berikut :
A. Bahasa Putusan > menghubungkan dua pengertian : subyek dan predikat.
B. Putusan bisa bercorak :
1. Sintesis (diperoleh secara aposteriori), misal : meja(S) itu mahal(P), ini sesuatu
yang baru dan berdasar aposteriori.
2. Analistik (diperoleh secara apriori), misal : lingkaran(S) > bulat(P), ini sesuatu
yang sudah dengan sendirinya dan tidak menambah sesuatu yang baru.
3. Sintesis dan Analistik, misal : segala kejadian pasti ada sebabnya. Ilmu
pengetahuan disusun atas putusan itu yang mengandaikan adanya putusan-
putusan baru serta bersifat umum.
(putusan baru : aposteriori (sintesis) dan bersifat umum : apriori (analitik).
III. Dengan filsafatnya itu, Kant menyelidiki secara mendasar objektivitas ilmu pengetahuan
untuk itu perlu menghindarkan diri dari sikap sepihak (rasionalisme/empirisme). Atas
dasar itu perlu kritik atas rasio murni.
IV. Hasil kritiknya : ditemukan adanya putusan yang "sintesis-apriori" : putusan yang
sekalipun sintesis tapi tidak tergantung pada / dari pengalaman.
 Apa yang dimaksud rantai penghubungnya? Filsafat yang menangani masalah ini,
oleh Kant disebut "Filsafat Transendental" : Filsafat yang memiliki cara orang
mengenal segala sesuatu.
V. Berkenaan dengan itu sebenarnya ada daya pengenalan yang itu bertingkat :
A. Terendah : pengamatan indrawi
B. Lebih tinggi : pengamatan akal
C. Paling tinggi : pengamatan rasio / budi
VI. Dari pengamatan indrawi, sebenarnya kita bukan memperoleh sesuatu putusan karena
bisa jadi masih sepotong-sepotong : seperti, melihat rumah > tampak depan, samping,
belakang, dst. Tapi seketika itu kita bisa memiliki keputusan tentang rumah secara utuh.
Ini karena kita mampu "mengadakan" (berpikir untuk membentuk) Pengertian
transendental dan perolehan dari berpikir itu yang berupa pengertian transeden
tersebut, disebut "kategori" "bentuk-bentuk didalamnya aku transedental berpikir".

Anda mungkin juga menyukai