Anda di halaman 1dari 45

Bab VI.

Emanuel Kant: Kritisisme

• Lahir: 1724 di Königsberg di Prussia Timur. Ayahnya


seorang tukang pembuat pelana. Untuk mendapat
BIOGRAFI nafkah hidup ia menjadi guru pribadi pada
beberapa keluarga. Sejak 1755 ia mengajar di
Universitas Königsberg, tetapi baru pada tahun
1770 ia akhirnya menjadi professor. Meninggal :
1804.
• Kritik David Hume terhadap Metafisika disambut
baik oleh Kant. Hume beralasan bahwa paham
Metafisika harus ditolak karena kepastian
hanyalah Kepastian faktual-empiris. Namun
menurut Kant daya penjelasan argumentasi Hume
amat tidak memadai.
• Sebetulnya filsafat Kant dapat digolongkan ke
dalam aliran rasionalisme, walau pada akhirnya
Kant memulai penyelidikannya pada keterbatasan
kemampuan rasio.
• Filsafat sebelum Kant dinilai amat dogmatis
karena amat mempercayai kemampuan Ratio,
padahal Ratio memiliki kemampuan yang
terbatas. Karena itu usaha melakukan
penyelidikan terhadap kemampuan Ratio
merupakan suatu yg amat perlu.
• Oki, filsafat Kant disebut Kritisisme, yaitu
cabang filsafat yang memulai perjalanannya
dengan terlebih dahulu menyelidiki
kemampuan dan batas-batas Rasio.
• Menurut Kant, tujuan epistemologi bukan terutama
untuk menjawab pertanyaan apakah manusia
dapat tahu, melainkan untuk menemukan syarat-
syarat kemungkinan pengetahuan, jangkauannya
dan batas-batas pengetahuan manusia.
• Filsafatnya bersifat kritis: akal budi harus menilai
kemampuan dan keterbatasannya dalam usaha
memperoleh pengetahuan.
Epistemolog
• Kant bermaksud mendamaikan Rasionalisme
i
dan Empirisme: unsur-unsur a priori dalam
pengenalan (= unsur yang terlepas dari
pengalamani seperti misalnya “idea-idea
bawaan” Descartes dan unsur2 a posteriori ,
yaitu unsur-unsur dari pengalaman.
Tujuan • Dengan kata lain menurut Kant, pengenalan
atau pengetahuan (pengetahuan) harus
apriori & merupakan sintese antara unsur-unsur a priori
aposteriori dengan unsur-unsur a posteriori.
• Kant menolak skeptisisme Hume yang
mengatakan bahwa tak ada kepastian, yang ada
adalah kebarangkalian. Kant tegaskan bahwa ada
pengetahuan mutlak pasti seperti dalam IPA (=
Revolusi
air mendidih pada 100 derajad)
Kopernikan
• Kant bertanya: bagaimana kepastian itu menjadi
mungkin? Syarat-syarat manakah yang harus
dipenuhi agar ilmu alam dapat menghasilkan
kepastian mutlak?
• Jawaban Kant: Pengenalan berpusat pada
subyek, bukan pada obyek: bukan subyek yang
tergantung pada obyek, tetapi sebaliknya obyek
tergantung pada subyek. (Kopernikus: bukan
Revolusi
matahari mengelilingi bumi, tetapi bumi
Kopernikan
mengelilingi matahari)
• Obyek mengarahkan diri pada si subyek. Obyek
sejauh menampakkan diri (fenomenon) dan
sejauh diketahui, distrukturkan oleh subyek;
obyek sebagaimana adanya (noumenon: das Ding
an sich), tidak dapat diketahui.

• “Revolusi kopernikan“ ini adalah jalan satu-
satunya untuk menjamin kebenaran, yaitu
kesesuaian antara obyek dan pikiran.
• Kant mengkritik paham tradisional tentang
kebenaran sebagai penyesuaian diri dari
pengertian terhadap realitas. Yg betul adalah
realitas menyesuaikan diri dengan pengertian.
• Konsekwensi: Obyek yg kita ketahui bukanlah
das ding an sich, melainkan realitas yang sudah
direkayasa oleh pengertian. Obyek itu
dinamakan fenomen, bukan Noumenon.
• Berkat kategori ruang dan waktu, obyektivitas
fenomen itu diterima dari cara kita menangani
kesan-kesan dari obyek
• Beberapa kesimpulan penting dari revolusi
kopernikan Kant:
• 1) pengetahuan dalam arti yg sesungguhnya
hanya mungkin dalam bidang indrawi karena
Revolusi
Kopernikan
hanya dalam bidang indrawi itu terjadi
penyesuaian diri dari realitas dengan
pengertian, meskipun realitas itu hanya dalam
bentuk yang telah diterjemahkan ke dalam
bahasa apriori pengertian kita.
• Konsep-konsep adi-indrawi tidak memiliki
realitas, seperti konsep a) Substantia dan
Kausalitas, b) konsep Jiwa dan Allah.
• 2) Struktur a priori itu sendiri tak pernah berasal dari
pengalaman. Sesuatu itu baru bisa dipahami sesuai
dengan syarat-syarat akal budi kita yang subyektif,
• Syarat-syarat itu disebut kategori-kategori a priori.
“Kategori”: alat kerja ratio untuk menangani obyek2
Revolusi
Kopernikan indrawi.
• Kategori-kategori a priori itulah yang menentukan
pengetahuan kita akan sesuatu (unsur formal), bukan
unsur Material dari sesuatu tersebut.
• 3) Dengan mencari syarat-syarat terdalam
yang memungkinkan kesahihan pengetahuan,
Kant mengklaim telah mensintesakan unsur-
Revolusi
Kopernikan
unsur Empirisme dan Rasionalisme untuk
menghasilkan pengetahuan yang mencakup
unsur indrawi dan akal budi
Refleksi Transendental:

• Kritisisme Kant disebut juga sebagai refleksi


transendental, karena Kant memprioritaskan usaha
mencari syarat-syarat terdalam dari pengetahuan
kita.
• Refleksi itu dijalankan dengan beberapa tahap:
a. Pengenalan pada taraf Indra,
b. Pengenalan pada taraf akal budi dan
c. Pengenalan pada taraf Ratio.
1) Pengenalan pada taraf indera:

 Yang kita kenal pada taraf ini adalah fenomen, gejala


atau penampakan, gambar dari sesuatu.
 Pengetahuan pada taraf ini berupa sintesa antara
unsur-unsur a priori dan unsur-unsur a posteriori.
 Unsur apriori memainkan peran Forma; unsur
aposteriori memainkan peran materia (isi
pengetahuan: fenomen dari sesuatu).
 Jadi: menurut Kant, pengetahuan manusia terdiri dari
unsur Forma dan Materia.
• Forma: bentuk mengenal, berupa jumlah hukum yang
berasal dari dan bergantung pada kodrat dan struktur
(pikiran) manusia. Forma-forma itu bersifat apriori
dan tidak bergantung dari pengalaman.
• Fungsi forma: mengatur proses mengenal sekian
sehingga proses itu harus ikut hukum-hukum pikiran.
• Pada tingkat sensasi, ada dua forma apriori: ruang
dan waktu.
• Pada tingkat intelek ada 12 forma apriori, yang
disebut Kant sebagai kategori, yang memungkinan
susunan pernyataan, putusan.
• Pada tingkat ratio, ada tiga forma apriori: jiwa, alam
dunia, Allah.
• Materia adalah isi mengenal, unsur a-posteriori
dan berasal dari pengalaman inderawi.
• forma tanpa materia adalah kosong, namun forma
lebih penting dari materia.
• Karena sensasi tak lain dari kesan-kesan subyektif,
tidak teratur, tanpa arti,
• maka forma adalah hal yang dipakai oleh roh untuk
mengatur: 1) kesan-kesan itu dalam ruang dan
waktu, 2) menghubungkan obyek-obyek itu satu
dengan yang lain.
Contoh pengenalan pada taraf inderawi:
 indera mata menerima rangsangan berupa bentuk
meja, warna meja; indera peraba menerima
rangsangan kasar halusnya, indera pendengaran
menerima rangsangan gelombang suara sebagai hasil
gesekan meja dan lantai. Semua cerapan indrawi itu
merupakan fenomen dari meja (materia
pengetahuan/isi pengetahuan).
 Jadi yang kita kenali bukanlah meja itu sendiri (in se),
melainkan fenomen meja.
 Fenomen meja itu terbentuk berkat unsur a priori
pada taraf indera, yaitu ruang dan waktu, oki: Yg
diamati bukan meja abstrak.
• Jadi, menurut Kant unsur a priori itu sudah
terdapat pada pengenalan taraf inderawi, yaitu
ruang dan waktu.
• Sintesis antara unsur dari luar (aposteriori) dan
forma apriori “ruang dan waktu” itulah yang
disebut fenomen dari meja.
• Hanya fenomen itulah yang kita kenal pada taraf
indra, bukan Noumenon.
• Unsur aposteriori adalah cerapan2 indrawi yg kita
terima dari obyek. Dan cerapan-cera[an itu dibentuk
oleh daya sensibilis menjadi fenomen/gambar meja.
Penggambaran itu dimungkinkan berkat unsur apriori
pada taraf pengenalan indra, yaitu waktu dan ruang (=
forma).
• Waktu dan Ruang merupakan forma apriori
pengindraan. Sintesa antara unsur aposteriori dan
unsur dan forma apriori ruang dan waktu disebut
gejala atau penampakan. Yang kita kenal hanyalah
fenomen
2) Pengenalan pada taraf akalbudi: Membuat putusan
• Kant membedakan antara istilah Akal budi (Verstand) yang
berkaitan dengan penampakan benda-benda secara
langsung, dan Rasio (Vernunft) berkaitan secara tidak
langsung.
• Rasio hanya mampu menghasilkan ide-ide transendental
yang tidak bisa memperluas pengetahuan kita tetapi
memiliki fungsi regulatif putusan-putusan ke dalam
argumentasi. Rasio merumuskan putusan-putusan yang
dibuat akal budi ke dalam kesatuan atau asas yang lebih
tinggi.
• Tugas akal budi: membuat putusan-putusan (kalimat).
Putusan: sintese antara data-indrawi dan unsur-unsur a
priori akal budi.
• Kalimat „saya melihat rumah“: Dalam hal ini subyek
„saya“ hanya menerima kesan-kesan sensibilis
yang bermacam-macam seperti atapnya dari
genteng, dinding temboknya, jendela kaca dan
pintu, dsb. Cerapan-cerapan indrawi itu belum
mewujudkan sintesis.
• Lalu akal budi menyusun cerapan-cerapan itu
sehingga menjadi suatu fenomen yang dikuasai
oleh Forma ruang dan waktu.
• Perolehan gambar atau fenomen rumah, tak berarti
berpengetahuan tentang rumah. Supaya bisa
mengetahui rumah itu, saya harus memikirkannya.
Berpikir adalah menyusun putusan.
• Putusan „Rumah itu indah“, masih berkisar di
bidang empiris sebab baik rumah maupun indah
adalah pengertian empiris.
• Akan tetapi pengertian-pengertian empiris itu
diturunkan dari pengertian a priori sifatnya.
Pengertian2 itu sudah ada pada manusia, sekalipun
pengertian2 itu diaktualkan pada saat
berlangsungnya pengamatan inderawi.
• Cerapan2 yang telah disusun menjadi gambar tadi
dipikirkan menurut salah satu pengertian a priori tertentu,
yang oleh Kant disebut sebagai “Kategori”. Kategori2 itu
memungkinkan pengenalan.
• (12 Kategori: Kesatuan, Kemajemukan, Keseluruhan,
Realitas, Negasi, Limitas, Substansi, Kausalitas, Komunitas,
Kemungkinan/kemustahilan, Eksistensi –Non-eksistensi,
Keniscayaan – Kontingensi.
• Ada tiga jenis Keputusan:
– keputusan analitis a priori, keputusan sintetis a
posteriori, keputusan sintetis a priori.
• Dalam putusan analitis apriori (“Semua lingkaran
Bulat)”, predikat (bulat) sudah termuat dalam subyek.
Predikat bulat sudah terkandung dalam subyek “semua
lingkaran”. Putusan ini disebut putusan analitis a priori
karena predikat diperoleh dengan cara menganalisa
subyek, tanpa pengalaman. Tidak menghasilkan
pengetahuan atau informasi baru.
• Dalam putusan analitis, predikat dapat dipakai untuk
subyek tanpa membutuhkan pengalaman.Tetapi
putusan semacam itu tidak menambah apa pun bagi
pengetahuan kita.
• Kedua, putusan sintetis a posteriori, hal mana predikat
dihubungkan dengan subyek berdasarkan pengalaman
inderawi. Contoh: “Es itu dingin”: Putusan ini terdiri dari
predikat (dingin) yang diperoleh dari pengalaman (a
posteriori) dan menambah hal baru pada subyeknya (es)
sehingga bersifat sintetis.
• Putusan sintetis: putusan yg predikatnya tak terkandung
dalam subyek, sehingga predikat tersebut merupakan
informasi baru.
• Ketiga, putusan sintetis a priori yang menegaskan
bahwa akal budi dan pengalaman inderawi dibutuhkan
secara serempak. Ilmu pasti dan ilmu alam bersifat
sintetis a priori.
• Contoh: “segala sesuatu ada sebabnya”. Dalam kalimat
ini predikat (ada sebabnya) menambah hal baru pada
subyek (segala sesuatu), sehingga ia bersifat sintetis,
tetapi predikat itu tidak didapat dari pengalaman dan
tidak merupakan analisa atas subyek
• Menurut Kant, sebuah putusan bersifat ilmiah jika
bersifat sintetis dan a priori sekaligus. Itu berarti,
putusan tersebut tidak bergantung pada pengalaman
indrawi (harus bersifat a priori) dan harus
menghasilkan informasi baru (sintetis).
• Maka, putusan ilmiah harus bersifat sintetis a priori.
• Putusan sintetis apriori yang banyak dijumpai dalam ilmu
alam memungkinkan kemajuan ilmu pengetahuan.
• Keputusan jenis ini (“segala sesuatu ada sebabnya”)
dimungkinkan, karena dalam akal budi terdapat unsur-
unsur a priori (=kategori-kategori) yang bersintetis dengan
data inderawi sebagai unsur aposteriori.
• Putusan sintetis apriori bersifat universal dan seharusnya.
Putusan-putusan jenis ini tidak berasal dari pengalaman,
melainkan berdasarkan atas forma apriori yakni dua forma
yang berhubungan dengan sensasi (ruang dan waktu) dan
12 kategori.
3) Pengenalan Pada Taraf Ratio (Vernunft)
• Menurut Kant, Rasio hanya menghasilkan ide-ide
transendental yang tidak bisa memperluas
pengetahuan kita tetapi memiliki fungsi regulatif
putusan-putusan ke dalam argumentasi. Rasio
merumuskan putusan-putusan yang dibuat akal budi
ke dalam asas yang lebih tinggi.
• Pada taraf ini terdapat daya pencipta pengertian-
pengertian murni, yaitu pengertian yang tidak
diberikan oleh pengalaman sebagaimana pada taraf
akal budi (verstand).
• Pengertian-pengertian murni itu disebut sebagai idea,
seperti idea tentang jiwa, dunia dan Allah yg
menyangkut realitas yang melampaui pengalaman.
• Idea-idea itu jauh dari kenyataan obyektif dan bersifat
transendental. Idea-idea itu berbeda sekali dengan
kategori, sebab kategori dikaitkan dengan gagasan
tentang hal-hal yang nyata.
• Yang dimaksudkan dengan idea adalah cita-cita yang
menjamin kesatuan terakhir dalam bidang gejala-
gejala psikis (jiwa), dalam bidang kejadian-kejadian
jasmani (dunia) dan Allah.
• Ketiga idea tersebut tidak termasuk dunia
pengalaman. Oleh karena itu tidak mungkin filsafat
mengenal hal-hal yang mengatasi dunia indera. Kant
menentang adanya bukti-bukti tentang Allah.
• Namun, jika rasio memikirkan idea-idea itu, maka hal
itu bukan penyelewengan rasio dan bukan pula
suatu fantasi sewenang-wenang, sebab hal itu
dilakukan berdasarkan keharusan berpikir. Yaitu
bahwa manusia selalu haus akan pengetahuan.
Kehausan itu tidak dapat dipuaskan oleh akal. Rasio-
lah yang bisa menerobos ke gagasan-gagasan lebih
jauh. Akan tetapi hal itu tidak menambah isi
pengetahuan manusia.
• Tugas Rasio adalah menarik kesimpulan dari
putusan-putusan. Rasio mengadakan argumentasi-
argumentasi. Seperti akal budi menggabungkan
data-data inderawi dengan mengadakan putusan-
putusan, demikian pun rasio menggabungkan
putusan-putusan.
• Pembentukan argumentasi-argumentasi itu
dipimpin oleh tiga idea, yaitu jiwa, dunia dan Allah.
Ketiga idea tersebut mengatur argumentasi-
argumentasi kita tentang pengalaman, tetapi ketiga
idea itu sendiri tidak termasuk dalam pengalaman
empiris kita, melainkan termasuk metafisika.
• Metafisika misalnya berusaha membuktikan
adanya Allah sebagai penyebab pertama alam
semesta. Tetapi dengan itu metafisika melewati
batas-batas yang ditentukan bagi pengenalan
manusia.
• Adanya Allah dan immortalitas jiwa tak dapat
dibuktikan, sekalipun metafisika mengusahakan
pembuktian seperti itu. Usaha metafisika itu sia-
sia.
Tanggapan kritis:

• Pertama, Kant mengatakan bahwa pengalaman


inderawi selalu mengacu pada hal individual,
sedangkan intelek selalu mengacu pada yang
universal. Kesimpulan Kant, jelas bahwa yang
universal itu tidak berasal dari yang individual. Jadi
yang universal itu berasal dari intelek. Yang universal
itu ada secara apriori pada intelek manusia.
• Yang benar adalahbahwa pada intelek tak ada
universalitas yang diberikan dalam pengertian.
Yang ada hanyalah kesanggupan khusus untuk
melihat, menangkap dalam obyek indrawi, esensi
dari obyek itu.
• Intelek mencapai esensi itu dengan
menyingkirkan segala ciri khas yang bersifat
individual. Itu berarti mengabstraksikan esensi
dari suatu obyek individual. Dan esensi yang
sama ada pada banyak individu.
• Justru berdasarkan kesamaan (esensi) pada barang
individu, individu-individu itu dianggap sebagai satu
species. Kita gunakan pengertian “manusia” bagi
semua individu-individu, tetapi pada dasarnya esensi
mereka sama: kemanusiaan.
• Kita memberikan mereka nama yang sama, karena
intelek mampu mencapai di dalam mereka unsur
yang umum itu, yaitu esensi.
• Jadi intelek mencapai esensia dari suatu barang
dan membentuk pengertian dari barang itu
dengan melepaskan atau menyingkirkan ciri-ciri
khusus, individual. Itu berarti mengabstraksikan
esensi dari suatu obyek.
• Tetapi pengertian itu menjadi umum, universal,
karena pada banyak individu ada esensi yang
sama. Justru berdasarkan esensi yang sama
individu-individu itu digolongkan dalam satu
species.
• Oleh karena itu, pengertian universal tidak
mempunyai sumbernya dalam intelek, melainkan
pada esensi barang-barang: banyak individu
mempunyai esensi yang sama.
• Kesalahan Kant adalah bahwa dia tidak menerima
teori psikologi mengenal mengenai proses abstraksi.
Kedua, Mengenai Putusan Analitis:
• Benar bahwa dalam putusan analitis predikat
terdapat pada subyek. Oleh karena itu untuk
menyusun putusan analitis tak perlu kita melakukan
eksperimen untuk melihat apakah predikat itu benar-
benar sesuai dengan subyeknya. “Semua lingkaran
bulat”
• Dalam putusan analitis, suatu keseluruhan lebih
besar dari suatu bagian-bagian. Tetapi juga putusan
analitis mengandaikan suatu pengalaman empiris,
yaitu pengalaman empiris tentang keseluruhan dan
bagiannya sebelum saya mampu mengungkapkan
putusan analitis itu.
• Hanya jika sesudah saya mengabstraksikan dari
pengalaman pengertian “keseluruhan” dan
pengertian “bagian”, barulah saya dapat menyusun
putusan analitis itu.
• Jadi benar bahwa pengalaman tidak perlu untuk
menyusun putusan itu, tetapi pengalaman dan
abstraksi dibutuhkan untuk mendapatkan
pengerian-pengertian dari mana putusan itu di
adakan atau disusun.
Ketiga, mengenai putusan sintetis apriori
• Kant membuat distingsi antara putusan analitis dan sintesis.
• Yang benar bahwa semua putusan serentak bersifat analitis dan
sintetis.
• Analitis karena predikat selalu menyatakan sesuatu yang ada pada
subyek. Misalnya predikat pintar: Pintar itu ada pada Petrus, dan
kita dapatkan predikat pintar itu dengan analisa atas subyek,
Petrus. Sintetis karena predikat itu kalau dipandang dari aspek
yang lain, toh berbeda dari subyek. Segala keputusan selalu
memperkaya pengetahuan manusia karena predikat
mengeksplisitkan sesuatu yang ada secara implisit pada subyek.
• Distingsi antara putusan analitis dan sintentis yang dibuat Kant,
hanya berlaku kalau diterima doktrin konseptualisme. Menurut
doktrin tersebut yang manusia kenal adalah konsep-konsep saja
sehingga dalam proses mengenal ada hubungan langsung antara
manusia dengan barang itu yang merupakan obyek pengetahuan
itu.
• Jadi dalam sistem itu ada putusan analitis kalau dalam
pengertian subyek terdapat pengertian predikat. Kalau
pengertian2 predikat tidak terdapat pada pengertian
subyek, maka ada putusan sintetis di mana menurut
Kant predikat seakan-akan datang dari luar.
• Tetapi sebenarnya dalam proses mengenal orang-
mencapai barang itu sendiri melalui penngertian.
Manusia mengenal bukan suatu pengertian, melainkan
barang itu sendiri, melalui pengertiannya. Melalui
pengertian itu manusia melihat barang itu sendiri.
• Distingsi Kant antara analitis dan sintetis tidak
menyangkut suatu pembangian putusan atas dua
macam. Distingsi itu hanya berarti dua cara pandang
atas putusan yang sama. Suatu putusan kelihatan analitis
jika kita memandang bagaimana P terdapat pada S.
Kelihatan sintetis kalua kita menghiraukan perbedaan
antara S dan P.
Diskusi Ringkas Mengenai Rasionalisme Secara Umum
• Positif: Rasionalisme mengemukakan suatu yang
diabaikan dalam empirisme. Yaitu bahwa peranan intelek
yang mengatasi pengetahuan inderawi’ adanya
pengertian-pengertian yang bersifat intelektual; prinsip-
prinsip dasar bukanlah hasil pengalaman inderawi saja.
• Negatif: dengan mengandaikan ide-ide bawaan dan forma
apriori rasionalisme mengabaikan beberapa hal:
• Sifat pasif roh manusia. Roh itu menjadi aktif hanya kalau
dirangsang, digiatkan oleh suatu obyek yang diterima dari
pengalaman inderawi. Jadi rasionalis meremehkan peranan
pengalaman.
• Kesalahan terdalam ketika rasionalisme menyatakan
bahwa pengalaman hanya memberi fakta partikular dan
kontingen, tak pernah esensial dan universal. Tetapi dua
fakta itu diketahui justru berdasarkan pengalaman. Orang
tahu dari pengalaman.
• Akan tetapi tesis itu (pengalaman hanya menghidangkan
fakta partikular kontingen), merupakan dasar dan titik tolak
dari rasionalisme. Jadi ada suatu kontradiksi pada dasar
argumentasi. Dia bertolak dari pengalaman, dari suatu tese
yang berasal dari pengalaman dan serentak menyangkal
nilai pengalaman.
• Jadi, emprisme tidak didasarkan atas pengalaman saja. Jelas
bahwa konstruksi sistem itu adalah karya intelek dan
pemikiran(reasoning). Namun, intelek dan pemikiran
mengandaikan pengalaman, tetapi di pihak lain
mengatasinya.
• Kesalahan dasar rasionalisme: menolak doktrin tentang
abstraksi karena menganggapnya sebagai unsur empirisme
dan psikologisme. Benar bahwa pengertian kita berasal dari
pengalaman, tetapi abstrakksi justru berarti suatu proses
melalui mana dari suatu pengalaman tentang obyek yang
individual konkrit, ditarik esensi sifatnya universal.

***

Anda mungkin juga menyukai