0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
7 tayangan21 halaman
[Ringkasan]
Bab ini membahas masa keemasan filsafat Yunani kuno pada abad ke-5 SM. Pada masa ini, kota-kota Yunani seperti Sparta dan Athena mengalami kejayaan dalam seni, ilmu pengetahuan, dan demokrasi. Kaum Sofis muncul sebagai guru-guru baru yang mengajarkan skeptisisme, relativisme, dan keterampilan berbicara. Dua tokoh Sofis penting adalah Protagoras yang memperkenalkan pandangan bahwa manusia
[Ringkasan]
Bab ini membahas masa keemasan filsafat Yunani kuno pada abad ke-5 SM. Pada masa ini, kota-kota Yunani seperti Sparta dan Athena mengalami kejayaan dalam seni, ilmu pengetahuan, dan demokrasi. Kaum Sofis muncul sebagai guru-guru baru yang mengajarkan skeptisisme, relativisme, dan keterampilan berbicara. Dua tokoh Sofis penting adalah Protagoras yang memperkenalkan pandangan bahwa manusia
[Ringkasan]
Bab ini membahas masa keemasan filsafat Yunani kuno pada abad ke-5 SM. Pada masa ini, kota-kota Yunani seperti Sparta dan Athena mengalami kejayaan dalam seni, ilmu pengetahuan, dan demokrasi. Kaum Sofis muncul sebagai guru-guru baru yang mengajarkan skeptisisme, relativisme, dan keterampilan berbicara. Dua tokoh Sofis penting adalah Protagoras yang memperkenalkan pandangan bahwa manusia
Kota-kota Yunani seperti Sparta dan Athena mengalami
masa kejayaan. Hidup orang Yunani sangat baik. Seni berkembang. Ilmu pengetahuan maju pesat. Athena pada waktu itu sudah sangat terkenal sampai ke seluruh dunia, terutama dalam bidang politik. Athena menjadi pusat perdagangan dan militer. Athena sangat kaya sehingga menjadi contoh untuk banyak kota lain dalam konstitusi, demokrasi dan keadilan. Dalam filsafat, sekolah Sokrates, Plato dan Aristoteles didirikan. A. KAUM SOFIST
Para filsuf ditantang untuk melawan pendapat umum
bahwa: Kita tidak pernah tahu dunia riil Dunia pengalaman sehari-hari kita hanyalah sebuah ilusi Kebingungan dan paradoks menyiapkan sebuah tantangan intelektual dan sekaligus membuka ruang bagi semua model penjelasan atau argumen serta membebaskan pikiran kaum muda dari dogmatisme pendapat umum. Beberapa filsuf muda yang menamakan diri mereka Sophist,—guru kebijaksanaan yang berjalan dari kota ke untuk mengajar gramar, rhetorika, literatur dan berbagai ilmu lain—menggunakan metode argumentasi baru untuk meremehkan dan sekaligus membuat lelucon atas filsafat —menjadikan politik sebagai karier mereka dalam negara. Secara umum ada dua kelompok kaum sofis: Kelompok pertama mengembangkan skeptisisme Kelompok kedua mengajarkan retorika Manusia tidak mampu mengenal kebenaran absolut
Semua pengetahuan dan nilai manusia
Skepti bersifat relatif dan tidak benar secara sisme absolut sama sekali.
Dalam etika, ideal-ideal kita tidak lain
Kaum dari ideal-ideal orang yang Sofist memerintah dan bahwa keadilan tidak lain daripada keuntungan bagi mereka yang berkuasa.
Retorika: mengajarkan sarana-sarana
bagaimana mengajar orang-orang muda Athena untuk memenangkan argumentasi. Beberapa ciri umum kaum sofist: Filsafat dijadikan sebagai sesuatu yang praktis, sebagai cara untuk bertahan hidup dalam dunia. Karena itu, dalam pengajaran, mereka menuntut bayaran atas ajaran mereka. Mereka bukanlah filsuf tetapi guru yang dibayar. Akibatnya, Plato dan Aristoteles menilai sangat negatif kehadiran dan peran mereka. Mereka dianggap terlalu berorientasi praktis sehingga mengabaikan obyektivitas ilmu. Mereka ahli dalam membujuk orang dengan gagasan- gagasan karena mengandalkan kemampuan dan seni berbicara atau berpidato. Kaum sofist berpegang pada prinsip dasar, seperti diungkapkan oleh Plato:
Kalau engkau sanggup meyakinkan orang lain di depan
hakim di pengadilan, di depan seluruh rakyat dan musyawarah rakyat, maka engkau pasti berhasil... Karena engkau telah memiliki semuanya dalam tanganmu. Seorang dokter pun akan menjadi hambamu, si pelatih olahraga menjadi budakmu. Seorang pegawai bank akan segera menunjukkan bahwa dia tidak mau bekerja untuk dirinya sendiri tetapi untuk orang lain dan orang lain itu adalah engkau karena engkau sanggup berbicara dan meyakinkan banyak orang. Aspek positif yang ditampilkan oleh kaum sofist di Yunani:
Pertama, kaum sofist membantu menumbuhkan demokratisasi
pendidikan. Mereka memperluas wilayah cakupan kaum terpelajar dengan kesediaan untuk menjadi guru bagi siapa saja. Pendidikan bukan lagi ditentukan oleh keturunan dan kelahiran, tetapi kesediaan untuk belajar dan kemampuan untuk membayar. Ini sebuah langkah penting bagi proses pencerdasan seluruh bangsa. Kedua, pada waktu itu, pengetahuan milik kaum aristokrat karena mereka tidak disibukkan dengan urusan-urusan mencari nafkah. Dengan menjadikan pendidikan sebagai sebuah jenis pekerjaan, mereka mendobrak privilese pendidikan dan sekaligus memberikan dasar bagi profesi guru. Seorang guru yang dibayar harus menjalankan tugasnya dengan baik. Ketiga, ketidakterikatan mereka pada satu polis memang menjadi duri yang menusuk paham politis bangsa Yunani yang mengikat orang pada polisnya sendiri. Tetapi dengan menjadi petualang mereka sebenarnya menjadi benih bagi pluralitas dan pengalaman kemajemukan. Petualangan mereka mencermnkan sebuah petualangan intelektual, yang selalu dibutuhkan oleh sebuah masyarakat, kebudayaan dan agama untuk dapat berkembang. Keempat, dengan sofisme, untuk pertama kalinya dalam sejarah filsafat Yunani orang mengalihkan perhatian dari alam kepada manusia. Dalam arti, kalau filsuf presokrates lebih memfokuskan diri pada mencari prinsip dasar alam semesta, kaum sofist memfokuskan diri pada manusia dengan mengajar mereka. Kelima, kaum sofist menjadikan pemikiran sebagai obyek pemikiran sendiri, dalam arti bahwa mereka berpikir tentang berpikir itu sendiri, bertanya tentang syarat-syarat berpikir. Keenam, mereka menjadikan etika bagian dari permenungan rasional mereka. Etika menjadi bagian dari filsafat. Ketujuh, dengan perhatian besar pada retorika, mereka menjadi pendorong bagi pendalaman gramatika dan ilmu bahasa pada umumnya. 1. Protagoras
Lahir di Abdera dan pindah ke Athena. Dia menjalin
relasi dengan penguasa pada waktu itu, Perikles. Protagoras diminta untuk menyusun konstitusi kota, Thurioi, sebuah koloni di Italia selatan. Konstitusi ini bersifat demokratis, yang membatasi hak milik atas tanah guna melindungi orang-orang miskin dan yang memasukan aturan wajib belajar bagi semua anak. Protagoras menggunakan term sofist untuk dirinya sebagai guru pengetahuan dan budi pekerti. Siapa itu manusia: Manusia adalah ens politicum (makhluk politis) dan karena itu sanggup mempelajari sejumlah keterampilan (tekhnai) politis. Manusia yang berbudi adalah seorang warga polis yang baik (politikus yang baik). Pentingnya memiliki kebijaksanaan karena dengan kebijaksanaan orang dapat: Menasihati diri sendiri dan orang lain Mampu mengurusi keluarga dan masyarakat. Dia juga mengajarkan kemampuan retoris agar para murid bisa meyakinkan masyarakat tentang pendapat mereka sendiri. Protagoras adalah orang pertama yang menggunakan term tekhne dalam arti sebuah teori yang dapat diajarkan dan dipelajari. Kumpulan karyanya Antilogia merupakan buku pegangan untuk retorika, dalamnya dia mengembangkan teknik-teknik berbicara yang menekankan ketepatan ungkapan (orthopeia). Pandangan filosofis: HOMO MENSURA, manusia adalah ukuran segala sesuatu. Ada tidaknya sesuatu ditentukan oleh manusia. Kita tidak dapat mengetahui sesuatu yang sungguh-sungguh ada tetapi hanya apa yang seolah-lah ada untuk kita. Manusia adalah ukuran, dalam arti bahwa manusia terbatas pada sudut pandang mereka sendiri dan sudut pandang ini tidak mengizinkan kita untuk mengetahui sesuatu sebagaimana barang itu ada. Bagi manusia, benda-benda ada sebagaimana mereka tampak baginya. Angin yang sama yang menghembusi dua orang bisa dialami secara berbeda oleh dua orang: yang satu bisa merasakan sebagai sesuatu yang hangat dan yang lain dingin. Benda ada sebagaimana mereka dialami dan dirasakan oleh manusia, individu-individu kongkret. Di sini, kita tidak bisa mengatakan bahwa apa yang dirasakan yang satu benar dari yang lain salah. Klaim kebenaran atau kesalahan adalah tanda kesewenang-wenangan. Kita tidak bisa mengatakan apa yang kebetulan kita alami atau rasakan sebagai sesuatu yang benar atau salah untuk semua orang. Protagoras adalah bapak relativisme karena pandangannya bahwa semua pengetahuan relatif karena sesuai dengan sumber, konteks, budaya, masyarakat, pribadi. Karakteristik pandangan Protagoras: NIHILISTIK ONTOLOGIS karena tidak ada sesuatupun yang tetap dan absolut, yang tak berubah. Tidak ada sesuatupun yang menjamin kesatuan dari yang ada. Sensualistik radikal karena subyek secara pasif menerima sesuatu dengan indranya. Yang diterima subyek adalah kesan-kesan indrawi dan karena itu kesan itu selalu benar untuk orang yang mengalaminya. Segala sesuatu ada sebagai akibat dari perpaduan antara gerakan aktif dan penerimaan pasif. Karena kriterium kebenaran adalah kesan indrawi seseorang maka tidak ada kebenaran mutlak. Protagoras adalah seorang skeptis dalam kaitannya dengan pengetahuan karena dia meragukan obyektivitas dan kebenaran dari apa yang dialami atau dirasakan secara indrawi. Skeptisisme Protagoras juga tampak dalam teologinya yang bersifat agnostis. Dia menulis: “Tentang para dewa saya tidak mempunyai pengetahuan apa-apa karena banyak sekali yang menghalangi pengetahuan serupa itu; baik kekelaman obyek itu sendiri maupun kehidupan manusia. Saya tidak dapat mengetahui entahkah para dewa ada atau tidak.” Ada dua syarat yang harus dipenuhi untuk bisa memastikan kebenaran tentang Allah: Kejelasan obyek itu sendiri, obyek yang jelas ada dan sanggup menimbulkan kesan pada manusia. Hidup manusia yang lama untuk dapat membuktikan kebenaran kesannya tentang Allah. 2. Gorgias
Gorgias terkenal karena kemampuan retorisnya. Secara
politis dia mengembangkan ide Panhellenisme, mempersatukan semua suku Yunani untuk menghadapi orang Persia. Menurutnya, perdamaian adalah sebuah keharusan dan sesuai dengan hakekat manusia. Keadaan damai merupakan antitesis peperangan yang tidak manusiawi. Gorgias juga seorang skeptis, yang meragukan kejelasan dan kepastian pengetahuan manusia. Kita tidak memiliki kriteria untuk menentukan entahkah sebuah pengetahuan yang ada dalam pikiran kita itu benar atau salah. Gagasan Gorgias bisa dirangkum dalam beberapa tesis dasar berikut: Tidak ada sesuatupun yang ada. Kalaupun ada sesuatu yang eksis, kita tidak dapat mengenalnya. Kalaupun kita dapat mengenal sesuatu, kita tidak dapat membahasakan atau mengkomunikasikannya kepada orang lain. Tesis-tesis dasar tersebut di atas menunjukan adanya nihilisme dan skeptisisme dalam pandangan Gorgias.
Tidak ada sesuatu yang bersifat baku, yang ada
dalam dirinya sendiri, yang merupakan rujukan dalam menilai kebenaran. Semua yang dapat dipikirkan dan dibicarakan merupakan pendapat, doxa. Karena semuanya merupakan pendapat maka yang terpenting adalah beragumen untuk menguji pendapat-pendapat tersebut. Siapa yang mampu menyakinkan yang lain dalam argumentasi itu, dinilai berhasil. Dia menekankan pentingnya retorika, yang dipahaminya sebagai pengarahan jiwa oleh logoi (tanda yang mewakili benda-benda yang ada di dunia luar). Dalam pembicaraan yang efektif dituntut kesanggupan untuk menyesuaikan diri dengan kondisi psikososial (penghayatan nilai) dan keadaan psikis pendengar dalam pemilihan dan pengorganisasian bukti, argumen, gaya, tempat dan waktu. Gorgias mendefinisikan retorika sebagai peitous demiurgos (yang melahirkan keyakinan). Retorika adalah hal yang terutama dari semua teknik karena hanya retorikalah yang menawarkan sebuah alternatif yang baik untuk mencegah penggunaan kekerasan dalam menyelesaikan perbedaan. Pembicaraan, dengan senjata utama kata-kata, mempunyai kekuatan yang ampuh untuk membebaskan orang dari ketakutan dan penderitaan, mendatangkan kegembiraan dan mendorong orang untuk terlibat. Berbeda dari sofist lainnya, Gorgias menolak untuk
mengajarkan arete (kebajikan hidup) karena
menurutnya tidak ada pengertian umum dan mengikat tentang kebajikan. Tindakan etis dinilai berdasarkan penilaian pribadi sesuai dengan jenis kelamin, umur, pekerjaan, status sosial dan situasi kongkretnya.