Anda di halaman 1dari 27

B.

Socrates

Para filsuf Barat selalu menjadikan Socrates sebagai


pahlawan mereka. Hal ini beralasan karena:
Dia dianggap sebagai ideal filosofis.
Dialah orang yang tidak pernah menyerah dalam
pencaharian tentang kebenaran,
Tidak dapat dikalahkan dalam argumentasi
Pada akhirnya, dia mati karena idealnya sendiri.
Misinya: menyelamatkan jiwanya dan misi politis,
termasuk menentang demokrasi. Dia menentang semua
model pemerintahan yang dipimpin oleh orang yang tidak
‘ekspert’ dalam memerintah.
Socrates mengidealkan negara republik, dipimpin
oleh filsuf. Athena sangat jauh dari ideal ini karena
dipimpin oleh “Thirty Tyrants”, yang secara sistematis
mengeksekusi warga negara dalam sebuah model
pemerintahan teror. Pemimpin ketiga puluh tiran itu
adalah Critias, salah satu murid Socrates.
Kejatuhan Thirty Tyrants: demokrasi berbalik
melawan Socrates:
Dia dituduh tidak percaya akan Allah orang Athena
dan merusakan orang muda.
Tuduhan tidak beralasan tetapi Socrates tetap
diadili.
Inilah pengalaman traumatis dalam sejarah filsafat.
Peringatan Socrates di pengadilan :
 “Orang yang terlibat dalam ketidakadilan akan lebih
menderita dari orang yang menderita karena
ketidakadilan.”
 “...Hai orang-orang Athena, saya tidak berjuang untuk
diriku sendiri seperti yang kamu pikirkan melainkan untuk
kepentingan kamu...”
 “Jika kamu berpikir bahwa dengan membunuh kamu
dapat menghalangi kritik atas hidupmu yang jahat, kamu
keliru. Cara yang paling mudah dan mulia bukannya
dengan melenyapkan orang lain melainkan binalah
dirimu.”
 Pada saat terakhir: “Saat perpisahan telah tiba dan kita
harus berpisah. Saya harus mati dan kamu harus hidup
terus. Mana yang lebih baik hanya Allahlah yang tahu.”
Ketika Socrates dieksekusi, Athena merupakan salah
satu kota yang paling demokratis di Yunani dan
Socrates baru mendapat reputasi sebagai salah seorang
filsuf terkenal karena kemampuannya
menyederhanakan ide-ide filosofis.
Dia mengajarkan:
Kebajikan sebagai harta milik yang sangat bernilai
Kebenaran melampaui bayang-bayang pengalaman
harian kita,
Urusan utama seorang filsuf adalah menunjukkan
betapa sedikitnya yang bisa kita ketahui.
Siapa Socrates:
 Seorang nabi PL sehingga sering disejajarkan dengan
Yesus. Seorang bijaksana. Dia mempertahankan
filsafatnya secara pribadi dan secara publik di tempat-
tempat umum di Athena, dia menyederhanakan
kebajikannya sendiri dan mengeritik para penguasa.
 Informasi tentangnya berasal dari laporan orang lain,
seperti cerita Plato (orakel di Kuil Delphi).
Kherephones bertanya kepada para dewa, apakah ada
manusia yang lebih bijaksana dari Socrates?
Jawabannya adalah tidak karena semua orang lain
mengira bahwa mereka mengetahui sesuatu,
walaupun dalam kenyataan mereka tidak mengetahui
apa-apa.
Socrates, yang tidak mengetahui apa-apa, tidak
mengira bahwa dia mengetahui sesuatu. Socrates
yakin bahwa dia dilengkapi dengan sebuah tugas
ilahi yakni menyakinkan manusia akan
ketidaktahuan mereka dan mencari bersama mereka
pengetahuan yang benar.
Plato menjadikan Socrates sebagai tokoh utama
dalam dialog-dialog:
 Dalam Apology Plato menulis pembelaan Socrates
di hadapan para hakim yang menghukumnya;
 Dalam Phaidon, kita menemukan kisah hari
terakhir hidupnya yang dilukiskan secara sangat
dramatis oleh Plato.
Ada dua pendapat yang berbeda:
Socrates adalah figur ciptaan Plato untuk
menyampaikan ide-idenya sendiri;
Apa yang dituturkan Plato merupakan
penyampaian ulang dari apa yang memang
diajarkan Socrates.
Diterima pendapat kedua:
Socrates adalah seorang figur historis yang telah
berjasa untuk Plato.
Dalam pemaparan tentang Socrates, tentu Plato
memasukan juga apa yang digagaskannya sendiri.
Plato dijadikan sumber untuk berbicara tentang
ide-ide Socrates.
a. Metode berfilsafat dan pengetahuan

Metode dialektika
Percakapan yang
teratur

Jalan terbaik memperoleh Bertujuan untuk membebaskan seseorang dari


ilusi dan menyiapkan diri untuk menerima
pengetahuan yang benar kebenaran.
Dua moment penting metode dialektika

Elenchos/elenchoi (penyangkalan)

Bergerak antara dua kutub: Menerima pendapat seseorang, lalu Penyangkalan bertujuan untuk
bagian yang menghancurkan lewat penyangkalan demi menyadarkan orang akan
penyangkalan akan tersingkap ketidaktahuannya. Dengan
dan bagian yang kenyataan bahwa pada dasarnya kesadaran akan ketidaktahuan,
membangun kembali yang ada hanyalah ketidaktahuan. tercipta ruang untuk belajar.
Manusia
memiliki
benih
Maietika tekhne
Dibutuhka
kebenaran n seorang
Muncul setelah orang sadar akan
tetapi filsuf yang
ketidaktahuan dan mengetahui
mereka tidak
benih-benih kebenaran dalam
diri mereka sendiri, tetapi
mereka membutuhkan bantuan mampu membantu
orang.
mengungkap untuk
kan itu membahas
dalam akan itu.
bahasa yang
tepat.
Membantu orang lain menemukan
dan mengungkapkan pendapatnya
sendiri.

Tujuan Teman bicara akhirnya memperjelas idenya


Dialekti sendiri sehingga hasil dari diskusi dapat
ka diungkapkan dalam pernyataan yang jelas

Partner pembicaraan mengalami diri berada


pada level yang sama: mereka adalah teman
sekaligus lawan bicara yang saling
menghormati
Contoh, Euthyphro:
Tempat: depan istana Raja Archon
Socrates sedang menunggu dengan cemas
siapa yang mengadukan dia ke pengadilan
dengan tuduhan kejahatan.
Bertemu Euthyphro, orang yang akan
mendakwa Socrates dan sekaligus mendakwa
ayahnya sendiri dengan tuduhan
pembunuhan atas seorang karyawan mereka.
Socrates berkata kepada Euthyphro:
Tidak semua orang dapat melakukan dengan baik
dan benar apa yang telah engkau lakukan.
Hanya orang yang sungguh-sungguh telah
berkembang dalam kebijaksanaan yang dapat
berbuat demikian.
Hanya orang yang tahu apa artinya ‘tidak tahu
hormat’ dapat mendakwa orang lain dengan
tuduhan serius seperti ini dan membuat dakwaan
terhadap bapak memperkuat asumsi bahwa
pendakwa tahu apa yang dia lakukan.
Dialog antara Socrates dan Euthyphro:
Socrates: apa artinya hidup tidak suci atau tidak saleh
(karena dia dituduh menghojat Allah).
Euthyphro: kesalehan berarti “menghukum yang
salah dan tidak menghukum orang yang bersalah
adalah perbuatan yang tidak baik.”
Socrates: Apa yang membuat suatu tindakan itu baik.
Euthyphro: “Apa yang menyenangkan Allah adalah
baik.”
Socrates cerita tentang perkelahian para dewa: ada
ketidaksepakatan tentang yang baik dan yang buruk.
Tindakan yang sama bisa saja menyenangkan
beberapa dewa tetapi bisa juga melukai dewa lain.
Euthyphro: perbaiki definisi kebaikan: apa yang
dicintai oleh semua dewa dan yang tidak baik adalah
apa yang dibenci oleh mereka.
Socrates: ‘Apakah Allah mencintai suatu tindakan
karena tindakan itu baik atau apakah tindakan itu
baik karena Allah mencintainya?’
Euthyphro : kekudusan adalah bagian dari keadilan
yang terarah kepada Allah.
Socrates: “Sama sekali tidak dibenarkan bahwa
engkau mendakwa ayahmu sendiri yang sudah tua
atas pembunuhan terhadap seorang buruh kecuali
kalau engkau tahu pasti apa itu kudus dan tidak
kudus.”
Karena ditekan Euthyphro akhirnya menyerah
dengan berkata: “Nanti kali lain dulu.....saya
harus bergegas ke tempat lain.”
Dialog berakhir tanpa konklusi tetapi ini
merupakan contoh dari metode dialektika dan
gambaran Socrates akan apa artinya berfilsafat.
Dengan bertanya dan merefleksikan jawaban
yang diberikan, Socrates mencari ‘apa yang
tetap di tengah pengalaman perubahan segala
sesuatu.’ Yang tetap adalah hakikat.
Ketika hakikat dari sesuatu yang kongkret
diperoleh, maka orang akan lebih mudah
memahami sesuatu itu.
Hakikat hakikat sesuatu tidak dapat dikenal
secara sempurna karena:
Keterbatasan kemampuan rasional manusia
Ketidakmampuan benda-benda untuk
mewujudkan hakikatnya secara sempurna.
Dibutuhkan dialog untuk memperluas
pengetahuan tentang hakikat sesuatu.
b. Antropologi
Pertanyaan dasar: siapa itu manusia? Apa hakikat manusia?
Hakikat manusia adalah jiwa atau roh
Roh menjadi pusat kemampuan berpikir dan penilaian
tindakan etis manusia.
Jiwa adalah aku yang sadar sebagai makhluk rasional dan
moral.
Manusia harus memperhatikan perkembangan jiwanya.
Tubuh hanyalah alat bagi jiwa untuk mengekspresikan
dirinya. Badan melayani jiwa.
Daya rasio universal dapat dibaca dalam diri kita sendiri:
seperti jiwa menguasai tubuh kita, rasio universal menguasai
universum.
Jiwa manusia penting dan karena itu kalau kita
mengenal jiwa kita berarti kita mengenal universum.
Socrates menginterpretasi tulisan pada kuil Delphi
“Kenalilah Dirimu!”
Untuk kenal diri, manusia perlu kenal jiwanya dan
dengan itu manusia tidak hanya mengenal dirinya
tetapi juga mengenal alam semesta.
Jiwa manusia adalah tempat di mana manusia
memperoleh kepastian akan tindakan etis. Dalam
semua tindakannya manusia mempercayai suara di
dalam dirinya itu.
Socrates menamai tempat dalam diri itu daimonion,
yang mempertemukan yang ilahi dengan yang fana.
Etika

Pengetahuan identik dengan kebajikan. Alasannya:


 Mengetahui kebaikan berarti juga berbuat baik:
 Jika kebajikan berurusan dengan bagaimana
menjadikan jiwa manusia itu sebaik mungkin, maka
suatu hal yang penting dimiliki lebih dahulu adalah
mengetahui unsur-unsur manakah yang menjadikan
jiwa manusia baik.
 Dalam Menon, Socrates mengatakan, kalau orang
hendak mengetahui apa itu kebajikan maka dia harus
tahu apa yang berguna bagi manusia. Kebajikan
adalah jalan untuk memperoleh kebahagiaan.
Kebajikan berarti memenuhi fungsi seseorang.
Sebagai makhluk rasional, fungsi manusia adalah
bertindak secara rasional dan pada yang sama setia
orang memiliki keinginan untuk mencapai
kebahagiaan atau kebaikan jiwanya.
Kebaikan batiniah dapat dikembangkan lewat
model-model tingkahlaku tertentu yang cocok.
Karena manusia memiliki kerinduan akan
kebahagiaan maka dia akan memilih perbuatan-
perbuatan yang mengarahkannya kepada tujuan
tersebut.
Kesehatan dan kekayaan berguna dan
sekaligus merugikan. Hal-hal di atas berguna
kalau digunakan untuk kebaikan dan untuk itu
kita perlu mengetahui kebaikan itu sendiri.
Pengetahuan rasional akan kebaikan seperti di
atas menentukan kegunaan sesuatu.
Segala sesuatu berguna karena rasio yang
meneruskan pengetahuan akan kebaikan
untuk mengarahkan tindakan kita.
Kalau kebajikan adalah sesuatu yang berguna
maka pengetahuan akan kebajikan tertinggi
yang merangkul dan menentukan semua
kebajikan lain.
Mengetahui yang baik itu sudah cukup untuk
melaksanakan kebaikan. Hal ini hanya bisa
dimengerti kalau kita memahami bahwa
pengetahuan merupakan tindakan seluruh jiwa.
Pengetahuan mencerminkan seluruh
kesanggupan jiwa: teori dan praksis, pemikiran
dan tindakan.
Identifikasi kebajikan dengan pengetahuan
berarti juga identifikasi kejahatan dengan
ketidaktahuan, dalam arti bahwa kejahatan
adalah ketiadaan pengetahuan.
Tidak seorang pun akan terlibat dalam kejahatan
dengan penuh kesadaran atau pengetahuan.
Kesalahan dalam perbuatan selalu bersifat
involuntary (sesuatu yang tidak dikehendaki).
Orang melakukan yang buruk bukan karena sesuatu
itu buruk melainkan karena ketidaktahuan tentang
yang baik. Orang tidak bertanggungjawab langsung
atas tindakannya yang buruhk.
Orang melakukan sesuatu yang buruk karena
orang beranggapan bahwa dari tindakan itu dia
akan memperoleh sesuatu yang baik. Dalam
bertindak buruk, seseorang menjadi korban
ketidaktahuannya.
Ketidaktahuan sama sekali tidak membebaskan
manusia dari tanggungjawab karena manusia sendiri
pun mempunyai tanggungjawab atas pengetahuannya
karena benih pengetahuan itu sudah ada di dalam diri
manusia.
Kebajikan moral terungkap pertama-tama dalam
kemampuan jiwa menguasai tubuh, yang menandakan
kebebasan.
Kebebasan bukanlah sebuah situasi indiferen jiwa
terhadap kebaikan dan keburukan, tetapi penguasaan
tubuh oleh jiwa untuk bisa melakukan kebaikan.
Kebajikan tersebut disebut autodeterminasi atau enkrateia
(en dan kratos: memimpin diri sendiri). Ini adalah
kemampuan untuk menentukan diri, mengarahkan dan
mengorganisasi diri.
Manusia yang bebas adalah orang yang dapat
menguasai dirinya sendiri, orang yang
didominasi oleh akalnya. Autodeterminasi
berkaitan dengan otonomi: memberikan kepada
diri hukum.
Orang yang otonom adalah orang yang tidak
diatur berdasarkan penentuan dari luar,
khususnya dari dorongan naluriah melainkan
yang memiliki instansi hukum yang inheren
dalam dirinya sendiri. Termasuk dalam hukum
itu adalah kesadaran: “lebih baik menderita
ketidakadilan daripada melakukan ketidakadilan.”

Anda mungkin juga menyukai