Anda di halaman 1dari 11

SEMINAR NASIONAL BENDUNGAN BESAR 2019

Sub-tema: Penerapan Inovasi Teknologi

Penerapan ‘Teknologi Hijau’ dalam Pengendalian Erosi Lereng pada Proyek


Pembangunan Bendungan Way Sekampung

1.) Helmi Lazuardi, ST. MSc*, 2.)Mochammad Yuswianto Rachmawan, ST**


* PPK Pelaksanaan Bendungan Way Sekampung
** Konsultan Supervisi Pembangunan Bendungan Way Sekampung PT. Tata Guna Patria, KSO

RINGKASAN / ABSTRAKSI

Pelaksanaan pembangunan Bendungan Way Sekampung menerapkan banyak pemotongan


pada bukit-bukit baik di areal abutmen kanan, areal abutmen kiri (tempat posisi spillway)
maupun sepanjang jalan akses menuju bendungan. Kondisi geologi pada daerah pekerjaan
secara dominan tersusun atas 2 satuan dominan, yaitu: Satuan Sekis dan Satuan Batupasir.
Dari pemahaman kondisi geologi pada lokasi pekerjaan, dilakukan perekaman data geologi
untuk selanjutnya dilakukan analisis terhadap keamanan konstruksi. Dari analisis stabilitas dan
kemantapan lereng, diketahui lereng spillway pada Bendungan Way Sekampung merupakan
lereng yang stabil. Namun, dari analisis slope mass rating diketahui adanya potensi kegagalan
baji pada beberapa lokasi. Perkuatan dengan soil nailing dilakukan pada lokasi dengan potensi
kegagalan yang diketahui dari pengukuran struktur geologi di lapangan. Untuk perlindungan
permukaan lereng terhadap erosi air hujan diterapkan shotcrete yang diaplikasikan pada lereng
dengan batuan pembentuk lereng kelas CL-CM. Proteksi lereng dengan vegetasi diterapkan
pada lereng dengan batuan pembentuk lereng kelas D–CL. Beberapa hal yang menarik dengan
penerapan proteksi lereng menggunakan vegetasi diantaranya: 1. Mempunyai kemampuan
self-healing, 2. Menyatu dengan rona alam, dan 3. Perbaikan dan perawatan relatif lebih
mudah. Penerapan teknologi vegetasi sebagai proteksi lereng dengan segala keunggulannya,
masih dapat dikembangkan dan dipelajari lebih lanjut. Pembangunan berwawasan lingkungan
saat ini telah menjadi arah inovasi pembangunan untuk masa ini dan di masa depan.

Kata kunci: Bendungan, Inovasi, Teknologi, Lereng, Pengendalian Erosi, Geologi, Konstruksi,
Teknologi Hijau
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Lokasi Pekerjaan
Pelaksanaan pembangunan Bendungan Way
Lokasi pekerjaan secara geografis terletak
Sekampung menerapkan banyak
pada koordinat 104,918 BT, 5,334 LS dan
pemotongan pada bukit-bukit baik di areal
secara administratif sisi kanan bendungan
abutmen kanan, areal abutmen kiri (tempat
terletak di Desa Pekon Bumi Ratu,
posisi spillway) maupun sepanjang jalan
Kecamatan Pagelaran, sedangkan sisi kiri
akses menuju bendungan. Bendungan Way
bendungan terletak di Desa Banjarejo,
Sekampung merupakan Bendungan Urugan
Kecamatan Banyumas, Kabupaten
Batu yang memiliki bangunan pelimpah
Pringsewu, Provinsi Lampung.
berupa kombinasi tipe ambang bebas
(uncontrolled) dan ambang berpintu. 2. PEMBAHASAN
2.1 Geologi Daerah Pekerjaan
Penerapan rekayasa lereng adalah hal yang

penting dan mutlak perlu dilakukan karena


pada implementasinya dalam pembangunan
Bendungan Way Sekampung tercipta lereng-
lereng yang cukup tinggi hingga mencapai ±
115 m, terutama ketika lereng tersebut
berada pada lokasi struktur yang fungsional. Gambar 1. Geologi Regional Lembar Kota
Dalam tahap konstruksi pekerjaan Agung (T.C Amin dkk, Pusat Survey
Geologi, Badan Geologi, 2010)
pembangunan bendungan, diperlukan
Kondisi geologi pada daerah pekerjaan
adanya tinjauan ulang terhadap desain yang
termasuk dalam Geologi Regional Lembar
sudah ada sebelumnya. Hal tersebut karena
Kota Agung (Gambar 1). Secara dominan
dengan bertambahnya data karena dilakukan
tersusun atas 2 satuan dominan, yaitu:
kegiatan galian, sehingga pendekatan
Satuan Sekis dan Satuan Batupasir. Satuan
terhadap tinjauan desain yang sudah
Sekis tersusun atas sekis, kwarsit pada
ditetapkan sebelumnya dapat dilakukan
beberapa tempat, dan amfibolit merupakan
kembali dengan mengacu terhadap kondisi
satuan paling tua pada lokasi pekerjaan,
aktual.
yang termasuk dalam Komplek Gunung
Kasih (Pzg), satuan ini memiliki arah plunge
dari foliasi dominan ke arah relatif Barat dicermati dalam penentuan perhitungan
Daya, dan terendapkan secara tidak selaras kekuatan pondasi bendungan.
(nonkonformitas) diatasnya satuan batupasir Nonkonformitas

yang terdiri dari batupasir, lempung, lanau,


dan lensa konglomerat pada beberapa lokasi,
satuan ini cenderung memiliki perlapisan
horizontal. Sebaran dari satuan batuan pada
lokasi pekerjaan terdapat pada Gambar 2. Gambar 3. Singkapan nonkonformitas
antara sekis dan batupasir

Kondisi geologi struktur di lapangan


cenderung acak dan berubah-ubah
dikarenakan Keterdapatan Batuan Basement
Sumatera berupa Kompleks Gunung Kasih
yang merupakan Kompleks batuan
metamorf yang terbentuk diperkirakan pada
Gambar 2. Peta Geologi Permukaan Era Paleozoikum (sekitar ± 251 juta tahun
Bendungan Way Sekampung yang lalu) (Amin T.C, Peta Geologi
Regional Lembar Kota Agung, 1994), yang
Keterdapatan dari bidang Nonconformity
memiliki konfigurasi Tektonik dan Struktur
(Gambar 3) ini menyebabkan adanya
Geologi yang kompleks dan acak. Yang juga
fenomena paleoweathering dimana batuan
telah melewati banyak proses geologi
sekis-kwarsit dari Komplek Gunungkasih
sehingga membuat kondisi geologi pada
yang merupakan batuan basement dari pulau
daerah pekerjaan cenderung acak dan
Sumatera. Kenampakan dari hasil pelapukan
berubah-ubah. Pada beberapa lokasi
purba tersebut adalah ditemukannya batuan
ditemukan Oblique Fault yang
sekis dengan klas batuan D-CL klas yang
keterdapatannya diperkirakan
semakin keras pada elevasi yang lebih
mempengaruhi morfologi purba dan
rendah. Weathered rock dari sekis tersebut
mengontrol konfigurasi kelokan sungai
menyebabkan perbedaan dari properti dan
existing. Olistolith (Gambar 4) pada
sifat batuan yang penafsirannya perlu
beberapa lokasi ditemukan,
mengindikasikan adanya longsoran purba lereng galian dan resiko kegagalan yang
pada badan satuan sekis. dapat terjadi. Kajian yang dilakukan ada 3
yaitu: 1. Analisis menggunakan metode
kesetimbangan batas, 2. Klasifikasi
menggunakan slope stability rating, dan 3.
Slope mass rating.

Pemahaman terhadap kelas batuan cukup


Gambar 4. Kenampakan singkapan penting dalam klasifikasi antar disiplin ilmu
olistolith pada lokasi pekerjaan di lapangan dan dalam penentuan rekayasa.
Klasifikasi kelas batuan yang digunakan
pada kajian dikembangkan oleh CRIEPI
pada Tabel 1.

Tabel 1. Kriteria Klasifikasi Massa Batuan


oleh CRIEPI, 1992

Gambar 5. Struktur Geologi pada lereng


galian

Dari pemahaman kondisi geologi pada


lokasi pekerjaan, dilakukan perekaman data
geologi untuk selanjutnya dilakukan analisis
terhadap keamanan konstruksi. Dengan
3.1. Analisis Menggunakan Metode
pemahaman kondisi geologi yang baik
Kesetimbangan Batas
diharapkan rekayasa terhadap resiko
kegagalan pada lokasi pekerjaan menjadi Analisis kemantapan lereng dilakukan untuk
mengetahui dimensi lereng yang mantap dalam
lebih akurat dan efisien.
bentuk tinggi lereng dan sudut kemiringan
3. Analisis Stabilitas Lereng Galian lereng. Data geologi pembentuk lereng yang
digunakan berdasarkan hasil investigasi bor inti
Analisis stabilitas dilakukan untuk
yang dilakukan (Gambar 6), yang kemudian
mengetahui angka faktor keamanan dari
dilakukan uji sample batuan untuk mengetahui
parameternya. Batuan pembentuk lereng
merupakan sekis-kuarsit dengan kelas batuan
bervariasi dengan dominan batuan kelas CL.
3.2.Slope Stability Rating

Dengan dilakukannya kegiatan


penggalian.Lereng galian yang tersingkap
kemudian diklasifikasikan untuk di evaluasi
kelayakan penggalian terhadap desainnya.
Dengan kondisi geologi permukaan lereng
aktual di lapangan dilakukan kajian yang
Gambar 6. Penampang geologi lereng spillway
dinilai berdasarkan kondisi aktual di
Pada sample studi kasus analisis ini lapangan berdasarkan rumus perhitungan
penampang lereng yang digunakan pada yaitu;
analisa ini merupakan lereng spillway STA
SSR = GSImodified + P1 + P2 + P3 +
0+000 yang merupakan lereng galian paling
P4 + P5. Didapatkan perhitungan pada
tinggi pada lokasi pekerjaan.. lokasi pekerjaan yaitu sebagai berikut;

Tabel 2. Rekapitulasi angka faktor SSR = 67.5 + 12.5 + 4 + 0 + 0 + (-11)

keamanan stabilitas STA 0+000 SSR=73

Kondisi Safety Factor (SF)


Statik 2.2
Gempa 1.7

Dari seluruh hasil analisis kemantapan


lereng. Di dapatkan faktor kemanan SF > 1
Gambar 7. Grafik plot kemiringan lereng
(Tabel 2), maka berdasarkan analisis
berdasarkan tinggi lereng dan nilai SSR
tersebut dapat disimpulkan bahwa lereng
spillway merupakan lereng stabil. Dalam Sesuai dengan syarat kestabilan lereng

kondisi statik maupun gempa, maka kondisi berdasarkan perhitungan SSR dengan nilai

lereng memenuhi nilai faktor keamanan 73 dan tinggi lereng maksimum 117 m,

yang ditentukan. maka dapat disimpulkan berdasarkan kajian


menggunakan sistem klasifikasi SSR tebing rekayasa untuk menghindari kegagalan
galian direkomendasilam dengan terjadi.
o
kemiringan 45 atau sesuai dengan desain
galian lereng dan dapat dinyatakan Aman.

3.3. Slope Mass Rating

Dengan berjalannya penggalian dilakukan


pengukuran terhadap struktur geologi yang
selanjutnya dilakukan analisis kinematik
Gambar 8. Stereoplot data struktur geologi
yang di plot pada stereonet. Dari data
terhadap galian lereng
tersebut dapat dilakukan klasifikasi slope
mass rating pada beberapa lokasi. 4. Rekayasa Pengendalian Stabilitas
Lereng
Tabel 3. Tabel klasifikasi Slope Mass
Rating(Sumber: Romana, 1985 dalam Secara umum lereng-lereng yang dibentuk

Endartyanto, 2007) bersifat stabil. Namun pada titik-titik


tertentu terdapat potensi kelongsoran
local/setempat. Setelah potensi kegagalan
diketahui, maka dilakukan rekayasa
penanganan. Rekayasa yang dilakukan
didasari oleh observasi detil di lapangan
Dari hasil plot data struktur geologi terhadap agar rekayasa yang dilakukan efisien dan
arah galian (Gambar 8), ditemukan adanya tepat sasaran. Dalam hal ini diterapkan soil
potensi kegagalan berupa kegagalan baji. nailing yang menyebar berdasarkan
Yang kemudian diklasifikasikan dengan observasi, investigasi dan pemetaan geologi
SMR. Dari hasil penilaian, beberapa lokasi pada lereng.
termasuk dalam kondisi Kelas II (Good) dan
Di samping aspek kestabilan struktur
beberapa lokasi termasuk dalam kelas III
sebagaimana penjelasan di atas. Terdapat
(Normal). Berdasarkan klasifikasi SMR,
aspek lain yang juga sangat penting yaitu
lereng termasuk stabil. Namun, Potensi
aspek erosi pada permukaan lereng yang
kegagalan baji sebagian dengan skala lokal
bilamana dibiarkan pada gilirannya akan
ini kemudian perlu dilakukan adanya
memicu kelongsoran-kelongsoran yang soil nailing yang terpasang melewati bidang
bersifat progresif. potensi longsor (Gambar 9), dan menembus
lapisan yang lebih stabil.

4.1. Penerapan Soil Nailing

Penerapan soil nailing pada lereng Proyek


Bendungan Way Sekampung dilakukan
untuk mencegah terjadinya kegagalan baji
setempat yang diketahui melalui observasi
struktur geologi pada lereng pekerjaan.
Gambar 10. Model kasus kegagalan baji
Penerapan dari soil nailing bermaksud untuk
lokal lereng spillway
memberikan tambahan tahanan terhadap
masa batuan/tanah yang berpotensi lepas
(longsor) dengan menyatukan (memaku)
massa tersebut sehingga diyakini massa
tersebut tidak akan lepas.

Gambar 11. Potongan melintang


penanganan kasus kegagalan baji

4.2. Penerapan Shotcrete


Gambar 9. Mekanisme perkuatan soil
Penerapan shotcrete pada lereng galian
nailing (GEO, 2008)
dimaksudkan untuk mengendalikan /
Penanganan dengan soil nailing dilakukan menangkal terjadinya erosi pada permukaan
untuk memberikan daya dukung sesuai lereng galian, untuk mencegah potensi
untuk menahan masa batuan/tanah yang terjadinya kegagalan lereng. Dengan
berpotensi longsor. Dengan dilakukan pemasangan shotcrete diharapkan lapisan
pemetaan struktur geologi dipastikan agar tersebut memiliki kekuatan dan daya tahan
yang besar dan permeabilitas rendah, saatnya dibutuhkan untuk mengeliminasi
sehingga melindungi permukaan batuan erosi oleh air hujan.
pembentuk lereng. b. Lebih menyatu dengan rona alam.
Warna tumbuh-tumbuhan yang
Pemasangan shotcrete pada lokasi pekerjaan
menutupi lereng lebih memberikan
menggunakan wire mesh, anchor bar, dan
nuansa yang indah dan kesan alami.
weep hole. Agar fungsi dari proteksi
c. Perbaikan dan perawatan lebih mudah
shotcrete tersebut optimal dan efisien.
karena tidak memerlukan peralatan berat
Pemasangan rekayasa dengan shotcrete
dalam perbaikannya bilamana ada
dilakukan pada lereng batuan dengan kelas
kerusakan.
batuan kelas CL – CM. Dengan kata lain,
pemasangan dilakukan pada permukaan Pada percobaan yang dilakukan sebelum
batuan segar – lapuk. pemasangan, vegetasi dapat tumbuh bahkan
diatas permukaan batuan segar, sehingga
4.3.Penerapan Vegetasi
vegetasi memiliki tingkat adaptasi yang
Penerapan vegetasi sebagai pengendali erosi tinggi baik pada permukaan tanah – batuan
pada proyek bendungan di Indonesia segar.
termasuk relatif baru. Metode ini merupakan
jawaban bagi permasalahan erosi permukaan
lereng yang berupa batuan lapuk sempurna
(tanah). Berbagai pengalaman menunjukkan
bahwa shotcrete yang diaplikasikan pada
lereng tanah akan mudah terkelupas dan
pecah-pecah. Beberapa hal yang menarik Gambar 12. Tipikal potongan melintang
pada proteksi vegetasi adalah : vegetasi

a. Mempunyai kemampuan self-healing. Pada Proyek Pembangunan Bendungan Way


Berbeda dengan shotcrete yang bilamana Sekampung, pengendalian erosi dengan
rusak maka kerusakan akan terus vegetasi (Gambar 12) diterapkan pada
berkembang, vegetasi akan kering pada permukaan batuan yang dominan batuan
musim kemarau dan akan tumbuh kelas CL-D, atau pada batuan lapuk sampai
kembali pada musim penghujan pada lapuk kuat. Pemasangan pengendali erosi
lereng menggunakan vegetasi relatif lebih
cepat dan murah dibandingkan dengan
penggunaan shotcrete.

Gambar 14. Lereng galian yang sudah


Gambar 13. Penerapan vegetasi pada lereng
tergali dan terjadi erosi permukaan
galian Way Sekampung

Dalam penerapannya kecepatan dan


kemudahan dari pemasangan vegetasi
menjadi keunggulan tersendiri. Setelah
galian lereng selesai, dapat langsung
dipasang media tanam dari vegetasi tersebut.
Pada Gambar 14 tampak lereng galian yang
belum terpasang pengendali erosi, dan
Gambar 15. Pemasangan media tanam dari
langsung dilakukan pemasangan media
vegetasi pada lereng galian
tanam (Gambar 15). Setelah media tanam
terpasang pemasangan campuran vegetasi
dapat langsung dilakukan (Gambar 16).
Dalam waktu ± 2 bulan, vegetasi sudah
tumbuh dan sudah fungsional sebagai
pengendali erosi (Gambar 17).

Gambar 16. Pemasangan humus dan pupuk


setelah media tanam siap
• Perkuatan dengan soil nailing dilakukan
pada lokasi dengan potensi kegagalan
yang diketahui dari pengukuran struktur
geologi di lapangan, dan dilakukan
secara sistematik pada lokasi potensi
Gambar 17. Pertumbuhan vegetasi dalam
gagal.
waktu ± 2 bulan
• Proteksi lereng dengan shotcrete
Penerapan teknologi vegetasi dengan segala diaplikasikan pada lereng dengan batuan
keunggulannya, masih dapat dikembangkan pembentuklereng kelas CL-CM.
dan dipelajari lebih lanjut. Pembangunan • Proteksi lereng dengan vegetasi
berwawasan lingkungan saat ini telah dilakukan pada lereng dengan batuan
menjadi arah inovasi pembangunan untuk pembentuk lereng kelas D –CL.
masa ini dan di masa depan. • Dalam aspek proteksi permukaan lereng
terhadap erosi, penerapan proteksi
vegetasi lebih menguntungkan daripada
shotcrete dalam hal kemudahan
pelaksanaan, estetika dan juga
perawatannya.
Gambar 18. Proteksi lereng galian pada
Proyek Bendungan Way Sekampung • Penerapan teknologi vegetasi masih
dapat dikembangkan dan dipelajari lebih
5. Kesimpulan
lanjut.
Kesimpulan dari hasil analisis pengendalian
REFERENSI
erosi lereng pada Proyek Bendungan Way
Sekampung adalah sebagai berikut; Amin, T.C., Gunawan, W, Santosa, S., dan
Sidarto. 1994. Geologi Lembar
• Dari analisis stabilitas dan kemantapan Kotaagung, Sumatera, Pusat
Penelitian dan Pengembangan
lereng. Diketahui lereng spillway Proyek Geologi. Indonesia.
Pembangunan Bendungan Way
Central Research Institute of Electric Power
Sekampung merupakan lereng stabil. Industry (CRIEPI), 1992.
Namun, dari analisis slope mass rating Endartyanto, A., 2007, Analisis Kestabilan
Lereng dengan Menggunakan
diketahui adanya potensi kegagalan baji
Metode Kinematik dan Klasifikasi
pada beberapa lokasi. Massa Batuan, Teknik Geologi
Institut Teknologi Bandung, Jawa
Barat.
GEO, 2008, Guide to soil nail design and
construction (Geoguide 7).
Geotechnical Engineering Office,
Civil Engineering and Development
Department, Hong Kong.

Anda mungkin juga menyukai