Anda di halaman 1dari 11

Makassar, 2019 Komite Nasional Indonesia Untuk Bendungan Besar (KNI-BB INACOLD)

JENIS MAKALAH: STUDI KASUS


EVALUASI EFEKTIVITAS GROUTING PADA PONDASI
MAIN DAM BENDUNGAN KEUREUTO TERHADAP BATUAN
JENIS MUDSTONE
T. Maksal Saputra1, Variadi2, dan Fajarullah Mufti2*
1
Pusat Bendungan, Diretorat Jenderal Sumber Daya Air,
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
2
Balai Wilayah Sungai Sumatera – I, Diretorat Jenderal Sumber Daya Air,
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat

Intisari
Bendungan Keureuto di Kabupaten Aceh Utara yang telah dibangun sejak tahun
2015 sampai dengan saat ini termasuk salah satu bendungan di Indonesia yang
memiliki karakteristik pondasi yang unik, dengan jenis batuan pada pondasi
didominasi oleh batuan jenis mudstone. Menurut Sosrodarsono, dkk (1977), bahan
material untuk pembangunan bendungan urugan diambil dari hasil galian sekitar
site sebagai kedudukan bendungan atau lokasi bendungan pelengkap. Namun hasil
galian sekitar site Bendungan Keureuto yang teridentifikasi didominasi oleh jenis
batuan mudstone memiliki kekerasan dan kekakuan yang kurang baik dan sangat
rentan mengalami pelapukan apabila terekspos oleh udara dan air secara terus
menerus. Untuk meningkatkan daya dukung pondasi tubuh bendungan yang
memiliki batuan dasar jenis mudstone tersebut maka dilakukanlah perkuatan
pondasi dengan menggunakan grouting di sepanjang as main dam Bendungan
Keureuto. Perkuatan pondasi yang dilakukan dengan metode grouting tersebut
diharapkan dapat meningkatkan nilai lugeon (Lu) menjadi < 5 pada setiap blok
grouting yang ditentukan, dari nilai lugeon sebelumnya yang cukup besar dan
tidak memenuhi syarat sebagai pondasi bendungan.
Kata Kunci: grouting, Bendungan Keureuto, mudstone, lugeon,

LATAR BELAKANG
a. Latar Belakang Studi
Kabupaten Aceh Utara merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Aceh yang
memiliki jumlah penduduk yang cukup besar dibandingkan kabupaten –
kabupaten lainnya di Provinsi Aceh. Wilayah Kabupaten Aceh Utara sendiri
memiliki topografi yang sangat bervariasi, dari daerah pegunungan di bagian
selatan, hingga daerah dataran rendah yang luas di bagian utara dan memanjang
dari barat hingga ke timur. Dengan kondisi topografi tersebut, sektor pertanian
tumbuh cukup pesat terutama pada daerah – daerah dataran rendah dimana sektor
pertanian ini haruslah didukung dengan ketersediaan air untuk irigasi yang cukup.
Oleh karena itu, sejak tahun 2015 Bendungan Keureuto mulai dibangun di
Kabupaten Aceh Utara dimana salah satu manfaatnya adalah untuk mendukung

1
Makassar, 2019 Komite Nasional Indonesia Untuk Bendungan Besar (KNI-BB INACOLD)

sektor pertanian terutama irigasi teknis bagi sawah – sawah yang berada pada D.I.
Kr. Pase dan D.I. Alue Ubay seluas 9.420 Ha. Selain itu, Bendungan Keureuto
memiliki manfaat sebagai pengendali banjir, penyediaan air baku, serta
pembangkit listrik tenaga air.
Menurut Laporan Sertifikasi Waduk Krueng Keureuto di Kabupaten Aceh Utara
(PT. Indra Karya, 2013), berdasarkan data hasil pemboran susunan lapisan tanah
terdiri dari top soil, koluvial dengan ketebalan bervariasi 3,00 – 5,00, tidak
kompak, semi permeabel dengan nilai koefisien permeabilitas berkisar 10-5
cm/det. Lapisan di bawahnya secara tak selaras terdiri dari batuan lanau (siltstone)
dan batu lempung (mudstone) dengan kondisi sedang sampai keras, tetapi
sebagian dijumpai banyak joint, sehingga didapatkan hasil core yang putus –
putus, mempunyai nilai RQD > 50%, mempunyai nilai koefisien permeabilitas 10-
5~10-6 cm/det dan nilai lugeon Lu < 3 yang merupakan batuan dasar.
Namun berdasarkan pengamatan dan penyelidikan pada masa konstruksi, terdapat
beberapa bagian pondasi yang rapuh terutama pada zona bagian atas sampai
dengan zona kedalaman muka air tanah. Bidang permukaan batuannya juga
mempunyai bidang pecahan konkoidal, tidak kompak, plastisitas sedang,
mengandung fragmen pelapukan mudstone, semi permeabel, serta diperoleh hasil
core yang terputus – putus dengan RQD 28 – 94%. Selain itu bagian bawah dari
endapan dan riverbed terbentuk dari batuan mudstone kehitaman dan beberapa
bagian mengalami kehancuran.
Dengan kondisi geologi pondasi Bendungan Keureuto tersebut, maka dibutuhkan
perbaikan pondasi dengan metode sementasi (grouting).
b. Kajian Pustaka
Dalam pelaksanaan pembangunan bendungan, pengetahuan terhadap kondisi
pondasi bendungan dapat dianggap sebagai lapisan – lapisan permulaan dari
timbunan tubuh bendungan1. Karena itu apabila terdapat lapisan – lapisan yang
karakteristiknya tidak dapat memenuhi persyaratan untuk penimbunan tubuh
bendungan, maka lapisan tersebut supaya disingkirkan secara keseluruhannya,
sehingga antara permukaan fondasi dan alas tubuh bendungan terdapat kontak
yang baik. Setelah disingkirkan, barulah dilakukan perbaikan pondasi dimana
salah satunya adalah dengan melakukan injeksi sementasi pada permukaan
pondasi bendungan sampai di kedalaman yang telah ditetapkan. Metode ini
dikenal luas dengan istilah grouting.
Grouting adalah suatu proses, dimana suatu cairan diinjeksikan dengan tekanan
sesuai hasil Water Pressure Test (WPT) ke dalam rongga, rekah dan retakan
batuan/tanah, yang mana cairan tersebut dalam waktu tertentu akan menjadi padat
secara fisika maupun kimiawi. Berdasarkan fungsinya, grouting dapat
dikategorikan menjadi dua jenis grouting, yaitu:

1
Sosrodarsono, Suyono. Takeda, Kensaku. Bendungan Tipe Urugan. Balai Pustaka. 2016. Jakarta

2
Makassar, 2019 Komite Nasional Indonesia Untuk Bendungan Besar (KNI-BB INACOLD)

a. Grouting tirai (curtain grouting), yaitu teknik perbaikan pondasi dengan


sementasi yang berfungsi untuk mengurangi rembesan di bawah tubuh
bendungan (seepage) serta memperkecil adanya tekanan air ke atas (uplift
pressure)
b. Grouting konsolidasi (blanket grouting), yaitu teknik perbaikan pondasi
dengan sementasi yang berfungsi untuk menambah daya dukung tanah
pondasi bendungan.
Kedua jenis grouting diatas juga dikenal sebagai pola grouting. Pola grouting
direncanakan berdasarkan efektivitas grouting yang didapatkan dari nilai lugeon
sebelum dan sesudah grouting ketika pelaksanaan trial grouting.
Adapun persamaan yang digunakan dalam perhitungan nilai lugeon (Lu) dan
efektivitas grouting adalah sebagai berikut:
 Nilai lugeon didapatkan dengan rumus:

Dimana:
Q = Debit injeksi (l/menit)
P = Tekanan injeksi (kg/cm2)
 Nilai efektivitas grouting didapatkan dari perhitungan dengan rumus:

Dimana:
Efs = Efektivitas grouting dalam persen (%)
Kg = Permeabilitas setelah grouting
K = Permeabilitas sebelum grouting
Mudstone merupakan batuan sedimen yang berbutir sangat halus terdiri dari
campuran partikel lempung dan lanau. Serpihan juga seringkali disebut sebagai
mudstone dimana batuan tersebut memiliki sifat yang keras dan cenderung
membelah.
Deskripsi tentang batuan mudstone adalah sebagai berikut:

a. Tekstur Mikroskopis

b. Ukuran butiran Sangat halus (<0,06 mm), tidak dapat dilihat dengan mata

c. Kekerasan Umumnya lunak namun dapat pula kaku dan rapuh

d. Warna Beragam hitam, putih, abu – abu, cokelat, merah, hijau,


biru, dan lainnya

3
Makassar, 2019 Komite Nasional Indonesia Untuk Bendungan Besar (KNI-BB INACOLD)

e. Penggunaan Umumnya terlalu lunak untuk dimanfaatkan

f. Tingkat kekerasan 2-3 dari skala 10 (lunak) atau lebih tepatnya 2,6

g. Porositas Tinggi

h. Kekenyalan Saat dipukul menimbulkan bunyi dull

i. Specific Gravity 2,2 – 2,8

j. Density 2,4 – 2,8 kg/m3

Tabel 1. Sifat fisik dan sifat mekanis batuan mudstone (Sumber:


http://flexiblelearning.auckland.ac.nz dan www.comparerocks.com)

METODOLOGI STUDI
a. Pendekatan Studi
Studi tentang evaluasi efektivitas grouting pada pondasi main dam Bendungan
Keureuto ini dilakukan dengan melakukan pendekatan studi kasus, dimana kasus
yang diangkat adalah berupa kondisi geologi di lapangan, dimana jenis batuan
dasar pada pondasi Bendungan Keureuto adalah berupa batuan dengan jenis
mudstone yang memiliki kekerasan dan kekakuan yang kurang baik dan sangat
rentan mengalami pelapukan apabila terekspos oleh udara dan air secara terus
menerus. Untuk meningkatkan daya dukung pondasi tubuh bendungan yang
memiliki batuan dasar jenis mudstone tersebut maka dilakukanlah perkuatan
pondasi dengan menggunakan grouting di sepanjang as main dam Bendungan
Keureuto. Jenis grouting yang dilakukan adalah curtain, subcurtain, dan blanket
dengan penempatan titik grouting dilakukan secara merata pada arah downstream
dan upstream dari as tubuh bendungan. Metodologi grouting yang dilaksanakan
adalah downstage pada daerah as tubuh bendungan serta di daerah tumpuan, dan
upstage khusus di daerah river bed.
Penentuan pola grouting diatas dilakukan berdasarkan hasil trial grouting yang
dilakukan pada 9 titik uji yaitu sebagai berikut:
 Kondisi geologi di setiap stage terdapat hancuran mudstone yang cukup
tebal
 Nilai lugeon 30 > Lu > 20
 Pada kedalaman 30 – 75 m masih terdapat batuan mudstone yang tebal
dengan lugeon yang cukup besar (Lu > 20)
 Jarak efektif penyebaran semen rata – rata 1,5 m
 Efektivitas penggunaan semen adalah 87,3 kg/m
b. Lokasi Studi
Lokasi studi berada di Desa Blang Pante, Kecamatan Payabakong, Kabupaten
Aceh Utara, Provinsi Aceh dimana lokasi main dam Bendungan Keureuto berada
pada titik koordinat: 4⁰56′12.31″ LU dan 97⁰09′2.71″ BT pada aliran sungai Kr.

4
Makassar, 2019 Komite Nasional Indonesia Untuk Bendungan Besar (KNI-BB INACOLD)

Keureuto, Wilayah Sungai Pase - Peusangan, yang merupakan kewenangan Dinas


Pengairan Provinsi Aceh.
Sungai Kr. Keureuto berasal dari pegunungan di wilayah Kabupaten Bener
Meriah, dimana hulu sungai Kr. Keureuto berada di Gunung Tungkuh Tige dan
hilirnya melintasi Kota Lhoksukon. Sungai Kr. Keureuto mempunyai luas daerah
tangkapan air ± 916 Km2 dengan panjang sungai 31,19 Km dan trasenya yang
berbentuk panjang dan melebar di daerah hilir (PT. Indra Karya, 2011). Kondisi
topografi dengan kelandaian yang curam di bagian hulu namun landai di bagian
hilirnya mengakibatkan aliran air mengalir dengan kecepatan yang rendah pada
daerah hilir.
c. Teknik Analisa Data
Analisa data dilakukan terhadap data hasil pelaksanaan grouting pada pondasi
main dam Bendungan Keureuto, dimana evaluasi terhadap efektifitas grouting
kemudian dilakukan secara 2 tahap, yaitu: 1) Sesaat setelah pelaksanaan pekerjaan
grouting selesai dilakukan dan 2) Setelah dilakukan pembiaran terhadap hasil
pekerjaan grouting tersebut selama rata - rata 1 tahun sejak pelaksanaan grouting
(grouting investigasi). Grouting investigasi ini dilakukan pada beberapa titik yang
dianggap mewakili kondisi pasca grouting pada as main dam Bendungan
Keureuto. Tujuan investigasi ini adalah:
 Untuk menyelidiki terjadinya perubahan pembesaran lugeon yang
disebabkan oleh pembiaran pada permukaan batuan pasca grouting
 Untuk menyelidiki terjadinya penurunan daya dukung batuan pondasi
bendungan akibat pembiaran
Hasil grouting investigasi ini kemudian dibandingkan dengan nilai lugeon
sebelum dilaksanakan grouting serta setelah dilaksanakan grouting, yang
kemudian disajikan dalam bentuk tabel dan grafis yang menunjukkan apakah hasil
perbaikan pondasi tubuh bendungan menunjukkan hasil yang positif seperti yang
diharapkan.

5
Makassar, 2019 Komite Nasional Indonesia Untuk Bendungan Besar (KNI-BB INACOLD)

Gambar 1. Denah dan potongan grouting investigasi Bendungan Keureuto (Sumber:


justifikasi teknis konsultan supervisi)
d. Parameter Teknis
Adapun parameter teknis yang digunakan didalam studi ini adalah sebagai
berikut:
 Nilai lugeon yang diharapkan adalah < 5,0 (sesuai dengan arahan Komisi
Keamanan Bendungan)
 Nilai efektivitas grouting yang diharapkan mampu mencapai > 80%
 Curtain grouting terdiri dari 1 row di sepanjang as bendungan. Jarak antara
lubang curtain grouting 1,50 m dengan kedalaman di daerah river bed 75,0
m pada tumpuan 20,0 – 75,0 m dan di ujung puncak bendungan 20,0 m.
 Sub curtain grouting terdiri dari 2 row terletak di upstream dan downstream
dengan jarak 1,50 m dari curtain grouting, jarak antara lubang sub curtain
grouting 3,0 m dengan kedalaman di daerah river bed 40,0 m, pada tumpuan
bervariasi 15,0 – 40,0 m dan pada ujung puncak bendungan 15,0 m.
 Blanket grouting meliputi semua permukaan batuan di bawah core
embankment dengan jarak antara lubang blanket grouting 1,50 m dan
kedalaman lubang blanket grouting 5,0 m.

6
Makassar, 2019 Komite Nasional Indonesia Untuk Bendungan Besar (KNI-BB INACOLD)

Gambar 2. Contoh sebaran titik grouting berdasarkan pola grouting yang ditetapkan
pada blok 19 – blok 20 (Sumber: justifikasi teknis konsultan supervisi)

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


Analisa data dilakukan pada hasil investigasi terhadap pekerjaan grouting setelah
semua titik pelaksanaan grouting selesai dilakukan (kondisi pasca grouting). Hasil
analisa data adalah sebagai berikut:
LUGEON MAP SAMPAI TAHAP QUINARY
BLOK E BLOK D BLOK C BLOK B BLOK A BLOK 1 BLOK 2 BLOK 3
Stage Keterangan
BG AG BG AG BG AG BG AG BG AG BG AG BG AG BG AG

1 28,10 6,55 38,14 4,76 36,13 5,56 41,19 5,97 37,37 5,35 47,31 6,52 45,39 5,70 42,53 6,14

2 32,13 4,70 26,13 6,01 27,11 6,07 25,16 5,24 33,10 4,21 41,46 3,89 47,15 4,72 39,02 5,54

3 29,12 4,84 20,09 5,80 22,08 4,24 21,02 4,29 26,10 4,97 35,42 6,36 41,46 5,90 34,49 4,81

4 42,08 6,26 39,04 4,98 37,05 6,29 38,05 5,63 45,11 5,73 30,58 3,65 34,33 5,38 33,47 5,50

5 37,06 5,82 35,06 5,91 34,08 3,41 41,16 6,14 37,08 5,83 39,40 5,08 39,56 6,51 38,46 4,96

6 - - - - - - - - - - - - - - - -

7 - - - - - - - - - - - - - - - -

8 - - - - - - - - - - - - - - - -

9 - - - - - - - - - - - - - - - -

10 - - - - - - - - - - - - - - - -

11 - - - - - - - - - - - - - - - -

12 - - - - - - - - - - - - - - - -

13 - - - - - - - - - - - - - - - -

14 - - - - - - - - - - - - - - - -

15 - - - - - - - - - - - - - - - -

Rata-Rata 33,70 5,63 31,69 5,49 31,29 5,11 33,32 5,45 35,75 5,22 38,83 5,10 41,58 5,64 37,59 5,39

E 98% 98% 97% 98% 99% 100% 98% 99%


Semen
13.294,56 13.256,42 15.095,77 16.371,56 13.942,81 16.319,65 14.761,83 16.097,82
(Kg)

Gambar 3. Perbandingan nilai lugeon kondisi sebelum grouting (BG) dan pasca
grouting (AG) Blok E – Blok 3
Dari tabel diatas dapat disimpulkan untuk blok E – blok 3 nilai rata – rata lugeon
adalah 5,10 – 5,63 ( > 5). Hal ini tentunya tidak sesuai dengan nilai lugeon yang

7
Makassar, 2019 Komite Nasional Indonesia Untuk Bendungan Besar (KNI-BB INACOLD)

diharapkan untuk blok E – blok 3 ini, yaitu < 5. Untuk blok B dan blok A,
dilakukan grouting investigasi setelah 315 dan 314 hari pasca grouting. Hasil
investigasi menunjukkan terjadinya penurunan nilai lugeon untuk blok B dan blok
A sebagai berikut:
BLOK B BLOK A
BG AG INV BG AG INV 45,00
41,19 5,97 1,86 37,37 5,35 1,76 40,00
25,16 5,24 33,10 4,21 35,00
21,02 4,29 26,10 4,97
30,00
38,05 5,63 45,11 5,73
41,16 6,14 37,08 5,83
25,00
- - - - 20,00
Series1
- - - - 15,00
- - - - 10,00 Series2
- - - -
- - - -
5,00
- - - - 0,00
- - - -
BG AG INV
- - - - Series1 41,19 5,97 1,86
- - - -
- - - - Series2 37,37 5,35 1,76
33,32 5,45 35,75 5,22

Gambar 4. Perbandingan nilai lugeon kondisi sebelum grouting (BG), pasca grouting
(AG), dan setelah pembiaran selama 315 hari (blok B) dan 314 hari (blok A)
Blok lainnya yang dilakukan grouting investigasi adalah blok 18, blok 19, blok
20, dan blok 21, dengan durasi waktu jeda 571 hari (blok 18), 576 hari (blok 19),
596 hari (blok 20), dan 563 hari (blok 21), dengan hasil sebagai berikut:
BLOK 18 BLOK 19 BLOK 20 BLOK 21
BG AG INV BG AG INV BG AG INV BG AG INV
62,11 1,29 2,33 44,79 4,10 2,7 43,37 3,88 2,48 66,66 2,14 0,48
63,30 1,84 43,02 1,66 46,83 2,86 48,89 3,96
48,05 2,12 34,47 2,31 29,97 2,50 42,43 3,18
41,37 2,35 17,52 2,02 19,27 2,21 20,89 3,39
38,11 2,80 21,49 2,22 24,64 3,42 25,09 2,23
35,80 1,21 24,94 1,89 20,03 3,11 27,78 3,17
37,04 3,88 38,61 1,41 31,06 1,76 21,09 1,94
26,25 2,82 32,03 1,59 27,07 1,12 27,65 3,20
29,24 2,39 27,88 0,92 25,07 0,95 26,97 3,16
28,24 1,71 22,08 2,91 22,87 0,72 27,64 1,61
29,13 2,19 26,56 1,11 19,73 1,41 24,29 1,42
27,04 1,60 24,49 2,02 16,80 0,91 27,45 2,21
26,39 2,12 24,82 1,81 19,09 1,22 23,85 2,40
24,53 1,90 24,41 1,59 23,13 1,31 24,87 2,32
20,57 1,22 22,69 0,89 20,11 0,80 24,83 2,80
35,81 2,10 28,65 1,90 25,94 1,88 30,69 2,61

70,00
60,00
50,00
40,00
30,00 BLOK 18
20,00
10,00
0,00 BLOK 19
BG AG INV
BLOK 20
BLOK 18 62,11 1,29 2,33
BLOK 19 44,79 4,10 2,7 BLOK 21
BLOK 20 43,37 3,88 2,48
BLOK 21 66,66 2,14 0,48

Gambar 5. Perbandingan nilai lugeon kondisi sebelum grouting (BG), pasca grouting
(AG), dan setelah pembiaran untuk blok 18 s.d blok 21

8
Makassar, 2019 Komite Nasional Indonesia Untuk Bendungan Besar (KNI-BB INACOLD)

Selain blok 18 yang mengalami peningkatan nilai lugeon, blok 19 – blok 21


mengalami penurunan nilai lugeon walaupun telah dilakukan pembiaran selama ±
1,5 tahun pasca grouting. Selain penurunan pada nilai lugeon, untuk mengetahui
peningkatan kekuatan pondasi setelah metode grouting dapat diketahui melalui
nilai efektivitas grouting, dimana berdasarkan standar yang digunakan di
Indonesia, nilai efektivitas grouting harus > 80%. Setelah dilakukan pembiaran
selama 1 – 1,5 tahun pasca grouting, maka nilai efektivitas grouting meningkat.
Hal ini disebabkan oleh penurunan nilai lugeon yang menunjukkan permeabilitas
tanah pondasi yang semakin rapat (tidak lolos air) dibandingkan nilai lugeon pada
kondisi pasca grouting, seperti yang ditunjukkan pada tabel di bawah ini:
BLOK B BLOK A BLOK 19 BLOK 20 BLOK 21
EfsAG (%) EfsInv (%) EfsAG (%) EfsInv (%) EfsAG (%) EfsInv (%) EfsAG (%) EfsInv (%) EfsAG (%) EfsInv (%)
85,51 95,48 85,68 95,29 90,85 93,97 91,05 94,28 96,79 99,28
79,17 87,28 96,14 93,89 91,90
79,59 80,96 93,30 91,66 92,51
85,20 87,30 88,47 88,53 83,77
85,08 84,28 89,67 86,12 91,11
92,42 84,47 88,59
96,35 94,33 90,80
95,04 95,86 88,43
96,70 96,21 88,28
86,82 96,85 94,18
95,82 92,85 94,15
91,75 94,58 91,95
92,71 93,61 89,94
93,49 94,34 90,67
96,08 96,02 88,72
93,38 92,76 91,50

105,00
100,00
95,00
90,00
85,00 BLOK B
80,00
75,00 BLOK A
EfsAG (%) EfsInv (%)
BLOK 19
BLOK B 85,51 95,48
BLOK A 85,68 95,29 BLOK 20
BLOK 19 90,85 93,97 BLOK 21
BLOK 20 91,05 94,28
BLOK 21 96,79 99,28

Gambar 6. Perbandingan nilai efektivitas grouting kondisi pasca grouting dengan


kondisi setelah pembiaran 1 – 1,5 tahun

Hasil – hasil tersebut diatas menunjukkan bahwasanya perilaku batuan mudstone


yang sangat rentan rekah dan mengalami pelapukan, mampu diperbaiki tingkat
kekakuan dan kekerasannya dengan metode grouting. Bahkan setelah dilakukan
pembiaran selama lebih dari satu tahun pun, tingkat kekakuan dan kekerasan
batuan mudstone menjadi jauh lebih baik dibandingkan kondisi pasca grouting.

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan

9
Makassar, 2019 Komite Nasional Indonesia Untuk Bendungan Besar (KNI-BB INACOLD)

Untuk batuan jenis mudstone yang memiliki sifat yang mudah mengalami
pelapukan dan memiliki nilai porositas yang tinggi, perbaikan pondasi pada
batuan jenis mudstone dengan metode grouting ternyata mampu menurunkan
tingkat porositas (nilai lugeon) pada batuan jenis mudstone. Tidak hanya itu, hasil
investigasi terhadap kondisi pasca grouting untuk batuan jenis mudstone yang
dilakukan setelah jeda waktu yang cukup panjang, menunjukkan bahwa batuan
jenis mudstone tersebut memiliki nilai lugeon yang lebih rendah dibandingkan
kondisi pasca grouting. Hal ini menunjukkan bahwasanya batuan mudstone yang
telah terkontaminasi dengan grouting cement, tidak mudah berubah sifat maupun
daya dukungnya walaupun mengalami pembiaran bebas dalam waktu yang relatif
lama.
Saran
Studi ini dilakukan berdasarkan hasil investigasi konsultan supervisi Proyek
Pembangunan Bendungan Keureuto terhadap kondisi nilai lugeon baik sebelum
grouting maupun pasca grouting. Investigasi yang dilakukan terbatas pada
kedalaman stage 1, yaitu 0 – 5 m, tidak dilakukan terhadap keseluruhan
kedalaman grouting yang dilakukan. Oleh karena itu, untuk memberi keyakinan
terhadap kondisi real pondasi batuan pada tubuh bendungan utama Bendungan
Keureuto, seharusnya konsultan supervisi menentukan beberapa titik investigasi
tambahan dengan kedalaman sampai dengan kedalaman real ketika grouting
dilaksanakan. Hal ini tentu saja untuk meminimalisir ketidakakuratan data
ataupun asumsi – asumsi yang bisa jadi tidak tepat sasaran pada pelaksanaan
pembangunan Bendungan Keureuto tersebut.
Selain itu, studi ini dapat juga ditelaah kembali dengan melakukan analisa
rembesan terhadap pondasi tubuh bendungan dengan menggunakan aplikasi
SEEP/W yang kemudian membandingkan kondisi lugeon pada pondasi tubuh
bendungan sebelum dilaksanakan grouting, pasca grouting, dan kondisi lugeon
setelah dilakukan pembiaran pasca dilaksanakannya pekerjaan grouting.

DAFTAR PUSTAKA
Balai Keamanan Bendungan. 2003. "Pedoman Kriteria Umum Desain
Bendungan”. Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, Departemen
Permukiman dan Prasarana Wilayah, Jakarta.
Direktorat Sungai dan Waduk. 2005. “Pedoman Grouting Bendungan”. Direktorat
Jenderal Sumber Daya Air, Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta.
Sosrodarsono, Suyono dan Takeda, Kensaku. 2016. “Bendungan Tipe Urugan”,
Balai Pustaka, Jakarta.
Setiawan, Yahya.E.M dan Asmaranto, Runi. “Kajian Perbaikan Pondasi
Kombinasi Plastic Concrete Cut Off Wall dan Grouting Pada Pembangunan
Bendungan Tugu Kabupaten Trenggalek”, Jurnal Pengairan UB, 2018.

10
Makassar, 2019 Komite Nasional Indonesia Untuk Bendungan Besar (KNI-BB INACOLD)

Udiana, I, Made. “Desain Campuran Semen dan Air Pada Pekerjaan Grouting
Proyek Bendungan/Waduk Nipah Madura Jawa Timur ”, Jurnal Teknik Sipil
Vol. II No. 2, September 2013.
PT. Indra Karya. 2013. “Laporan Sertifikasi Waduk Krueng Keureuto di
Kabupaten Aceh Utara”.
PT. Tata Guna Patria, JO. 2016. “Justifikasi Teknis Tindak Lanjut Pelaksanaan
Grouting Bendungan”.
PT. Tata Guna Patria, JO. 2017. “Justifikasi Teknis Pelaksanaan dan Penghentian
Grouting Investigasi”.
http://flexiblelearning.auckland.ac.nz
www.comparerocks.com

11

Anda mungkin juga menyukai