Anda di halaman 1dari 149

FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA ULKUS

DIABETIKUM PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2


DI RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO

SKRIPSI

Oleh :
IRA FERAWATI
G1D010015

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEPERAWATAN
PURWOKERTO
2014

i
ii
iii
PERSEMBAHAN

Alhamdullillah, terimakasih ya allah SWT atas segala rahmat, nikmat, hidayah


serta kelancaran yang telah engkau berikan dalam penyusunan skripsi ini.
Ku persembahkan skripsi ini untuk :
Kedua Orang Tuaku tercinta, tersayang, Bapak Rohadi dan Ibu Tuti yang tak
pernah lupa memberi segala dukungan dan kasih sayang selama hidupku ini,
terimakasih ibu bapak atas segala doa restunya, tanpa kalian aku tidak
mungkin bisa seperti ini. Alm. Bapak gede, mak gede, bapak asir, bapak
hasan, Nenek ku mak, i’ah yang tak pernah lupa mendokan ku, terimakasih...

Untuk saudara- saudara ku tercinta A Rendi, Ka sefti, A yayan, Teh Ai, Teh
Neneng, Adik – adik ku, Ayu, Putri, Putra, keponakan ku Kakak eca, dan
dede eril yang cantik dan lucu- lucu. Terimakasih untuk Keluarga besarku,
kalian adalah alasanku untuk semangat serta kekuatanku untuk menjadi
seorang yang berhasil.

Untuk Bu Yunita dan Bu Sulis, terima kasih atas bimbingan, doa, dan motivasi
dalam penyusunan skripsiku ini, Untuk Bu Anti selaku penguji terima kasih
atas saran dan masukan yang telah diberikan untuk menyempurnakan
penyusunan skripsi ini. Terima kasih untuk semuanya...

Untuk teman-temanku 2010 yang selalu memberikan keceriaan, semangat, dan


dukungan selama kuliah. Untuk oncom yang selalu mewarnai hari- hari ku
selama penyusunan skripsi, Untuk shella, rian, titin, dena, maya, nita, isnani
yang tidak pernah kurang memberikan semangat untukku, yang selalu
membantuku disaat aku kesulitan, dan untuk teman kosan ku tersayang (heti,
mila, tria, mimpi, dan risna) terima kasih atas doa, bantuan dan semangatnya.
Terima kasih untuk keluarga besar keperawatan UNSOED, dosen-dosen
keperawatan, bapendik,.

Terimakasih....

iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Ira Ferawati

Alamat : Jalan Cabe V no. 18 a rt 02/ 05 Pondok Cabe Udik,

Pamulang- Tangerang Selatan

Tempat, tanggal lahir : Jakarta, 14 Juni 1992

Email : Iraferawati_93@yahoo.co.id

Riwayat Pendidikan : 1. SDN Pondok Cabe Udik 1

2. SMP N 1 Ciputat, Tangerang Selatan

3. SMA N 1 Kebomas Gresik

4. Jurusan Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan

Ilmu-Ilmu Kesehatan Universitas Jenderal Soedirman

Tahun Angkatan 2010

v
PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala

petunjuk, rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi dengan judul “Faktor- faktor yang mempengaruhi terjadinya ulkus

diabetikum pada pasien diabetes mellitus tipe 2 di RSUD Prof. dr.

Margono Soekarjo Purwokerto” dengan lancar dan tanpa hambatan suatu

apapun. Terimakasih penulis sampaikan kepada:

1. Dr. Warsinah,M.Si.,Apt, selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu-ilmu

Kesehatan Universitas Jenderal Soedirman.

2. Dr. Saryono,S.Kp.,M.Kes., selaku Ketua Jurusan Keperawatan Fakultas

Kedokteran dan Ilmu-ilmu Kesehatan Universitas Jenderal Soedirman.

3. Yunita Sari, MHS.,Ph.D, selaku dosen pembimbing I yang telah bersedia

memberikan bimbingan sejak awal sampai akhir penyusunan skripsi ini.

4. Sulistiani,S.Kep.Ns.,selaku dosen pembimbing II, terimakasih atas

bimbingan dan kesediaan waktunya untuk mengoreksi secara detail dari

setiap tulisan yang telah tertuang dalam lembaran-lembaran kertas putih.

5. Atyanti Isworo.,M.Kep.,Sp.KMB selaku dosen penguji yang telah

berkenan memberikan pengarahan demi kesempurnaan penelitian ini.

6. Kedua orang tuaku tercinta atas semua motivasi, kasih sayang, perhatian

dan doa dalam penyusunan skripsi ini. Semoga Allah SWT senantiasa

melimpahkan hidayah dan karunia-Nya.

vi
7. Kakak, adik dan keponakan- keponakan ku atas semua kasih sayang dan

motivasinya.

8. Sahabat dan teman seperjuangan angkatan 2010, terima kasih atas

kerjasama dan bantuannya selama penyusunan skripsi ini.

9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, atas bantuan

moral maupun material dalam penulisan skripsiini.

10. Almamaterku, Universitas Jenderal Soedirman

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak

kekurangan,walaupun demikian semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi

semua pihak yang membutuhkan.

Purwokerto, Februari 2014

Ira Ferawati
G1D010015

vii
FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA ULKUS
DIABETIKUM PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2
DI RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO

Ira Ferawati1, Yunita Sari2, Sulistiani3


ABSTRAK
Latar Belakang: Diabetes melitus tipe 2 merupakan diabetes melitus yang terjadi
karena resistensi tubuh terhadap efek insulin yang diproduksi oleh sel beta
pankreas. Diabetes melitus yang tidak terkontrol pada pasien diabetes melitus
akan menyebabkan berbagai komplikasi salah satunya ulkus diabetikum.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor- faktor yang
mempengaruhi terjadinya ulkus diabetikum pada pasien diabetes melitus tipe 2 di
RSUD Prof dr. Margono Soekarjo Purwokerto.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain case control. Pengambilan sampel
menggunakan metode quota sampling dengan sampel sebanyak 72 orang terdiri
dari 36 kelompok kasus (penderita diabetes melitus dengan ulkus diabetikum dan
36 kelompok kontrol (penderita diabetes melitus tanpa ulkus diabetikum) di
RSUD dr. Margono Soekarjo Purwokerto. Instrumen yang digunakan pada
penelitian ini adalah kuesioner. Data dianalisis secara univariat, bivariat dan
multivariat.
Hasil: Faktor perawatan kaki tidak teratur (p=0,000), penggunaan alas kaki tidak
tepat (p=0,000), adanya deformitas kaki (p=0,004), adanya riwayat ulkus
sebelumnya (p=0,002), lama diabetes mellitus ≥8tahun (p=0,018), dan olahraga
tidak teratur (p=0,000) merupakan faktor yang mempengaruhi terjadinya ulkus
diabetikum sedangkan faktor gangguan penglihatan (p=0,083), dukungan keluarga
(p=0,083) dan merokok (p=0,101) tidak mempengaruhi terjadinya ulkus
diabetikum.
Kesimpulan: faktor olahraga merupakan faktor yang paling dominan dalam
mempengaruhi terjadinya ulkus diabetikum, penderita diabetes mellitus yang
tidak melakukan olahraga secara teratur berisiko 10.617 kali terjadinya ulkus
diabetikum.

Kata kunci: Ulkus diabetikum, diabetes mellitus tipe 2, faktor- faktor

viii
FACTORS AFFECTING DIABETICUM ULCERS OF PATIENT
DIABETES MELLITUS TYPE 2
IN RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO

Ira Ferawati1, Yunita Sari2, Sulistiani3

ABSTRACT

Background : Diabetes mellitus type 2 is a diabetes mellitus that occurs because


the body's resistance to the effects of insulin which is produced by the beta cells
of the pancreas . Uncontrolled diabetes mellitus in patients who has diabetes
mellitus cause lead to various complications one of them is diabeticum ulcer.
Purpose : This research aimed to know the factors that influence of the
occurrence of diabeticum ulcers in patients with diabetes mellitus type 2 in RSUD
Prof. dr . Margono Soekarjo Purwokerto.
Methods : This research used a case control design. Taking sampleuse quota
sampling method with the total of sample are 72 people consist of 36 groups of
cases (patients with diabetes mellitus with diabeticum ulcers) and 36 control
group (patients with diabetes mellitus without diabeticum ulcers in RSUDProf. dr
. Margono Soekarjo Purwokerto. Instrument that used in this research is
questionnaire, and it was analyzed used univariate , bivariate and multivariate
analyzes.
Results : Factor irregular foot care (p = 0.000), incorrect use of footwear (p =
0.000), presence of foot deformity (p = 0.004), a history of previous ulcers (p =
0.002), duration of diabetes mellitus ≥ 8year (p = 0.018) , and irregular exercise (p
= 0.000) are factors that influence the occurrence of diabeticum ulcers while
impaired vision factors (p = 0.083), family support (p = 0.083) and smoking (p =
0.101) did not influence the occurrence of diabeticum ulcers.
Conclusion : sport factor is the most dominant factor that influencing the
occurrence of diabeticum ulcers , patient who has diabetes mellitus and did not do
regularly exercise will easily get 10,617 times of the risk of diabeticum ulcers.

Keywords : diabeticum ulcers , diabetes mellitus type 2 , the factors

ix
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... ii

PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN ............................................ iii

PERSEMBAHAN ....................................................................................... iv

DAFTAR RIWAYAT HIDUP .................................................................... v

PRAKATA .................................................................................................. vi

ABSTRAK .................................................................................................. viii

DAFTAR ISI ............................................................................................... x

DAFTAR TABEL ....................................................................................... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xiv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ............................................................. 1

B. Rumusan Masalah ...................................................................... 6

C. Tujuan Penelitian ........................................................................ 6

D. Manfaat Penelitian ...................................................................... 7

E. Keaslian Penelitian .................................................................... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori ........................................................................ 11

1. Diabetes Mellitus ................................................................. 11

a. Pengertian ....................................................................... 11

b. Klasifikasi Diabetes Mellitus .......................................... 11

c. Kriteria Diagnosis Diabetes Mellitus ............................... 13

x
d. Gejala Diabetes Mellitus................................................. 14

e. Komplikasi ...................................................................... 16

2. Ulkus diabetikum................................................................. 20

a. Pengertian ....................................................................... 20

b. Klasifikasi ulkus diabetikum .......................................... 21

c. Tanda dan gejala ulkus diabetikum............................... . 21

d. Patofisiologi ulkus diabetikum....................................... 21

e. Faktor terjadinya ulkus diabetikum ................................ 22

B. Kerangka Teori ........................................................................ 34

C. Kerangka Konsep .................................................................... 35

D. Hipotesis Penelitian .................................................................. 36

BAB III METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian .................................................................. 38

B. Tempat dan waktu penelitian ................................................. 38

C. Populasi dan Sampel .............................................................. 38

D. Variabel Penelitian ................................................................. 41

E. Definisi Operasional. ............................................................. 42

F. Instrumen Penelitian .............................................................. 45

G. Validitas dan Reliabilitas Instrumen.. .................................... 46

H. Jalannya Penelitian ................................................................ 49

I. Analisis Data .......................................................................... 50

J. Etika Penelitian ..................................................................... 53

xi
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian ........................................................................ 54

B. Pembahasan ............................................................................. 64

C. Kelemahan dan keterbatasan penelitian ................................. 85

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ........................................................................... 86

B. Saran ...................................................................................... 87

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

xii
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

3.1 Definisi operasional ......................................................................... 42

4.1 Karakteristik responden ................................................................... 55

4.2 Gambaran lama dm, deformitas kaki, merokok dan olahraga...........56

4.3 Gambaran penggunaan alas kaki, perawatan kaki, riwayat ulkus

sebelumnya, gangguan penglihatan, dukungan keluarga................. 58

4.4 Analisis bivariat............................................................................... 60

4.5 Analisis multivariat pemodelan awal ...............................................62

4.6 Analisis multivariat pemodelan akhir ..............................................63

xiii
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Kerangka Teori ............................................................................. 34

2.2 Kerangka Konsep........................................................................ . 35

xiv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Izin Survei Pendahuluan dari Jurusan Keperawatan FKIK

UNSOED.

Lampiran 2. Surat Izin Survei Pendahuluan dari Diklat RSUD Prof. dr.

Margono Soekarjo Purwokerto

Lampiran 3. Surat izin Uji Validitas dari Jurusan Keperawatan FKIK UNSOED.

Lampiran 4. Surat Izin Uji Validitas dari Diklat RSUD Prof. Margono Soekarjo

Purwokerto

Lampiran 5. Surat Izin Penelitian dari Jurusan Keperawatan FKIK UNSOED.

Lampiran 6. Surat Izin Penelitian dari Diklat RSUD Prof. Margono Soekarjo

Purwokerto

Lampiran 7. Jadwal Kegiatan Penelitian

Lampiran 8. Lembar Permohonan Menjadi Responden.

Lampiran 9. Lembar Persetujuan Menjadi Responden

Lampiran 10. Lembar Observasi Identitas Biodata Responden

Lampiran 11. Lembar Kuesioner Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Ulkus

Diabetikum

Lampiran 12. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas

Lampiran 13. Hasil Analisa Data Univariat, Bivariat, Multivariat

Lampiran 14.Lembar Bimbingan Konsultasi Skripsi

xv
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Diabetes melitus merupakan penyakit degeneratif ditandai dengan

adanya hiperglikemia atau kelebihan kadar glukosa dalam darah yang

memerlukan penanganan tepat (Lanywati, 2001). American Diabetes

Association (ADA) (dalam Standards of Medical Care in Diabetes, 2009)

mengklasifikasikan diabetes melitus menjadi 4 yaitu diabetes melitus tipe

1, diabetes melitus tipe 2, diabetes melitus gestastional dan diabetes

melitus tipe khusus. Menurut Perkumpulan Endokrinologi Indonesia,

(2011), seseorang dapat didiagnosa diabetes melitus apabila mempunyai

gejala klasik diabetes melitus seperti poliuria, polidipsi dan polifagi diserta

dengan gula darah sewaktu ≥200 mg/dL dan gula darah puasa ≥126mg/dL.

Prevalensi diabetes melitus menurut International Diabetes Federation

(IDF) (dalam Perkeni, 20111) pada tahun 2006 terdapat 250 juta penduduk

dunia menderita diabetes melitus dan diperkirakan akan terjadi peningkatan

hingga 450 juta orang pada tahun 2030. Jumlah penderita diabetes melitus

di Indonesia maupun di dunia terus meningkat dengan pesat. Berdasarkan

data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) (dalam Kemenkes RI, 2011)

tahun 2010, pasien diabetes melitus tipe 2 di Indonesia naik dari 8,4 juta

pada 2000 menjadi 21,3 juta pada tahun 2010.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan di Kabupaten Banyumas,

prevalensi diabetes melitus tipe 2 mencapai 1583 kasus dan menduduki


1
2

urutan atas dalam kasus penyakit tidak menular. Hasil studi pendahuluan di

RSUD Prof. dr. Margono Soekarjo Purwokerto menunjukkan pada tahun

2010 terdapat 542 pasien diabetes melitus tipe 2 (rawat jalan 407 dan rawat

inap sebanyak 63), pada tahun 2011 jumlah pasien diabetes melitus tipe 2

periode januari sampai desember mencapai 634 pasien (rawat jalan 251 dan

rawat inap 383). Tahun 2012 kasus diabetes melitus tipe 2 terdapat 210

kasus (rawat inap 105 kasus dan rawat 105 kasus), dan pada tahun 2013

periode januari sampai oktober pasien diabetes melitus tipe 2 mencapai

4352 kasus (rawat inap 827, rawat jalan 3525 kasus).

Diabetes melitus yang tidak terkontrol dengan baik dapat

menimbulkan berbagai komplikasi salah satunya yaitu ulkus diabetikum.

Ulkus diabetikum merupakan luka terbuka pada lapisan kulit sampai ke

dalam dermis. Komplikasi ini dapat terjadi karena adanya hiperglikemia

dan neuropati yang mengakibatkan berbagai perubahan pada kulit dan otot,

sehingga terjadi ketidakseimbangan distribusi tekanan pada telapak kaki

dan selanjutnya akan mempermudah terjadinya ulkus (Waspadji, 2006).

Ulkus diabetikum di Indonesia merupakan permasalahan yang belum

dapat terkelola dengan baik. Prevalensi terjadinya ulkus diabetikum di

Indonesia sebesar 15% dan sering kali berakhir dengan kecacatan dan

kematian(Waspadji, 2006). Menurut data di RSUPNCM (Rumah Sakit

Umum Pusat dr. Mangun CiptoMangunkusomo) tahun 2003 (dalam

Waspadji, 2006) angka kematian dan angka amputasi di RSUPNCM

(Rumah Sakit Umum Pusat dr Mangun CiptoMangunkusomo) masih tinggi


3

masing-masing sebesar 16% dan 28%. Pasien diabetes melitus dengan

ulkus diabetikum pasca amputasi sebanyak 14,3% akan meninggal dalam

setahun pasca amputasi dan sebanyak 37% akan meninggal 3 tahun pasca

amputasi.

Data rekam medik di RSUD Prof. dr. Margono Soekarjo Purwokerto

menunjukkan kasus diabetes melitus dengan ulkus diabetikum tahun 2010

mencapai 592(rawat inap yaitu 63 kasus, rawat jalan yaitu 529 kasus). Pada

tahun 2011 diabetes melitus dengan ulkus diabetikum terdapat 772 kasus

(di rawat inap yaitu 562 kasus, di rawat jalan yaitu 205 kasus). Sedangkan

ulkus diabetikum dan pada tahun 2013 periode januari- oktoberpasien

diabetes melitus tipe 2 mecapai 149 kasus ( rawat inap 10 kasus, di rawat

jalan 139 kasus).

Penelitian yang dilakukan oleh Hastuti (2008) menunjukkan bahwa

faktor terjadinya ulkus yaitu lama diabetes melitus >10 Tahun, kadar

kolesterol >200 mg/dl, kadar HDL <45 mg/dl, ketidakpatuhan diet diabetes

melitus, kurangnya latihan fisik, perawatan kaki tidak teratur dan

penggunaan alas kaki tidak tepat dan penelitian yang dilakukan oleh

Sugiarto (2013) dengan jumlah sampel 58 responden dengan hasil terdapat

hubungan antara tingkat pendidikan, usia, HbA1c >8%, obesitas dan

hipertensi, sedangkan jenis kelamin dan riwayat merokok tidak memiliki

hubungan dengan kejadian ulkus diabetikum.

Angka terjadinya ulkus diabetikum pada pasien diabetes melitus lebih

banyak terjadi pada pasien diabetes melitus tipe 2, dan mayoritas berusia
4

lanjut (Zahtamal, 2007). Proses penuaan secara degeratif berdampak pada

perubahan secara keseluruhan, dengan adanya proses penuaan disertai

kondisi penyakit. Penderita diabetes melitus harus lebih memperhatikan

kesehatannya untuk mencegah terjadinya komplikasi. Lamanya diabetes

melitus ≥8 tahun, adanya deformitas kaki karena kadar glukosa darah yang

tidak terkontrol dan adanya gangguan penglihatan mempengaruhi

penatalaksanaan dalam pencegahan terjadinya ulkus seperti sulitnya

melakukan perawatan kaki atau inspeksi kaki. Penderita diabetes melitus

dengan riwayat ulkus sebelumnya berisiko terjadinya ulkus berulang. Hal

tersebut dapat disebabkan karena banyaknya penderita diabetes melitus

yang mengatakan tidak paham dalam melakukan pencegah terhadap

terjadinya ulkus berulang disertai dengan riwayat merokok sehingga

memperburuk kondisi kesehatan.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan dengan wawancara yang

dilakukan peneliti terhadap 3 responden diabetes melitus tipe 2 menyatakan

bahwa keluarga memberikan dukungan keluarga yang cukup baik seperti

membantu mengatur diet, menyarankan untuk berjalan kaki setiap hari dan

memberikan bantuan terhadap perawatan diri terutama pada responden

diabetes melitus dengan lanjut usia. Selain itu terdapat responden yang

menyatakan bahwa tidak pernah menggunakan alas kaki pada saat

beraktivitas, tidak memperhatikan perawatan kaki tidak teratur, dan

melakukan olahraga dengan jalan kaki setiap pagi. Namun dari 3 orang

responden tersebut terdapat 1 responden yang menyatakan bahwa ia tinggal


5

seorang diri tanpa pendampingan dari keluarga sehingga responden

mengatur diet seorang diri untuk mengkontrol gula darahnya dan pergi ke

rumah sakit tanpa didampingi oleh anggota keluarganya.

Peneliti juga melakukan wawancara terhadap 3 orang responden ulkus

diabetikum menyatakan bahwa keluarga selalu memberikan bantuan dalam

mengatur makanan, namun tidak membantu dalam perawatan diri seperti

memotong kuku atau perawatan kaki, responden mengatakan setiap

anggota keluarga memiliki kesibukan masing- masing sehingga angota

keluarga tidak memiliki waktu untuk membantu dalam melakukan

perawatan kaki untuk mencegah terjadinya ulkus diabetikum.

Berdasarkan hasil survei pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti

terhadap beberapa pasien diabetes melitus dan didukung dengan data

kejadian ulkus diabetikum yang cukup tinggi. Peneliti tertarik melakukan

penelitian mengenai faktor- faktor yang mempengaruhi terjadinya ulkus

diabetikum pada pasien diabetes melitus tipe 2 seperti lama diabetes

melitus ≥8 tahun, gangguan penglihatan, penggunaan alas kaki, perawatan

kaki, dukungan keluarga, deformitas kaki, riwayat ulkus sebelumnya,

olahraga, merokok di RSUD Prof. dr. Margono Soekarjo Purwokerto.


6

B. Rumusan Masalah

Berdasarkanpada latar belakang tersebut dirumuskan masalah

penelitian sebagai berikut : ”Faktor- faktor apa saja yang mempengaruhi

terjadinya ulkus diabetikum pada pasien diabetes melitus tipe 2 di RSUD

Prof. dr. Margono Soekarjo Purwokerto”

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini yaitu sebagai berikut :

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor- faktor yang mempengaruhi terjadinya

ulkus diabetikum pada pasien diabetes melitus tipe 2 di RSUD Prof. dr.

Margono Soekarjo Purwokerto.

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Mengetahui karakteristik responden (usia, jenis kelamin, pekerjaan,

pendidikan)

b. Mengetahui pengaruh faktor merokok pada pasien diabetes

melitustipe 2 terhadap terjadinya ulkus diabetikum

c. Mengetahui pengaruh faktor penggunaan alas kaki pada pasien

diabetes melitus tipe 2 terhadap terjadinya ulkus diabetikum

d. Mengetahui pengaruh faktor lama diabetes Melitus ≥8 tahun pada

pasien diabetes melitustipe 2 terhadap terjadinya ulkus diabetikum

e. Mengetahui pengaruh faktor olahraga pada pasien diabetes

melitustipe 2 terhadap terjadinya ulkus diabetikum


7

f. Mengetahui pengaruh faktor gangguan penglihatan pada pasien

diabetes melitus tipe 2 terhadap terjadinya ulkus diabetikum

g. Mengetahui pengaruh faktor deformitas kaki pada pasien diabetes

melitus tipe 2 terhadap terjadinya ulkus diabetikum

h. Mengetahui pengaruh faktor riwayat ulkus sebelumnya pada pasien

diabetes melitus tipe 2 terhadap terjadinya ulkus diabetikum

i. Mengetahui pengaruh faktor perawatan kaki tidak teratur pada

pasien diabetes melitus tipe 2 terhadap terjadinya ulkus diabetikum

j. Mengetahui pengaruh faktor dukungan keluarga pada pasien

diabetes melitus tipe 2 terhadap terjadinya ulkus diabetikum

k. Mengetahui pengaruh faktor dominan yang mempengaruhi

terjadinya ulkus diabetikum pada pasien diabetes melitus tipe 2

terhadap terjadinya ulkus diabetikum.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi pasien diabetes melitus

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi tentang faktor-

faktor apa saja yang dapat mengakibatkan terjadinya ulkus diabetikum

sehingga bagi pasien diabetes melitus dapat meminimalkan timbulnya

ulkus diabetikum.

2. Bagi Institusi Pendidikan Keperawatan

Penelitian ini dapat dijadikan tambahan kepustakaan dalam

pengembangan ilmu kesehatan khususnya mengenai faktor- faktor yang


8

dapat menyebabkan terjadinya ulkus diabetikum pada pasien diabetes

melitus tipe 2.

3. Bagi Peneliti

Peneliti dapat mengembangkan ide-ide penelitian selanjutnya sehingga

dapat menambah variasi dalam penelitian selanjutnya. Penelitian ini

bermanfaat untuk mengetahui faktor- faktor yang mempengaruhi

terjadinya ulkus diabetikum pada pasien diabetes melitus tipe 2.

4. Bagi institusi pelayanan kesehatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam pemberian

pendidikan kesehatan pada pasien diabetes melitus agar dapat

mencegah timbulnya ulkus diabetikum.

E. Keaslian Penelitian

Penelitian dengan judul “Faktor- faktor yang mempengaruhi

terjadinya ulkus diabetikum pada pasien diabetes melitus tipe 2 di RSUD

Prof. dr. Margono Soekarjo Purwokerto”memiliki tujuan untuk

mengetahui faktor- faktor apa saja yang mempengaruhi terjadinya ulkus

diabetikum pada pasien diabetes melitus tipe 2 di RSUD Prof. Dr.

Margono Soekarjo Purwokerto. Akan tetapi ada penelitian sejenis yang

memiliki kesamaan yakni :

1. Penelitian yang dilakukan oleh Hastuti (2008) dengan judul “Faktor-

faktor resiko ulkus diabetika pada panderita diabetes melitus (studi

kasus di “RSUD Dr. Moewardi Surakarta”). Penelitian ini merupakan

jenis penelitian observasional analitik dengan desain case control


9

study, dengan tujuan untuk membuktikan ada faktor risiko yang tidak

dapat diubah dan dapat diubah terhadap terjadinya ulkus diabetika

pada pasien diabetes melitus. Jumlah sampel pada penelitian ini yaitu

72 orang yang terdiri dari 36 kasus (pasien diabetes Melitus dengan

ulkus diabetika) dan 36 orang sebagai kelompok kontrol (penderita

diabetes melitus tanpa ulkus diabetika) di RSUD Dr. Moewardi

Surakarta. Data dianalisis secara univariat, bivariat dan multivariat.

Faktor terjadinya ulkus diabetik yang tidak dapat diubah dan dapat

diubah secara bersama- sama terbukti sebagai faktor risiko ulkus

diabetika adalah lama DM >10 Tahun, kadar kolesterol >200 mg/dl,

kadar HDL <45 mg/dl, ketidakpatuhan diet diabetes melitus,

kurangnya latihan fisik, perawatan kaki tidak teratur dan penggunaan

alas kaki tidak tepat. Persamaan penelitian yang akan dilakukan

terletak pada variabel terikat dan beberapa bagian dari variabel bebas

seperti penggunaan alas kaki, olahraga, perawatan kaki tidak teratur

dan olahraga. Perbedaan terletak pada beberapa variabel bebas seperti

gangguan penglihatan, deformitas kaki, riwayat ulkus sebelumnya,

dukungan keluarga dan responden pada penelitian yang akan

dilakukan hanya pada responden diabetes melitus tipe 2 dan tempat

penelitian.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Sugiarto (2013) dengan judul “faktor

resiko yang berhubungan dengan kejadian ulkus diabetika pada pasien

diabetes melitus tipe 2 di RSUD Prof.dr. Margono Soekarjo


10

Purwokerto”. desain penelitian case- control dan menggunakana

teknik quota sampling. Jumlah sampel 58 responden terdiri 29 pasien

ulkus diabetika dan 29 pasien diabetes melitus tipe 2 tanpa ulkus

diabetika di RSUD Prof. dr. Margono Soekarjo Purwokerto. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa faktor risiko yang berhubungan

dengan kejadian ulkus diabetika adalah tingkat pendidikan (p= 0,000),

usia ≥50 tahun (p= 0,000), HbA1c >8% (p= 0,000), obesitas (p=

0,000), dan hipertensi (p= 0,002). Faktor yang tidak terbukti

berhubungan dengan kejadian ulkus diabetika adalah jenis kelamin

(p= 0,059) dan riwayat merokok (p= 0,791). Dalam uji multivariat,

usia ≥50 tahun dan kadar HbA1c > 8% merupakan faktor dominan

terhadap kejadian ulkus diabetika. Persamaan dengan penelitian yang

akan dilakukan terletak pada variabel bebas (merokok), variabel

terikat, dan metode penelitian. Perbedaan penelitian tersebut dengan

penelitian ini terletak pada beberapa komponen dari variabel bebas

yaitu (penggunaan alas kaki, deformitas kaki, olahraga, riwayat ulkus,

perawatan kaki tidak teratur, lama diabetes melitus ≥8 tahun,

gangguan penglihatan dan dukungan keluarga).


11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Diabetes Melitus

a. Pengertian

Diabetes melitus adalah suatu keadaan kelebihan kadar

glukosa dalam tubuh disertai dengan kelainan metabolik akibat

gangguan hormonal dan dapat menimbulkan berbagai kompilkasi

kronik. Diabetes melitus juga merupakan penyakit yang menahun

atau tidak dapat disembuhkan (Mansjoer et al., 2000). Menurut

Perkumpulan Endokrinologi Indonesia, (2011) seseorang dapat

didiagnosa diabetes melitus apabila mempunyai gejala klasik

diabetes melitus seperti poliuria, polidipsi dan polifagi diserta

dengan gula darah sewaktu ≥200 mg/dL dan gula darah puasa

≥126mg/dL.

b. Klasifikasi Diabetes Melitus

American Diabetes Association (ADA) mengklasifikasikan

diabetes melitus berdasarkan patogenesis sindrom diabetes melitus

dan gangguan toleransi glukosa. Diabetes melitus diklasifikasikan

menjadi 4 yaitu diabetes melitus tipe 1, diabetes melitus tipe 2,

diabetes gestational dan diabetes melitus tipe khusus Price &

Wilson, 2005)

11
12

1) Diabetes tipe 1

Diabetes tipe 1 (insulin-dependent diabetes melitus atau

IDDM) merupakan diabetes yang disebabkan oleh proses

autoimun sel- T (autoimmune T- Cell attack) yang

menghancurkan sel- sel beta pankreas yang dalam keadaan

normal menghasilkan hormon insulin, sehingga insulin tidak

terbentuk dan mengakibatkan penumpukan glukosa dalam

darah. Pasien dengan diabetes tipe 1 membutuhkan

penyuntikan insulin untuk mengendalikan kadar glukosa darah.

(Smeltzer & Bare, 2001).

2) Diabetes Tipe 2

Diabetes melitus tipe 2 adalah diabetes melitus yang

tidak tergantung dengan insulin. Diabetes melitus ini terjadi

karena pankreas tidak dapat menghasilkan insulin yang cukup

atau tubuh tidak mampu menggunakan insulin secara efektif

sehingga terjadi kelebihan gula dalam darah. Diabetes melitus

tipe 2 dapat terjadi pada usia pertengahan dan kebanyakan

penderita memiliki kelebihan berat badan (Smeltzer & Bare,

2001).

3) Diabetes Gestastional ( diabetes kehamilan )

Diabetes gestastional adalah diabetes yang terjadi pada

masa kehamilan dan mempengaruhi 4% dari semua kehamilan.

Diabetes gestastional disebabkan karena peningkatan sekresi


13

berbagai hormon yang mempunyai efek metabolik terhadap

toleransi glukosa. Diabetes gastastional dapat hilang setelah

proses persalinan selesai. (Price & Wilson, 2005).

4) Diabetes melitus tipe khusus

Diabetes melitus tipe khusus merupakan diabetes yang

terjadi karena adanya kerusakan pada pankreas yang

memproduksi insulin dan mutasi gen serta mengganggu sel

beta pankreas sehingga mengakibatkan kegagalan dalam

menghasilkan insulin secara teratur sesuai dengan kebutuhan

tubuh. Sindrom hormonal yang dapat mengganggu sekresi dan

menghambat kerja insulin yaitu sindrom chusing, akromegali

dan sindrom genetik (Arisman, 2011).

c. Kriteria Diagnosis Diabetes Melitus

Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (Perkeni) membagi

alur diagnosis diabetes melitus menjadi dua bagian besar

berdasarkan ada tidaknya gejala khas diabetes melitus. Gejala khas

diabetes melitus terdiri dari poliuria, polidipsia, polifagiadan berat

badan menurun tanpa sebab yang jelas, sedangkan gejala tidak

khas diabetes melitus diantaranya lemas, kesemutan, luka yang

sulit sembuh, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi pada pria, dan

pruritus vulva pada wanita (Purnamasari, 2009). Diagnosis

diabetes melitus dalam buku ajar ilmu penyakit dalam Purnamasari

(2009) dapat ditegakkan melalui cara sebagai berikut :


14

1) Gejala klasik diabetes melitus + glukosa plasama sewaktu ≥ 200

mg/dl (11,1 mmol/L). Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil

pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu

makan terakhir.

2) Gejala klasik diabetes melitus + glukosa plasama puasa ≥ 125

mg/dl (7,0 mmol/L). Puasa diartikan pasien tidak mendapat

kalori tambahan sedikitnya 8 jam.

3) Glukosa plasma 2 jam pada TTGO ≥ 200 mg/dL (11,1 mmol/L).

TTGO dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban

glukosa yang setara dengan 75 gram glukosa anhidrus yang

dilarutkan ke dalam air.

d. Gejala Diabetes Melitus

Menurut Wicak (2009) gejala umum yang ditimbulkan oleh

penyakit diabetes melitus dianataranya :

1) Pengeluaran urin (Poliuria)

Poliuria adalah keadaan dimana volume air kemih dalam

24 jam meningkat melebihi batas normal. Poliuria timbul

sebagai gejala diabetes melitus dikarenakan kadar gula dalam

tubuh relatif tinggi sehingga tubuh tidak sanggup untuk

mengurainya dan berusaha untuk mengeluarkannya melalui

urin. Gejala pengeluaran urin ini lebih sering terjadi pada

malam hari dan urin yang dikeluarkan mengandung glukosa.


15

2) Timbul rasa haus (Polidipsia)

Polidipsia adalah rasa haus berlebihan yang timbul

karena kadar glukosa terbawa oleh urinsehingga tubuh

merespon untuk meningkatkan asupan cairan.

3) Timbul rasa lapar (Polifagia)

Pasien diabetes melitus akan merasa cepat lapar,hal ini

disebabkan karena glukosa dalam tubuh semakin habis,

sedangkan kadar glukosa dalam darah cukup tinggi.

4) Berkeringan banyak

Glukosa yang tidak dapat terurai akan dikeluarkan oleh

tubuh melalui keringat sehingga pada pasien diabetes melitus

akan mudah berkeringat banyak.

5) Lesu

Pasien diabetes melitus akan mudah merasakan lesu. Hal

ini disebabkan karena pada gukosa dalam tubuh sudah banyak

dibuang oleh tubuh melalui keringat atau urin, sehinggu tubuh

merasa lesu dan mudah lelah.

6) Penyusutan berat badan

Penyusutan berat badan pada pasien diabetes melitus

disebabkan karena tubuh terpaksa mengambil dan membakar

lemak sebagai cadangan energi.


16

e. Komplikasi

Diabetes melitusmerupakan salah satu penyakit yang dapat

menimbulkan berbagai komplikasi. Menurut Smeltzer & Bare

(2001) komplikasi pada pasien diabetes melitus dibagi menjadi dua

yaitu komplikasi metabolik akut dan komplikasi metabolik kronik.

1) Komplikasi metabolik akut

Komplikasi metabolik akut pada penyakit diabetes melitus

terdapat tiga macam yang berhubungan dengan gangguan

keseimbangan kadar glukosa darah jangka pendek diantaranya :

(Smeltzer & Bare, 2001)

a) Hipoglikemia

Hipoglikemia (kekurangan glukosa dalam darah) timbul

sebagai komplikasi diabetes yang disebabkan karena

pengobatan yang kurang tepat. Pasien diabetes melitus pada

umumnya mengalami hiperglikemia (kelebihan glukosa

dalam darah) namun karena kondisi tersebut pasien diabetes

melitus berusaha untuk menurunkan kelebihan glukosa

dengan memberikan suntik insulin secara berlebihan,

konsumsi makanan yang terlalu sedikit dan aktivitas fisik

yang berat sehingga mengakibatkan hipoglikemia (Smeltzer

& Bare, 2001).


17

b) Ketoasidosis diabetik

Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah komplikasi diabetes

yang disebabkan karena kelebihan kadar glukosa dalam darah

sedangkan kadar insulin dalam tubuh sangat menurun

sehingga mengakibatkan kekacauan metabolik yang ditandai

oleh trias hiperglikemia, asidosis dan ketosis (Soewondo,

2006).

c) Sindrom HHNK (koma hiperglikemia hiperosmoler

nonketotik)

Sindrom HHNK adalah komplikasi diabetes melitus

yang ditandai dengan hiperglikemia berat dengan kadar

glukosa serum lebih dari 600 mg/dl. Sindrom HHNK

disebabkan karena kekurangan jumlah insulin efektif.

Hiperglikemia ini muncul tanpa ketosis dan menyebabkan

hiperosmolalitas, diuresis osmotik dan dehidrasi berat. (Price

& Wilson, 2005).

2) Komplikasi metabolik kronik

Komplikasi metabolik kronik pada pasien diabetes

melitus menurut Price and Wilson (2005) dapat berupa

kerusakan pada pembuluh darah kecil (mikrovaskuer) dan

komplikas pada pembuluh darah besar (makrovaskuer)

diantaranya :
18

a) Komplikasi pembuluh darah kecil (mikrovaskuer)

Komplikasi yang ditimbulkan oleh penyakit diabetes

melitus terhadap pembuluh darah kecil (mikrovaskuler)

yaitu:

(1) Kerusakan retina mata (Retinopati)

Kerusakan retina mata (retinopati) adalah suatu

mikroangiopati ditandai dengan kerusakan dan

sumbahan pembuluh darah kecil. Retinopati belum

diketahui penyebabnya secara pasti, namun keadaan

hiperglikemia diangap sebagai faktor risiko yang paling

utama. Pasien diabetes melitus memiliki risiko 25 kali

lebih mudah mengalami retinopati dan meningkat

dengan lamanya diabetes. (Pandelaki, (2009).

(2) Kerusakan ginjal (Nefropati diabetik)

Kerusakan ginjal pada pasien diabetes melitus

ditandai dengan albuminuria menetap (>300mg/24jam

atau >200ih/menit) minimal dua kali pemeriksaan

dalam kurun waktu 3 sampai dengan 6 bulan. Nefropati

diabetik merupakan penyebab utama terjadinya gagal

ginjal terminal. Pasien diabetes melitus tipe 1 dan tipe 2

memiliki faktor risiko yang sama namun angka

kejadian nefropati diabetikum lebih tinggi pada pasien


19

diabetes melitus tipe 2 dibandingkan pada pasien

diabetes melitus tipe 1 (Hendromartono, 2006)

(3) Keruskan syaraf (Neuropati diabetik)

Neuropati diabetik merupakan komplikasi yang

paling sering ditemukan pada pasien diabetes melitus.

Neuropati pada diabetes melitus mengacu pada

sekelompok penyakit yang menyerang semua tipe saraf.

Neuropati diabetik berawal dari hiperglikemia yang

berkepanjangan. Risiko yang dihadapi pasien diabetes

melitus dengan neuropati diabetik yaitu adanya ulkus

yang tidak sembuh- sembuh dan amputasi jari atau

kaki(Subekti, 2006).

b) Komplikasi pembuluh darah besar ( makrovaskuer )

Komplikasi pada pembuluh darah besar (efek

makrovaskuler) pada pasien diabetes yaitu stroke dan

risiko jantung koroner.

(1) Penyakit jantung koroner

Komplikasi penyakit jantung koroner pada

pasien diabetes melitus disebabkan karena adanya

iskemia atau infark miokard yang terkadang tidak

disetai dengan nyeri dada atau disebut dengan SMI

(silent myocardial infarction). Risiko komplikasi

penyakit jantung koroner pada pasien diabetes melitus


20

dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti

hipertensi, hiperglikemia, kadar kolesterol total, kadar

kolestrol LDL (low density lipoprotein), kadar

kolesterol HDL (high density lipoprotein), kadar

trigliserida, merokok, dan adanya riwayat

keluarga(Yanti, 2008).

(2) Penyakit serebrovaskuler

Pasien diabetes melitus berisiko 2 kali lipat

dibandingkan dengan pasien nondiabetes untuk terkena

penyakit serebrovaskuler. Gejala yang ditimbulkan

pada penyakit ini menyerupai gejala pada komplikasi

akut diabetes, seperti adanya keluhan pusing atau

vertigo, gangguan penglihatan, kelemahan dan bicara

pelo. (Smeltzer & Bare, 2001).

2. Ulkus diabetikum

a. Pengertian

Ulkus diabetikum merupakan salah satu komplikasi kronik dari

penyakit diabetes melitus. Ulkus diabetikum merupakan luka terbuka

pada lapisan kulit sampai ke dalam dermis.Ulkus diabetikum terjadi

karena adanya penyumbatan pada pembuluh darah di tungkai dan

neuropati perifer akibat kadar gula darah yang tinggi sehingga pasien

tidak menyadari adanya luka (Waspadji, 2006).


21

b. Klasifikasi

Ulkus diabetikum diklasifikasikan dalam beberapa grade

menurut Wagner dikutip oleh Veves and Lyons (2007) yaitu :

Grade 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh disertai dengan

pembentukan kalus

Grade 1 : Ulkus superfisial terbatas pada kulit

Grade 2 : Ulkus dalam dan menembus tendon dan tulang

Grade 3 : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis

Grade 4 : Gangren pada jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau

tanpa selullitus

Grade 5 : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai bawah.

c. Tanda dan gejala ulkus diabetikum

1. Sensasi nyeri berkurang

2. Sensasi nyeri pada saat istirahat

3. Penurunan denyut nadi arteri dorsalis perdis, tibialis dan

poplitea

4. Kaki dingin, kuku menebal

5. Kulit kering

6. Kerusakan jaringan (Hastuti, 2008)

d. Patofisologi ulkus diabetikum

Ulkus diabetikum diawali dengan adanya hiperglikemia pada

pasien dengan diabetes melitus yang menyebabkan kelainan

neuropati, baik neuropati sensorik maupun motorik dan automik.


22

Kelainan tersebut akan mengakibatkan berbagai perubahan pada

kulit dan otot, kemudian akan menyebabkan terjadinya perubahan

distribusi tekanan pada telapak kaki dan selanjutnya akan

mempermudah terjadinya ulkus, dengan adanya kerentanan terhadap

infeksi dapat menyebabkan infeksi mudah merebak menjadi infeksi

yang luas. Faktor aliran darah yang kurang juga akan lebih lanjut

menambah kesulitan dalam pengelolahan ulkus

diabetikum(Waspadji, 2009).

e. Faktor terjadinya ulkus diabetikum

1) Faktor secara langsung

a) Usia ≥50 tahun

Usia ≥50 tahun berisiko terhadap terjadinya ulkus

diabetikum. Pada usia ≥50 tahun fungsi tubuh secara fisiologis

menurun, hal ini disebabkan karena penurunan sekresi atau

resistensi insulin, sehingga kemampuan fungsi tubuh terhadap

pengendalian glukosa darah yang tinggi kurang optimal (Prastica,

2013). Penelitian yang dilakukan oleh Merza & Tesdaye di

Amerika Serikat pada tahun 2003 menunjukkan bahwa usia 45-

64 tahun sangat berisiko terhadap terjadinya ulkus diabetikum.

b) Jenis kelamin

Jenis kelamin perempuan berisiko terhadap terjadinya ulkus

diabetikum. Hal ini disebabkan karena adanya perubahan

hormonal pada perempuan yang memasuki masa menopause.


23

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Purwanti pada tahun 2013

menunjukkan bahwa terdapat 64,7% responden berjenis kelamin

perempuan yang menderita diabetes melitus dibandingkan jenis

kelamin laki- laki. Proses penuaan dapat mempengaruhi

sensitivitas sel- sel tubuh terhadap insulin dan dapat memperburuk

kadar gula darah sehingga dapat menyebabkan komplikasi

diabetes dari waktu ke waktu (Mayasari, 2012).

c) Pendidikan

Pendidikan merupakan aspek status sosial yang sangat

berhubungan dengan status kesehatan. Pendidikan berperan

penting dalam membentuk pengetahun dan pola perilaku

seseorang (Friedman, Bowden & Jones, 2003). Pengetahuan yang

cukup akan membantu dalam memahami dan mempersiapkan

dirinya untuk beradaptasi dengan perubahan- perubahan yang

terjadi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh sugiarto pada tahun

2013 menunjukkan bahwa pendidikan rendah secara signifikan

mempengaruhi terjadinya ulkus diabetikum.

d) Pekerjaan

Pekerjaan merupakan faktor penentu dari kesehatan. Jenis

pekerjaanseseorang ikut berperan dalam mempengaruhi

kesehatannya (Marmot, 2010). Penelitian yang dilakukan oleh

Dewi (2006) menunjukkan bahwa sebagian besar responden

dengan ulkus diabetikum bekerja sebagai petani. Sedangkan


24

penelitian yang dilakukan oleh Diani pada tahun 2013

menunjukkan bahwa responden yang bekerja sebagai pegawai

negeri sipil memiliki perawatan kaki yang lebih baik baik dari pada

pekerjaan yang lain, hal ini disebabkan karena tempat bekerja di

dalam kantor membuat penderita diabetes melitus memiliki

kesempatan lebih banyak untuk melakukan perawatan kaki.

e) Diet

Diet adalah pengaturan terhadap makanan yang

dikonsumsi. Jenis diet yang dilakukan dapat bermacam- macam

sesuai dengan tujuan dari diet (Wicak, 2009). Salah satu

penatalaksanaan pada pasien diabetes melitus untuk mengkontrol

kadar glukosa darah yaitu dengan melakukan diet dengan

mangatur jadwal makan. Penelitian yang dilakukan oleh hastuti

pada tahun 2008 menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang

signifikan antara diet diabetes melitus dengan terjadinya ulkus

diabetikum dengan p <0,0001

f) Lama diabetes melitus ≥ 8 tahun

Penelitian di India oleh Shahi tahun 2012 pada 678 pasien

diabetes melltius menunjukkan hasil lama menderita diabetes

melitus ≥8 tahun merupakan faktor risiko terjadinya ulkus

diabetikum dengan (OR-6,97,p= 0,00). Pasien diabetes melitus

yang sudah lama didiagnosa penyakit diabetes memiliki risiko

lebih tinggi terjadinya ulkus diabetikum. Kadar gula darah yang


25

tidak terkontrol dari waktu ke waktu dapat mengakibatkan

hiperglikemia sehingga dapat menimbulkan komplikasi yang

berhubungan dengan neuropati diabetik dimana pasien diabetes

melitus akan kehilangan sensasi perasa dan tidak menyadari

timbulnya luka.

g) Merokok

Pasien diabetes melitus yang memiliki riwayat atau kebiasaan

merokok berisiko 10- 16 kali lebih besar terjadinya peripheral

arterial disease(Baker, 2005). Peripheral arterial disease

merupakan penyakit dimana adanya sumbatan aliran darah dari

atau ke jaringan organ. Sumbatan pada aliran darah dapat

terbentuk atas lemak, kalsium, jaringan fibrosa atau zat lain.

Sumbatan akut pada ekstremitas bermanifestasi sebagai gejala-

gejala iskemia yang timbulnya mendadak seperti nyeri, pucat,

hilangnya denyut nadi dan paralisis (Schwartz, Seymour I, 2000).

Penyumbatan pembuluh darah yang terbentuk pada aliran

darah pasien diabetes melitus yang memiliki kebiasaan merokok

disebabkan karena bahan kimia dalam tembakau yang dapat

merusak sel endotel yang melapisi dinding pembuluh darah

sehingga meningkatkan permeabilitas lipid (lemak) dan komponen

darah lainnya serta merangsang pembentukan lemak substansi

atau ateroma. Sumbatan pada pembuluh darah mengakibatkan

penurunan jumlah sirkulasi darah pada kaki dan menurunkan


26

jumlah oksigen yang dikirim ke jaringan dan menyebabkan

iskemia dan ulserasi atau ulkus diabetikum (Baker, 2005).

h) Olahraga

Penerapan pola hidup sehat pada pasien diabetes melitus

sangat dianjurkan, salah satunya yaitu dengan berolahraga secara

rutin. Menurut penelitian Dr.Lawrence Kinsell (dalam

Mangoenprasodjo, 2005)responden yang diberikan latihan

olahraga diketahui kebutuhan insulinnya menurun sampai 40 %

dan merasa lebih sehat dibandingkan dengan responden yang

tidak berolahraga. Olahraga tidak hanya menurunkan kebutuhan

insulin pada tubuh, olahraga juga dapat meningkatkan sirkulasi

darah terutama pada bagian kaki (Mangoenprasodjo, 2005).

Penelitian yang dilakukan oleh Yadav, Tiwari, and Dhanaraj

(2008) aktivitas fisik seperti berjalan kaki setidaknya 30 menit

perhari dapat menurunkan terjadinya komplikasi seperti

timbulnya ulkus diabetikum.

i) Penggunaan alas kaki

Kaki pasien diabetes melitus sangat rentan terhadap

terjadinya luka, hal ini disebabkan karena adanya neuropati

diabetik dimana pasien diabetes mengalami penurunan pada indra

perasanya. Pengunaan alas kaki yang benar menurut Armstrong,

SA, GD, and RW (2008) cukup efektif untuk menurunkan angka

terjadinya luka diabetikum karena dengan menggunakan alas kaki


27

yang tepat dapat mengurangi tekanan pada plantar kaki dan

mencegah kaki atau melindungi kaki agar tidak tertusuk benda

tajam.

Pencegahan yang dapat dilakukan agar tidak terjadi ulkus

diabetikum yaitu dengan cara melakukan pemeriksaan pada sepatu

yang akan digunakan setiap hari untuk mengetahui ada atau tidak

batu- batu kecil yang dapat mencederai kaki, menggunakan sepatu

sesuai dengan ukuran kaki, menggunakan kaos kaki yang tidak

terlalu ketat atau kaos kaki yang terbuat dari bahan katun,

menganti kaos kaki setiap hari dan selalu menggunakan alas kaki

yang tertutup baik di dalam rumah ataupun diluar rumah(Johnson,

2005)

j) Gangguan penglihatan

Pasien diabetes melitus memiliki risiko 25 kali lebih mudah

mengalami kebutaan dibandingkan dengan nondiabetes salah satu

gangguan mata tersebut yaitu retinopati diabetik yang merupakan

penyebab kebutaan dan sering ditemukan pada usia dewasa antara

20 sampai 74 tahun (Pandelaki, 2009). Menurut Pandelaki

(2009)Risiko mengalami retinopatidiabetik pada pasien diabetes

melitus meningkat sejalan dengan lamanya diabetes melitus,

meskipun penyebab retinopati diabetik sampai saat ini belum

diketahui secara pasti, namun keadaan hiperglikemia yang

berlangsung lama dianggap sebagai faktor risiko utama.


28

Gangguan penglihatan pada pasien diabetes melitus dapat

mempengaruhi pelaksanaan perawatan kaki seperti mengkaji ada

atau tidaknya luka di kaki pada setiap harinya.

k) Deformitas kaki

Diabetes melitus dapat menyebabkan gangguan pada saraf

tepi meliputi gangguan pada saraf motorik, sensorik dan otonom.

Gangguan pada saraf ini disebabkan karena hiperglikemia

berkepanjangan dan menyebabkan aktivitas jalur poliol

meningkat, yaitu terjadi aktivitas enzim aldose- reduktase, yang

merubah glukosa menjadi sorbitol, kemudian dimetabolisasi oleh

sorbitol dehidrogenase menjadi fruktosa. Akumulasi sorbitol dan

fruktosa dalam sel saraf merusak sel saraf sehingga

mengakibatkan gangguan pada pembuluh darah yaitu adanya

perfusi ke jaringan saraf yang menurun dan terjadi perlambatan

konduksi saraf (Subekti, 2009).

Gangguan pada saraf tepi terutama pada saraf motorik

mengakibatkan pengencilan otot sehingga otot kaki menjadi tidak

seimbang dan mengakibatkan perubahan bentuk (deformitas)

pada kaki seperti menekuk (cock up toes), bergesernya sendi

(luksasi) pada sendi kaki depan dan terjadi penipisan bantalan

lemak dibawah pangkal jari kaki sehingga terjadi perluasan

daerah yang mengalami penekanan dan menimbulkan calus atau

kapalan (Dewani, 2006). Penelitian yang dilakukan oleh


29

(Abouaesha et al., 2001) menunjukkan hasil yang signifikan

antara kejadian ulkus diabetikum dengan penekanan pada kaki

dengan hasil p< 0,0001.

l) Riwayat ulkus sebelumnya

Pasien diabetes melitus yang memiliki riwayat ulkus

sebelumnya berisiko mengalami ulkus berulang. Penelitian yang

dilakukan oleh Peters and Lavery (2001) menunjukkan bahwa

pasien diabetes melitusdengan riwayat ulkus atau amputasi

berisiko 17,8 kali (95% CI 8,3-37,9) mengalami ulkus berulang

pada tiga tahun berikutnya dan memiliki risiko 32 kali untuk

mengalami amputasi pada ekstremitas bawah karena pada pasien

diabetes dengan riwayat ulkus sebelumnya memiliki kontrol gula

darah yang buruk, adanya neuropati, peningkatan tekanan plantar

dan lamanya terdiagnosa diabetes melitus.

m) Perawatan kaki tidak teratur

Ulkus diabetikum dapat terjadi karena perawatan kaki yang

tidak teratur. Perawatan kaki yang tidak teratur dapat

mempermudah timbulnya luka infeksi dan berkembang menjadi

ulkus diabetikum. Menurut Johnson (2005) perawatan kaki yang

dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya ulkus diabetikum

yaitu :
30

a. Melakukan pemeriksaan kaki setiap hari untuk mengetahui

apakah terdapat tanda kemerahan, memar, luka, infeksi jamur

ataupun iritasi pada kaki.

b. Mencuci kaki setiap hari menggunakan air dan sabun

c. Menggunting kuku menyesuaikan dengan bentuk kuku dan

tidak memotong kuku terlalu dekat dengan daging atau

terlalu pendek.

d. Melembabkan bagian kaki yang kering menggunakan lotion

e. Menjaga kaki agar selalu bersih

2) Faktor secara tidak langsung

a) Dukungan Keluarga

Keluarga merupakan kelompok sosial utama yang

mempunyai ikatan emosi yang paling besar dan terdekat

dengan klien terutama dalam pemberian dukungan sosial

(Azizah, 2011). Menurut Efendi (2010) dukungan keluarga

adalah proses yang terjadi selama masa hidup dengan sifat dan

tipe dukungan sosial yang bervariasi pada masing- masing

tahap siklus kehidupan keluarga. Dukungan keluarga dianggap

dapat menggurangi atau menyangga efek stress serta

meningkatkan kesehatan mental individu atau keluarga secara

langsung dan berfungsi sebagai startegi pencegahan guna

mengurangi stres.
31

Dukungan keluarga tidak hanya berwujud dalam

bentuk dukungan moral, melainkan dukungan spiritual dan

dukungan material, dukungan keluarga juga dapat

meringankan beban bagi seseorang yang sedang mengalami

masalah masalah serta menyadarkan bahwa masih ada orang

lain yang perduli (Azizah,2011).Atkinson (2000) membedakan

empat jenis dukungan keluarga diantaranya :

(1) Dukungan emosional

Dukungan emosional yaitu bantuan sosial yang

melibatkan ungkapan empati, kepedulian dan perhatian

seseorang yang memberikan mereka rasa nyaman,

memiliki dan dicintai oleh sumber dukungan sosial

(keluarga) sehingga individu dapat menghadapi masalah

dengan lebih baik. Dukungan ini sangat penting dalam

menghadapi keadaan yang dianggap tidak dapat dikontrol.

(2) Dukungan penghargaan

Dukungan penghargaan yaitu bantuan yang

diberikan untuk membangun perasaan berharga,

memberikan nilai positif terhadap orang tersebut ditengah

keadaan yang kurang mampu, baik secara mental maupun

fisik. Dukungan ini membantu individu dalam

membangun harga diri dan kompetensi.


32

(3) Dukungan instrumental

Bentuk dukungan instrumental merupakan

penyediaan materi yang dapat memberikan pertolongan

langsung seperti peminjaman uang, pemberian barang,

atau pemberian makanan. Bentuk dukungan ini dapat

mengurangi stres karena individu dapat langsung

memecahkan masalahnya yang berhubungan dengan

bantuan secara langsung. Dukungan instrumental sangat

diperlukan tertutama dalam mengatasi masalah dengan

lebih mudah.

(4) Dukungan informatif

Dukungan ini melibatkan pemberian informasi,

saran, nasihat, petunjuk, atau umpan balik tentang situasi

dan kondisi individu. Jenis dukungan informatif ini dapat

menolong individu dalam mengenali dan mengatasi

masalah dengan mudah.

Pasien dengan diabetes melitus membutuhkan dukungan

keluarga untuk meningkatkan kualitas hidupnya, terutama pada

pasien diabetes dengan usia lanjut dan memiliki keterbatasan

dalam penglihatan atau mobilitasnya. Dukungan keluarga

dapat diberikan dalam bentuk dukungan informatif seperti

memberikan informasi mengenai makanan yang dapat

dikonsumsi, memberikan informasi mengenai perawatan kaki,


33

dukungan emosional untuk membantu memberikan

ketenangan, dukungan penghargaan dan dukungan

instrumental seperti mengingatkan untuk melakukan olahraga

setiap hari, mendampingi pada saat check up ke pelayanan

kesehatan agar pasien diabetes melitus tersebut tidak merasa

hidup sendiri, serta membantu dalam perawatan kaki secara

teratur untuk mencegah terjadinya ulkus diabetikum dan

mengingatkan pasien diabetes melitus untuk selalu

menggunakan alas kaki agar tidak kontak secara langsung

dengan lantai guna mencegah terjadinya luka.


34

B. Kerangka Teori

Kerangka teori dalam penelitian disusun dari berbagai sumber-

sumber yang sudah ada sebelumnya yaitu Veves and Lyons (2007),

Smeltzer and Bare (2001), Price and Wilson (2005), Waspadji (2006),

Misnadiarly (2006), Adapun kerangka teori dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut :
Diabetes melitus

Komplikasi

Makrovaskuler Mikrovaskuler

Penyakit serebrovaskuler Neuropati, Nefropati,


Penyakit jantung koroner
Retinopati
Ulkus diabetikum

Faktor secara langsung Faktor secara tidak langsung

- Merokok Dukungan keluarga


- Olahraga
- Lama diabetes melitus ≥ 8
tahun
- Penggunaan alas kaki
- Gangguan penglihatan
- Deformitas kaki
- Riwayat ulkus sebelumnya
- Perawatan kaki tidak teratur

Gambar 2.1 Kerangka Teori


35

C. Kerangka Konsep

Variabel bebas

Faktor- faktor yang mempengaruhi


Variabel terikat
terjadinya ulkus diabetikum :
Ulkus diabetikum
- Merokok
- Olahraga
- Lama diabetes melitus> 8 tahun
- Penggunaan alas kaki
- Gangguan penglihatan
Variabel confounding
- Deformitas kaki
- Riwayat ulkus sebelumnya
Usia
- Perawatan kaki tidak teratur Pendidikan
- Dukungan keluarga Pekerjaan
Diet
= Variabel diteliti Neuropati

= Variabel tidak diteliti

a. Kerangka Konsep
36

D. Hipotesis

1. Ha: Ada pengaruh faktor merokok pada pasien diabetes melitustipe 2

di RSUD Prof. dr. Margono Soekarjo Purwokerto terhadap terjadinya

ulkus kaki diabetikum

2. Ha: Ada pengaruh faktor penggunaan alas kaki pada pasien diabetes

melitus tipe 2 di RSUD Prof. dr. Margono Soekarjo Purwokerto

terhadap terjadinya ulkus kaki diabetikum

3. Ha: Ada pengaruh faktor lama diabetes melitus> 8 tahun pada pasien

diabetes melitustipe 2 di RSUD Prof. dr. Margono Soekarjo

Purwokerto terhadap terjadinya ulkus kaki diabetikum

4. Ha: Ada pengaruh faktor olahraga pada pasien diabetes melitustipe 2

di RSUD Prof. dr. Margono Soekarjo Purwokerto terhadap terjadinya

ulkus kaki diabetikum

5. Ha: Ada pengaruh faktor gangguan penglihatan pada pasien diabetes

melitustipe 2 di RSUD Prof. dr. Margono Soekarjo Purwokerto

terhadap terjadinya ulkus kaki diabetikum

6. Ha: Ada pengaruh faktor deformitas kaki pada pasien diabetes tipe 2 di

RSUD Prof. dr. Margono Soekarjo Purwokerto terhadap terjadinya

ulkus kaki diabetikum

7. Ha: Ada pengaruh faktor riwayat ulkus sebelumnya pada pasien

diabetes melitustipe 2 di RSUD Prof. dr. Margono Soekarjo

Purwokerto terhadap terjadinya ulkus kaki diabetikum


37

8. Ha: Ada pengaruh faktor perawatan kaki tidak teratur pada pasien

diabetes melitustipe 2 di RSUD Prof. dr. Margono Soekarjo

Purwokerto terhadap terjadinya ulkus kaki diabetikum

9. Ha: Ada pengaruh faktor dukungan keluarga pada pasien diabetes

melitus tipe 2 di RSUD Prof. dr. Margono Soekarjo

Purwokertoterhadap terjadinya ulkus kaki diabetikum

10. Ha: Faktor olahraga tidak teratur merupakan faktor dominan terhadap

terjadinya ulkus diabetikum pada pasien diabetes melitus tipe 2 di

RSUD Prof. dr. Margono Soekarjo Purwokerto


38

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif, dengan jenis penelitian

analitik observasionaluntuk mendiskripsikan mengenai kejadian ulkus

diabetikum yang disebabkan oleh beberapa faktor (Merokok, lama

diabetes melitus ≥8 tahun, gangguan penglihatan, olahraga, penggunaan

alas kaki, riwayat ulkus sebelumnya, deformitas kaki, dukungan

keluarga, dan perawatan kaki tidak teratur). Penelitian ini menggunakan

pendekatan case control dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh

antara variabel bebas dengan variabel terikat (Sastroasmoro, 2011).

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian sudah dilakukan di pelayanan kesehatan yaitu di ruang

poli dalam, poli diabetes melitus, ruang dahlia, ruang mawar, ruang asoka

dan ruang dahlia di RSUD Prof. dr. Margono Soekarjo Purwokerto. Waktu

penelitian telah dilakukan pada 30 Desember 2013- 29 Januari 2014.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi merupakan keseluruhan sumber data yang diperlukan

dalam suatu penelitian. Penentuan sumber data dalam suatu penelitian

sangat penting dan menentukan keakuratan hasil penelitian (Saryono,

38
39

2011). Populasi dalam penelitian ini yaitu pasien diabetes melitus tipe 2

dengan ulkus diabetikum dan tanpa ulkus di RSUD Prof. dr. Margono

Soekarjo Purwokerto.

2. Sampel

Teknik pengambilan sampel yang digunakan peneliti adalah non

probability sampling.Non probability sampling merupakan teknik

pengambilan sampel yang tidak memberikan peluang atau kesempatan

yang sama pada setiap anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel

(Budiarto, 2003). Cara pengambilan sampel yang digunakan adalah

quota sampling.Quota sampling merupakan pengambilan sampel

dengan menentukan ciri- ciri tertentu sampai jumlah kuota yang telah

ditentukan terpenuhi. Jumlah sampel dalam penelitian :

( )( )
( )

( )( )
orang, dibulatkan 36 orang.
( )

Keterangan:

n= Jumlah sampel minimal kelompok kasus dan kelompok kontrol

Z1-α/2= Nilai pada distribus normal standar yang sama dengan tingkat

kemaknaan(1,96)

Z1-β= Nilai pada distribusi normal standar yang sama dengan kuasa (power)

sebesar diinginkan (0,84)

p0 = Proporsi paparan pada kelompok kontrol atau tidak sakit berdasarkan

Dahlan (2010) apabila proporsi tidak diketahui makan nilai p=0,5


40

p1= Proporsi paparan pada kelompok kasus berdasarkan literatur prevalensi

terjadinya ulkus diabetikum sekitar 20%

q0= 1-p0

q1=1-p1

Sampel yang diambil sebanyak 72 responden yang terdiri dari

36 responden kelompok kontrol dan 36 responden kelompok kasus

yang memenuhi kriteria inklusi dimasing- masing kelompok kontrol

ataupun kelompok kasus. Perbandingan untuk pasien diabetes melitus

tipe 2 dengan ulkus dan tanpa ulkus yaitu 1:1

a. Kriteria inklusi

1. Kelompok Kasus

a) Pasien diabetes melitus dengan ulkus diabetikum

b) Grade 1 s/d grade 5

c) Usia >45 tahun

d) Bersedia menjadi responden

2. Kelompok Kontrol

a) Pasien diabetes melitus tanpa ulkus diabetikum

b) Usia >45 tahun

c) Bersedia menjadi responden

b. Kriteria eksklusi

Kelompok kasus dan kelompok kontrol

a) Pasien yang mengalami penurunan kesadaran


41

D. Variabel Penelitian

Variabel adalah karakteristik subyek penelitian yang berubah dari

satu subyek ke subyek lain (Sastroasmoro, 2011)Dalam penelitian ini

terdapat dua variabel, yaitu :

1. Variabel bebas (independen) adalah variabel yang apabila ia berubah

akan mengakibatkan perubahan pada variabel lain (Sastroasmoro,

2011). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah faktor- faktor

(merokok, penggunaan alas kaki, lama diabetes melitus ≥8 tahun,

gangguan penglihatan, deformitas kaki, riwayat ulkus sebelumnya,

perawatan kaki tidak teratur, dukungan keluarga dan olahraga)

2. Variabel terikat (dependen)

Variabel terikat (dependen) adalah variabel yang dipengaruhi sebagai

akibat dari variabel bebas (Saryono, 2009). Variabel terikatpada

penelitian ini yaitu kejadian ulkus diabetikum.


42

E. Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional dibuat untuk memudahkan pengumpulan data

dan menghindari perbedaan interpretasi serta membatasi ruang lingkup

variabel (Saryono, 2011). Definisi operasional dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut :

Tabel. 3.1 Definisi operasional

No Variabel Definisi Alat ukur Paremeter Skala


. Variabel Data

1. Variabel Kebiasaan Wawancara Banyaknya rokok Nominal


bebas : responden yang dihisap
(merokok) merokok 0.<12batang/hari
dihitung dengan 1.≥12batang/hari
banyaknya
(batang) rokok
yang dihisap
dalam satu hari

2. Olahraga Olahraga pada Wawancara 0. ≥3kali Nominal


pasien diabetes perminggu
melitus selama 30
merupakan menit
aktivitas fisik 1. Tidak sama
yang dapat sekali/tidak
menurunkan rutin < 3kali
kadar gula darah perminggu
dan selama 30
melancarkan menit
peredaran darah

3. Lama Durasi dari Wawancara 0. <8 tahun Nominal


Diabetes pertama kali di 1. ≥8 tahun
melitus > 8 diagnosa
tahun diabetes melitus
sampai pada
saat
dilakukannya
observasi
43

4. Penggunaa Menggunakan LembaranKu 0. penggunaan Ordinal


n alas kaki alas kaki isioner skala alas kaki tepat
merupakan salah Guttman 12-16
satu cara untuk terdiri dari 8 1. penggunaan
melindungi kaki pertanyaan alas kaki tidak
agar tidak dengan tepat 8-11
kontak secara jawaban
langsung dengan Ya:2
lantai. Tidak: 1

5. Gangguan Suatu keadaan Wawancara 0. tidak memiliki Nominal


penglihatan seseorang gangguan
memiliki penglihatan
hambatan dalam 1. ada gangguan
melihat atau penglihatan
membaca

6. Deformitas Adanya Wawancara 0. tidak ada Nominal


kaki perubahan dan deformitas
bentuk observasi kaki
(deformitasi) 1. ada deformitas
kaki dan kaki
terbentuknya
kalus atau
kapalan karena
penekanan yang
lama.

7. Dukungan Dukungan Lembaran 0. dukungan Ordinal


keluarga keluarga adalah Kuisioner keluarga
dukungan atau skala tinggi skor 26-
bantuan yang Guttman 34
berasal dari terdiri dari 1. dukungan
orang yang 17 keluarga
memiliki pertanyaan rendah 17-25
hubungan sosial dengan
akrab dengan jawaban
individu yang Ya:2
menerima Tidak: 1
bantuan
(keluarga).

8. Riwayat Pasien pernah Wawancara 0. tidak ada Nominal


ulkus memiliki ulkus riwayat ulkus
sebelumnya pada beberapa sebelumnya
bulan atau tahun 1. ada riwayat
sebelumnya. ulkus
sebelumnya.
44

9. Perawatan Perawatan kaki Kuisioner 0. perawatan Ordinal


kaki tidak yang dilakukan Lembaran kaki teratur
teratur secara tidak Kuisioner skor 12-16
teratur skala 1. perawatan
mempermudah Guttman kaki tidak
timbulnya terdiri dari 8 teratur skor 8-
infeksi dan pertanyaan 11
ulkus dengan
diabetikum jawaban
Aspek dalam Ya:2
perawatan kaki Tidak: 1
mencakup :
1. mencuci
kaki setiap
hari
2. menggunaka
n lotion
untuk
melembabka
n bagian
kaki yang
kering
3. memeriksa
kondisi kaki
untuk
mengetahui
ada tidaknya
kemerah,luk
a, infeksi
jamur atau
iritasi pada
kaki
4. menggunting
kuku sesuai
dengan
bentuk kuku
5. menjaga
kaki agar
selalu bersih.
14 Variabel Ulkus Rekammedis 0. tidak ada Nominal
terikat : diabetikum ulkus
Ulkus merupakan luka diabetikum
diabetikum terbuka pada 1. ada ulkus
permukaan kulit diabetikum
yang dapat
menyebabkan
nekrosis
45

F. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh

peneliti dalam mengumpulkan data untuk mempermudah hasil penelitian

dan hasilnya lebih baik sehingga data dapat lebih mudah untuk diolah

(Saryono, 2011). Peneliti menggunakan instrumen penelitian yang terdiri

dari :

1. Instrumen karakteristik responden

Lembar observasi digunakan untuk mencatat karakteristik

responden berisi jenis kelamin, usia, pendidikan dan pekerjaan.

2. Instrumen variabel penelitian

Lembar observasi variabel terikat dan bebas yang merujuk

pada diagnosis dokter, diperoleh melalui rekam medik, observasi dan

wawancara terhadap pasien diabetes melitus. Instrumen pada

penelitian faktor perawatan kaki, penggunaan alas kaki, dan dukungan

keluarga menggunakan kuisioner dengan skala guttman. Cara

pengukuran melalui pengisian kuisioner terstruktur, kemudian

dilakukan skoring sesuai jawaban.

Kuisioner perawatan kaki terdiri dari 8 pertanyaan, kuisioner

perawatan kaki dibuat sesuai dengan teori yang ada, kuisioner

penggunaan alas kaki terdiri dari 8 pertanyaan dibuat sesuai dengan

teori yang ada dan kuisioner dukungan keluarga terdiri dari 17

pertanyaan. Hasil ukur dikumulatifkan menjadi dua kategori, pada

kuisioner perawatan kaki dikategorikan teratur dan tidak teratur,


46

penggunaan alas kaki dikategorikan penggunaan alas kaki tepat dan

tidak tepat sedangkan pada kuisioner dukungan keluarga

dikategorikan tinggi dan rendah.

G. Validitas dan Reliabilitas Instrumen

1. Uji Validitas

Validitas adalah uji yang dilakukan untuk menguji apakah

kuisioner yang akan digunakan dalam penelitian dianggap valid atau

tidak. Uji validitas dapat dilakukan pada tempat yang sama dengan

responden yang berbeda (responden yang tidak digunakan untuk sampel

penelitian) (Saryono, 2011). Uji validitas kuisioner perawatan kaki,

penggunaan alas kaki dan dukungan keluarga telah dilakukan di RSUD

Prof. dr. Margono Soekarjo Purwokertodengan responden yang berbeda

ketika melaksanakan penelitian.

Uji validitas dilakukan pada 22 responden yang terdiri dari 11

responden diabetes melitus tipe 2 tanpa ulkus diabetikum dan 11

responden diabetes melitus dengan ulkus diabetikum. Responden pada

uji validitas memiliki karakteristik sama dengan responden saat

pelaksanaan penelitian sesuai dengan kriteria inklusi dan ekslusi. Uji

statistik yang digunakan untuk menguji validitasnya setiap butir

pertanyaan kuisioner yaitu dengan menggunakan uji korelasi pearson

product moment. Rumus korelasi pearson product moment yaitu

sebagai berikut :
47

n( XY )  ( X )( Y )
rxy 
n( X 2
)  (  X ) 2 n(  Y 2 )  (  Y ) 2 

Keterangan:

rxy : korelasi pearson product moment

N : jumlah sampel

X : skor variabel x

Y : skor variabel y

Xy : skor variabel x dikalikan skor variabel y

Hasil uji validitas terhadap kuisioner perawatan kaki,

penggunaan alas kaki dan dukungan keluarga menunjukkan kuisioner

perawatan kaki dari 9 pertanyaan terdapat 7 pertanyaan yang valid,

yaitu pertanyaan pada no.2 dan no.9 namun pertanyaan no.2 tetap

digunakan dalam melaksanakan penelitian karena pertanyaan no.2

mewakili kebersihan kaki dengan mencuci kaki menggunakan air dan

sabun minimal 3x perhari. Pada kuisioner penggunaan alas kaki dari 9

pertanyaan terdapat 8 pertanyaan yang valid dan pada kuisioner

dukungan keluarga dari 24 kuisoner terdapat 17 pertanyaan yang

valid. Item pada setiap pertanyaan dinyatakan valid apabila

mempunyai nilai r hitung yang lebih besar dari r tabel.

2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana

suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan.

Reliabilitas harus didahului dengan validitas. Pengukuran yang


48

memiliki reliabilitas tinggi disebut sebagai pengukuran yang reliable

(Saryono, 2011). Instrumen pada penelitian ini sudah dilakukan uji

validitas dan realibitas. Uji statistik yang digunakan untuk menguji

reliabilitas dari kuisioner perawatan kaki, penggunaan alas kaki dan

dukungan keluarga yaitu menggunakan alpha cronbach. Rumus alpha

cronbach yaitu sebagai berikut :

 k    b 
2

r11   1  
 k  1  Vt 2 

Keterangan :

r11 : reliabilitas instrument

k : banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal

 2
b : jumlah varian butir/item

Vt 2 : varian total

Kriteria suatu instrumen penelitian dikatakan reliable bila

koefisien reliabilitas (r11) > 0,6(Arikunto, 2005). Hasil uji reliabilitas

didapatkan nilai koefisien alfa sebesar 0,744untuk kuisioner

penggunaan alas kaki, 0,704 untuk kuisioner perawatan kaki yaitu,

dan 0,727 kuisioner dukungan keluarga. Hasil uji reliabilitas tersebut

menunjukkan bahwa instrumen reliabel untuk digunakan dalam

penelitian.
49

H. Jalannya Penelitian

Penelitian ini dilakukan melalui tahap-tahap berikut :

1. Tahap persiapan

a. Persiapan materi dan konsep yang mendukung jalannya penelitian.

b. Studi pendahuluan penelitian ke Dinas Kesehatan (DINKES)

Kabupaten Banyumas, RSUD Prof. dr. Margono Soekarjo

Purwokerto untuk mendapatkan data–data yang mendukung

penelitian.

c. Penyusunan proposal penelitian dan konsultasi dengan dosen

pembimbing.

d. Melaksanakan ujian proposal penelitian.

e. Melakukan revisi proposal penelitian yang dikonsultasikan

terlebih dahulu kepada pembimbing sebelum memulai penelitian.

f. Mengurus perijinan dari pihak Universitas, RSUD Prof. dr.

Margono Soekarjo Purwokerto untuk mendapatkan ijin

melaksanakan penelitian.

2. Tahap Pelaksanaan

a. Mengumpulkan data primer dan data sekunder kelompok kontrol

dan kelompok kasus di RSUD Prof. dr. Margono Soekarjo

Purwokerto.

b. Melakukan pendekatan interpersonal dengan pasien dan

menawarkan untuk menjadi responden penelitian.


50

c. Melakukan informed consent kepada pasien dan keluarga untuk

memberikan informasi dan teknis penelitian dan persetujuan

menjadi responden.

d. Responden mengisi kuisioner karakteristik responden berupa

usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan dan mengisikuisioner

faktor- faktor yang mempengaruhi terjadinya ulkus diabetikum

e. Melakukan pengecekan data (editing), apakah data sudah sesuai.

f. Data yang sudah lengkap seleksi, kemudian diolah

menggunakan bantuan komputer meliputi tahap coding dan

tabulating.

g. Data yang telah diolah dianalisis hasilnya.

h. Membuat laporan hasil penelitian.

i. Seminar hasil penelitian.

j. Pengumpulan skripsi

I. Analisis Data

Data yang terkumpul dari kuisionerakan diolah dengan cara

sebagai berikut :

1. Editing, yaitu menyusun data yang sudah terkumpul dengan memeriksa

daftar pertanyaan untuk mengoreksi kelengkapan data dan mengoreksi

kesalahan. Tujuan editing yaitu untuk mengurangi kesalahan dan

kekurangan yang ada di daftar pertanyaan.

2. Coding, adalah mengkelompokkan jawaban yang telah diisi oleh

responden ke dalam angka berdasarkan dengan klasifikasi yang sudah


51

ditentukan. Kegiatan ini mempermudah dalam melakukan pengujian

hipotesis.

3. Entry, yaitu kegiatan memasukkan data ke dalam program komputer

untuk diolah dengan aplikasi komputer.

4. Tabulating, yaitu mengkelompokkan data sesuai variabel yang diteliti

untuk keperluan analisis.

5. Pengolahan data menggunakan komputer dan dianalisis dengan

menggunakan uji statistik yaitu uji univariat, uji bivariat menggunakan

chi square dan uji multivariat regresi logistik.

Analisis data dilakukan menggunakan komputer yang dilakukan

secara bertahap, yaitu :

1. Analisis Univariat

Analisa univariat merupakan analisis yang dilakukan terhadap

tiap variabel dari penelitian dengan mendeskripsikan atau

menggambarkan data yang telah terkumpul. Pada umumnya dalam

analisa yang akan dilakukan ini hanya menghasilkan distribusi dan

persentase dari tiap variabel (Saryono, 2011). Tujuan dari analisis ini

adalah untuk menjelaskan karakteristik masing-masing variabel yang

akan diteliti. Data hasil penelitian ini ditampilkan dalam proporsi

dan persentase dalam tabel pada tiap variabel

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat merupakan analisi yang digunakan untuk

melihat hubungan antara dua variabel yang diduga berhubungan.


52

Analisi bivariat pada penelitian ini menggunakan uji chi square

untuk mengetahui hubungan yang signifikan antara variabel bebas

dengan variabel terikat.

3. Analisis Multivariat

Analisis multivariat merupakan analisis yang menghubungkan

beberapa variabel independen dengan beberapa variabel dependen.

Analisis multivariat yang digunakan pada penelitian yaitu dengan

regresi logistik karena variabel terikatnya adalah variabel kategorik

dikotom. Variabel yang dimasukkan ke dalam analisis regresi

logistik adalah variabel yang pada analisis bivariat mempunyai nilai

nilai p<0,25. Metode yang digunakan dalam analisis multivariat ini

yaitu menggunakan metode Backward LR karena desain penelitian

yang digunakan adalah kasus kontrol. Tujuan menggunakan analisis

multivariat yaitu untuk mengetahui faktor dominan yang

berpengaruh terhadap terjadinya ulkus diabetikum pada pasien

diabetes melitus tipe 2 di RSUD. Prof. dr. Margono Soekarjo

Purwokerto.
53

J. Etika Penelitian

Saryono (2011) menyatakan bahwa etika adalah prinsip moral yang

mempengaruhi tindakan. Penelitian ini memperhatikan beberapa hal yang

menyangkut etika penelitian sebagai berikut :

1. Informed consent,

Informed consent diberikan sebelum penelitian dilakukan

dengan memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden

dengan terlebih dahulu dijelaskan oleh peneliti. Lembar persetujuan

dilengakapi dengan judul penelitian dan manfaat penelitian. Apabila

responden menolak maka peneliti tidak memaksa dan tetap

menghormati hak responden. Pada saat penelitian terdapat beberapa

responden yang menolak menjadi responden penelitian.

2. Anomity (tanpa nama)

Peneliti tidak mencantumkan nama responden pada lembar

pengumpulan data cukup dengan memberi kode.

3. Confidentiality (kerahasiaan),

Peneliti merahasiakan informasi responden, hanya kelompok

data tertentu saja yang akan disajikan atau dilaporkan sebagai

hasil penelitian. Kelompok data karakteristik responden (usia, jenis

kelamin, pendidikan, pekerjaa) dan faktor yang mempengaruhi

terjadinya ulkus diabetikum.


54

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Gambaran Penelitian

Penelitian dengan tujuan untuk mengetahui faktor- faktor apa

yang dapat mempengaruhi terjadinya ulkus diabetikum telah dilakukan

pada 30 Desember sampai dengan 29 Januari 2014 di rawat jalan (Poli

Diabetes melitus dan Poli Penyakit dalam) dan rawat inap (Ruang

Asoka, Ruang Dahlia, Ruang Mawar dan Ruang Kenanga) RSUD Prof.

dr. Margono Soekarjo Purwokerto. Pada periode tersebut, peneliti

memperoleh 72 responden, yang terdiri dari 2 kelompok (pasien

diabetes melitus dengan ulkus diabetikum dan pasien diabetes melitus

tanpa ulkus diabetikum), setiap kelompok terdiri atas 36 responden

yang sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditentukan.

Pengambilan sampel menggunakan teknikquota samping yaitu memilih

sampel sesuai dengan kriteria yang ditetapkan oleh peneliti sampai

jumlah kuota yang telah ditentukan tercukupi.

54554
55

2. Hasil analisis univariat

a. Karakteristik Jenis Kelamin, usia, pekerjaan, riwayat pendidikan

Tabel Karakteristik jenis kelamin, usia, pekerjaan dan


4.1. riwayat pendidikan
Kasus Kontrol
Variabel
n (%) n (%)
Jenis Perempuan 20 55,6 17 47,2
kelamin Laki- laki 16 44,4 19 52,8
Usia 45-55 tahun 11 30,6 13 36,1
56-65 tahun 21 58,3 19 52,8
>65 tahun 4 11,1 4 11,1
Pekerjaan Buruh 11 30,6 7 19,4
Petani 14 38,9 2 5,6
PNS 3 8,3 13 36,1
Tidak bekerja 8 22,2 14 38,9
Riwayat Pendidikan rendah 27 75,0 15 41,7
pendi Pendidikan tinggi
9 25,0 21 58,3
dikan
Tabel 4.1 menunjukkan bahwa karakteristik responden

berdasarkan jenis kelamin pada kelompok kasus sebagian besar

perempuan sebanyak 20 responden (55,6%), sedangkan pada

kelompok kontrol sebagian besar berjenis kelamin laki- laki

sebanyak 19 responden (52,8%). Karakteristik responden

berdasarkan usia sebagian besar menunjukkan bahwa pada

kelompok kasus dan kelompok kontrol yaitu usia 56-65 tahun,

sebanyak 21 responden (58,3%) pada kelompok kasus, dan 19

responden (52,8%) pada kelompok kontrol, sedangkan pada

rentang usia 45- 55 tahun kelompok kontrol lebih banyak yaitu 13

responden (36,1%) daripada kelompok kasus sebanyak 11

responden (30,6%).
56

Karakteristik responden beerdasarkan pekerjaan sebagian

besar pada kelompok kasus bekerja sebagai petani 14 responden

(38,9%) %), sedangkan pada kelompok kontrol, sebagian besar

bekerja sebagian besar PNS yaitu 13 responden (36,1%) dan tidak

bekerja yaitu 14 (38,9%).Riwayat pendidikan pada kelompok kasus

mayoritas berpendidikan rendah (SD dan SMP) sebanyak 27

responden (75%), sedangkan pada kelompok kontrol sebaliknya,

yaitu pendidikan tinggi (SMA dan PT) dengan jumlah 21

responden 58,3% dan 15 responden (41.7%) pendidikan rendah.

b. Gambaran lama diabetes mellitus, deformitas kaki, riwayat

merokok, olahraga

Tabel 4.2. Gambaran lama diabetes mellitus, deformitas kaki,


riwayat merokok, olahraga
Kasus Kontrol
Variabel
N (%) n (%)
Lama <8 tahun 15 41.7 25 69.4
Diabetes ≥8 tahun
mellitus 21 58.3 11 30.6
Deformitas Tidak terdapat
kaki deformitas kaki 14 38.9 26 72.2
Terdapat deformitas
kaki 22 61.1 10 27.8
Riwayat < 12 batang/hari 28 77,8 33 91,7
merokok
≥ 12 batang/hari 8 22,2 3 8,3
Olahraga ≥3 kali selama 30 menit 7 19,4 26 72,2

Tidak olahraga/ 29 80,6 10 27,8


Tidak rutin

Berdasarkan tabel 4.2 gambaran lama diabetes melitus pada

kelompok kasus sebagian besar ≥ 8 tahun sebanyak 21 responden


57

(58,3%), sedangkan pada kelompok kontrol sebagian besar lama

diabetes melitus <8tahun sebanyak 25 responden (69,4%). Gambaran

adanya deformitas kaki pada kelompok kasus sebanyak 22 responden

(61.1%)sedangkan pada kelompok kontrol sebagaian besar tidak

terdapat deformitas kaki 26 responden (72.2%).

Riwayat merokok pada kelompok kontrol dan kelompok kasus

sebagian besar <12 batang/hari, pada kelompok kontrol (77,8%) dan

pada kelompok kontrol (91,7%). Hasil penelitian tersebut

menunjukkan bahwa sebagian besar pada kelompok kasus dan kontrol

memiliki riwayat merokok <12 batang/hari. Gambaran olahraga yang

tidak melakukan olahraga atau tidak rutin sebagian besar dilakukan

oleh kelompok kasus 29 responden (80.6%), sedangkan olahraga ≥

3kali perminggu selama 30 menit sebagian besar dilakukan oleh

responden kelompok kontrol 26 responden (72.2%).


58

c. Gambaran penggunaan alas kaki, perawatan kaki, riwayat ulkus

sebelumnya, gangguan penglihatan, dukungan keluarga

Tabel 4.3. Gambaran penggunaan alas kaki, perawatan kaki,


riwayat ulkus sebelumnya, gangguan
penglihatan, dukungan keluarga
Kasus Kontrol
Variabel
N (%) n (%)
Penggunaan Tepat 7 19,4 29 80,6
alas kaki Tidak tepat 29 80,6 7 19,4
Perawatan Teratur 12 33,3 31 86,1
kaki Tidak teratur 24 66,7 5 13,9
Riwayat Tidak ada riwayat ulkus
ulkus sebelumnya 20 55,6 32 88,9
sebelumnya
Ada riwayat ulkus
sebelumnya 16 44,4 4 11,1
Gangguan Tidak ada gangguan
penglihatan penglihatan 20 55,6 27 75,0
Ada gangguan
penglihatan 16 44,4 9 25,0
Dukungan Tinggi 20 55,6 27 75,0
keluarga Rendah 16 44,4 9 25,0

Berdasarkan tabel 4.3 diketahui gambaran penggunaan alas kaki

tepat sebagian besar dilakukan oleh kelompok kontrol sebanyak 29

responden (80,6%), sedangkan pada kelompok kasus sebagian besar

tidak menggunakan alas kaki yang tidak tepat 29 responden (80,6%).

Perawatan kaki teratur sebagian besar dilakukan oleh responden pada

kelompok kontrol 31 responden (86,1%) sedangkan pada kelompok

kasus tidak melakukan perawatan kaki tidak teratur sebanyak 24

responden (66,7%).
59

Gambaran riwayat ulkus sebelumnya pada kelompok kasus

dengan riwayat ulkus sebelumnya sebanyak 16 responden (44,4%),

sedangkan kelompok kontrol sebagian besar tidak memiliki riwayat

ulkus sebelumnya sebanyak 32 responden (88,9%). Gambaran adanya

gangguan penglihatan didominasi oleh kelompok kasus sebanyak 16

responden (44,4%). Sedangkan pada kelompok kontrol sebagian besar

tidak memiliki gangguan penglihatan. sebanyak 27 responden

(75%).Gambaran dukungan keluarga pada kelompok kasus yaitu 20

responden (55,6%) dan pada kelompok kontrol yaitu 27 responden

(75,0%), sedangkan gambaran dukungan keluarga yang rendah pada

kelompok kasus yaitu 16 responden (44,4%) dan pada kelompok

kontrol yaitu 9 responden (25%).


60

3. Hasil analisis bivariat

Tabel 4.4. Hubungan antara lama diabetes melitus, gangguan


penglihatan, penggunaan alas kaki, perawatan kaki,
deformitas kaki, riwayat ulkus sebelumnya, riwayat merokok,
olahraga, dukungan keluarga dengan ulkus diabetikum.
Kasus Kontrol p
% Variabel
% n n %
Lama <8 tahun 15 41,7 25 69,4 0,018
diabetes
melitus ≥8 tahun 21 58,3 11 30,6

Gangguan Tidak ada 20 55,6 27 75,0 0,083


penglihatan gangguan
penglihatan
Ada gangguan 16 44,4 9 25,0
penglihatan
Penggunaan Tepat 7 19,4 29 80,6 0,000
alas kaki
Tidak tepat 29 80,6 7 19,4

Perawatan Rutin 12 33,3 31 86,1 0,000


kaki
Tidak rutin 24 66,7 5 13,9

Deformitas Tidak ada 14 38,9 26 72,2 0,004


kaki deformitas kaki
Ada deformitas 22 61,1 10 27,8
kaki
Riwayat Tidak ada riwayat 20 55,6 32 88,9 0,002
ulkus ulkus sebelumnya
sebelumnya Ada riwayat 16 44,4 4 11,1
ulkus sebelumnya
Riwayat < 12 batang/hari 28 77,8 33 91,7 0,101
merokok
≥ 12 batang/hari 8 22,2 3 8,3

Olahraga ≥3kali dalam 7 19,4 26 72,2 0,000


seminggu selama
30 menit

Tidak olahraga/ < 29 80,6 10 27,8


3kali dalam
seminggu selama
30 menit
Dukungan Tinggi 20 55,6 27 75,0 0,083
keluarga
Rendah 16 44,4 9 25,0
61

Berdasarkan tabel 4.4 menunjukkan bahwa faktor yang

berhubungan secara signifikan dengan terjadinya ulkus diabetikum

adalah lama diabetes melitus ≥8 tahun (p= 0,018), penggunaan alas kaki

(p=0,000), perawatan kaki (p=0,000), deformitas kaki (p= 0,004),

riwayat ulkus sebelumnya (p= 0,002), dan olahraga (p=0,000). Faktor

yang tidak berhubungan dengan terjadinya ulkus diabetikum adalah

gangguan penglihatan (p=0,084), riwayat merokok (p=0,101)dan

dukungan keluarga (p=0,084).


62

4. Hasil analisis multivariat

Variabel bebas yang mempunyai p<0,25 pada hasil analisis bivariat

adalah lama diabetes melitus ≥ 8 tahun (p= 0,018), penggunaan alas

kaki (p=0,000), perawatan kaki (p=0,000), deformitas kaki (p= 0,004) ,

riwayat ulkus sebelumnya (p= 0,002), dan olahraga (p=0,000). Faktor

yang tidak berhubungan dengan terjadinya ulkus diabetikum adalah

gangguan penglihatan (p=0,084), riwayat merokok (p=0,101)dan

dukungan keluarga (p=0,084). Hasil analisis multivariat dapat dilihat

pada tabel dibawah ini.

4.5.Pemodelan awal analisis multivariat

Exp(B)
Variabel B Sig. (OR)
Step 1a Riwayat ulkus 2,622 ,037 13,762
Deformitas kaki 1,985 ,105 7,279
Gangguan penglihatan -1,569 ,170 ,208
Lama diabetes ≥8thn ,958 ,359 2,605
Olahraga 3,333 ,011 28,021
Penggunaan alas kaki 3,265 ,005 26,178
Perawatan kaki 2,399 ,023 11,016
Dukungan sosial -1,436 ,235 ,238
Rokok 1,389 ,239 4,013
Constant -5,516 ,000 ,004

Pada pemodelan awal terdapat 9 faktor yang memenuhi syarat

dalam mengikuti uji analisis multivariat dengan lima langkah yang

diolah secara otomatis menggunakan metode Backward LR. Pada


63

langkah kedua nilai faktor yang memiliki pvalue>0,25 pada langkah

sebelumnya dikeluarkan secara otomatis yaitu faktor lama diabetes

≥8tahun (p=0,359), diikuti variabel dukungan keluarga (p=0,299),

gangguan penglihatan (p=0,271) dan variabel rokok pada langkah

terakhir (p=0.137).

4.6. Pemodelan akhir analisis multivariat

Variabel (OR)
B Sig
Exp(B)
Step 5a Riwayat ulkus 1,769 ,070 5,867

Deformitas kaki 1,653 ,092 5,222


Olahraga 2,362 ,014 10,617
Penggunaan alas kaki 2,272 ,009 9,700
Perawatan kaki 2,329 ,010 10,267
Constant -4,337 ,000 ,013

Menurut Hastono (2007) untuk melihat seberapa besar pengaruh

variabel terhadap variabel dependen, dilihat dari Odd Ratio. Berdasarkan

langkah terakhir pada hasil analisis ini diperoleh variabel yang paling

dominan terhadap terjadinya ulkus diabetikum adalah variabel olahraga

dengan (OR=10,617), artinya faktor olahraga memiliki risiko 10,617 kali

lebih besar memepengaruhi terjadinya ulkus diabetikum diikuti variabel

perawatan kaki dengan (OR=10,267) dan variabel penggunaan alas kaki

dengan (OR=9,700).
64

B. Pembahasan

1. Karakteristik Responden

a. Usia

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa jumlah usia

responden pada kelompok kasus dan kelompok kontrol hampir

berimbang, yakni usia 55-65 tahun. Menurut Prastica (2013) ulkus

diabetikum dapat terjadi pada usia >50 tahun, hal ini disebabkan

karena fungsi tubuh fisiologis menurun seperti penurunan sekresi

atau resistensi insulin, sehingga kemampuan fungsi tubuh terhadap

pengendalian glukosa darah yang tinggi kurang optimal. Kadar gula

darah yang tidak terkontrol akan mengakibatkan komplikasi kronik

jangka panjang, baik makrovaskuler maupun mikrovaskuler salah

satunya yaitu ulkus diabetikum.

Proporsi responden pada penelitian ini senada dengan hasil

penelitian yang dilakukan oleh Sugiarto (2013) bahwa terdapat 23

responden (79,3%) berusia ≥50 tahun menderita ulkus diabetikum

dan terdapat hubungan secara signifikan antara usia terhadap

terjadinya ulkus diabetikum dengan risiko 18 kali lebih besar

terjadinya ulkus diabetikum dibandingkan usia < 50 tahun.

Hasil penelitian ini diperkuat oleh Purwanti (2013) bahwa

semakin lama seseorang mengalami diabetes melitus maka semakin

berisiko mengalami komplikasi, salah satunya yaitu neuropati

sensorik dan beresiko 6,525 kali terjadi ulkus dibandingkan


65

responden yang tidak mengalami neuropati sensorik terhadap

terjadinya ulkus diabetikum. Peneliti berasumsi bahwa kemungkinan

usia responden yang menderita ulkus diabetikum telah lama di

diagnosa diabetes melitus dan menderita ulkus diabetikum pada

beberapa tahun kemudian setelah di diagnosa diabetes melitus.

Asumsi peneliti diperkuat dengan hasil penelitian yang

dilakukan oleh Zahtamal (2007) pada 79 responden terdapat 70

responden (88,61%) yang berusia >45 tahun menderita diabetes

melitus tipe 2 dan akan meningkat kasusnya sejalan dengan

pertambahan usia karena adanya penurunan fungsi organ tubuh,

terutama gangguan organ pankreas dalam menghasilkan hormon

insulin. Namun faktor usia bukanlah faktor utama terjadinya ulkus

diabetikum karena apabila responden dapat melakukan

penatalaksanaan diabetes melitus dengan baik, maka risiko terjadinya

komplikasi dapat terminimalisir.

b. Jenis kelamin

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa responden

pada kelompok kasus lebih banyak perempuan 20 responden

dibandingkan laki-laki 16 responden. Hasil penelitian ini senada

dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Purwanti (2013) bahwa

responden pada kelompok ulkus lebih banyak berjenis kelamin

perempuan (64,7%) dibandingkan laki- laki.


66

Menurut Mayasari (2012) perubahan hormonal pada

perempuan menopause akan meningkatkan risiko terjadinya diabetes

melitus. Hal ini disebabkan karenaperubahan hormonal dapat

mempengaruhi sensitivitas sel-sel tubuh terhadap insulin, sehingga

menopause dapat memperburuk kadar gula darah dan dapat

menyebabkan komplikasi diabetes dari waktu ke waktu.

Penelitian yang dilakukan oleh Diani (2013) menunjukkan

responden laki- laki memiliki praktek perawatan kaki lebih baik

dibandingkan dengan responden perempuan, analisis kekuatan

hubungan antara jenis kelamin dengan praktik perawatan kaki

didapatkan nilai OR= 2,61 artinya responden diabetes melitus tipe 2

laki- laki berpeluang 2,61 kali melakukan praktik perawatan kaki

baik dibandingkan dengan responden perempuan, hal ini dapat

disebabkan karena perempuan seringkali berperilaku berdasarkan

perasaan sedangkan pada laki- laki cenderung berperilaku atau

bertindak atas pertimbangan rasional. Peneliti menyimpulkan bahwa

terjadinya ulkus diabetikum pada perempuan selain disebabkan

karena proses penuaan (menopause), ulkus diabetikum juga dapat

terjadi karena kebiasaan praktik perawatan kaki yang dilakukan.

Semakin baik praktik perawatan kaki yang dilakukan maka semakin

kecil risiko terjadinya ulkus diabetikum, namun terjadinya ulkus

diabetikum dapat disebabkan oleh faktor lain seperti lama diabetes

melitus, neuropati dan penggunaan alas kaki yang tidak tepat.


67

c. Pekerjaan

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa responden

pada kelompok kasus lebih banyak bekerja sebagai petani 14

responden, sedangkan pada kelompok kontrol terdapat 14 responden

(38,9%) tidak bekerja dan 13 responden (36,1%) bekerja sebagai

pegawai negeri sipil (PNS). Hasil penelitian ini senada dengan hasil

penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2006) bahwa jenis pekerjaan

paling banyak pada kelompok ulkus diabetikum adalah petani

(33,3%).

Pekerjaan merupakan faktor penentu penting dari kesehatan.

Jenis pekerjaan seseorang dan kondisi pekerjaan ikut berperan dalam

mempengaruhi kesehatan seseorang (Marmot, 2010). Hasil penelitian

yang dilakukan oleh Diani (2013) menunjukkan bahwa responden

yang bekerja sebagai pegawai negeri lebih teratur melakukan praktik

perawatan kaki karena tempat bekerja dikantor membuat responden

memiliki kesempatan untuk melakukan pemeriksaan kaki dan

menggunakan alas kaki yang nyaman dibandingkan dengan petani.

Selain itu, menurut Sarwono (2000) individu dengan pekerjaan yang

tetap dan mapan akan mempengaruhi status ekonomi yang baik

sehingga mendukung individu dalam memenuhi kebutuhan jasmani

termasuk perawatan kesehatan terutama dalam pencegahan terhadap

terjadinya komplikasi pada pasien diabetes melitus seperti ulkus

diabetikum. Sehingga peneliti berasumsi bahwa semakin mapan


68

pekerjaan seseorang maka mereka akan memiliki kemampuan untuk

meningkatkan kesehatannya terutama dalam pencegahan terjadinya

ulkus diabetikum dengan berbagai cara seperti melakukan

pemeriksaan kondisi kaki secarata teratur ke tenaga kesehatan atau

membeli alas kaki khusus yang disesaikan dengan bentuk kaki.

d. Riwayat pendidikan

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa responden

pada kelompok kasus lebih banyak memiliki riwayat pendidikan yang

rendah 75,0%. Hasil penelitian ini senada dengan hasil penelitian

yang dilakukan oleh Sugiarto (2013) bahwa responden kelompok

ulkus diabetikum lebih banyak berpendidikan rendah 21 responden

(72.4%) dibandingkan dengan kelompok kontrol atau kelompok

tanpa ulkus diabetikum.

Menurut Friedman, Bowden & Jones, 2003 (dalam Diana,

2013) pendidikan merupakan aspek stasus sosial yang sangat

berhubungan dengan status kesehatan karena pendidikan berperan

penting dalam membentuk pengetahuan dan pola perilaku seseorang.

Tinggi rendahnya pendidikan seseorang dapat mempengaruhi

pengetahuan yang dimiliki untuk diterapkan dalam kehidupan

kesehariannya, khususnya dalam menangkap suatu perubahan dan

menyerap informasi tentang penyakit diabetes melitus serta

pengelolaannya khususnya tentang perawatan kaki untuk mengurangi

resiko terjadinya komplikasi pada kaki(Sarwono, 2000).


69

Puspita (2005) menjelaskan bahwa pengetahuan yang cukup

akan membantu dalam memahami dan mempersiapkan dirinya untuk

beradaptasi dengan perubahan- perubahan yang terjadi. Pengetahuan

yang kurang mengenai pernyakit yang diderita akan mengakibatkan

tidak terkendalinya proses perkembangan penyakit, termasuk deteksi

dini adanya komplikasi penyakit (Muzaham, 1995). Sehingga peneliti

menyimpulkan bahwa tingkat pendidikan memiliki peranan penting

dalam pengelolahan diabetes melitus, karena responden yang

memiliki pendidikan yang lebih tinggi lebih mudah memahami

informasi yang didapat dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-

harinya.

2. Faktor yang mempengaruhi terjadinya ulkus diabetikum

a. Lama diabetes melitus ≥8 tahun

Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa lama diabetes

melitus ≥8 tahun lebih didominasi oleh kelompok kasus 21

responden (58,3%). Analisis lebih lanjut didapatkan hasil p= 0,018

(>0,05) yang berarti ada pengaruh antara lama diabetes melitus ≥ 8

tahun terhadap terjadinya ulkus diabetikum. Hasil penelitian ini

senada dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Shahi tahun

2012 di India pada 678 pasien diabetes melitus menunjukkan hasil

lama menderita diabetes melitus ≥ 8 tahun merupakan faktor risiko

terjadinya ulkus diabetikum dengan (OR-6,97, p= 0,00).


70

Menurut Burarbutar (2012) semakin lama seseorang

didiagnosa diabetes melitus maka semakin besar peluang terjadinya

komplikasi, terutama pada penderita diabetes melitus yang

memiliki kontrol glukosa yang buruk. Komplikasi yang dapat

terjadi pada penderita diabetes salah satunya yaitu neuropati

diabetik. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Purwanti (2013)

menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara

neuropati sensorik dengan kejadian ulkus diabetikum p= 0,001.

Neuropati sensorik merupakan kerusakan pada saraf yang

menyebabkan saraf tidak dapat merespon rangsangan dari luar

tubuh sehingga penderita diabetes melitus tidak dapat merasakan

sakit, panas atau dingin pada ekstremitasnya, dengan hilangnya

sensasi perasa penderita diabetes melitus tidak dapat menyadari

bahwa ekstremitasnya tertusuk benda tajam dan menimbulkan

ulkus diabetikum. Smeltzer & Bare (2001) menambahkan bahwa

prevalensi neuropati meningkat bersamaan dengan pertambahan

usia dan lamanya penyakit, sehingga peneliti menyimpulkan bahwa

semakin lamanya seseorang didiagnosa diabetes melitus maka

semakin berisiko terhadap terjadinya komplikasi sehingga apabila

diabetes melitus tidak terkontrol dengan baik, maka kemungkinan

terjadinya komplikasi berupa ulkus diabetikum dapat terjadi.


71

b. Dukungan keluarga

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar

responden mendapatkan dukungan keluarga yang tinggi baik pada

kelompok kasus maupun pada kelompok kontrol. Analisis lebih

lanjut didapatkan hasil p=0,084 (p>0,05) yang menunjukkan bahwa

tidak ada pengaruh dukungan keluarga terhadap terjadinya ulkus

diabetikum. Sebagian besar responden pada kelompok kasus dan

kelompok kontrol mendapatkan dukungan keluarga yang cukup

tinggi.

Menurut Anggina, et al (2010) dukungan keluarga

merupakan segala bentuk perilaku dan sikap positif yang diberikan

keluarga kepada salah satu anggota keluarga yang sakit yaitu

anggota keluarga yang mengalami masalah kesehatan. Lebih lanjut

dijelaskan kembali oleh Azizah (2011) bahwa dukungan sosial

dapat memberikan kenyamanan fisik dan psikologis. Hasil

penelitian yang dilakukan oleh Anggina, et al (2010) menunjukkan

bahwa setengah responden (70%) memiliki dukungan positif dari

keluarga untuk patuh dalam melaksanakan program diet dan

kurang dari setengahnya (30%) memiliki dukungan negatif untuk

patuh dalam melaksanakan program diet. Adapun beberapa faktor

yang dapat mempengaruhi dukungan keluarga seperti usia angota

keluarga yang mengalami sakit, semakin tua usia anggota keluarga

yang mengalami sakit maka anggota keluarga yang lainnya akan


72

merasa lebih khawatir terhadap kondisi kesehatannya karena pada

usia tua selain adanya penyakit yang mendukung adapun faktor

alami yaitu penurunan fungsi tubuh.

Berdasarkan hasil penelitian dengan wawancara dan

pengisian kuisioner dengan respoden, sebagian besar responden

menyatakan bahwa keluarga memberikan informasi mengenai

makanan yang diperbolehkan untuk dikonsumsi, mengingatkan

untuk berolahraga setiap pagi pagi, dan membantu dalam

melakukan perawatan kaki, seperti mengunting kuku,

mengingatkan untuk selalu alas kaki yang tertutup dan

mendampingi pada saat check up setiap bulan. Namun pada saat

peneliti melakukan cross cek dengan keluarga terdapat beberapa

anggota keluarga mengatakan bahwa meskipun sudah diberitahu

mengenai makanan yang diperbolehkan untuk dikonsumsi dan

diingatkan untuk selalu menggunakan alas kaki tetapi penderita

masih saja mengabaikannya.

Lamanya waktu penderita harus memenuhi nasihat yang

diberikan selama sakit akan mempengaruhi tingkat kepatuhan

pasien terhadap pencegahan komplikasi sehingga meskipun

keluarga sudah memberikan dukungan keluarga yang cukup tinggi

pada anggota keluarganya, namun apabila pasien tidak

mematuhinya komplikasi dapat saja terjadi (Niven, 2002).


73

Peneliti berasumsi meskipun keluarga sudah memberikan

dukungan sosial terhadap anggota keluarganya, baik pada

kelompok kasus ataupun pada kelompok kontrol semaksimal

mungkin dalam bentuk informasi mengenai pengaturan pola

makan, aktivitas fisik, rutinitas check up setiap bulan sampai

dengan membantu melakukan perawatan kaki, namun penderita

diabetes melitus tetap saja mengabaikan sehingga peneliti

menyimpulkan bahwa pencegahan terjadinya ulkus diabetikum

tergantung pada penderita, apabila penderita diabetes melitus

memiliki kesadaran yang tinggi terhadap pencegahan terjadinya

komplikasi maka mereka lebih memperdulikan dan memperhatikan

kesehatannya.

c. Merokok

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebagian

besar responden pada kelompok kasus ataupun pada kelompok

kontrol sama- sama memiliki riwayat merokok atau merokok <12

batang/ hari. Analisis lebih lanjut didapatkan hasil p=0,101

(p>0,05) yang berarti tidak terdapat pengaruh riwayat merokok

≥12 batang/hari terhadap terjadinya ulkus diabetikum.

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian

yang dilakukan oleh Eason, et al (2005) yang menyatakan bahwa

kebiasaan merokok lebih dari 12 batang perhari pada penderita

diabetes melitus meningkatkan risiko PAD 2,5 kali dengan p


74

value= 0,03 (p<0,05). Baker (2005) menjelaskan bahwa pasien

diabetes melitus yang memiliki riwayat atau kebiasaan merokok

berisiko 10-16 kali lebih besar terjadinya peripheral arterial

diseasedimana adanya sumbatan aliran darah dari atau ke jaringan

organ. Sumbatan pada aliran darah dapat terbentuk atas lemak,

kalsium, jaringan fibrosa atau zat lain.

Sumbatan akut pada ekstremitas bermanifestasi sebagai

gejala- gejala iskemia yang timbul secara mendadak seperti nyeri,

pucat, hilangnya denyut nadi dan paralisis (Schwartz & Seymour ,

2000). Penyumbatan pembuluh darah yang terbentuk pada aliran

darah pasien diabetes melitusdengan kebiasaan merokok

disebabkan karena bahan kimia dalam tembakau dapat merusak sel

endotel yang melapisi dinding pembuluh darah sehingga

meningkatkan permeabilitas lipid (lemak) dan komponen darah

lainnya serta merangsang pembentukan lemak substansi atau

ateroma.Sumbatan pada pembuluh darah mengakibatkan

penurunan jumlah sirkulasi darah pada kaki dan menurunkan

jumlah oksigen yang dikirim ke jaringan serta menyebabkan

iskemia dan ulserasi atau ulkus diabetikum (Baker, 2005)

Berdasarkan hasil wawancara dan pengisian kuisioner

mengenai kebiasaan merokok sebagian besar responden pada

kelompok kasus dan kelompok kontrol mengatakan bahwa tidak

memiliki kebiasaan merokok dibandingkan merokok kurang dari


75

12 batang perhari. Hasil penelitian yang dilakukan oleh kamalah

pada tahun 2011 menunjukkan tidak ada hubungan antara riwayat

merokok dengan kejadian ulkus diabetik dengan p= 0,172. Zat- zat

yang terkandung dalam rokok akan menyebabkan kerusakan

endotel yang kemudian akan meningkatkan atheroslerosis dan

menyebabkan insufisiensi vaskuler sehingga aliran darah menuju

ke kaki menurun (Kamalah et al, 2011). Sehingga peneliti

berasumsi bahwa riwayat merokok bukan faktor utama terjadinya

ulkus diabetikum, namuntedapat faktor lain yang mendukung

terjadinya ulkus diabetikum seperti diet yang tidak teratur dan

riwayat ulkus sebelumnya.

d. Perawatan kaki tidak teratur

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar

24 responden (82,2%) tidak melakukan perawatan kaki secara

rutin. Analisis lebih lanjut didapatkan hasil p=0,000 (p<0,05) yang

menunjukkan bahwa terdapat pengaruh antara perawatan kaki tidak

teratur terhadap terjadinya ulkus diabetikum.

Kurniawan (2011) menyatakan bahwa tindakan pencegahan

yang paling mendasar dalam mecegah terjadinya ulkus diabetikum

yaitu dengan melakukan perawatan kaki untuk menjaga kebersihan

kaki. Perawatan kaki secara teratur pada penderita diabetes melitus

sangat bermanfaat, selain menjaga kebersihan kaki guna mencegah

terjadinya infeksi bakteri dan jamur, perawatan kaki juga


76

bermanfaat untuk mengetahui lebih dini terhadap kalainan-

kelainan yang muncul pada kaki.

Menurut The Centers for Disease Control and Prevention

(2009) (dalam Sihombing, 2013) perawatan kaki secara teratur

dapat mengurangi penyakit kaki diabetik sebesar 50-60% dan

mempengaruhi kualitas hidup. Namun perawatan kaki harus

dilakukan secara teratur untuk mendapatkan kualitas hidup yang

baik terutama dalam pemeriksaan dan perawatan kaki.

Hasil survei National Health Interview Survey (dalam

Kurniawan, 2011) menyatakan tidak ada ketentuan atau aturan

yang baku terhadap frekuensi perawatan kaki, tetapi perawatan

kaki yang dilakukan setiap hari secara rutin dapat mencegah ulkus

diabetikum dari 46% menjadi 22%. Hasil penelitian ini sejalan

dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ariyanti (2012) bahwa

terdapat hubungan yang signifikan antara perawatan kaki mandiri

dengan risiko ulkus diabetes dengan (p= 0,003), sehingga peneliti

menyimpulkan bahwa semakin teraturnya perawatan kaki yang

dilakukan maka risiko terjadinya ulkus diabetikum dapat

berkurang, karena dengan melakukan perawatan kaki secara teratur

selain menjaga kebersihan kaki untuk mencegah terjadinya ulkus

diabetikum tetapi perawatan kaki secara teratur juga bermanfaat

untuk melakukan deteksi dini terhadap terjadinya ulkus sehingga


77

penangan awal terhadap terjadinya luka dapat dilakukan sedini

mungkin.

e. Olahraga

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar

pada kelompok kasus terdapat 29 yang tidak berolahraga atau

berolahraga namun tidak rutin <3 kali/minggu selama 30 menit.

Analisis lebih lanjut didapatkan hasil p=0,000 (p<0,05) yang

berarti terdapat pengaruh antara tidak olahraga atau berolahraga

namun tidak rutin <3kali/ minggu selama 30 menit terhadap

terjadinya ulkus diabetikum. Hasil penelitian ini sejalan dengan

hasil penelitian yang dilakukan oleh Yadav, Tiwari, and Dhanaraj

(2008)yang menyatakan bahwa aktivitas fisik seperti berjalan kaki

setidaknya 30 menit perhari dapat menurunkan terjadinya

komplikasi seperti timbulnya ulkus diabetikum.

Olahraga merupakan salah satu modifikasi pengobatan

hiperglikemia pada pasien diabetes melitus. Olahraga dapat

menurunkan resistensi insulin dan menurunkan berat bada pada

pasien diabetes melitus dengan obesitas. McWright (2008)

menjelaskan prinsip latihan fisik bagi penderita diabetes melitus

sama dengan prinsip latihan fisik secara umum yaitu frekuensi atau

jumlah olahraga perminggu sebaiknya dilakukan dengan teratur 3-

5 kali per minggu dengan durasi 30- 60 menit karena dengan

latihan fisik atau latihan jasmani secara teratur dapat menurunkan


78

kadar glukosa darah melalui peningkatan insulin sebagai hasil dari

proses latihan fisik.

Menurut penelitian Dr.Lawrence Kinsell dalam

Mangoenprasodjo (2005)responden yang diberikan latihan

olahraga diketahui kebutuhan insulinnya menurun sampai 40 %

dan merasa lebih sehat dibandingkan dengan responden yang tidak

berolahraga. Olahraga tidak hanya menurunkan kebutuhan insulin

pada tubuh, olahraga juga dapat meningkatkan sirkulasi darah

terutama pada bagian kaki (Mangoenprasodjo, 2005).

f. Gangguan penglihatan

Gambaran responden dari analisis univariat menunjukkan

bahwa pada jumlah responden pada kelompok kasus lebih banyak

yang mengalami ganngguan penglihatan dari pada kelompok

kontrol. Analisis lebih lanjut dengan perhitungan bivariat diperoleh

nilai p=0,083 (p>0,05) yang berarti tidak ada pengaruh gangguan

penglihatan terhadap terjadinya ulkus diabetikum.

Menurut Delang, (2006) penderita diabetes melitus

cenderung 25x lebih besar mengalami kebutaan dibandingkan

dengan penderita non diabetes melitus. Komplikasi gangguan

penglihatan timbul seiring bertambahnya lama menderita diabetes

melitus, hal ini disebabkan karena adanya perubahan- perubahan

seluler pada membran basalis sel- sel retina sehingga terbentuknya

atherosklerosis pada pembuluh darah retina. Gangguan penglihatan


79

pada penderita diabetes melitus tidak hanya dapat disebabkan

karena kadar glukosa darah yang tinggi namun dapat pula

disebabkan karena penambahan usia seperti katarak.

Menurut Rosalina (2011) gangguan penglihatan dapat

mempengaruhi aktivitas sehari- hari terutama dalam peningkatan

kualitas hidup. Gangguan penglihatan pada pasien dengan diabetes

melitus dapat menghambat dalam melakukan perawatan kaki,

seperti inspeksi kaki untuk mengkaji kondisi kaki terutama dalam

pencegahan terjadinya luka, namun berdasarkan hasil penelitian

yang menunjukkan adanya dukungan keluarga yang tinggi terhadap

pasien diabetes melitus dengan ulkus dan tanpa ulkus peneliti

menyimpulkan bahwa meskipun penderita diabetes melitus

memiliki gangguan penglihatan, perawatan kaki dapat dilakukan

dengan bantuan anggota keluarga untuk mencegah terjadinya ulkus

diabetikum seperti membantu memotong kuku, inspeksi kaki

ataupun dalam membantu menjaga kebersihan kaki.

g. Penggunaan alas kaki tidak tepat

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pada kelompok

kasus terdapat 29 responden (80,6%) tidak menggunaan alas kaki

secara tepat. Analisis lebih lanjut didapatkan hasil p=0,000

(p<0,05) yang berarti terdapat pengaruh antara penggunaan alas

kaki yang tidak tepat terhadap terjadinya ulkus diabetikum. Hasil

penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh


80

Hastuti (2008) yang menunjukkan ada hubungan yang bermakna

antara penggunaan alas kaki dengan kejadian ulkus diabetika

p=0,0001

Penderita diabetes melitus tidak dianjurkan berjalan tanpa

menggunakan alas kaki, hal ini disebabkan karena pada penderita

diabetes melitus sangat rentan terhadap terjadinya trauma yang

mengakibatkan ulkus diabetikum, terutama pada pasien diabetes

melitus dengan komplikasi neuropati yang mengakibatkan sensasi

rasa berkurang, sehingga penderita diabetes tidak dapat menyadari

secara cepat bahwa kakinya tertusuk benda tajam dan terluka.

Menurut Armstrong and RW (2008) penggunaan alas kaki yang

benar cukup efektif untuk menurunkan angka terjadinya ulkus

diabetikum karena dengan menggunakan alas kaki yang tepat dapat

mengurangi tekanan pada plantar kaki dan mencegah kaki serta

melindungi kaki agar tidak cedera atau tertusuk benda tajam dan

menimbulkan luka. Lebih lanjut Perkeni (2008) menyebutkan

bahwa terdapat lima pilar dalam penanganan kaki diabetik, seperti

menggunakan alas kaki yang sesuai dengan ukuran dan bentuk

kaki, menggunakan alas kaki 1-2 cm lebih panjang dari ukuran

kaki dan menggunakan alas kaki di dalam ataupun di luar rumah.

h. Deformitas kaki

Berdasarkan hasil penelitian dari analisis univariat diketahui

bahwa pada kelompok kasus 22 sponden (61,1%) terdapat


81

deformitas kaki. Analisis lebih lanjut dengan perhitungan bivariat

diperoleh nilai p=0,004 (p<0,05) yang menunjukkan ada pengaruh

antara deformitas kaki terhadap terjadinya ulkus diabetikum. Hasil

penelitian ini senada dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh

Abouaesha et al, (2001) yang menunjukkan hasil signifikan antara

kejadian ulkus diabetikum dengan penekanan pada kaki dengan

hasil p< 0,0001.

Menurut Dewani (2006) gangguan pada saraf tepi terutama

pada saraf motorik mengakibatkan pengecilan otot sehingga otot

kaki menjadi tidak seimbang dan mengakibatkan perubahan bentuk

(deformitas) kaki seperti menekuk (cock up toes), bergesernya

sendi (luksasi) pada sendi kaki depan dan terjadi penipisan

bantalan lemak dibawah pangkal jari kaki sertamenyebabkan

terjadinya perluasan daerah yang mengalami penekanan dan

menimbulkan kalus atau kapalan.

Menurut Purwanti (2013) identifikasi adanya deformitas kaki

dan kalus pada kaki merupakan faktor risiko terjadinya ulkus kaki

meskipun beberapa deformitas kaki pada pasien diabetes melitus

merupakan deformitas kongenital namun mayoritas deformitas

pada penderita diabetes melitus penyebab dari neuropati motorik

seperti claw atau hammer toes.Deformitas kaki yang disebabkan

kongenital pada penderita diabetes melitus ikut berperan terhadap

terjadinya ulkus diabetikum terutama pada pasien diabetess melitus


82

dengan penekanan kaki, penatalaksanaan diabetes melitus yang

buruk dan adanya neuropati.

Berdasarkan hasil penelitian, peneliti hanya menemukan 1

responden yang menyatakan bahwa perubahan bentuk kaki

disebabkan karena kebiasaan menggunaan alas kaki dan sebagian

besar responden mengatakan perubahan bentuk kaki terjadi setelah

didiagnosa diabetes melitus. Timbulnya kalus pada kaki dapat

mempermudah terjadinya infeksi yang kemudian berubah jadi

ulkus diabetikum terutama pada area atas kaki, dan ujung jari- jari

kaki yang sangat rentan terhadap ulkus dan infeksi. Namun

meskipun penderita diabetes melitus yang memiliki deformitas

kaki berisiko terhadap terjadinya ulkus diabetikum. Ulkus

diabetikum dapat dicegah yaitu dengan cara menggunakan alas

kaki yang tepat atau menyesuaikan dengan bentuk kaki dan tidak

menggunakan alas kaki yang menekan sehingga jari- jari kaki

masih dapat bergerak.

i. Riwayat ulkus sebelumnya

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pada

kelompok kasus yaitu 16 responden (44,4%) memiliki riwayat

ulkus sebelumnya. Analisis lebih lanjut didapatkan hasil p=0,002

(p<0,05) yang berarti terdapat pengaruh antara riwayat ulkus

sebelumnya terhadap terjadinya ulkus diabetikum. Hasil penelitian

yang dilakukan oleh Peters and Lavery (2001) menunjukkan bahwa


83

pasien diabetes melitusdengan riwayat ulkus atau amputasi

berisiko 17,8 kali mengalami ulkus berulang pada tiga tahun

berikutnya dan memiliki risiko 32 kali untuk mengalami amputasi

pada ekstremitas bawah.

Terjadinya ulkus berulang pada penderita diabetes melitus

dapat disebabkan karena buruknya penatalaksanaan diabetes

melitus seperti tidak pahamnya melakukan perawatan kaki secara

teratur, penggunaan alas kaki yang tidak tepat dan kemampuan

dalam melakukan pencegahan terhadap terjadinya luka. Faktor

terjadinya ulkus berulang pada penderita diabetes melitus dengan

riwayat ulkus sebelumnya bukan merupakan faktor tunggal

penyebab terjadinya ulkus, namun terdapat beberapa faktor

pendukung lainnya yang dapat menyebabkan terjadinya ulkus

berulang baik pada tempat luka yang sama ataupun pada tempat

luka yang baru. Faktor lain yang mendukung terjadinya ulkus

berulang pada penderita diabetes melitus dengan ulkus diabetikum

salah satunya yaitu kadar glukosa darah yang buruk dan adanya

neuropati.

3. Faktor yang paling mempengaruhi terjadinya ulkus diabetikum

Faktor tidak olahraga merupakan faktor yang paling dominan

dalam mempengaruhi terjadinya ulkus diabetikum. Responden yang

tidak berolahraga atau memiliki kebiasaan olahraga <3 kali perminggu

selama30 menit mempunyai peluang 10,617 kali lebih besar untuk


84

mempengaruhi terjadinya ulkus diabetikum pada pasien diabetes

melitus tipe 2.

Olahraga merupakan salah satu cara yang mudah dan sangat

bermanfaat bagi penderita diabetes. Menurut Rachawati (2010)

Olahraga membantu dalam meningkatkan kebugaran tubuh,

meningkatkan penurunan kadar glukosa darah dan menormalkan

tekanan darah karena pada saat olahraga akan terjadi peningkatan

kebutuhan bahan bakar tubuh oleh otot yang aktif sehingga glukosa

yang disimpan dalam otot dan hati sebagai glikogen akan digunakan

sebagai sumber energi pada saat olahraga terutama pada permulaan

olahraga dimulai. McWright (2008) menjelaskan prinsip latihan fisik

bagi penderita diabetes melitus sama dengan prinsip latihan fisik secara

umum yaitu frekuensi atau jumlah olahraga perminggu sebaiknya

dilakukan dengan teratur 3-5 kali per minggu dengan durasi 30- 60

menit.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Purwanti (2013)

menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara

pengendalian kadar gula darah dengan kejadian ulkus diabetikum

sehingga peneliti menyimpulkan bahwa dengan olahraga secara teratur

≥3 kali perminggu selama 30 menit serta diimbangkan dengan diit

yang seimbang akan membantu dalam mengkontrol glukosa darah

sehingga dapat meminimalkan risiko terjadinya komplikasi lebih lanjut

seperti neuropati dan ulkus diabetikum.


85

C. Kelemahan dan Keterbatasan penelitian

Beberapa kelemahan dan keterbatas penelitian ini terletak pada

Desain penelitian (retrospektif) case control study yang digunakan

peneliti, dengan menggunakan desain penelitian retrospektif

mengidentifikasikan proses recall bias sangat mungkin terjadi karena

keterbatasan daya ingat responden yang mayoritas berusia >45 tahun. Hal

ini berkaitan dengan proses mengingat riwayat pertama kali didiagnosa

diabetes melitus, deformitas kaki dan riwayat ulkus sebelumnya. Peneliti

mencoba meminimalkan recall bias dengan cara melakukan cross-cek

dengan anggota keluarga. Sulitnya mengkontrol variabel confounding,

seperti riwayat diet harian pada pasien diabetes melitus dan neuropati.

Pada penelitian faktor olahraga peneliti tidak menanyakan kebiasaan

penggunaan alas kaki selama olahraga.


86

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka dapat

disimpulkan bahwa :

1. Usia responden pada kelompok kasus adalah 56-65 tahun (58,3%) dan

pada kelompok kontrol adalah 56-65 tahun (52,8%). Jenis kelamin

responden pada kelompok kasus sebagian besar adalah perempuan

(55,6%) sedangkan jenis kelamin pada kelompok kontrol sebagian

besar adalah laki- laki (52,8%). Pekerjaan pada kelompok kasus

mayoritas bekerja sebagai petani (38,9%), sedangkan pada kelompok

kontrol tidak bekerja (38,9 %) dan bekerja sebagai PNS (36,1%).

Riwayat pendidikan pada kelompok kasus mayoritas berpendidikan

rendah (75,0%), sedangkan pada kelompok kontrol berpendidikan

tinggi (58,3%)

2. Faktor risiko yang mempengaruhi terjadiya ulkus diabetikum adalah

lama diabetes mellitus ≥8 tahun, perawatan kaki tidak teratur,

penggunaan alas kaki yang tidak tepat, deformitas kaki, riwayat ulkus

sebelumnya, dan olahraga.

3. Faktor yang tidak mempengaruhi terjadinya ulkus diabetikum adalah

dukungan keluarga, gangguan penglihatan dan merokok lebih dari 12

batang.

86
87

4. Faktor yang berpengaruh secara dominan terhadap kejadian ulkus

diabetikum adalah olahraga dengan risiko 10,617 kali lebih besar

terhadap terjadinya ulkus diabetikum pada pasien diabetes melitus tipe

2, dilanjut dengan perawatan kaki tidak rutin dan penggunaan alas

kaki.

B. Saran

1. Bagi pelayanan kesehatan

Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh pelayanan kesehatan sebagai

acuan untuk memberikan pendidikan kesehatan dalam tindakan

pencegahan terjadinya ulkus diabetikum pada pasien diabetes melitus

tanpa ulkus dan pada pasien diabetes melitus dengan ulkus untuk

mencegah terjadinya ulkus berulang seperti menggunakan alas kaki

yang tepat, perawatan kaki teratur, olahraga ≥3kali perminggu selama

30 menit serta perlunya dukungan keluarga.

2. Bagi Penelitian

Perlu adanya penelitian lanjutan mengenai aspek dukungan keluarga

untuk mengetahui aspek yang paling mempengaruhi terjadinya ulkus

diabetikum serta menambahkan jumlah responden dalam penelitian.

3. Bagi institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi faktor yang dapat

mempengaruhi terjadinya ulkus diabetikum, terutama pada faktor

dukungan keluarga dan gangguan penglihatan. Meskipun faktor

tersebut tidak mempengaruhi terjadinya ulkus diabetikum namun hasil


88

penelitian tersebut dapat menunjukkan bahwa faktor dukungan keluarga

dan gangguan penglihatan ikut berperan terjadinya ulkus diabetikum.

4. Bagi penderita diabetes mellitus

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor lama diabetes mellitus ≥

8 tahun, penggunaan alas kaki yang tidak tepat, perawatan kaki yang

tidak rutin atau teratur, deformitas kaki, riwayat ulkus sebelumnya, dan

tidak rutinnya berolahraga atau olahraga yang kurang <3kali/minggu

selama 30 menit merupakan faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya

ulkus diabetikum sehingga hasil penelitian ini dapat dijadikan sumber

informasi yang berguna untuk mencegah terjadinya ulkus diabetikum

dengan cara melakukan perawatan kaki yang teratur, penggunaan alas

kaki yang tepat serta perlunya dukungan keluarga dalam membantu

pencegahan terjadinya ulkus diabetikum.


DAFTAR PUSTAKA

Abouaesha, F., Schie, C. H. M. V., Griffths, G. D el al,. (2001). Plantar tissue


thickness is related to peak plantar pressure in the high-risk diabetic foot.
Diabetes Care, 4.
Alkaissi,A (2004). The risk factors for diabetic foot ulcerarion. Faculty of nursing
an najah national university. Retrieved from
http://www.najah.edu/sites/default/files/risk_factor.pdf

American Diabetes Association. (2010). Standar of medical care in diabetes.


Diabetes care, 33(1),S11-S61.
Anggina,LL., Hamzah A., Pandhit.(2010). Hubungan antara dukungan sosial
keluarga dengan kepatuhan pasien diabetes mellitus dalam
melaksanakan program diet di poli penyakit dalam Rsud cibabat cimahi .
Bandung : Poltekkes Kemenkes Bandung
Arikuntoro, S. (2005). Manajemen penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Arisman. (2011). Diabetes mellitus. Sumatera : Universitas Sumatera Utara.


Armstrong, D. G., SA, B., GD, V., & RW, V. D. (2008). The effectiveness of
footwear and offloading interventions to prevent and heal foot ulcers and
reduce plantar pressure in diabetes: a systematic review. Diabetes
Metabolism Resarch and reviews, 24.
Atkinso RL, Atikinson RC, Smith EE, Bem DJ. (2000). Pengantar psikologi edisi
2 jilid 2. jakarta : Interaksara.
Azizah, L.M. (2011). Keperawatan lanjut usia. Yogyakarta: Graha Ilmu
Baker, D. (2005). Smoking and peripheral arterial disease. Retrieved from
http://ash.org.uk/files/documents/ASH_190.pdf
Budiarto, E. (2003). Metodologi penelitian kedokteran. Jakarta: EGC.
Butarbutar, F., Hiswanit., Jemadi. (2012). Karakteristik penderita diabetes
mellitus dengan komplikasi yang di rawat inap di RSUD Deli Sedang.
Skripsi. Medan: Universitas Sumatra Selatan
Diani, N. (2013). Pengetahuan dan praktik perawatan kaki pada klien diabetes
melitus tipe 2 di kalimantan selatan. Skripsi. Jakarta : Universitas
Indonesia.
Dewani. (2006). Terapi jus & 38 ramuan tradisional diabetes. Jakarta :
AgroMedia
Delang S. F. (2006). Hubungan kadar glukosa darah dan lama menderita diabetes
dengan derajat retinopati diabetika di rsup dr. kariadi semarang. Semarang.
Univeritas Diponogoro
Eason, S. L., et al.,. (2005). Diabetes mellitus, smoking and the risk for
asymptomatic peripheral arterial disease: whom should we screen. Journal
of the american board of family medicine.Retrieved from
http://www.jabfm.org/content/18/5/355.long
Efendi, F.M. (2009). Keperawatan kesehatan komunitas: Teori dan praktik dalam
keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Eko, A. (2010). Hubungan aktivitas fisik dan istirahat dengan kadar gula darah
pasien diabetes mellitus rawat jalan RSUD. Prof. dr. Margono Soekarjo
Purwokerto. Purwokerto: Universitas Muhammadiyah Purwokerto.
Friedman, Bowden & Jones. (2003). Family Health Nursing. USA: Person
Education Inc
Muzaham, F. (1995). Sosiologi kesehatan. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia
Haryani, D. (2009). Pengaruh latihan jasmani terhadap penurunana glukosa
darah pada penderita diabetes mellitus tipe 2 di RSUD. Prof. dr. Margono
Soekarjo Purwokerto. Purwokerto: Universitas Jenderal Soedirman.
Hastono, S. P. (2007). Analisis data kesehatan. Depok: Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia.

Hastuti, R.T. (2008). Faktor-faktor resiko ulkus diabetika pada penderita diabetes
mellitus. Semarang : Universitas Diponegoro.

Hendromartono. (2006). Neftopati diabetika. In A. W. sudoyo, B. Setiyohadi, I.


Alwi, M. S. K & S. Setiati (Eds.), Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid III
edisi IV. Jakarta: Penerbit FK UI.
Johnson, M. (2005). Diabetes terapi dan pencegahannya. Bandung: Indonesia
publishing house.
Kementerian Kesehatan RI. (2011). World diabetes day. Reterived from:
http://pppl.depkes.go.id/index.php?c=berita&m=fullview&id=374.
Kurniawan, V.E. (2011). Pengaruh konseling terhadap penetahuan, sikap dan
perilaku penderita diabetes mellitus tentang perawatan kaki di wilayah
kerja puskesmas kabuh jombang. Tesis. Surakarta: Universitas sebelas
maret surakarta.
Lanywati, E. (2001). Diabetes mellitus penyakit kencing manis. Yogyakarta:
Kanisius.
Mangoenprasodjo. (2005). Olahraga tanpa terpaksa. Yogyakarja: Thinkfresh.
Mansjoer, A., Triyanti, K., Savitr, R et al,. (2000). Kapita selekta kedokteran
(Vol. 1). Jakarta: Media Aesculapius.
Mayasari, L. (2012). Wanita menopouse lebih berisiko diabetes melitus. Reterived
from
http://www.health.detik.com/read/2012/12/27/18311/2128250/763/wanit
a-menopuse-lebih-berisiko-diabetes.
McWright, B. (2008). Panduan bagi penderita diabetes. Jakarta: Prestasi Pustaka
Publisher
Merza, Z., & Tesfaye, S. (2003). Reveiw the risk factors for diabetic foot
ulceration. The Foot, 13 : 125- 129
Misnadiarly. (2006). Diabetes mellitus: gangren, ulcer, infeksi. mengenal gejala,
menaggulangi dan mecegah komplikasi. Jakarta: Pustaka populer obor.
Niven, N. (2002). Psiklogi Kesehatan. Jakarta: Penerbit Buku Kesehatan EGC
Nursalam. (2008). Konsep dan penerapan metodologi penelitian ilmu
keperawatan pedoman skripsi, tesis dan instrumen penelitian
kepertawatan. Jakarta: Salemba Medika
Pandelaki, K. (2009). Retinopati diabetik. In A. W. Sudoyo, B. setiyohadi, I.
Alwi, M. S. K & S. Setiati (Eds.), Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid III
edisi v. Jakarta: InternaPublishing.
Perkeni. (2011). Konsensus pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2
di Indpnesia.
Peters, E. J. G., & Lavery, L. A. (2001). Effectiveness of the diabetic foot risk
classification system of the international working group on the diabetic
foot. Diabetes Care, 24, 1442-1447.
Prastica, V.A (2013). Perbedaan angka kejadian ulkus diabetikum pada pasien
diabetes melitus dengan dan tanpa hipertensi di rsud dr. Saifudin anwar
malang. Tugas akhir. Malang: Universitas Brawijaya.
Price, A. S., & Wilson, L. M. (2005). Patofisiologi : konsep klinis proses- proses
penyakit (Vol. 2). Jakarta: EGC.
Purnamasari, D. (2009). Diagnosis dan klasifikasi diabetes mellitus. In A. W.
Sudoyo, B. Setiyohadi, I. Alwi, M. S. K & S. Setiati (Eds.), Buku ajar ilmu
penyakit dalam jilid III edisi v. Jakarta: InternaPublishing.
Purwanti, O.S. (2013). Analisis faktor- faktor risiko terjadi ulkus kaki pada pasien
diabetes melitus di rsud dr.moewardi. Skripsi. Jakarta : Universitas
Indonesia
Puspita, D., N., V. (2005). Hubungan antara pengetahuan tentang menopause
dengan kecemasan pada wanita dalam menghadapi masa menopause di
Desa Kotesan Kecamatan Prambanan Kabupaten Klaten. Jurnal
kesehatan. 24 (suppl.2), 101-104.

Perkeni. (2008). Pilar penanganan kaki diabetik. Retrieved from


http://www.perkeni.org/?page=buletin.detail&id=108

Rosalina, D., & Waljudi, H. (2011). Visual field abnormality and quality of life of
patient with primary open angle glaucoma. Jurnal Oftalmologi Indonesia

Shahi,S.,K.,Kumar.,A.,Kumar.,S.,Singh.,S.,K.,Gupta.,S.,K.(2012). Prevalence of
diabetic foot ulcer and associated risk factor in diabetic patients from
north india. The journal of diabetic foot complications

Sihombing, D., Nursiswati., Prawesti. (2013). Gambaran perawatan kaki dan


sensasi sensorik kaki pada pasien diabetes melitus tipe 2 di poliklinik dm
rsud. Bandung: Universitas Padjadjaran

Saryono. (2009). Metodologi penelitian kesehatan. Jogjakarta : Mitra Cendikia

Saryono. (2011). Metodologi penelitian keperawatan. Purwokerto: UPT


Universitas jenderal soedirman.
Sastroasmoro, S. (2011). Dasar- dasar metodologi penelitian klinis. Jakarta:
Sagung Seto.
Schwartz, Seymour I. (2000). Intisari prinsip- prinsip ilmu bedah. Jakarta : EGC
Siswono. (2005). P2m & pl dan Litbangkes. Retrieved from www.depkes.go.id
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2001). Buku ajar keperawatan medikal bedah
brunner & suddarth (Vol. 2). Jakarta: EGC.
Soewondo, P. (2006). Ketoasidosis diabetik. In A. W. Sudoyo, B. Setiyohadi, I.
Alwi, M. S. K & S. Setiati (Eds.), Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid III
edisi IV Jakarta: Penerbit FK UI.
Subekti, I. (2006). Neuropati Diabetik. In A. W. Sudoyo, B. Setiyohadi, I. Alwi,
M. S. K & S. Setiati (Eds.), Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta:
Penerbit FK UI.
Subekti, I. (2009). Neuropati Diabetik. In A. W. Sudoyo, B. Setiyohadi, I. Alwi,
M. S. K & S. Setiati (Eds), Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid III edisi v.
Jakarta: InternaPublishing.
Sugiarto, I. (2013). faktor risiko yang berhubungan dengan terjadinya ulkus
diabetik pada pasien diabetes mellitus tipe 2 di rsud. dr. margono
soekarjo purwokerto. Skripsi. Purwokerto: Univeritas Jenderal Soedirman.
Trisnawati, S., Widarsa, T., & Suastika, K.(2013). Faktor risiko diabetes mellitus
tipe 2 pasien rawat jalan di puskesmas wilayah kecamatan denpasar
selatan. Denpasar : Universitas Udayana

Veves, A., & Lyons, T. E. (2007). Foot care in older adults with diabetes mellitus.
In M. N. Munshi & L. A. Lipsitz (Eds.), Geriatric diabetes. New Tork:
Informa Healthcare USA.
Waspadji, S. (2006). Kaki diabetes. In A. W. Sudoyo, B. Setiyohadi, I. Alwi, M.
S. K & S. Setiati (Eds.), Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta: Penerbit
FK UI.
Waspadji, S. (2009). Kaki diabetes. In A. W. Sudoyo, B. Setiyohadi, I. Alwi,M.
S. K & S. Setiati (Eds V), Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta:
InternaPublising
Wicak. (2009). Have fun with diabetes mellitus. Bandung Triexs media book.
Yadav, R., Tiwari, P., & Dhanaraj, E. (2008). Risk factors and complications of
type 2 diabetes in Asians. 9.
Yanti. (2008). Faktor-faktor Risiko Kejadian Penyakit Jantung Koroner pada
Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 (Studi Kasus di RSUP Dr. Kariadi
Semarang). Jurnal Epidemiologi.
Zahtamal., Chandra, F., & Restuasturi, T. (2007). Faktor- faktor risiko pasien
diabetes melitus. Riau: Universitas Riau.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Izin Survei Pendahuluan dari Jurusan Keperawatan FKIK

UNSOED.
Lampiran 2. Surat Izin Survei Pendahuluan dari Diklat RSUD Prof. Margono

Soekarjo Purwokerto
Lampiran 3. Surat izin Uji Validitas dari Jurusan Keperawatan FKIK UNSOED.
Lampiran 4. Surat Izin Uji Validitas dari Diklat RSUD Prof. Margono Soekarjo

Purwokerto
Lampiran 5. Surat Izin Penelitian dari Jurusan Keperawatan FKIK UNSOED.
Lampiran 6. Surat Izin Penelitian dari Diklat RSUD Prof. Margono Soekarjo

Purwokerto
Lampiran 7. Jadwal Kegiatan Penelitian

No Kegiatan Sept okt Nov januari Februari

1. Studi pendahuluan
penelitian
2. Penyusunan proposal
penelitian
3. Konsultasi dan revisi
proposal
4. Seminar proposal
5. Perijinan penelitian
6. Pelaksanaan
penelitian
7. Penyusunan hasil
penelitian
8. Seminar hasil
9. Pengumpulan skripsi
Lampiran 8. Lembar Permohonan Menjadi Responden.

PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Kepada Yth.
Ibu, Bapak,
di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto
Dengan hormat,

Saya yang bertanda tangan di bawah ini adalah Mahasiswa Universitas


Jenderal Soedirman Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan Jurusan
Sarjana Keperawatan :
Nama : Ira Ferawati
NIM : G1D010015
Akanmengadakan penelitian dengan judul “ faktor- faktor yang
mempengaruhi terjadinya ulkus diabetikum pada pasien diabetes mellitus
tipe 2 di RSUD Prof dr. Margono Soekarjo Purwokerto”.Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor- faktor apa saja yang
mempengaruhi terjadinya ulkus diabetikum.
Penelitian ini tidak akan menimbulkan akibat yang merugikan bagi
siapapun. Kerahasiaan seluruh informasi akan dijaga dan hanya digunakan
untuk kepentingan penelitian. Tidak ada paksaan dalam keikutsertaan menjadi
responden penelitian. Untuk itu saya mohon kesediaan Ibu atau bapak untuk
menjadi responden dalam penelitian ini, jika Ibu atau bapak bersedia menjadi
responden saya mohon Ibu dan bapak menandatangani lembar persetujuan dan
menjawab pernyataan-pernyataan padalembar kuesioner yang telah disediakan.
Atas perhatian dan partisipasinya saya ucapkan terima kasih.

Peneliti,

Ira Ferawati
Lampiran 9. Lembar Persetujuan Menjadi Responden

PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Setelah mendapat penjelasan dan saya memahami bahwa penelitian


yang berjudul “faktor- faktor yang mempengaruhi terjadinya ulkus
diabetikum pada pasien diabetes mellitus tipe 2 di RSUD Prof. dr.
Margono Soekarjo Purwokerto”ini tidak merugikan saya. Serta telah
dijelaskan secara jelas tentang tujuan penelitian, cara pengisian kuesioner
dan kerahasiaan data. Oleh karena itu, saya yang bertanda tangan dibawah
ini:
Nama :
Usia :
Alamat :
Pekerjaan :
Menyatakan bersedia / tidak bersedia turut berpartisipasi sebagai
responden dalam penelitian yang akan dilakukan oleh Ira Ferawati,
Mahasiswa Jurusan Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu-ilmu
Kesehatan Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto.
Demikian lembar persetujuan ini saya isi dengan sebenar-benarnya
agar dapat digunakan sebagaimana mestinya.

Purwokerto,........................................
Responden

(................................)
Lampiran 10. Lembar Observasi Identitas Biodata Responden

Lembar Observasi Penelitian

Kode Responden : Tanggal penelitian :

Petunjuk pengisian lembar observasi

Beri tanda ( √ ) pada tempat yang disediakan sesuai dengan kondisi anda

I . Identitas Responden

1. Jenis kelamin

Laki- laki

Perempuan

2. Usia

45-55 tahun

55-65 tahun

>65 tahun

3. Pendidikan

SD sederajat

SMP sederajat

SMA sederajat

Akademi Perguruan Tinggi

4. Pekerjaan
Buruh
Petani
Pns
Tidak bekerja
Karyawan
Lampiran 11. Lembar Kuesioner Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Ulkus

Diabetikum

FAKTOR ULKUS

Menurut pada awal terpapar *

1. Apakah anda menderita ulkus ?

Ya

Tidak

2. Apakah anda merokok? Jika ya, berapa batang rokok/ hari?

< 12 batang rokok/ hari btg/hr

≥12 batang rokok / hari

3. Apakah anda berolahraga?

Tidak berolahraga/tidak rutin

≥3kali/minggu selama 30 menit

4. Sudah berapa lama anda didiagnosa diabetes mellitus?

< 8 tahun thn

≥8 tahun

6. Apakah anda memiliki gangguan penglihatan sehingga anda kesulitan


untuk melihat kondisi kaki anda?

ada gangguan penglihatan

Tidak ada gangguan penglihatan

7. Apakah sebelumnya anda pernah mengalami luka yang sulit sembuh


(Ulkus diabetikum)?

ada riwayat ulkus diabetikum

Tidak ada riwayat ulkus diabetikum


8. Apakah pada kaki anda terdapat perubahan bentuk kaki (deformitas kaki)?

Ada perubahan bentuk kaki

Tidak ada perubahan bentuk kaki


Kuesioner Penggunaan alas kaki
Beri tanda (√) pada jawaban yang paling sesuai dengan penggunaan alas kaki
yang anda gunakan sehari- hari :
No Pertanyaan Dilakukan
. Ya Tidak
1. Apakah anda selalu menggunakan alas kaki setiap kali
beraktivitas?
2. Apakah anda menggunakan alas kaki di dalam rumah?
3 Apakah alas kaki yang anda gunakan merupakan alas
kaki yang tertutup?
4. Apakah alas kaki yang anda gunakan sesuai dengan
ukuran kaki anda?
5. Apakah anda membersihkan bagian dalam sepatu atau
sendal dari pasir atau krikil sebelum digunakan?
6. Apakah anda selalu menggunakan kaos kaki?
7. Apakah anda mengganti kaos kaki setiap hari?
8. Apakah anda melepas dan mengganti kaos kaki/sepatu
jika basah?
Kuesioner Perawatan Kaki
Beri tanda (√) pada jawaban yang paling sesuai dengan perawatan kaki yang anda
lakukan sehari- hari :

No. Pertanyaan Dilakukan

Ya Tidak

1. Apakah anda melakukan pemeriksaan kaki setiap hari,


minimal 1 kali/hari?
2. Apakah anda mencuci kaki setiap harimenggunakan air
dan sabun, minimal 3 kali/hari?
3. Apakah anda selalu mengeringkan kaki yang basah
sampai ke sela jari- jari kaki ?
4. Apakah anda mengeringkan kaki menggunakan
handuk lembut setelah anda mencuci kaki?
5. Apakah anda segera memotong kuku anda ketika kuku
sudah tampak memanjang?

6. Apakah anda memotong kuku menyesuaikan dengan


bentuk kuku?
7. Apakah anda tidak memotong kuku terlalu pendek?

8. Apakah anda menggunakan lotion untuk melembabkan


kaki?
Kusioner Dukungan Keluarga

Beri tanda (√) pada jawaban yang paling sesuai dengan dukungan keluarga yang

anda dapatkan dalam kehidupan sehari- hari.

No. Pertanyaan Ya Tidak


Dukungan Informatif (nasehat, petunjuk- petunjuk, saran- saran)
1. Apakah keluarga memberikan informasi mengenai
perawatan kaki?
2. Apakah keluarga memberikan informasi mengenai
makanan apa saja yang dapat anda makan?
Dukungan Emosional (empati, kepedulian, perhatian)
3. Apakah keluargamendengarkan keluh kesah anda
terhadap penyakit yang anda derita?

4. Apakah keluarga memberikan tangapan terhadap keluh


kesah anda?

5. Apakah keluargamemberikan ketenangan kepada anda?

6. Apakah keluarga memperhatikan jadwal makan anda?

7. Apakah keluarga memberikan berbagai sumber


informasi mengenai perawatan diabetes?
8. Apakah keluarga memperhatikan setiap perubahan
kesehatan yang terjadi pada anda?
Dukungan Penghargaan (ungkapan hormat, dorongan maju, persetujuan
dengan gagasan atau perasaan individu)
9. Apakah keluarga memberikan pujian ketika anda makan
tepat waktu?
10. Apakah keluarga memberikan pujian ketika anda
melakukan perawatan kaki setiap hari?
11. Apakah keluarga memberikan pujian ketika anda
berolahraga secara teratur setiap hari minimal
dengan berjalan kaki selama 30 menit?
Dukungan Instrumental (bantuan langsung, pinjaman uang, menolong
dengan pekerjaan )

12 Apakah keluarga mengingatkan anda untuk selalu


berolahraga setiap harinya?
13. Apakah keluarga membantu anda melakukan perawatan
kaki ?
14. Apakah keluarga mengingatkan anda untuk selalu
mengontrol gula darah?
15. Apakah keluarga menegur apabila anda tidak
menggunakan alas kaki (seperti: sandal/sepatu)?

16. Apakah keluarga mengingatkan anda untuk selalu


menggunakan alas kaki ?
17. Apakah keluarga mendampingi setiap kali anda check
up?
Lampiran 12. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas

Uji validitas _penggunaan alas kaki

total
p1 Pearson Correlation .742**
Sig. (2-tailed) .000
N 22
p2 Pearson Correlation .673**
Sig. (2-tailed) .001
N 22
p3 Pearson Correlation .673**
Sig. (2-tailed) .001
N 22
p4 Pearson Correlation .616**
Sig. (2-tailed) .002
N 22
p5 Pearson Correlation .742**
Sig. (2-tailed) .000
N 22
p6 Pearson Correlation .484*
Sig. (2-tailed) .022
N 22
p7 Pearson Correlation .474*
Sig. (2-tailed) .026
N 22
p8 Pearson Correlation .659**
Sig. (2-tailed) .001
N 22
p9 Pearson Correlation .236
Sig. (2-tailed) .291
N 22
total Pearson Correlation 1
Sig. (2-tailed)
N 22
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-
tailed).
**. Correlation is significant at the 0.01 level
(2-tailed).
Reliability _penggunaan
alas kaki
Cronbach's
Alpha N of Items
.744 10
Validitas_ perawatan kaki
TOTAL
PPearson Correlation .480*
Sig. 1(2-tailed) .024
N 22
PPearson Correlation .407
Sig. 2(2-tailed) .060
N 22
PPearson Correlation .619**
Sig. 3(2-tailed) .002
N 22
PPearson Correlation .479*
Sig. 4(2-tailed) .024
N 22
PPearson Correlation .519*
Sig. 5(2-tailed) .013
N 22
PPearson Correlation .533*
Sig. 6(2-tailed) .011
N 22
PPearson Correlation .545**
Sig. 7(2-tailed) .009
N 22
PPearson Correlation .483*
Sig. 8(2-tailed) .023
N 22
PPearson Correlation .299
Sig. 9(2-tailed) .177
N 22
TPearson Correlation 1
Sig. O
(2-tailed)
N T
A 22
L
*. Correlation is significant at the 0.05 level
(2-tailed).
**. Correlation is significant at the 0.01 level
(2-tailed).
Reliability _perawatan
kaki
Cronbach's
Alpha N of Items
.704 10
Uji validitas _ Dukungan keluarga

TOTAL
P1 Pearson Correlation .188
Sig. (2-tailed) .401
N 22
P2 Pearson Correlation .343
Sig. (2-tailed) .118
N 22
P3 Pearson Correlation .191
Sig. (2-tailed) .395
N 22
P4 Pearson Correlation .687**
Sig. (2-tailed) .000
N 22
P5 Pearson Correlation .634**
Sig. (2-tailed) .002
N 22
P6 Pearson Correlation -.005
Sig. (2-tailed) .981
N 22
P7 Pearson Correlation .537**
Sig. (2-tailed) .010
N 22
P8 Pearson Correlation .455*
Sig. (2-tailed) .033
N 22
P9 Pearson Correlation .455*
Sig. (2-tailed) .033
N 22
P10 Pearson Correlation .562**
Sig. (2-tailed) .006
N 22
P11 Pearson Correlation .814**
Sig. (2-tailed) .000
N 22
P12 Pearson Correlation .633**
Sig. (2-tailed) .002
N 22
P13 Pearson Correlation .615**
Sig. (2-tailed) .002
N 22
P14 Pearson Correlation .493*
Sig. (2-tailed) .020
N 22
P15 Pearson Correlation .499*
Sig. (2-tailed) .018
N 22
P16 Pearson Correlation .464*
Sig. (2-tailed) .030
N 22
P17 Pearson Correlation .004
Sig. (2-tailed) .985
N 22
P18 Pearson Correlation .644**
Sig. (2-tailed) .001
N 22
P19 Pearson Correlation -.062
Sig. (2-tailed) .784
N 22
P20 Pearson Correlation .491*
Sig. (2-tailed) .020
N 22
P21 Pearson Correlation .614**
Sig. (2-tailed) .002
N 22
P22 Pearson Correlation .543**
Sig. (2-tailed) .009
N 22
P23 Pearson Correlation .518*
Sig. (2-tailed) .014
N 22
P24 Pearson Correlation .281
Sig. (2-tailed) .205
N 22
TOTAL Pearson Correlation 1
Sig. (2-tailed)
N 22
**. Correlation is significant at
the 0.01 level (2-tailed).
*. Correlation is significant at
the 0.05 level (2-tailed).

Reliability Statistics

Cronbach's
Alpha N of Items

.727 25
Lampiran 13. Hasil Analisa Data Univariat, Bivariat, Multivaria

1. Univariat
Jenis kelamin kontrol
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Perempuan 17 47.2 47.2 47.2
Laki- laki 19 52.8 52.8 100.0
Total 36 100.0 100.0

Usia kontrol
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 45-55 13 36.1 36.1 36.1
56-65 19 52.8 52.8 88.9
>65 4 11.1 11.1 100.0
Total 36 100.0 100.0

Pekerjaan kontrol
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Buruh 7 19.4 19.4 19.4
Petani 2 5.6 5.6 25.0
PNS 13 36.1 36.1 61.1
Tidak bekerja 14 38.9 38.9 100.0
Total 36 100.0 100.0

Pendidika_kontrol
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Pendidikan rendah 15 41.7 41.7 41.7
Pendidikan tinggi 21 58.3 58.3 100.0
Total 36 100.0 100.0
Jenis kelamin kasus
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Perempuan 20 55.6 55.6 55.6
Laki- laki 16 44.4 44.4 100.0
Total 36 100.0 100.0

Usia_kasus
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 45-55 11 30.6 30.6 30.6
56-65 21 58.3 58.3 88.9
>65 4 11.1 11.1 100.0
Total 36 100.0 100.0

Pendidikan Kasus
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Pendidikan rendah 27 75.0 75.0 75.0
Pendidikan tinggi 9 25.0 25.0 100.0
Total 36 100.0 100.0

Pekerjaan_kasus
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Buruh 11 30.6 30.6 30.6
Petani 14 38.9 38.9 69.4
PNS 3 8.3 8.3 77.8
Tidak bekerja 8 22.2 22.2 100.0
Total 36 100.0 100.0
Lampiran Hasil Bivariat

GANGGUAN PENGLIHATAN * KEJADIAN DM Crosstabulation


KEJADIAN DM
ulkus tidak ulkus Total
GANGGUAN ada gangguan Count 16 9 25
PENGLIHA penglihat Expected Count 12.5 12.5 25.0
TAN an
% within
KEJADIAN 44.4% 25.0% 34.7%
DM
tidak ada Count 20 27 47
gangguan Expected Count 23.5 23.5 47.0
penglihat
% within
an
KEJADIAN 55.6% 75.0% 65.3%
DM
Total Count 36 36 72
Expected Count 36.0 36.0 72.0
% within
KEJADIAN 100.0% 100.0% 100.0%
DM

Chi-Square Tests
Exact
Sig
.
Asymp. Sig. Exact Sig. (1-
(2- (2- sid
Value df sided) sided) ed)
Pearson Chi-Square 3.003a 1 .083
b
Continuity Correction 2.206 1 .137
Likelihood Ratio 3.033 1 .082
Fisher's Exact Test .137 .068
Linear-by-Linear
2.961 1 .085
Association
N of Valid Casesb 72
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
12,50.
b. Computed only for a 2x2 table

LAMA DM * KEJADIAN DM Crosstabulation


KEJADIAN DM
ulkus tidak ulkus Total
LAMA >8tahun Count 21 11 32
D Expected Count 16.0 16.0 32.0
M
% within KEJADIAN
58.3% 30.6% 44.4%
DM
<8tahun Count 15 25 40
Expected Count 20.0 20.0 40.0
% within KEJADIAN
41.7% 69.4% 55.6%
DM
Total Count 36 36 72
Expected Count 36.0 36.0 72.0
% within KEJADIAN
100.0% 100.0% 100.0%
DM

Chi-Square Tests
Exact Sig. Exact Sig.
Asymp. Sig. (2- (1-
Value df (2-sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 5.625a 1 .018
b
Continuity Correction 4.556 1 .033
Likelihood Ratio 5.705 1 .017
Fisher's Exact Test .032 .016
Linear-by-Linear
5.547 1 .019
Association
N of Valid Casesb 72
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
16,00.
b. Computed only for a 2x2 table

olahraga * kjadianulkus Crosstabulation


kjadianulkus
tidak ulkus ulkus Total
orga >3kali/minggu Count 26 7 33
selama 30 Expected Count 16.5 16.5 33.0
menit
% within kjadianulkus 72.2% 19.4% 45.8%
tidak Count 10 29 39
olahraga/tida Expected Count 19.5 19.5 39.0
k rutin
% within kjadianulkus 27.8% 80.6% 54.2%
Total Count 36 36 72
Expected Count 36.0 36.0 72.0
% within kjadianulkus 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests
Exact Sig.
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 20.196a 1 .000
b
Continuity Correction 18.126 1 .000
Likelihood Ratio 21.305 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear
19.915 1 .000
Association
N of Valid Casesb 72
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 16,50.
b. Computed only for a 2x2 table

Deformitas kaki * kjadianulkus Crosstabulation


kjadianulkus
tidak ulkus ulkus Total
Deformit tidak ada Count 26 14 40
as deformitas Expected Count 20.0 20.0 40.0
kaki kaki
% within kjadianulkus 72.2% 38.9% 55.6%
ada deformitas Count 10 22 32
kaki Expected Count 16.0 16.0 32.0
% within kjadianulkus 27.8% 61.1% 44.4%
Total Count 36 36 72
Expected Count 36.0 36.0 72.0
% within kjadianulkus 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests
Exact Sig. Exact Sig.
Asymp. Sig. (2- (2- (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 8.100a 1 .004
b
Continuity Correction 6.806 1 .009
Likelihood Ratio 8.268 1 .004
Fisher's Exact Test .009 .004
Linear-by-Linear
7.988 1 .005
Association
N of Valid Casesb 72
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 16,00.
b. Computed only for a 2x2 table
Riwayat ulkus * kjadianulkus Crosstabulation
kjadianulkus
tidak ulkus ulkus Total
Riwtulks tidak ada riwayat Count 32 20 52
ulkus Expected Count 26.0 26.0 52.0
% within
88.9% 55.6% 72.2%
kjadianulkus
ada riwayat ulkus Count 4 16 20
Expected Count 10.0 10.0 20.0
% within
11.1% 44.4% 27.8%
kjadianulkus
Total Count 36 36 72
Expected Count 36.0 36.0 72.0
% within
100.0% 100.0% 100.0%
kjadianulkus

Chi-Square Tests
Exact Sig.
Asymp. Sig. Exact Sig. (2- (1-
Value df (2-sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 9.969a 1 .002
Continuity Correctionb 8.377 1 .004
Likelihood Ratio 10.504 1 .001
Fisher's Exact Test .003 .002
Linear-by-Linear
9.831 1 .002
Association
N of Valid Casesb 72
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10,00.
Chi-Square Tests
Exact Sig.
Asymp. Sig. Exact Sig. (2- (1-
Value df (2-sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 9.969a 1 .002
Continuity Correctionb 8.377 1 .004
Likelihood Ratio 10.504 1 .001
Fisher's Exact Test .003 .002
Linear-by-Linear
9.831 1 .002
Association
N of Valid Casesb 72
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10,00.
b. Computed only for a 2x2 table

Penggunaan alas kaki * kjadianulkus Crosstabulation


kjadianulkus
tidak ulkus ulkus Total
pnggunaanalskki baik Count 29 7 36
Expected Count 18.0 18.0 36.0
% within kjadianulkus 80.6% 19.4% 50.0%
buruk Count 7 29 36
Expected Count 18.0 18.0 36.0
% within kjadianulkus 19.4% 80.6% 50.0%
Total Count 36 36 72
Expected Count 36.0 36.0 72.0
% within kjadianulkus 100.0% 100.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig.
(2- Exact Sig. (2- (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 26.889a 1 .000
Continuity Correctionb 24.500 1 .000
Likelihood Ratio 28.878 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear
26.515 1 .000
Association
N of Valid Casesb 72
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 18,00.
b. Computed only for a 2x2 table

Perawatan kaki * kjadianulkus Crosstabulation


kjadianulkus
tidak ulkus ulkus Total
prwtnkki teratur Count 31 12 43
Expected Count 21.5 21.5 43.0
% within kjadianulkus 86.1% 33.3% 59.7%
tidak teratur Count 5 24 29
Expected Count 14.5 14.5 29.0
% within kjadianulkus 13.9% 66.7% 40.3%
Total Count 36 36 72
Expected Count 36.0 36.0 72.0
% within kjadianulkus 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests
Exact Sig.
Asymp. Sig. Exact Sig. (2- (1-
Value df (2-sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 20.844a 1 .000
Continuity Correctionb 18.707 1 .000
Likelihood Ratio 22.233 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear
20.554 1 .000
Association
N of Valid Casesb 72
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 14,50.
b. Computed only for a 2x2 table

Dukungan keluarga * kjadianulkus Crosstabulation


kjadianulkus
tidak ulkus ulkus Total
duksos tinggi Count 27 20 47
Expected Count 23.5 23.5 47.0
% within kjadianulkus 75.0% 55.6% 65.3%
rendah Count 9 16 25
Expected Count 12.5 12.5 25.0
% within kjadianulkus 25.0% 44.4% 34.7%
Total Count 36 36 72
Expected Count 36.0 36.0 72.0
% within kjadianulkus 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests
Exact Sig.
Asymp. Sig. Exact Sig. (2- (1-
Value df (2-sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 3.003a 1 .083
Continuity Correctionb 2.206 1 .137
Likelihood Ratio 3.033 1 .082
Fisher's Exact Test .137 .068
Linear-by-Linear
2.961 1 .085
Association
N of Valid Casesb 72
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12,50.
b. Computed only for a 2x2 table

rokok * kjadianulkus Crosstabulation


kjadianulkus
tidak ulkus ulkus Total
rokok <12 batang Count 33 28 61
Expected Count 30.5 30.5 61.0
% within kjadianulkus 91.7% 77.8% 84.7%
>12 batang Count 3 8 11
Expected Count 5.5 5.5 11.0
% within kjadianulkus 8.3% 22.2% 15.3%
Total Count 36 36 72
Expected Count 36.0 36.0 72.0
% within kjadianulkus 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests
Exact Sig.
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 2.683a 1 .101
Continuity Correctionb 1.717 1 .190
Likelihood Ratio 2.769 1 .096
Fisher's Exact Test .189 .094
Linear-by-Linear
2.645 1 .104
Association
N of Valid Casesb 72
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,50.
b. Computed only for a 2x2 table
Lampiran Hasil Analisis Multivariat

Variables in the Equation


95,0% C.I.for
EXP(B)
B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper
Step 1a Riwayat ulkus 2.622 1.259 4.338 1 .037 13.762 1.167 162.284
Deformitas kaki 1.985 1.226 2.623 1 .105 7.279 .659 80.404
Gangguan
-1.569 1.142 1.887 1 .170 .208 .022 1.954
penglihatan
Lama dm .958 1.043 .842 1 .359 2.605 .337 20.137
olahraga 3.333 1.307 6.501 1 .011 28.021 2.162 363.226
Penggunaan alas kaki 3.265 1.170 7.788 1 .005 26.178 2.643 259.304
Prawatan kaki 2.399 1.052 5.197 1 .023 11.016 1.400 86.668
Dukungan keluarga -1.436 1.208 1.413 1 .235 .238 .022 2.538
rokok 1.389 1.179 1.388 1 .239 4.013 .398 40.475
Constant -5.516 1.524 13.099 1 .000 .004
a
Step 2 Riwayat ulkus 2.422 1.182 4.194 1 .041 11.265 1.110 114.360
Deformitas kaki 2.288 1.172 3.810 1 .051 9.852 .991 97.972
Gangguan
-1.315 1.096 1.439 1 .230 .268 .031 2.301
penglihatan
olahraga 3.180 1.276 6.214 1 .013 24.044 1.973 292.999
Penggunaan alas kaki 2.968 1.041 8.132 1 .004 19.445 2.529 149.480
Prawatan kaki 2.560 1.059 5.843 1 .016 12.941 1.623 103.175
Dukungan keluarga -1.174 1.131 1.077 1 .299 .309 .034 2.838
rokok 1.352 1.161 1.355 1 .244 3.866 .397 37.657
Constant -5.069 1.326 14.615 1 .000 .006
Step 3a Riwayat ulkus 2.376 1.157 4.217 1 .040 10.762 1.114 103.950
Deformitas kaki 2.030 1.111 3.342 1 .068 7.614 .864 67.128
Gangguan
-1.184 1.075 1.212 1 .271 .306 .037 2.518
penglihatan
Olahraga 2.659 1.104 5.798 1 .016 14.278 1.640 124.303
Penggunaan alas kaki 2.873 1.023 7.893 1 .005 17.695 2.384 131.340
Prawatan kaki 2.328 .993 5.498 1 .019 10.261 1.465 71.850
rokok 1.612 1.120 2.073 1 .150 5.013 .558 44.990
Constant -5.026 1.301 14.925 1 .000 .007
Step 4a Riwayat ulkus 2.036 1.052 3.745 1 .053 7.661 .974 60.234
Deformitas kaki 1.685 1.035 2.652 1 .103 5.394 .710 40.998
olahraga 2.304 1.001 5.305 1 .021 10.019 1.410 71.206
Penggunaan alas kaki 2.633 .964 7.454 1 .006 13.914 2.102 92.105
Prawatan kaki 2.119 .932 5.167 1 .023 8.323 1.339 51.742
rokok 1.693 1.140 2.206 1 .137 5.434 .582 50.721
Constant -4.830 1.206 16.028 1 .000 .008
Step 5a Riwayat ulkus 1.769 .978 3.275 1 .070 5.867 .863 39.866
Deformitas kaki 1.653 .981 2.837 1 .092 5.222 .763 35.736
Olahraga 2.362 .966 5.978 1 .014 10.617 1.598 70.541
Penggunaan alas kaki 2.272 .866 6.887 1 .009 9.700 1.778 52.932
Perawatan kaki 2.329 .910 6.555 1 .010 10.267 1.726 61.055
Constant -4.337 1.044 17.269 1 .000 .013
a. Variable(s) entered on step 1: Riwtulks, deforkki, gg.pnglhtn, lmadm, orga, pnggunaanalskki,
prwtnkki, duksos, rokok.
Lembar bimbingan skripsi

Anda mungkin juga menyukai