Anda di halaman 1dari 73

i

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2 DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT

Skripsi

Diajukan ke Program Studi Pendidikan Dokter Abdurrab Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Oleh: JUWITA KUSUMA WARDANI NIM. 08101016

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ABDURRAB PEKANBARU

ii

2012
HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2 DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT

Skripsi

Oleh: JUWITA KUSUMA WARDANI NIM. 08101016

Disetujui oleh: Pembimbing I Pembimbing II

Dra. Ani Margawati, M.Kes, PhD NIP. 196505251993032001

dr. Dimas Permana Nugraha, Msc NIP. 198002182010121005

iii

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2 DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT

Skripsi

Oleh: JUWITA KUSUMA WARDANI NIM. 08101016 Telah dipertahankan di depan Tim Penguji Skripsi Program Studi Pendidikan Dokter Abdurrab pada tanggal 30 31 Maret 2012

Tim Penguji Skripsi Nama Dr. Dra. Ani Margawati, M.Kes, PhD Dr. Prof. Dr. dr. Suprihati, Sp.THT-KL(K) Dr. dr. Dimas Pramita Nugraha, Msc

Jabatan Ketua Anggota I Anggota II

Tanda Tangan

iv

ABSTRAK Oleh Juwita Kusuma Wardani Diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua- duanya. Prevalensi diabetes mellitus pada orang dewasa diseluruh dunia kira- kira sebanyak 4,0% pada tahun 1995, dan diperkirakan akan naik sampai 5,4% pada tahun 2025. Diabetes Mellitus jika tidak dikelola dengan baik akan mengakibatkan terjadinya berbagai penyakit menahun, seperti penyakit serebrovaskular, penyakit jantung koroner, penyakit pembuluh darah tungkai, penyulit pada mata, ginjal dan saraf. Selama ini belum banyak penelitian untuk mengetahui keberhasilan penanganan Diabetes Mellitus terutama diabetes mellitus tipe 2. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku pasien diabetes mellitus tipe 2 dengan kepatuhan minum obat. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik dengan menggunakan disain cross sectional. Populasi penelitian ini adalah pasien diabetes mellitus tipe 2 di RS Tabrani Pekanbaru, dengan jumlah sampel 96. Pengumpulan data adalah data primer dalam bentuk wawancara dengan kuesioner dan data sekunder yang diperoleh dari rekam medic RS Tabrani. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa dari semua hipotesis, tingkat pengetahuan memiliki hubungan yang signifikan dengan kepatuhan minum obat yaitu didapatkan (P= 0,036) atau P<0,05, sikap tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan kepatuhan minum obat yaitu didapatkan (P=0,112) atau P>0,05, dan perilaku memiliki hubungan yang signifikan dengan kepatuhan minum obat yaitu didapatkan (P=0,043) atau P<0,05. Dapat disimpulkan bahwa yang memiliki hubungan yang signifikan terhadap kepatuhan minum obat adalah tingkat pengetahuan dan perilaku. Kata kunci: tingkat pengetahuan, sikap, perilaku, pasien diabetes mellitus tipe 2, kapatuhan minum obat.

ABSTRACT By Juwita Kusuma Wardani Diabetes mellitus is a group of metabolic diseases with characteristic hyperglycemia that occurs because of abnormalities of insulin secretion, insulin action or both. Diabetes Mellitus if not managed properly will result in a variety of chronic diseases, such as cerebrovascular disease, coronary heart disease, limb vascular disease, complications of the eyes, kidneys and nerves. So far not much research to find success in handling especially with Diabetes Mellitus type 2 diabetes mellitus. This study aims to determine the relationship between the level of knowledge, attitudes and behavior of patients with type 2 diabetes mellitus medication adherence. This type of research is analytical descriptive study using cross sectional design. This research population are elementary school students of Rambah Muda village age 6 9 years old, with a sample of 148. Collecting data in the form of the primary data obtained directly from respondents through a questionnaire, while secondary data was obtained supporting data from hospital medical records Tabrani Pekanbaru. The results of this study show that of all the hypotheses, the level of knowledge has a significant relationship with medication adherence is obtained (P = 0.036) or P <0.05, the attitude does not have a significant relationship with medication adherence is obtained (P = 0.112) or P> 0.05, and behaviors have a significant relationship with medication adherence is obtained (P = 0.043) or P <0.05. Can be concluded that a significant relationship to adherence to medication is the level of knowledge and behavior. Key words: level of knowledge, attitudes, behavior, type 2 diabetes mellitus patients, and medication adherence.

vi

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah, hanya kepada-Nya kami memuji dan meminta ampun. Penulis yakin bahwa ilmu yang paling tinggi hanyalah ilmu Allah. Manusia hanya diberikan pengetahuan sedikit saja untuk selalu berzikir dan berfikir, agar dia mengerti tentang ciptaan-Nya. Skripsi ini berjudul Hubungan Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Pasien Diabetes mellitus Tipe 2 dengan Kepatuhan Minum Obat. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini banyak mendapatkan bantuan moril maupun materil dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dra. Ani Margawati, M.Kes, Ph.D, Prof. Dr. dr. Suprihati, Sp.THT-KL(K) dan dr. Dimas Permana Nugraha, Msc yang telah meluangkan waktu guna memberikan bimbingan dan masukkan kepada penulis. Di samping itu, penulis juga menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada : 1. Prof. Dr. H. Tabrani Rab, Sp.P selaku Rektor Universitas Abdurrab Pekanbaru. 2. dr. Hj. Susiana Tabrani, M.PdI selaku Ketua Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Abdurrab Pekanbaru.. 3. dr. Leonardo W. Permana MARS, dr. Yessi Ekawati dan dr. Dona Liazarti, M.Kes, atas saran, bimbingan serta motivasinya.

vii

4. Kedua Orang Tua, ayahanda tercinta bapak Wardoyo dan ibunda tercinta ibu Yelis Suriani serta kakak tersayang Surya Indra Bayu yang telah memberikan semangat dan doa agar dapat menyelesaikan pendidikan sarjana kedokteran. 5. Seluruh staff dan pegawai RS Tabrani yang telah mendukung jalannya penelitian. 6. Seluruh staff dosen dan tata usaha Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Abdurran Pekanbaru. 7. Kakak tersayang Rahmawati sakni S. Kep yang telah membantu member dorongan dan semangat kepada penulis dalam pelaksanaan penelitian ini hingga selesai. 8. Emelia Peredes Tambunan, Dita Wulansari, Tuti Suzarah, Novi Susanti, Eti Samriani, Desi Purwandasari, Tri Nining Rahmayeni, Arif Heru Tripana dan semua rekan-rekan sejawat yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Mudah-mudahan kita semua mendapatkan apa yang terbaik untuk kehidupan dan cita-cita kita. 9. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Terakhir, penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya, mungkin skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, dan masih banyak kekurangannya. Akhirnya, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan. Pekanbaru, 15 Maret 2012 Penulis

viii

DAFTAR ISI ABSTRACT ABSTRAK


KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN BAB I. PENDAHULUAN 1.1.LatarBelakang 1.2.PerumusanMasalah 1.3.Tujuan 1.4.ManfaatPenelitian 1.5.OrisinalitasPenelitian

ii iii
iv v vi vii viii 1 1 4 4 5 6 7 7 7 7 11 13 13 15 15 16 20 23 33 34 35 36

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.PerilakuKesehatan 2.1.1. KonsepPerilaku 2.1.2. BentukPerilaku 2.2.Pengetahuan 2.3.Sikap 2.4.Perilaku 2.5.Diabetes Mellitus 2.5.1. Pengertian Diabetes Mellitus 2.5.2. KlasifikasiDabetes Mellitus 2.5.3. Patofisiologi Diabetes Mellitus 2.5.4. Diagnosis Diabetes Mellitus 2.5.5. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus 2.5.6. Komplikasi Diabetes Mellitus 2.6.KerangkaTeori 2.7.KerangkaKonsep 2.8.HipotesisiPenelitian

ix

BAB III. METODE PENELITIAN 3.1.RencanaPenelitian 3.1.1. DesainPenelitian 3.1.2. TempatdanWaktuPenelitian 3.1.3. PopulasiPenelitian 3.1.4. Sampel dan Cara PengambilanSampel 3.1.5. KriteriaInklusidanEkslusi 3.1.6. RencanaPengumpulan DatadanAnalisis Data 3.2.VariabeldanDefinisiOperasional 3.2.1. Variabel 3.2.2. DefinisiOperasional 3.3.MetodePengumpulan Data 3.3.1. Instrumen 3.3.2. Cara pengumpulan Data 3.4.EtikaPenelitian BAB IV. HASIL 4.1. Analisis Univariat 4.1.1. Karakteristik Tingkat Kepatuhan 4.1.2. Karakteristik Sikap 4.1.3. Karakteristik Perilaku 4.1.4. Karakteristik Kepatuhan 4.2. Analisis Bivariat 4.2.1. Hubungan Tingkat pengetahuan dengan Kepatuhan 4.2.2. Hubungan Sikap dengan Kepatuhan 4.2.3. Hubungan perilaku dengan kepatuhan 4.3. Analisis Multivariat 4.3.1. Hubungan antara Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Perilaku dengan Kepatuhan BAB V PEMBAHASAN 5.1. Analisis Univariat 5.1.1. Tingkat Pengetahuan Responden 5.1.2. Sikap Responden 5.1.3. Perilaku Responden 5.1.4. kepatuhan Minum Obat 5.2. Analisis Bivariat 5.2.1. Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Kepatuhan 5.2.2. Hubungan Sikap dengan Kepatuhan 5.2.3. Hubungan Perilaku dengan Kepatuhan

37 37 37 37 37 37 38 38 39 39 40 42 42 43 44 45 42 42 42 43 43 44 44 44 45

47 47 47 47 47 48 49 49 50 50

5.3. Analisis Multivariat 5.3.1. Hubungan antara Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Perilaku dengan Kepatuhan BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan 6.2. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

52 52 53 54

xi

DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1.1.Orisinalitas 8 Tabel 1.2 Patokan Penyaring Diagnosis Diabetes Mellitus 22 Tabel 4.1.Karakteristik Tigkat Pengetahuan Responden 42 Tabel 4.2.Karakteristik Sikap Responden 43 Tabel4.3. Karakteristik Perilaku Pasien Diabetes Mellitus 43 Tabel 4.4.Karakteristik Kepatuhan Responden 44 Tabel 4.4.Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Kepatuhan Minum Obat 44 Tabel 4.5. Hubungan Sikap dengan kepatuhan Minum Obat 45 Tabel 4.6. Hubungan Perilaku dengan Kepatuhan Minum obat 46 Tabel 4.7. Hubungan Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Perilaku dengan Kepatuhan Minum Obat 47

xii

DAFTAR GAMBAR
GAMBAR 2.1. Bagan Kerangka Teori GAMBAR 2.2. Bagan Kerangka Konsep Halaman 32 33

xiii

DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN I. Informed Consent LAMPIRAN II. Kwisioner LAMPIRAN III. Analisis Data LAMPIRAN IV. Jadwal Penelitian Halaman 58 60 62 66

xiv

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang Diabetes Mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua- duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah. Tampaknya terdapat dalam keluarga tertentu, berhubungan dengan arterosklerosis yang dipercepat, dan merupakan predisposisi untuk terjadinya kelainan mikrovaskular spesifik seperti retinopati, nefropati dan neuropati.1 Diabetes Mellitus jika tidak dikelola dengan baik akan mengakibatkan terjadinya berbagai penyakit menahun, seperti penyakit serebrovaskular, penyakit jantung koroner, penyakit pembuluh darah tungkai, penyulit pada mata, ginjal dan saraf. Jika kadar gula darah dapat selalu dikendalikan dengan baik diharapkan semua penyulit menahun itu dapat dicegah, paling tidak sedikit dihambat. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan keikutsertaan para pengelola kesehatan ditingkat pelayanan kesehatan primer.1 Pada keadaan normal glukosa diatur sedemikian rupa oleh insulin yang diproduksi oleh sel beta pankreas, sehingga kadarnya didalam darah selalu dalam batas aman, baik dalam keadaan puasa maupun sesudah makan. Pada keadaan Diabetes Mellitus, tubuh relatif kekurangan insulin sehingga pengaturan kadar glukosa darah menjadi kacau. Walaupun kadar glukosa darah sudah tinggi, pemecahan lemak dan protein menjadi glukosa (gluconeogenesis) dihati tidak

xv

dapat dihambat (karena insulin kurang/ relatif kurang) sehingga glukosa darah dapat semakin meningkat. Akibatnya terjadi gejala- gejala khas yaitu polidipsi, poliuri, lemas dan berat badan menurun. Kalau hal ini dibiarkan terjadi berlarutlarut, dapat berakibat terjadinya kegawatan diabetes mellitus, yaitu ketoasidosis diabetik yang sering mengakibatkan kematian .1 Kasus diabetes yang terbanyak dijumpai adalah diabetes mellitus tipe 2, yang umumnya mempunyai latar belakang kelainan berupa resistensi insulin. Diabetes Mellitus tipe 2 meliputi lebih 90% dari semua populasi diabetes.1 Biasanya terjadi pada pasien yang lebih tua (> 40 tahun) dan individu obesitas, tetapi dapat terjadi pada anak-anak usia 6 tahun. Faktor risiko untuk pengembangan meliputi gaya hidup, gizi buruk, dan kelebihan berat badan dan obesitas.3 Prevalensi diabetes mellitus pada orang dewasa diseluruh dunia kira- kira sebanyak 4,0% pada tahun 1995, dan diperkirakan akan naik sampai 5,4% pada tahun 2025.2 Meningkatnya prevalensi diabetes mellitus dibeberapa negara berkembang, akibat peningkatan kemakmuran di negara bersangkutan akhir- akhir ini banyak disoroti. Peningkatan pendapatan perkapita dan perubahan gaya hidup terutama dikota- kota besar, menyebabkan peningkatan prevalensi penyakit degeneratif, seperti Penyakit Jantung Koroner (PJK), hipertensi, hyperlipidemia, diabetes dan lain- lain. Tetapi data epidemiologi dinegara berkembang masih belum banyak. Hal ini disebabkan penelitian epidemiologik sangat mahal harganya. Oleh karena itu angka prevalensi yang dapat ditelusuri terutama berasal dari negara maju .1

xvi

Melihat tendensi kenaikan prevalensi diabetes secara global, terutama disebabkan oleh karena peningkatan kemakmuran suatu populasi, maka dengan demikian dapat dimengerti bila suatu saat atau lebih tepat lagi dalam kurun waktu 1 atau 2 dekade yang akan datang kekerapan DM tipe 2 di Indonesia akan meningkat dengan drastis, yang disebabkan oleh beberapa faktor yaitu gaya hidup, gizi buruk, dan kelebihan berat badan dan obesitas.1 Dalam Diabetes Atlas 2000 (international Diabetic Federation) tercantum perkiraan penduduk Indonesia diatas 20 tahun sebesar 125 juta dan dengan asumsi prevalensi diabetes mellitus sebesar 4,6%, diperkirakan pada tahun 2000 berjumlah 5,6 juta. Berdasarkan pola pertambahan penduduk seperti saat ini, diperkirakan pada tahun 2020 nanti aka nada sejumlah 178 juta penduduk berusia diatas 20 tahun dan dengan asumsi prevalens diabetes mellitus sebesar 4,6% akan didapatkan 8,2 juta pasien diabetes.1 Indonesia menempati peringkat keempat Negara dengan penderita diabetes melltus didunia.29 Penelitian UKPDS (United Kingdom Prospective Diabetes Study) terhadap penatalaksanaan diabetes mellitus tipe 2, membuktikan bahwa risiko terjadinya komplikasi mikrovaskular akan berkurang bila kadar glukosa darah dapat dikendalikan. Untuk mencapai target pengendalian diabetes tersebut maka selain mengupayakan perubahan perilaku, juga diperlukan perencanaan makan yang sesuai dan aktifitas fisik yang memadai.1 Kepatuhan pasien adalah perilaku pasien yang sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh professional kesehatan. Kecenderungan pasien untuk tidak mematuhi tujuan atau mungkin melupakan nasehat yang diberikan merupakan masalah yang serius yang dihadapi oleh professional kesehatan. Dunbar dan

xvii

Stuncard mengemukakan bahwa saat ini ketidakpatuhan pasien telah menjadi masalah serius yang dihadapi tenaga professional kesehatan. Derajat

ketidakpatuhan pasien sangat bervariasi tergantung dari apakah instruksi bersifat kuratif atau preventif, jangka panjang atau jangka pendek.4 Kesimpulan dari pengertian diatas adalah kepatuhan merupakan perilaku yang harus dilakukan seorang pasien untuk melaksanakan cara pengobatan atau nasehat yang ditentukan oleh tenaga kesehatan yang dapat memperbaiki keadaan sesuai dengan penyakit Diabetes Mellitus yang dideritanya. Dengan terbentuknya perilaku kepatuhan akan dapat mendukung penderit DM dalam menjalankan terapi. Pengetahuan mengenai terapi Diabetes Mellitus dan pendidikan mengenai Diabetes Mellitus hampir disemua tingkat masih rendah. Hal ini disebabkan karena belum jelasnya informasi mengenai penyakit Diabetes Mellitus. Dengan bertambahnya informasi mengenai penyakit Diabetes Mellitus melalui berbagai media nampaknya masyarakat lebih mengetahui dan makin tanggap terhadap penyakit Diabetes Mellitus dan menggunakan pengetahuannya tersebut dalam praktik kehidupan sehari- hari.5 Berdasarkan alasan diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang Hubungaan Tingkat Pengetahuandan Sikap dan Perilaku Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 Dengan Kepatuhan Minum Obat. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka perumusan masalah penelitian sebagai berikut Apakah terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan dan sikap

xviii

dan perilku pasien DM tipe 2 dengan kepatuhan minum obat di Rumah Sakit Tabrani Pekanbaru.

1.3 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum Mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dan sikap dan perilaku pasien DM tipe 2 dengan kepatuhan minum obat di Rumah Sakit Tabrani pekanbaru Tahun 2011. 1.4.2 Tujuan Khusus 1. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan penderita Diabetes Mellitus tentang penyakit Diabetes Mellitus 2. Mengidentifikasi sikap dan perilaku penderita Diabetes Mellitus tipe 2 terhdap terapi Diabetes Mellitus tipe 2 3. Mengidentifikasi kepatuhan penderita Diabetes Mellitus dalam minum obat 4. Menganalilis hubungan tingkat pengetahuan dan sikap dan perilaku pasien DiabetesMellitus tipe II dengan kepatuhan minum obat.

1.5 Manfaat Penelitian 1. Dapat dijadikan sebagai sumber pengetahuan bagi tenaga kesehatan yang ada di Rumah Sakit Tabrani Pekanbaru dan masyarakat untuk dijadikan sebagai kebijakan dalam memberikan pendidikan terutama pada penderita diabetes mellitus.

xix

2. Penelitian ini juga bermanfaat bagi Institusi Pendidikan sebagai bahan bacaan di Perpustakaan Universitas Abdurrab Pekanbaru dan sebagai dasar untuk melanjutkan penelitian yang berkaitan dengan masalah penyakit Diabetes Mellitus. 3. Memperoleh pengetahuan dan menambah pengalaman peneliti dalam penerapan ilmu yang didapat berupa pengetahuan tentang pentingnya kapatuhan dalam menjalankan pengobatan DM. 4. Sebagai bahan informasi bagi responden khususnya dikalangan penderita dengan diabetes mellitus agar lebih mengetahui dan lebih mematuhi lagi pengobatan yang dianjurkan petugas kesehatan. 1.6 Orisinalitas Penelitian Penelitian yang akan dilakukan dengan judul Hubungan Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 dengan Kepatuhan Minum Obat di RS Tabrani 2011 akan membuktikan bahwa penelitian ini memiliki orisinalitas yang dapat terjaga dengan menampilkan beberapa penelitian yang sudah pernah dilakukan dan beberapa berbedaan sebagai berikut: (1) Variebel bebas: Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Perilaku yang dipengaruhi oleh variabel perancu: Karakteristik pasien diabetes mellitus : jenis kelamin, status pendidikan, status social ekonomi. (2) Variabel terikat: kepatuhan minum obat diabetes mellitus tipe 2. (3) Sampel: pasien diabetes mellitus tipe 2. (4) Tempat dan tahun penelitian; di RS Tabrani Pekanbaru tahun 2011.

xx

Tabel 1.1.Penelitian mengenai Kepatuhan No Nama, Judul Penelitian 1. Wahyu Hubungan Desain Variable Hasil

Bintoro, Cross antara section

Variabel Bebas Pengetahuan tinggi ( Tingkat sebesar (57,8%),

Pengetahuan, Sikap dan al Dukungan dengan Keluarga Kepatuhan

Pengetahuan, Sikap Dukungan Keluarga) Veriabel terikat Kepatuhan)

pengetahuan (28,8%),

dan sedang

pengetahuan rendah Sikap ( (51,1%), (13,3%). sedang sikap

Perencanaan Diit pada Pasien Diabetes Mellitus. Tesis sarjana program pasca

Universitas

tinggi (8,9%),sikap rendah (40%).

Sebelas Maret Surakarta (2008).

Dukungan keluarga sedang tinggi rendah Kepatuhan (60%), (31,1%), (8,9%). (46,7%), (40%), (13,3%). tinggi sedang rendah Variabel

pengetahuan tentang diabetes sikap penyakit mellitus, tentang

xxi

perencanaan dan keluarga mempunyai hubungan

diit

dukungan

yang

signifikan terhadap kepatuhan perencanaan pada Diit pasien

diabetes mellitus.

xxii

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Perilaku Kesehatan 2.1.1 Konsep Perilaku Perilaku dari pandangan biologis merupakan suatu kegiatan atau aktifitas organisme yang bersangkutan.Jadi, perilaku manusia pada hakikatnya adalah suatu aktivitas dari manusia itu sendiri. Oleh karena itu, perilaku manusia itu mempunyai tantangan yang sangat luas, mencakup : berjalan, berbicara, bereaksi, berpakaian, dan lainnya. Untuk kepentingan kerangka analisis dapat dikatakan bahwa perilku adalah apa yang dikerjakan oleh organisme tersebut, baik dapat diamati secara langsung atau secara tidak langsung. 2.1.2 Bentuk perilaku Secara lebih operasional perilaku dapat diartikan suatu respon organisme atau seseorang terhadap rangsangan dari luar objek tersebut. Respon ini berbentuk 2 macam : a. Bentuk pasif Merupakan respon internal, yaitu yang terjadi didalam diri manusia dan tidak secara langsung dapat terlihat oleh orang lain, misalnya berpikir, tanggapan atau sikap batin dan pengetahuan. Misalnya, seorang ibu tahu bahwa imunisasi itu dapat mencegah suatu penyakit tertentu, meskipun ibu tersebut tidak membawa anaknya ke Puskesmas untuk diimunisasi. b. Bentuk aktif Yaitu apabila perilaku itu jelas dapat diobservasi secara langsung. Misalnya, si ibu sudah membawa anaknya ke puskesmas atau fasilitas

xxiii

kesehatan lain untuk imunisasi oleh karena perilaku mereka ini sudah tampak dalam bentuk tindakan nyata, maka disebut overt behavior. Perilaku kesehatan Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respon seseorang terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan serta lingkungan. Perilaku kesehatan mencakup : a. Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit, yaitu bagaimana manusia berespons, baik secara pasif ( mengetahui, bersikap, dan mempersepsi penyakit dan rasa sakit yang ada pada dirinya dan diluar dirinya), maupun aktif ( tindakan ) yang dilakukan sehubungan dengan penyakit dan rasa sakit tersebut. Perilaku terhadap sakit dan penyakit ini dengan sendirinya sesuai dengan tingkat- tingkat pencegahan penyakit, yakni: 1. Perilaku sehubungan dengan peningkatan dan pemeliharaan kesehatan ( health promotion behavior). Misalnya makan makanan yang bergizi, olahraga dan sebagainya. 2. Perilaku pencegahan penyakit (health prevention behavior), adalah respon untuk melakukan pencegahan penyakit, misalnya: tidur memakai kelambu untuk mencegah gigitan nyamuk malaria, imunisasi, dan sebagainya. Termasuk juga perilaku untuk tidak menularkan penyakit kepada orang lain. 3. Perilaku sehubungan dengan pencarian pengobatan (health seeking behavior), yaitu perilaku untuk melakukan atau mencari

xxiv

pengobatan, misalnya berusaha mengobati sendiri penyakitnya, atau mencari pengobatan ke fasilitas- fasilitas kesehatan kesehatan modern ( puskesmas, mantri, dokter praktik, dan sebagainya ), maupun ke fasilitas sebagainy). 4. Perilaku sehubungan dengan pemulihan kesehatan (health kesehatan tradisional (dukun, sinshe, dan

rehabilitation behavior), yaitu perilaku yang berhubungan dengan usaha- usaha pemulihan kesehatan setelah sembuh dari suatu penyakit. Misalnya melakukan diet, mematuhi anjuran dokter dalam rangka pemulihannya kesehatannya. b. Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan, adalah respons seseorang terhadap sistem pelayanan kesehatan baik sistem pelayanan kesehatan modern maupun tradisional. Perilaku ini menyangkut respon terhadap fasilitas pelyanan, cara pelayanan, petugas kesehatan, dan obat- obatannya yang terwujud dalam pengetahuan, persepsi, sikap dan penggunaan fasilitas, petugas dan obat- obatannya. c. Perilaku terhadap makanan (nutrition behavior), yakni respon seseorang terhadap makanan sebagai kebutuhan vital bagi kehidupan. Perilaku ini meliputi pengetahuan, persepsi, sikap dan praktik kita terhadap makanan serta unsur- unsur yang terkandung didalamnya (zat gizi), pengolahan makanan, dan sebagainya, sehubungan kebutuhan tubuh kita. d. Perilaku terhadap lingkungan kesehatan (environmental health behavior) adalah respons seseorang terhadap lingkungan sebagai

xxv

determinan kesehatan manusia. Lingkup perilaku ini seluas lingkup kesehatan lingkungan itu sendiri. Perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat dimati dan bahkan dapat dipelajari. Perilaku tidak sama dengan sikap. Sikap adalah hanya suatu kecenderungan untuk mengadakan tindakan terhadap suatu objek, dengan suatu cara yang menyatakan adanya tanda- tanda untuk menyenangi atau tidak menyenangi objek tersebut. Sikap hanyalah sebagian dari perilaku manusia. Klasifikasi perilaku yang berhubungan dengan kesehatan (health related behavior) sebagai berikut : a. Perilaku kesehatan (health behavior), yaitu hal- hal yang berkaitan dengan tindakan atau kegiatan seseorang dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya. b. Perilaku sakit (the sick role behavior), yakni segala tindakan atau kegiatan yang dilakukan oleh individu yang merasa sakit, untuk merasakan dan mengenal keadaan kesehatannya atau rasa sakit. 2.2 Pengetahuan (knowledge) Pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderan terjadi melalui

pancaindera manusia, yakni: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior).

xxvi

Pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat, yakni : 1. Tahu (know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang lain tahu tentang apa yang dipelajari antara lain: menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya. Contoh: dapat menyebutkan tanda- tanda kekurangan kalori dan protein pada anak balita. 2. Memahami (comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat mengiterpretasi materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. Misalnya dapat menjelaskan mengapa harus makan makanan yang bergizi. 3. Aplikasi (application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum- hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. Misalnya dapat menggunakan rumus statistic dalam perhitungan-

xxvii

perhitungan hasil penelitian, dapat menggunakan prinsip- prinsip siklus pemecahan masalah (problem solving cycle) dalam pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang diberikan. 4. Analisis (analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu onjek kedalam komponen- komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya. 5. Sintesis (synthesis) Sintesis menunjuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian- bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemmpuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi- formulasi yang ada. Misalnya: dapat menyusun, dapat meremcanakan, dapat meringkaskan, dapat

menyesuaikan, dan sebagainya, terhadap suatu teori atau rumusanrumusan yang telah ada. 6. Evaluasi (evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaianpenilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria- kriteria yang telah ada. Misalnya: dapat membandingkan antara anak- anak yang cukup gizi dengan anak yang kekurangan gizi, dapat menanggapi terhadap terjadinya wabah diare

xxviii

disuatu tempat, dapat menafsirkan sebab ibu- ibu tidak mau ikut KB, dan sebagainya.

2.3 Sikap (attitude) Sikap merupakan reaksi uatu respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek.Manifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirka terlebih dahulu dar perilaku yang tertutup.Dalam kehidupan sehari- hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus social. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan atau perilaku. Sikap merupakan reaksi terhadap objek dilingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek.

2.4 Kepatuhan Merupakan perilaku pasien yang sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh professional kesehatan. Derajat ketidakpatuhan pasien dalam menjalankan ketentuan yang diberikan tenaga kesehatan ditentukan oleh beberapa faktor sebagai berikut : 1. Kompleksitas prosedur pengobatan 2. Derajat perubahan gaya hidup yang dibutuhkan 3. Lamanya waktu dimana pasien harus mematuhi nasehat terebut 4. Apakah penyakit tersebut benar- benar menyakitkan 5. Apakah pengobatan tersebut terlihat berpotensi menyelamatkan hidup 6. Keparahan penyakit yng dipersepsikan sendiri oleh pasien dan bukan professional kesehatan

xxix

Ketidakpatuhan selalu menjadi hambatan untuk tercapainya usaha pengendalian glukosa daral dalam hal penyakit diabetes mellitus, dan berakibat diabetes sehingga memerlukan pemeriksaan atau pengobatan yang sebetulnya tidak diperlukan.18 Faktor- faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan: a. Pemahaman tentang instruksi Tidak seorangpun dapat mematuhi instruksi jika instruksi yang diberikan terjdi kesalahpahaman. b. Kualitas interaksi Kualitas interaksi antara professional kesehatan dan pasien merupakan bagian yang sangat penting dalam menentukan derajat kepatuhan. Sensitifitas professional terhadap komunikasi verbal dan non verbal pasien, empati terhadap pasien akan menghasilkan suatu kepatuhan. c. Keluarga Keluarga menentukan kepatuhan pasien dalam melaksanakan program pengobatan serta menentukan keyakinan terhadap kesehatan. d. Sikap dan keyakinan Keyakinan dan sikap yang positif terhadap program pengobatan akan mendorong kepatuhan pasien. 2.5 Diabetes Mellitus 2.5.1 Diabetes Mellitus Diabetes Mellitus merupakan suatu kelainan metabolisme bahan bakar yang ditandai oleh hiperglikemia puasa atau respon glukosa plasma yang melebihi batas yang ditentukan selama uji toleransi glukosa oral. Diabetes mellitus

xxx

digolongkan atas 3 jenis yang secara klinik dan petologik berbeda: (1) diabetes mellitus yang bergantung insulin (Diabetes Mellitus tipe 1), (2) diabetes mellitus yang tidak bergantung insulin (Diabetes Mellitus tipe 2), (3) jenis diabetes tipe lain yang disebabkan oleh keadaan atau sindrom khusus. 2.5.2 Klasifikasi

1. Diabetes mellitus tipe 1 Dengan diabetes mellitus, pasien tidak dapat mengontrol tingkat glukosa dalam darah mereka. Ada dua tipe diabetes mellitus, tipe 1 dan tipe 2. dalam tipe 1 diabetes mellitus, kurangnya kontrol glukosa adalah karena tidak adanya produksi insulin, dan diabetes mellitus tipe 2, itu adalah karena resistensi jaringan insulin. Meskipun tipe 1 dan tipe 2 diabetes melitus masing-masing memiliki karakteristik fitur, ada beberapa tumpang tindih antara dua kondisi. Gambaran pasien pada kategori ini adalah pasien non obesitas yang biasanya menunjukkan antigen HLA disertai kerentanan terhadap diabetes tergantung insulin dan mempunyai bukti adannya respon imun terhadap antigen sel pulau pankreas.16 Epidemiologi Sekitar 10% dari penyebab, biasanya terjadi pada pasien yang lebih muda, tetapi dapat terjadi pada semua usia.9 2.5.3 Patogenesis Pada individu yang rentan (susceptible) terhadap diabetes tipe 1, terdapat adanya ICA (Islet Cell Antibody) yang meningkat kadarnnya olehkarena beberapa factor pencetus seperti infeksi virus, diantaranya virus cocksakie, rubella, CMV,

xxxi

herpes dan lain- lain hingga timbul peradangan pada sel beta ( insulitis ) yang akhirnya menyebabkan kerusakan permanen sel beta, biasanya sel alfa dan delta tetap utuh. Penghancuran sel B, yang merupakan proses autoimun mungkin dengan sel-sel islet lymphosytes againts reaktif. beberapa kasus diabetes mellitus tipe 1 dapat disebabkan oleh infeksi virus. Kelainan patogen primer dalam IDDM adalah tidak cukupnya sekresi insulin oleh sel beta pankreas Pasien IDDM mewarisi kerentanan genetik (95% individu memiliki HLA-DR3 ayau DR4, atau keduanya) yang menyebabkan predisposisi untuk kerusakan autoimun sel beta pada mereka. Bila masa sel beta telah berkurang sebesar 80-90%, terjadi intoleransi glukosa yang nyata, dan gejala klasik diabetes mellitus ditemukan. Pasien biasanya mengalami hiperglikemia yang berat atau ketoasidosis diabetes. Bila terapi insulin dimulai, periode bulan madu yang sigkat dapat terjadi dimana kebutuhan insulin berkurang, tetapi semua pasien akhirnya menjadi bergantung pada insulin. Presentasi klinis tipe 1 diabetes mellitus: poliuria, polidipsia, dan poyphagia. a. poliuria adalah karena glukosa menyebabkan hiperglikemia meningkat dalam urin, yang mengakibatkan poliuria osmotik b. polidipsia (i. e peningkatan konsumsi air) hasil dari hyperosmolarity dan kehilangan air karena poliuria. Proses ini merangsang rasa haus. c. polifagia adalah karena keadaan katabolik yang disebabkan oleh kurangnya glukosa dalam sel, sehingga dalam pemecahan lemak dan protein. pasien memiliki sejumlah besar glukosa dalam darah, tapi glukosa tidak masuk ke dalam sel.

xxxii

d. sekitar 25% pasien dengan diabetes mellitus tipe 1 awalnya hadir dalam ketoasidosis diabetik.9 2. Diabetes mellitus tpe 2 Epidemiologi Kasus diabetes mellitus tipe 2 mencapai 80-90% dari semua populasi diabetes, biasanya terjadi pada pasien yang lebih tua (> 40 tahun) dan individu obesitas, tetapi dapat terjadi pada anak-anak usia 6 tahun. Faktor risiko untuk pengembangan meliputi gaya hidup, gizi buruk, dan kelebihan berat badan dan obesitas. Patogenesis DM tipe 2 Faktor genetik memainkan peran yang lebih penting dalam tipe 2 diabetes mellitus tipe 1 daripada di diabetes mellitus (misalnya 50-90% kesesuaian tingkat tipe 2 diabetes mellitus antara kembar identik). Diabetes mellitus tipe 2 disebabkan sekresi insulin dan tidak memadai terhadap insulin resistensi perifer. Di Amerika Serikat populasi yang sangat tinggi prevalensinya adalah suku India Pima, keturunan Spanyol dan Asia.1 Diabetes mellitus yang tidak bergantung insulin adalah suatu kelainan heterogen yang ditandai oleh resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Resistensi insulin merupakan ciri- ciri umum NIDDM, tetapi terjadinya diabetes yang nyata membutuhkan keruskan sel beta pada saat yang bersamaan. Resisensi insulin mempengaruhi semua jaringan sasaran insulin, termasuk hati ( terlalu banyak produksi glukosa ) dan otot (penurunan amblan glukosa).

xxxiii

Diabetes mellitus tipe 2 sering kali tidak dapat dirasakan gejalanya pada stadium awal dan tetap tidak terdiagnosis selama bertahun- tahun sampai terjadi bermacam- macam komplikasi.17 Pada stadium prediabetes mula- mula timbul resistensi insulin yang kemudian disusul oleh peningkatan sekresi insulin untuk mengkompensasi resisten insulin itu agar kadar glukosa darah tetap normal. Lama kelamaan sel beta akan tidak sanggup agi mengkompensasi resistensi insulin hingga kadar glukosa darah meningkat dan fungsi sel beta menurun, saat itulah diagnosis diabetes ditegakkan. Ternyata penurunan fungsi sel beta itu berlangsung secara progresif sampai akhirnya sama sekali tidak mampu lagi mensekresi insulin, suatu keadaan menyerupai diabetes tipe 1. Gejala klinis berupa Kelemahan, penurunan berat badan, dan kerentanan terhadap infeksi. Hemoglobin A1C adalah penentuan jumlah hemoglobin glikosilasi dan digunakan untuk memantau proses penyakit, tidak digunakan untuk tujuan diagnostik. 2.5.4 Diagnosis Diagnosis diabetes harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah dan tidak dapat ditegakkan hanya atas dasar adanya glukosuria saja. Untuk diagnosis diabetes, pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik, dengan bahan darah plasma vena. Untuk memastikan diagnosis diabetes, pemeriksaan glukosa darah seyogyanya dilakukan

dilaboratorium klinik yang terpercaya (yang melakukan program pemantauan kendli mutu secar teratur). Walaupun demikian sesuai dengan kondisi setempat dapat juga dipakai bahan darah utuh (whole blood), vena ataupun kapiler dengan

xxxiv

memperhatikan angka- angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Diabetes mellitus bisa timbul akut berupa ketoasidosis diabetik koma hiperglikemik, disertai efek osmotik diuretik dari hiperglikemia (polyuria, polydipsia, nokturia). Pemeriksaan penyaring dierjakan pada kelompok dengan salah satu risiko diabetes mellitus sebagai berikut: 1. usia >45 tahun 2. usia lebih muda, terutama dengan indeks masa tubuh (IMT) >23 kg/m2 , yang disertai dengan factor risiko: kebiasaan tidak aktif turunan pertama dari orang tua dengan diabetes mellitus riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi >4000 gram, atau riwayat diabetes mellitus gestasional hipertensi (> 140/90 mmHg) kolesterol HDL <35 mg/dl dan atau trigliserida >250 mg/dl menderita polycystic ovarial syndrome (PCOS) atau keadaan klinis lain yang terkait dengan resistensi insulin adanya riwayat toleransi glukosa yang terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT) sebelumnya memiliki riwayat penyakit kardiovaskuler

Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan dengan pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu atau kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan tes toleransi glukosa oral (TTGO) standar.

xxxv

Pemeriksaan penyaring berguna untuk menjaring pasien Diabetes Mellitus, TGT dan GDPT, sehingga dapat ditentukan langkah yang tepat untuk mereka. Populasi dengan TGT dan GDPT merupakan tahapan sementara menuju dabetes mellitus. Setelah 5- 10 tahun kemudian 1/3 kelompok TGT akan berkembang menjadi diabetes mellitus, 1/3 tetap TGT dan 1/3 lainnya kembali normal. Table 1.2.Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan diagnosis diabetes mellitus (mg/dl) Bukan DM Belum pasti DM Kadar glukosa darah sewaktu (mg/dl) Darah kapiler Kadar glukosa darah puasa Darah kapiler <90 90-99 >100 Plasma vena <100 <90 90-199 100-125 >200 >126 Plasma vena <100 100-199 >200 DM

(konsesus pengelolaan dan pencegahan DM tipe 2 diindonesia, PERKENI,2006)

2.5.5

Penatalaksanaan Pilar utama pengelolaan DM 1. Perencanaan makan

xxxvi

2. Latihan jasmani 3. Obat berkhasiat hipoglikemik 4. Penyuluhan a. Perenacanaan Makan Standar yang diajukan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat, protein, dan lemak sesuai dengan kecukupan gizi baik sebagai berikut: Karbohidrat : 40-60%

Protein : 10-20% Lemak : 20-25% Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stres akut dan kegiatan jasmani untuk mencapai dan mempertahankan berat badan idaman. Untuk penentukan status gizi, dipakai Indeks Massa Tubuh (IMT). Untuk kepentingan klinik, praktis, dan untuk penentuan jumlah kalori dipakai Rumus Broca, yaitu: BB idaman Berat Badan Kurang Berat Badan Normal Berat Badan Lebih Gemuk b. Latihan Jasmani Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang lebih 30 menit, yang sifatnya sesuai CRIPE = (TB-100)-10% : < 90% BB Idaman : 90-100% BB Idaman : 110-120% BB Idaman : > 120% BB Idaman

xxxvii

(Continuous, Rhythmical, Interval, Progresive, Endurance training). Sedapat mungkin mencapai zona sasaran 75-85% denyut nadi maksimal (220-umur), disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penyakit penyerta. Olahraga yang teratur, dengan adanya kontraksi otot, memiliki sifat seperti insulin (insulin like ffect), permeabilitas membaran terhadap glukosa meningkat pada otot yang berkontraksi. Pada saat berolahraga resistensi insulin berkurang, sehingga

menyebabkan berkurangnya kebutuhan insulin. Namun respon ini hanya terjadi sementara setiap kali olahraga tidak menetap. Oleh karena itu olahraga ini harus dilakukan terus menerus dan teratur.19 Sebagai contoh olahraga ringan adalah berjalan kaki biasa selama 30 menit, olahraga sedang adalah berjalan cepat selama 20 menit dan olahraga berat biasanya jogging. c. Pengelolaan Farmakologis Sarana pengelolaan farmakologis diabetes dapat berupa: a. Obat hipoglikemik insulin: 1) Pemicu Sekresi insulin: a) Sulfonilurea Mekanisme kerja obat golongan sulfonilurea: Menstimulasi penglepasan insulin yang tersimpan (stored insulin) Menurunkan ambang sekresi insulin Meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa

xxxviii

Dosis maksimal obat golongan sulfonilurea tidak sama diberbagai tempat di dunia. Untuk glipizid ada sekelompok pakar yang memakai dosis maksimal 40 mg. Sekelompok lain memakai 10 mg dengan alasan bahwa dosis yang lebih besar dari 10 mg tidak memberikan efek klinis yang menguntungkan. Pada pemakaian sulfonilurea, umumnya selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk menghindari kemungkinan hipoglikemia.

Kombinasi Sulfonilurea dengan insulin Pemakaian kombinasi kedua obat ini didasarkan bahwa rerata kadar glukosa darah sepanjang hari terutama ditentukan oleh kadar glukosa darah puasanya. Dengan memberikan dosis insulin kerja sedang malam hari, produksi glukosa hati malam hari dapat dikurangi sehingga kadar glukosa darah puasa dapat menjadi lebih rendah. Selanjutnya kadar glukosa darah siang hari dapat diatur dengan pemberian sulfonilurea seperti biasanya. Kombinasi sulfonilurea dan insulin ini ternyata lebih baik daripada insulin saja dan dosis insulin yang diperlukanpun ternyata lebih rendah. Selain itu pasien bisa menerima cara pengelolaan kombinasi ini daripada pengelolaan dengan suntikan yang lebih sering. b) Glinid Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea dengan meningkatkan sekresi insulin fase pertama.

xxxix

Golongan ini terdiri dari 2 macam obat, yaitu: repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derifa fenilalanin). 2) Penambah Sensitivitas terhadap insulin: a) Biguanid Saat ini dari golongan ini yang masih dipakai adalah metformin.Fenfornin dan Buformin tidak dipakai lagi karena efek samping asidosis laktat. Pada metformin kemungkinan terjadinya asidosis laktat sangat kecil (0,01-0,08 rerata 0.03 per 1000 pasien per tahun) dan mungkin terjadi pada pasien dengan predisposisi asidosis laktat seperti pasien dengan gagal ginjal atau gagal hati. Kombinasi metformin dan insulin juga dapat

dipertimbangkan pada pasien gemuk yang kadar glukosa darahnya sukar dikendalikan. Kombinasi insulin dengan sulfonilurea lebih baik daripada kombinasi insulin dengan metformin. Peneliti lain ada yang mendapatkan kombinasi metformin dan insulin lebih baik dibanding dengan insulin saja. Deksfenfluramin dapat diberikan pada pasien diabetes gemuk dan berpengaruh baik (aditif) dengan metformin. Efek samping gastrointestinal tidak jarang didapatkan pada pemakaian awal metformin. Dapat dikurangi dengan memberikan obat mulai dengan dosis rendah dan diberikan bersamaan dengan makanan. Di samping berpengaruh pada kadar glukosa darah, metformin juga berpengaruh pada komponen lain resistensi insulin yaitu pada lipid, tekanan darah dan juga pada PAI 1.

xl

b) Tiazolidindion Tiazolidindion adalah golongan obat yang mempunyai efek farmakologis meningkatkan sensitivitas insulin. Dapat diberikan secara oral. Golongan obat ini bekerja meningkatkan glukosa disposal pada sel dan mengurangi produksi glukosa di hati. Golongan obat ini dapat lebih tepat bekerja pada sasaran kelainan yaitu resistensi insulin dan dapat pula dipakai untuk mengatasi berbagai manifestasi resistensi insulin tanpa

menyebabkan hipoglikemia dan juga tidak menyebabkan kelelahan pada sel beta pankreas. 3) Penghambat glukosa alfa Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim glukosidase alfa di dalam saluran cerna sehingga dapat menurunkan penyerapan glukosa dan menurunkan hiperglikemia postprandial. Obat ini bekerja di lumen usus dan tidak menyebabkan hipoglikemia dan juga tidak berpengaruh pada kadar insulin. 4) Incretin, mimetic, penghambat Dipeptidyl Peptidase (DPP-4) Pada pemberian glukosa secara oral, akan didapatkan kenaikan kadar insulin yang lebih besar daripada pemberian glukosa secara intravena. Perbedaan respon insulin ini disebut efek incretin. Sayang efek hormon incretin ini pada keadaan normal hanya sebentar, karena diinaktifkan oleh Dipeptidyl Peptidase 4 menjadi bentuk inaktif.

xli

b. Insulin Secara keseluruhan sebanyak 20-25% pasien DM tipe 2 kemudian akan memerlukan insulin untuk mengendalikan kadar glukosa darahnya. Untuk pasien yang sudah tidak dapat dikendalikan kadar glukosa darahnya dengan kombinasi

sulfonilurea dan metformin, langkah berikut yang diberikan adalah insulin. Pemberian insulin dapat secara konvensional 3 kali sehari dengan memakai insulin kerja cepat, insulin dapat pula diberikan dengan dosis terbagi insulin kerja menengah dua kali sehari dan kemudian diberikan campuran insulin kerja cepat dimana perlu sesuai dengan respon kadar glukosa darahnya.1

4. Penyuluhan Penyuluhan untuk rencana pengelolaan sangat penting untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Edukasi diabetes adalah pendidikan dan pelatihan mengenai pengetahuan dan keterampilan bagi pasien diabetes yang bertujuan menunjang perubahan perilaku untuk meningkatkan pemahaman pasien akan penyakitnya, yang diperlukan untuk mencapai keadaan sehat optimal, dan

penyesuaian keadaan psikologik serta kualitas hidup yang lebih baik. Edukasi merupakan bagian integral dari asuhan perawatan pasien diabetes.1

xlii

3.5.6

Komplikasi Diabetes Mellitus adalah nomor satu penyebab stadium akhir penyakit

ginjal, kebutaan, dan non trauma amputasi ekstremitas bawah. 1. Pankreas: Pengurangan jumlah dan ukuran pulau (diabetes mellitus tipe 1), deposisi amiloid (diabetes mellitus tipe 2). 2. Diabetes Mellitus adalah kontributor untuk aterosklerosis pada pembuluh besar (yaitu kerusakan makrovaskular). dalam pembuluh darah kecil, dm menghasilkan hialin arteriosklerosis (kerusakan mikrovaskuler), yang memiliki tampilan yang mirip dengan yang terlihat pada hipertensi. ada mekanisme berbeda, namun, dalam hipertensi, arteriosklerosis hialin hasil dari kerusakan endotelium dengan tekanan darah tinggi, menyebabkan kebocoran protein plasma ke dalam dinding pembuluh darah dengan akumulasi. glycosilation Arteriosklerosis canggih dan hialin merupakan kerusakan hasil akumulasi

produk.

makrovaskular

(aterosklerosis) menyebabkan infark (misalnya jantung, otak). Penderita diabetes juga dapat mengembangkan hipertensi akibat hiperglikemia yang disebabkan disfungsi endotel. 3. Ginjal: mikroalbuminuria (30-300 mg/24 jam), yang berhubungan dengan 10 sampai 20 kali peningkatan risiko terhadap pengembangan nefropati diabetes. nefropati diabetik meliputi glomerulosklerosis difus dan nodular glomerulosclerosis. Penderita diabetes juga berisiko pielonefritis dengan risiko perkembangan nekrosis papiler. 4. Mata: retinopati proliferatif nonproliferatif dan katarak.

xliii

5. Retinopati nonproliferative adalah karena permeabilitas kapiler meningkat, dilasi dari venula, dan kehadiran mikroaneurisma. 6. Retinopati proliferatif adalah karena iskemia retina dan hipoksia akibat neovaskularisasi. 7. Sistem saraf perifer: neuropati perifer (sensorik kerugian lebih dari hilangnya motor), penurunan sensasi diabeitk menyebabkan menjadi lebih rentan terhadap cedera. 8. Kulit dan jaringan lunak ekstremitas: penderita diabetes sering mengalami ulkus dan gangren kaki, memerlukan amputasi. sensasi menurun menyebabkan penderita diabetes akan rentan terhadap cedera. 9 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Asep Ahmad Munawar (2001) dengan judul penelitian Hubungan Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Karekteristik Individu dengan Kepatuhan Diet Dibetes Mellitus Rawat Jalan RSUP DR Hasan Sadikin Bandung dengan jumlah responden sebanyak 90 orang. Hasil penelitian menyebutkan bahwa sebagian besar responden (61,1 %) adalah lansia, responden laki- laki diketahui lebih banyak daripada wanita, sedangkan pendidikan responden sebesar (51,1%) termasuk memiliki pendidikan kategori tinggi. Perilaku diet responden diketahui 52,2 % patuh diet dan 47,8 % tida patuh diet. Tingkat pengetahuan terhadap pelaksanaan diet menunjukkan 55, 6 % dengan kategori cukup, 26,7% baik, dan 17,8% kurang. Sementara sikap setuju yang ditunjukkan sebesar 77,8 % dan tidak setuju 22,2 %. Hasil uji statistik diketahui tidak ada hubungan antara umur, jenis kelamin, dan pendidikan dengan kepatuhan diet diabetes mellitus, sedangkan untuk pengetahuan dan sikap ada hubungan dengan kepatuhan diet penderita diabetes mellitus.

xliv

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Endang Taat Uji H. (2001) dengan judul penelitian Faktor- faktor yang berhubungan dengan perilaku kepatuhan penderita diabetes mellitus tipe II Rawat Jalan dalam menjalani pengobatan di RSUP Persahabatan Jakarta menunjukkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap 120 responden menunjukkan bahwa penderita yang patuh mengikuti penyuluhan kelompok sebesar (33,3%), penyuluhan individu ( konsultasi gizi ) ( 20,8%), diet (64,2 %), minum obat hipoglikemik (79,2%) dan olahraga sebesar (40%). Sebagian besar (96,7%) penderita Diabetes Mellitus tipe II berumur >40 tahun, terutama pada jenis kelamin laki- laki (50,8%), pendidikan tinggi (73,3%), pengetahuan baik (50,8%), sikap responden positif (75%), tidak bekerja (61,7%), pendapatan tinggi (50,8%), sikap petugas kesehatan positif (79,2%), sikap keluarga positif (98,3%). Pada penelitian ini ditemukan adanya hubungan yang bermakna hanya pada beberapa variable seperti pengetahuan dengan perilaku kepatuhan menjalankan olahraga, jenis kelain dengan perilaku menjalankan diet, sikap petugas dengan perilaku kepatuhan mengikuti penyuluhan kelompok dan sikap petugas dengan perilaku menjalankan diet.

xlv

2.6

Kerangka teori

Pengetahuan Sikap Perilaku Usia Penghasilan Gaya Hidup

Kepatuhan minum obat Pemahaman instruksi tetang

Kualitas interaksi

Sikap dan kesehatan Keluarga

perilaku

professional

Bagan 2.1. Kerangka Teori

xlvi

2.7 Kerangka Konsep

Variabel Bebas Tingkat pengetahuan Sikap perilaku Variabel Terikat Kepatuhan minum Obat Pendidikan, Sosial ekonomi

Bagan 2.2. Kerangka Konsep 2.8 Hipotesis a. Terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan dengan kepatuhan minum obat b. Terdapat hubungan antara sikap pasien dengan kepatuhan minum obat c. Terdapat hubungan antara perilaku pasien dengan minum obat d. Terdapat hubungan tingkat pengetahuan dan sikap dan perilaku pasien dengan kapatuhan minum obat

xlvii

xlviii

BAB III METODE PENELITIAN


3.1 Rencana Penelitian 3.1.1 Desain Penelitian Pendekatan penelitian yang digunakan adalah metode observasi dengan menggunakan desain potong lintang (cross sectional) untuk menganalisis hubungan antara pengetahuan, sikap dan perilaku pasien DM tipe 2 (variabel bebas) dengan kepatuhan minum obat (varibel terikat) di RS Tabrani Pekanbaru. 3.1.2 Tempat dan Waktu penelitian Penelitian dilakukan diunit rawat jalan RS Tabrani berdasarkan data yang diperoleh dari RS Tabrani. Alasan memilih tempat ini adalah karena jumlah kunjungan pasien diabetes mellitus yang cukup tinggi, terutama diabetes mellitus tipe 2. Penelitian dilakukan mulai September- Desember 2011. 3.1.3 Populasi penelitian

Seluruh penderita diabetes mellitus tipe 2 yang berkunjung ke rumah sakit tabrani pekanbaru. 3.1.4 Sampel penelitian
Untuk mengetahui besar sampel pada penelitian ini, digunakan rumus Taro Yamane sebagai berikut : n = N 1 + N ( d )2 n= 2080

1 + 2080 ( 0,1 )2 n = 95

xlix

Keterangan : n = Sampel Penelitian d = Tingkat Kepercayaan ( = 0,1) N = Populasi Penelitian

3.1.5

Kriteria inklusi dan eksklusi Kriteria inklusi: a. pasien dengan diagnosis DM tpe 2 b. pernah atau sedang mendapatkan terapi OAD c. bersedia menjadi responden Kriteria ekslusi: a. pasien dengan diagnose DM tipe 1 b. tidak dapat membaca dan menulis Cara kerja 1. menentukan populasi penelitian 2. menentukan cara pengambilan dan banyaknya sampel penelitian 3. memasukkan data hasil pengumpulan data 4. menganalisis atau mengolah data yang telah didapatkan 5. membuat laporan

3.2 Variabel dan definisi operasional 3.2.1 Veriabel penelitian Variable independen : a. Pengetahuan tentang penyakit dibetes mellitus b. Sikap pasien terhadap terapi OAD diabetes mellitus tipe 2 c. Perilaku pasien dalam menjalani terapi OAD diabetes mellitus

Variable dependen

Kepatuhan dalm melaksanakan terapi OAD diabetes mellitus Variable perancu :

a. Karakteristik pasien diabetes mellitus : jenis kelamin, status pendidikan, status social ekonomi

b. Regimen perencanaan terap OAD 3.2.2 Definisi Operasional Untuk menyamakan pemahaman variabel dalam penelitian ini, perlu ditetapkan definisi operasional dari masing- masing varibel penelitian: No Variable 1. Tingkat pengetahuan Definisi Operasional Skala

Kemampuan pasien terhadap prinsip Ordinal dan unsur- unsur tentang penyakit diabetes mellitus dalam hal

pengertian, penyebab dan tanda gejala serta regimen terapi dan komplikasi

2.

Sikap

Reaksi atau respon yang ditampilkan Ordinal oleh pasien diabetes mellitus tentang perasaan, keinginan dan keyakinan terhadap sesuai terapi ordinal diabetes dengan mellitus nasehat

profesional kesehatan

3.

Perilaku

Perilaku minum obat pasien yang Ordinal

li

sesuai dengan nasehat professional kesehatan. 4. Kepatuhan Perilaku pasien dalam melaksanakan Nominal terapi minum obat diabetes mellitus sesuai ketentauan yang dianjurkan profesional kesehatan

3.3. Alur Penelitian

Pengambilan data untuk sampel

Penetapan sampel

Criteria inklusi

Criteria ekslusi

Pemberian kuesioner

Pengumpulan hasil survey Analisis data Pengembangan laporan penelitian

lii

3.3 Metode pengumpulan Data 3.3.1 Instrumen Instrument penelitian ini berupa alat tulis, kuesioner dan lembar observasi ( check list), sedangkan kuesioner dan lembar observasi yang digunakan untuk instrument penelitian dibuat oleh peneliti sendiri. Kuesioner yang dilengkapi dengan lembar informed konsen responden diserahkan kepada subjek penelitian untuk diisi, setelah kuesioner diisi semua oleh responden, kuesioner ditarik kembali oleh peneliti. Kuesioner tidak diperbolehkan dibawa pulang oleh subjek penelitian. Lembar observasi dalam bentuk check list, digunakan untuk mendapatkan informasi kepatuhan pasien dalam menjalani terapi OAD. Instrument penelitian Instrument penelitian yang berupa kuesioner dan lembar observasi ini, dibuat oleh peneliti sendiri, oleh karena itu sebelum digunakan sebagai instrument penelitian, kuesioner dan lembar observasional dilakukan uji validitas dan reliabilitas untuk mendapatkan kelayakan sebagai instrument penelitian. Adapun alasan peneliti menggunakan bentuk instrument penelitian kuesioner danlembar observasional adalah memudahkan menjawab pertanyaan atau pernyataan yang telah disediakan. Kisi- kisi pertanyaan/ pernyataan yang digunakan untuk mengumpulkan data- data yang berhubungan dengan pengetahuan tentang penyakit dibetes mellitus, sikap dan perilaku pasien terhadap terapi diabetes mellitus dan kepatuhan pasien dalam menjalankan terapi OAD.

liii

3.3.2. Cara Pengumpulan Data 1. Data primer adalah data yang didapatkan secara langsung dari responden melalui kuesioner. 2. Data sekunder adalah data pendukung yang diperoleh dari rekam medik RS Tabrani Pekanbaru. 3.4 Etika Penelitian Untuk menghindari penelitian ini dari permasalahan di bidang etika, penelitian ini akan melakukan beberapa usaha agar penelitian ini dapat dilaksanakan dengan etika yang berlaku. Usaha-usaha yang akan peneliti lakukan antara lain: 1. Proposal penelitian ini akan diajukan kepada Medical Reseach unit FK UNDIP untuk mendapatkan persetujuan etika. Hal ini bertujuan agar penelitian mendapatkan legitimasi secara etika sehingga penelitian dapat dipertanggungjawabkan. 2. Responden akan diberikan informed consent, yaitu lembar pesetujuan bahwa pasien besedia mengikuti proses penelitian dengan diberikan gambaran penelitian serta manfaat yang didapat apabila responden mau berpartisipasi dalam penelitian ini. Pasien baru dapat menjadi subjek penelitian jika ia setuju berpartisipasi dalam penelitian ini serta telah menandatangani infermed consent (terlampir).

liv

BAB IV HASIL PENELITIAN Setelah peneliti melakukan penelitian yang dilakukan pada bulan oktober desember, maka didapatkan hasil sebagai berikut : 4.1 Analisis Univariat 4.1.1 Karakteristik Tingkat Pengetahuan Berdasarkan kuesioner yang dikumpulkan dari 95 responden diperoleh data tentang tingkat pengetahuan responden. Adapun secara lengkap distribusi tingkat pengetahuan responden dilihat dalam tabel 4.1 : Tabel 4.1. Karakteristik Tingkat pengetahuan Responden

Tingkat pengetahuan Tinggi Sedang Rendah Total

Frekuensi

Persentase (%)

28 30 37 95

29,5 31,6 38,9 100

Dari tabel diatas terlihat bahwa sebagian besar responden memiliki tingkat pengetahuan yang rendah yaitu sebanyak 37 orang (38,9%). 4.1.2 Karakteristik Sikap Berdasarkan kuesioner yang dikumpulkan dari 95 responden diperoleh data tentang sikap responden. Adapun secara lengkap distribusi sikap responden dilihat dalam tabel 4.2 :

lv

Tabel 4.2. Karakteristik Sikap Responden

Sikap

Frekuensi

Persentase (%)

Baik Cukup Kurang Total

30 25 40 95

31,6 26,3 42,1 100

Dari tabel diatas terlihat bahwa sebagian besar responden memiliki sikap yang kurang yaitu sebanyak 40 orang (42,1%)

4.1.3

Karakteristik Perilaku Kesehatan Berdasarkan kuesioner yang dikumpulkan dari 95 responden diperoleh

data tentang perilaku kesehatan responden. Adapun secara lengkap distribusi sikap responden dilihat dalam tabel 4.3 : Tabel 4.3. Karakteristik Perilaku Responden

Perilaku kesehatan Sangat baik Baik Kurang baik Buruk Total

Frekuensi 27 15 32 21 95

Persen 28,4 15,8 33,7 22,1 100

Dari tabel diatas terlihat bahwa sebagian besar respondenmemiliki perilaku kesehatan yang kurang baik yaitu sebanyak 32 orang (33,7%).

lvi

4.1.4

Karakteristik Kepatuhan Berdasarkan kuesioner yang dikumpulkan dari 95 responden diperoleh

data tentang kepatuhan responden. Adapun secara lengkap distribusi kepatuhan responden dilihat dari tabel dibawah ini 4.4 : Tabel 4.4. Karakteristik Kepatuhan Responden

Kapatuhan Patuh Tidak patuh Total

Frekuensi 49 46 95

(%) 51,1 48,4 100

Dari tabel diatas terlihat bahwa sebagian besar responden memiliki karakteristik patuh minum obat yaitu sebanyak 49 orang (51,1%).

4.2 Analisis Bivariat 4.2.1 Hubungan Tingkat Pengetahuan terhadap Kepatuhan Minum Obat Pada penelitian ini dilakukan uji analisa dengan mengunakan uji chi square. Dalam penelitian ini dilihat hubungan tingkat pengetahuan responden terhadap kepatuhan minum obat. Adapun secara lengkap hubungan tingkat pengetahuan responden terhadap kepatuhan minum obat dapat dilihat dalam tabel dibawah ini 4.5 :

lvii

Tabel 4.5. Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Kepatuhan Minum Obat Kepatuhan Patuh Pengetahuan Tinggi Sedang Rendah Total 18 (64,3%) 18 (60,0%) 13 (35,1%) 49 (51,6%) 10 (35,7%) 12 (40,0%) 24 (64,9%) 46 (48,4%) 28 (100%) 30 (100%) 37 (100%) 95 (100%) Tidak patuh Total (%)

Dari tabel diatas memperlihatkan hubungan tingkat pengetahuan responden terhadap kepatuhan minum obat. Terlihat bahwa tingkat pengetahuan responden yang tinggi lebih cenderung patuh minum obat dibandingkan tingkat pengetahuan yang sedang dan rendah. 4.2.2 Hubungan Sikap dengan Kepatuhan Minum Obat Pada penelitian ini dilakukan uji analisa dengan menggunakan uji chi square. Dalam penelitian ini dilihat hubungan sikap responden terhadap kepatuhan minum obat. Adapun secara lengkap hubungan sikap responden terhadap kepatuhan minum obat dapat dilihat dalam tabel 4.6 :

lviii

Tabel 4.6. Hubungan Sikap dengan Kepatuhan Minum Obat

Kapatuhan

Total (%)

Patuh Sikap Baik Cukup 15 (50,0%) 9 (36,0%)

Tidak patuh

15 (50,0%) 16 (64,0%) 15 (37,5%) 46 (48,4%)

30 (100%) 25 (100%) 40 (100%) 92 (100%)

Kurang 25 (62,5%) Total 49 (51,6%)

Dari tabel diatas memperlihatkan hubungan sikap responden terhadap kepatuhan minum obat. Terlihat bahwa sikap responden yang kurang lebih cenderung patuh minum obat dibandingkan sikap yang baik dan cukup.

4.2.3

Hubungan Perilaku Kesehatan dengan Kepatuhan Minum Obat Pada penelitian ini dilakukan uji analisa dengan mengunakan uji chi

square. Uji ini dilakukan pada sampel yang sama. Dalam penelitian ini dilihat hubungan perilaku kesehatan responden terhadap kepatuhan minum obat. Adapun secara lengkap hubungan perilaku kesehatan responden terhadap kepatuhan minum obat dapat dilihat dalam tabel 4.7 :

lix

Tabel 4.7. Hubungan Perilaku dengan Kepatuhan Minum Obat

Kepatuhan Patuh Perilaku kesehatan Sangat baik Baik Kurang baik Buruk Total 8 (29,6%) 10 (66,7%) 17 (53,1%) 14 (66,7%) 49 (51,6%) 19 (70,4%) 5 (33,3%) 15 (46,9%) 7 (33,3%) 46 (48,4%) Tidak patuh

Total (%)

27(100%) 15 (100%) 32 (100%) 21 (100%) 95 (100%)

Dari tabel diatas memperlihatkan hubungan perilaku kesehatan responden terhadap kepatuhan minum obat. Terlihat bahwa perilaku kesehatan responden yang kurang baik lebih cenderung patuh minum obat dibandingkan perilaku kesehatan yang sangat baik, baik dan buruk.

4.3 Analisis Multivariat 4.3.1 Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 dengan Kepatuhan Minum Obat Pada penelitian ini dilakukan uji statistik dengan mengunakan uji Logistic Regression. Uji ini dilakukan pada sampel yang sama. Dalam penelitian ini dilihat hubungan tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku kesehatan responden terhadap kepatuhan minum obat. Adapun secara lengkap hubungan tingkat pengetahuan, sika dan perilaku kesehatan responden terhadap kepatuhan minum obat dapat dilihat dalam tabel 4.8 :

lx

Tabel 4.8. Hubungan Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Perilaku dengan Kepatuhan Minum Obat Variabel Tingkat Pengetahuan Sikap Perilaku Nilai P 0,017 0,112 0,036 RO 1,946 0,883 0,616

Dari tabel diatas memperlihatkan hubungan antara tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku kesehatan responden terhadap kepatuhan minum obat. Terlihat bahwa kakuatan hubungan antara tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku kesehatan responden dapat dinilai dari RO. Variabel yang mempunyai nilai RO paling besar adalah tingkat pengetahuan yaitu 1,946.

lxi

BAB V PEMBAHASAN

5.1. Analisis Univariat 5.1.1. Tingkat Pengetahuan Responden Berdasarkan hasil penelitian dari 96 sampel yang menjadi responden pada penelitian ini. Didapatkan bahwa sebagian besar responden memiliki tingkat pengetahuan rendah yaitu sebanyak 37 orang (38,5%). Namun dalam hasil penelitian Wahyu Bintoro dengan judul Hubungan antara Pengetahuan, sikap dan dukungan keluarga dengan kepatuhan perencanaan Diit padapasien diabetes mellitus dinyatakan bahwa sebagian besar responden memiliki tingkat pengetahuan tinggi yaitu (57,8%).7 Pada penelitian ini, menurut peneliti responden memiliki tingkat pengetahuan rendah dikarenakan kurangnya informasi mengenai penyakit diabetes mellitus dari berbagai media sehingga pengetahuan mengenai terapi diabetes mellitus hamper disemua tingkat masih rendah. Dengan meningkatnya informasi mengenai diabetes mellitus nampaknya masyarakat akan lebih mengetahui dan makin tanggap terhadap penyakit diabetes mellitus dan menggunakan

pengetahuannya tersebut dalam praktik sehari- hari.5 5.1.2. Sikap Responden terhadap Terapi Diabetes Mellitus Berdasarkan hasil penelitian dari 96 sampel yang menjadi responden pada penelitian ini. Didapatkan bahwa sebagian besar responden memiliki sikap yang kurang yaitu sebanyak 40 orang (42,1%).

lxii

Penelitan ini sesuai dengan hasil penelitian oleh Wahyu Bintoro dengan judul Hubungan antara Pengetahuan, sikap dan dukungan keluarga dengan kepatuhan perencanaan Diit padapasien diabetes mellitus dinyatakan bahwa sebagian besar responden memiliki sikap yang rendah yaitu (51,1%). Pada penelitian ini, responden memiliki sikap yang kurang menurut peneliti dikarenakan kurangnya pengetahuan responden tentang penyakit diabetes mellitus. Sikap merupakan reaksi suatu respon seseorang yang masih tertutup terhadap stimulus atau objek. Dalam kehidupan sehari- hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial.5 5.1.3. Perilaku Kesehatan Responden Berdasarkan hasil penelitian dari 96 sampel yang menjadi responden pada penelitian ini, didapatkan bahwa sebagian besar responden memiliki perilaku kesehatan yang kurang baik yaitu sebanyak 32 orang (34,4%). Hasil penelitian ini tidak seperti penelitian oleh Argi Virona Bangun dengan judul faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kepatuhan menjalankan terapi Diabetes mellitus yang memberikan hasil bahwa sebagian besar responden memiliki perilaku yang baik sehingga mematuhi rekomendasi terapi

penatalaksanaan Diabetes Mellitus.8 Pada penelitian ini, kurang baiknya perilaku kesehatan responden terhadap terapi diabetes mellitus menurut peneliti dikarenakan rendahnya tingkat pengetahuan responden sehingga tidak mengerti bahwa dengan pengetahuan yang tinggi akan mencerminkan perilaku yang baik.

lxiii

Perilaku kesehatan merupakan hal- hal yang berkaitan dengan tindakan atau kegiatan seseorang dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Dengan terbentuknya perilaku kepatuhan akan dapat mendukung penderita diabetes mellitus dalam menjalankan terapi. 5.1.4. Kepatuhan Minum Obat Berdasarkan hasil penelitian dari 96 sampel yang menjadi responden pada penelitian ini. Didapatkan bahwa sebagian besar responden memiliki karakteristik patuh minum obat yaitu sebanyak 49 orang (51,1%). Penelitian ini sesuai dengan penelitian oleh Wahyu Bintoro dengan judul Hubungan antara Pengetahuan, sikap dan dukungan keluarga dengan kepatuhan perencanaan Diit pada pasien diabetes mellitus, dinyatakan bahwa sebagian besar responden memiliki kepatuhan yang tinggi yaitu (60%). 7 Kepatuhan pasien adalah perilaku pasien yang sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh profesional kesehatan. Dari hasil penelitian ini pasien cenderung mematuhi tujuan terapi dan nasehat yang diberikan petugas kesahatan. Hal ini menurut peneliti dengan adanya edukasi yang komprehensif yang meliputi pemahaman tentang penyakit diabetes mellitus, makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan diabetes mellitus serta penyulit diabetes mellitus merupakan factor pengaruh atau mendukung responden untuk patuh minum obat. Selain itu adapun faktor penguat yang mempengaruhi kepatuhan adalah dukungan keluarga dan dukungan edukasi dan konseling dari petugas kesehatan.29 La Greca dan Stone menyatakan bahwa menaati rekomendasi pengobatan yang dianjurkan doker merupakan masalah yang sangat penting.22

lxiv

5.2. Analisis Bivariat 5.2.1. Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Kepatuhan Minum Obat Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan bahwa proporsi tingkat pengetahuan responden tinggi patuh minum obat yaitu sebanyak 18 responden (64,3%). Dari hasil uji statistic dengan menggunakan chi-square didapatkan nilai probabilitas hubugan tingkat pengetahuan terhadap kepatuhan minum obat adalah sebesar 0,036 atau P <0,05. Maka dari hasil penelitian terdapat hubungan yang signifikan secara statistic antara tingkat pengetahuan dengan kepatuhan minum obat. Penelitan ini sesuai dengan hasil penelitian oleh Wahyu Bintoro dengan judul Hubungan antara Pengetahuan, sikap dan dukungan keluarga dengan kepatuhan perencanaan Diit pada pasien diabetes mellitus dinyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan dengan kepatuhan melaksanakan terapi Diit. Hal ini menurut peneliti dikarenakan bahwa responden telah mengerti dengan penyakitnya sendiri didukung dengan banyaknya informasi yang ada sekarang melalui berbagai media serta adanya nasehat dan edukasi yang baik dari professional kesehatan. Pengetahuan merupakan resultan dari akibat penginderaan terhadap suatu objek. Dalam penelitian ini objek dari peginderaan seseorang adalah prinsipprinsip dan unsure- unsure tentang penyakit diabetes yang meliputi pengertian, penyebab, tanda dan gejalan, dan komplikasi dari penyakit diabetes. Pengetahuan ini dimaksudkan untku meningkatkan pemahaman dan kemampuan indivisu dalam melaksanakan terapi diabetes mellitus.

lxv

5.2.2. Hubungan Sikap dengan Kepatuhan Minum Obat Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa proporsi sikap responden kurang patuh minum obat yaitu sebanyak 25 responden (62,5%). Sedangkan responden yang memiliki sikap yang baik patuh sebanyak 15 responden (50,0%) dan tidak patuh sebanyak 15 responden (50,0%). Dari hasil uji statistic dengan menggunakan chi-square didapatkan nilai probabilitas hubugan sikap terhadap kepatuhan minum obat adalah sebesar 0,112 atau P >0,05. Maka dari hasil penelitian tidak terdapat hubungan yang signifikan secara statistic antara tingkat pengetahuan dengan kepatuhan minum obat. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian Wahyu Bintoro dengan judul Hubungan antara Pengetahuan, sikap dan dukungan keluarga dengan kepatuhan perencanaan Diit pada pasien diabetes mellitus dinyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara sikap dengan kepatuhan melaksanakan terapi Diit. Hal ini menurut peneliti dikarenakan bahwa responden yang mempunyai sikap kurang belum tentu tidak patuh dalam menjalankan terapi diabetes karena mereka masih mendapatkan edukasi tentang pentingnya terapi diabetes mellitus dari professional kesehatan. Sesuai dengan definif sikap dalam konteks ini bahwa merupakan reaksi suatu respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. 5.2.3. Hubungan Perilaku dengan Kepatuhan Minum Obat Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa proporsi perilaku responden kurang baik patuh minum obat yaitu sebanyak 18 responden (54,5%). Sedangkan responden yang memiliki perilaku yang sangat baik patuh sebanyak 8

lxvi

responden (29,6%) dan tidak patuh sebanyak 19 responden. Dari hasil uji statistic dengan menggunakan chi-square didapatkan nilai probabilitas hubugan perilaku terhadap kepatuhan minum obat adalah sebesar 0,036 atau P <0,05. Maka dari hasil penelitian terdapat hubungan yang signifikan secara statistic antara tingkat pengetahuan dengan kepatuhan minum obat. Perilaku kesehatan merupkan hal- hal yang berkaitan dengan tindakan atau kegiatan seseorang dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Oleh karena itu perilaku kesehatan akan mempengaruhi kepatuhan seseorang dalam minum obat. Hasil penelitian ini, bahwa terdapat hubungan antara perilaku dengan kepatuhan minum obat menurut peneliti oleh karena responden memahami

istruksi yang diberikan oleh petugas kesehatan mengenai terapi diabetes yang sudah diberikan dan dapat pula karena petugas kesehatan yang dapat memberi penjelasan dengan baik mengenai terapi diabetes mellitus kepada responden. Hasil penelitian ini seperti penelitian oleh Argi Virona Bangun dengan judul factorfactor yang berpengaruh terhadap kepatuhan menjalankan terapi Dibetes mellitusyang memberikan hasil bahwa sebagian besar responden memiliki perilaku yang baik sehingga mematuhi rekomendasi terapi penatalaksanaan Diabetes Mellitus.

lxvii

5.3. Analisis Multivariat 5.3.1. Hubungan antara Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Perilaku

Responden dengan Kepatuhan Minum Obat Analisis multivariate dilakukan untuk mengetahui apaka ada hubungan antara 3 veriabel yaitu tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku dengan kapatuhan minum obat. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa variabel yang mempunyai nilai RO paling besar adalah tingkat pengetahuan yaitu 1,946. Sedangkan variable sikap memiliki nilai RO yaitu 0,883 dan perilaku memiliki nilai RO yaitu 0,616. Nilai ini didapatkan dari hasil uji statistic dengan menggunakan uji Logistic Regression. Keberhasilan pengelolaan diabetes mandiri membutuhkan partisipasi aktif pasien. Untuk mencapai keberhasilan, dibutuhkan edukasi yang komprehensif yang meliputi pemahaman tentang penyakit diabetes mellitus, makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan diabetes mellitus serta penyulit diabetes mellitus.20 Oleh karena itulah menurut peneliti didapatkan hubungan yang sangat berpengaruh dengan kapatuhan adalah tingkat pengetahuan.

lxviii

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1.Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian pada bab sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Dari hasil penelitian didapatkan karakteristik responden yaitu memiliki tingkat pengetahuan yang rendah yaitu 37 responden (38,5%), sikap yang kurang sebanyak 40 responden (42,1%), perilaku kurang baik sebanyak 33 responden (34,4%) dan patuh minum obat sebanyak 49 responden (51,1%). 2. Dari hasil uji statistik yang dilakukan dengan menggunakan uji chi square yang menganalisa hubungan tingkat pengetahuan dengan kepatuhan minum obat didapatkan nilai P= 0,036 atau P<0,05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan secara statistic antara tingkat pengetahuan dengan kepatuhan minum obat. 3. Dari hasil uji statistik yang dilakukan dengan menggunakan uji chi square yang menganalisa hubungan sikap dengan kepatuhan minum obat didapatkan nilai P= 0,112 atau P>0,05 dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan secara statistik antara tingkat pengetahuan dengan kepatuhan minum obat. 4. Dari hasil uji statistik yang dilakukan dengan menggunakan uji chi square yang menganalisa hubungan perilaku dengan kepatuhan minum obat didapatkan nilai P= 0,036 atau P=<0,05 dapat disimpulkan bahwa

lxix

ada hubungan yang signifikan secara statistik antara tingkat pengetahuan dengan kepatuhan minum obat. 5. Dari hasil uji statistik dengan menggunakan uji regression logistic didapatkan nilai OR yang paling besar adalah tingkat pengetahuan yaitu 1,946 artinya tingkat pengetahuan memiliki hubungan yang paling kuat dengan kepatuhan minum obat. 6.2.Saran 1. Bagi responden Diharapkan responden dapat mematuhi dan mengikuti anjuran yang sudah ditentukan oleh professional kesehatan agar patuh dalam menjalankan terapi minum obat diabetes mellitus karena dengan terwujudnya kepatuhan penderita diabetes dalam minum obat maka akan memberikan kebaikan pesien sendiri untuk dapat memiliki hidup yang bermakna dan mengurangi komplikasi dari penyakit diabetes. 2. Bagi pihak rumah sakit Bagi pemberi pelayanan kesehatan terutama di rumah sakit tabrani agar dapat menjadikan masukan dalam meningkatkan pelayanan kesehatan terutama penyuluhan kesehatan, dibuat majalah ataupun brosur tentang DM.

3. Bagi peneliti lain

lxx

Agar dapat melakukan enelitian yag lebih baik lagi dalam bidang yang sama yaitu hubungan tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku dengan kepatuhan minum obat.

4. Bagi institusi pendidikan Kepada institusi pendidikan diharapkan dapat menerbitkan buku tentang manajemen DM sehingga dapat berguna sebagai bahan bacaan yang bermanfaat terutama untuk penderita DM.

lxxi

DAFTAR PUSTAKA 1. Soegondo. S, dkk, Penatalaksanaan diabetes terpadu.2002. Jakarta: balai penerbit FKUI 2. Rubenstein, D. dkk. Kedokteran Klnis.2005.jakarta: Erlangga 3. Kemp, W, dkk. Pathology: the big picture.2008.America: the McGraw-Hill 4. Niven. N, Psikologi Kesehatan, AlihBahasa, Agung W; editor Monica E, edisikedua, Jakarta EGC: 2002 5. Notoatmodjo, Soekidjo, 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat, Jakarta: Rineka Cipta 6. Sastroasmoro, S, Ismael. S, Dasar- dasar metodologi penelitian klinis. penerbit sagung seto edsi ke-3. Jakarta, 2008. 7. Wahyu Bintoro, Hubungan Antara Pengetahuan, Sikap dan Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Perencanaan DIIT PadaPasien Diabetes Mellitus di Unit RawatJalan RSU Pandanarang di wilayahKabupatenBoyolali. [Tesis] Program PascaSarjanaUniversitasSebelasMaret Surakarta. 2008. 8. Argi Virona Bangun, faktor- faktor yang berkontribusi terhadap kepatuhan pasien DM Tipe 2 dalam konteks asuhan keperawatan di poliklinik endokrin RSHS Bandung. Tesis program Pasca Sarjana Universitas Indonesia. Jakarta, 2009. 9. Gleadle J.2005.At a Glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik,

Jakarta:Erlangga 10. Walter L, Dennis K. The Big Picture. Pathology. America Serikat 11. . Degresi . Ilmu Perilaku Manusia. Jakarta : Rineka Cipta ; 2005. 12. Cakroprawiro, 2000.Diabetes Mellitus.Penerbit PT EGC. Jakarta

lxxii

13. Fadilah, 2006.KendalikanFaktorResiko. http://www. Keluarga Sehat.com 14. Siswono, 2005.Anemia dan Gizi, PenerbitRineka Cipta. Jakarta 15. Brunner ,suddarth, 2001. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah, Jakarta: EGC 16. Soedojo, Peter. 2004. Pengantar Sejarah dan Filsafat Ilmu Pengethuan Alam, Yogyakarta: UGM Press 17. Isselbacher K, Braundwald E.harrison Prinsip- prinsip ilmu penyakit dalam volume 5,jakarta:EGC,2000 18. Norros SL and Engelgau. Effectiveness of Self-Management Training in Type 2 Diabetes; a systematic review of rando, Vol 31, Supplement 2, February 2008 mized control trials. Diabetes Care, Vol. 24, No. 3, pp 561-587, March 2001. 19. American Diabetes Association (ADA). American Diabetes Assosiations Clinical Practise Recommendations 2008. Diabetes Care. Vol 31, No.1. 2008 20. Slamet Suyono, Diabetes Mellitus di Indonesia. Buku Ajar IIlmu Peyakit Dalam. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006. 21. P.B PERKENI. Konsesus Pengelolaan Diabetes Mellitus tipe 2 di Indonesia, 2002. 22. Achmad Yoga. Hubungan Antara 4 Pilar Pengelolaan Diabetes Mellitus dengn Keberhasilan Pengelolaan Diabetes Mellitus Tipe 2. Karya Tulis Imiah Program Sarjana Kedokteran Umum Universitas Diponegoro. Semarang, 2001.

lxxiii

23. Dinar Pramilih Rachmawati. Pola Penggunaan Obat Hipoglikemik Oral (OHO) Pada Pasien Geriatri Diabetes Mellitus Tipe 2 di Instalasi Rawat Jalan RSUD dr. Moewardi Surakarta. Tesis Program Sarjana Universitas Muhammadiyah. Surakarta, 2008. 24. Tjokoprawiro Askandar DKK, Diabetes Mellitus, Buku Ajar Penyakit Dalam Fakultas kedokteran Airlangga Rumah Sakit Pendidikan Dr. Soetomo Surabaya, Cetakan 1, Airlangga University Press, Surabaya, 2007, p. 32-38, 46-70 25. Brown, JB, Harris, SB, Bogaert-Webster, S., Wetmore S, Faulds, C, Stuaart, M, (2002), The Role Of Patient, Phisician and Systemic Factor in the Management of Type 2 Diabetes Mellitus,

http://Fampra.oxfordjournals.org/cgi/content/full/19/4/344. (21-6-2008) 26. Budi Santoso, P., Ashari, (2005), Analisis Statistic dengan Microsoft Excel dan SPSS, Edisi 1,Yogyakarta. 27. Ghozali, 1, (2007), Aplikasi Analisis Multivariate dengan program SPSS, Cetakan IV, Semarang, Badan Penerbit Universitas Diponegoro 28. Usman, H dan Akbar, P.S. (2003), Pengantar Statistik, Cetakan ke-3, Jakarta, Bumi Aksara 29. Banu Hanifah Al Tera, Determinan Ketidakpatuhan Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 diwilayah Kerja Puskesmas Srondol Kota Semarang, tesis program studi Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang, 2001.

Anda mungkin juga menyukai