Anda di halaman 1dari 10

Panduan

Kompensasi Dokter dan Jasa Medik

Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia

November 2008
Pendahuluan

Muktamar IDI XXVI di Semarang tahun 2006 telah menetapkan untuk


membangun Sistem Pelayanan Kedokteran Terpadu Berbasis Pelayanan
Kedokteran Keluarga (SPKT) yang ditopang tiga pilar utama yang disebut
sebagai “Tigo Tungku Sajarangan”, yaitu subsistem pelayanan kedokteran,
subsistem pendidikan dan pembinaan dokter dan subsistem pembiayaan
kedokteran. Untuk mewujudkan SPKT perlu dilakukan peninjauan dan
penataan kembali pada ketiga subsistem tersebut.

Pembiayaan kesehatan/kedokteran (healthcare financing system) dalam arti


luas merupakan upaya yang mengatur pengumpulan dana (collecting),
menyatukan dana (pooling), dan menyalurkan atau mengalokasikan dana
(allocation). Dalam SPKT pembiayaan kesehatan dalam arti sempit hanya
menyoroti satu aspek yaitu pengalokasian dana dan lebih khusus lagi pada
cara menghargai atau memberi kompensasi kepada dokter.

Pelayanan kesehatan merupakan suatu transaksi antara dua pihak dimana


pasien yang menerima jasa wajib membayar imbalan dan dokter yang
memberikan jasa berhak menerima imbalan. Pengaturan transaksi ini dalam
undang-undang Praktik Kedokteran hanya sebatas hak dan kewajiban.
Dalam undang-undang Sistem Jaminan Sosial Nasional, besarnya tarif
pelayanan merupakan kesepakatan antara badan pengelola dan asosiasi
fasilitas kesehatan. IDI sebagai organisasi profesi yang menaungi dokter
termasuk dalam pengertian tersebut. Dengan adanya kedua undang-undang
ini maka pelayanan kesehatan akan dinaungi oleh pembiayaan kesehatan
dengan mekanisme asuransi kesehatan sosial.

Banyak cara membayar dokter, antara lain: fee for service, kapitasi, gaji,
resource based relative value scale, pay for performance serta kombinasi
dan variannya. Semua cara pembayaran tersebut merupakan bagian dari
suatu sistem kompensasi dokter. Penyusunan panduan ini merupakan
bagian dari upaya IDI untuk membangun sistem kompensasi dokter yang
sejalan dan dapat mendukung SPKT.

Page 2 of 10
Latar belakang permasalahan

Berbagai masalah dan kecenderungan pelayanan kesehatan yang terjadi


saat ini dipengaruhi berbagai faktor yang saling berkaitan. Salah satu dari
faktor tersebut adalah cara memberikan penghargaan (kompensasi) kepada
dokter. Beberapa masalah dan kecenderungan mendasar yang perlu ditinjau
dan dicarikan jalan keluar karena berkaitan dengan kompensasi dokter,
antara lain adalah:

1) Secara nasional pembayaran masih didominasi (sekitar 71%) oleh


pembayaran out of pocket untuk setiap layanan yang diberikan kepada
pasien, yang dikenal sebagai fee for service(FFS). Kondisi ini mendorong
pemberian layanan yang berlebihan dan kadangkala tidak diperlukan,
menyebabkan pemborosan sumber daya dan menimbulkan ketidak
pastian biaya bagi pasien dan ketidakpastian pendapatan/kompensasi
bagi dokter.

2) Pelayanan kesehatan telah menjadi komoditas yang mahal, harganya


meningkat dari tahun ke tahun sehingga membebani masyarakat,
terutama masyarakat miskin dan masyarakat yang tidak mempunyai
asuransi kesehatan. Biaya berobat menjadi penghalang (financial barrier)
akses ke layanan kesehatan. WHO melaporkan 152 juta orang setahun
yang bangkrut dan ekonomi keluarganya morat-marit karena mahalnya
biaya kesehatan (financial catastrophy).

3) Adanya kebijakan “dokter murah” atau menghargai dokter di bawah


standar (underpaid) yang telah berlangsung lama yang tidak disadari oleh
sebagian besar dokter. Batasan underpaid “adalah kompensasi
(pendapatan) dari kerja utama (40 jam/minggu) tidak mencukupi untuk
hidup layak”. Kondisi ini menyebabkan dokter harus kerja rangkap di luar
jam kerja utama (kerja utama + kerja tambahan). Penelitian IDI
menunjukkan kompensasi dari kerja tambahan 3-12 kali kompensasi
kerja utama.

4) Kesenjangan pendapatan yang sangat lebar diantara dokter, terutama


antara dokter praktik umum (DPU) dan dokter spesialis (Dsp). Penelitian
IDI menunjukkan pendapatan Dsp 8-244 kali pendapatan DPU. Di negara
Uni Eropa dan Amerika kisarannya hanya 1,5-3,8 kali.

Page 3 of 10
Secara umum dapat dikatakan bahwa berbagai masalah dalam pembiayaan
kesehatan tersebut berkaitan dengan masalah bagaimana menghargai
profesi dokter secara layak dan berkeadilan, termasuk berkeadilan bagi
pasien, dan masalah ini berkaitan langsung dengan tingkat kesejahteraan
profesi dokter.

Maksud dan tujuan

Maksud dan tujuan penyusunan panduan kompensasi dokter ini adalah


mengurangi sejauh mungkin berbagai masalah tersebut di atas. Dengan
demikian adanya panduan kompensasi dokter ini diharapkan dapat:

• Menjadi acuan bagi dokter, pemerintah, pihak asuransi, dan pihak lain
dalam mendayagunakan/merekrut dokter atau menentukan pendapatan
dokter.
• Mengurangi kesenjangan kesejahteraan diantara dokter
• Mendorong persebaran dan pemerataan dokter ke seluruh wilayah
Indonesia.
• Melindungi pasien, penanggung biaya dan pihak asuransi dari klaim
imbalan jasa yang berlebihan oleh dokter.
• Membantu mewajarkan biaya kesehatan.

Dasar Hukum

1. Undang Undang Praktik Kedokteran pasal 50: “dokter mempunyai hak


menerima imbalan jasa” dan pasal 53: “pasien mempunyai kewajiban
untuk memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima”, serta
pasal 49: “pembinaan dan pengawasan kendali mutu dan kendali biaya
dilaksanakan oleh organisasi profesi”.
2. UU SJSN pasal 32: “tarif ditentukan bersama oleh badan pengelola dan
asosiasi fasilitas kesehatan”.
3. Ketetapan Muktamar IDI XXVI tahun 2006 di Semarang tentang Sistem
Pelayanan Kedokteran Terpadu.

Page 4 of 10
Prinsip Dasar

Untuk menjamin suatu sistem kompensasi dokter dan jasa medik memenuhi
azaz keadilan dan azaz transparansi serta sejalan dengan SPKT, maka
sistem tersebut harus dilandasi 6 prinsip dasar berikut ini:

1) Produktivitas dokter dan jasa medik merupakan bagian integral dari suatu
sistem kompensasi dokter.
2) Kompensasi dokter seyogianya setara dengan kerja dokter, yaitu sumber
daya yang dicurahkan dokter untuk menangani pasiennya.
3) Ada keseimbangan kompensasi antar dokter dan antar spesialisasi untuk
menjamin meratanya persebaran dokter yang bekerja di strata pertama,
kedua dan ketiga.
4) Ada keseimbangan kompensasi dokter antar wilayah (urban, rural,
daerah terpencil dan pulau terluar NKRI) yang dapat mendukung
pemerataan distribusi dokter di Indonesia.
5) Kompensasi dokter mapun jasa medik seyogianya dinyatakan dalam nilai
relatif dan dalam rentang (range) bukan satu nilai (fix), agar dapat
disesuaikan dengan kondisi setempat. Rentang kompensasi ini
seyogianya mencerminkan kompensasi mayoritas dokter (70-80%).
6) Metode untuk menentukan kompensasi dokter seyogianya tidak rumit,
mudah diterapkan dan transparan, serta nilai nominalnya seyogianya
wajar, masuk akal dan berkeadilan bagi pasien maupun dokter.

Batasan

Jasa medik (medical fee):

Adalah imbalan atau penghargaan untuk setiap layanan medis yang


diberikan kepada seorang pasien (pada cara pembayaran fee for service).

Kompensasi:

Adalah penghargaan berbentuk finansial (uang) dan nonfinansial (bukan


uang) yang langsung dan tidak langsung diberikan kepada seseorang
sebagai imbalan untuk suatu pekerjaan, dengan mempertimbangkan nilai
dari pekerjaaan tersebut serta kontribusi dan kinerja personal dalam
melaksanakan pekerjaan tersebut.

Page 5 of 10
Kompensasi langsung biasanya berbentuk pendapatan per periodik
(pendapatan basik plus insentif yang terkait dengan produktivitas),
sedang kompensasi tidak langsung berbentuk manfaat/imbalan tambahan
yang punya nilai ekonomi (fringe benefits), misalnya: tunjangan
kesehatan, jamsostek, THR, bonus tahunan, mobil perusahaan, program
kepemilikan rumah, tunjangan telepon seluler, dan lain-lain.

Indeks Geografi Praktik (IGP)

Adalah suatu angka yang digunakan untuk menunjukkan tingkat kesulitan


menjalankan praktik kedokteran di suatu wilayah geografi. Kesulitan yang
dimaksud antara lain: keterpencilan fisik, kolegial dan sosial,
keterbatasan infrastruktur transportasi, komunikasi dan sarana
penunjang lain serta sarana kehidupan yang mempengaruhi kinerja dan
kenyamanan menjalankan profesi kedokteran.

Metodologi

• Menggunakan kompensasi dokter setahun sebagai indikator untuk


mewakili tingkat kesejahteraan dokter.
• Mengkaitkan indikator tersebut dengan pendapatan per kapita nasional
untuk menunjukkan tingkat kesejahteraan profesi dokter dibandingkan
dengan rata-rata penduduk.
• Melakukan survei kompensasi dokter secara nasional secara berkala.

Formula

1. Dokter Praktik Umum (DPU)

Formula kompensasi setahun:

DPU 10-14 X pendapatan/kapita nasional X Kurs


= 1USD X IGP

Page 6 of 10
Formula kompensasi sebulan:

10-14 X pendapatan/kapita nasional X Kurs


DPU
1USD X IGP 12
=
bulan

2. Dokter spesialis (Dsp):

Formula kompensasi setahun:

DSp = 30-44 X pendapatan/kapita nasional X Kurs


1USD X IGP

Formula kompensasi sebulan:

DSp = 30-44 X pendapatan/kapita nasional X Kurs


1USD X IGP 12
bulan

3. Kompensasi ini adalah kompensasi dari kerja utama dengan waktu kerja
40 jam/minggu, 220 hari kerja efektif setahun.

4. Indeks Geografi Praktik (IGP) untuk sementara ditetapkan:


• Daerah urban = 1
• Daerah rural = 1,25
• Daerah terpencil = 1,5
Untuk melengkapi panduan ini, sedang disusun IGP di setiap kabupaten/
kota.

Page 7 of 10
Penerapan formula

1. Nilai kompensasi DPU:

Kompensasi DPU setahun Rp. 141.362.500 – 208.004.000

Kompensasi DPU sebulan Rp. 11.780.208 – 17.333.667

(dibulatkan) Rp. 12.000.000 – 17.000.000

(Nilai kompensasi setahun pada saat kurs 1USD= Rp.9.205 dan IGP =1)

2. Nilai kompensasi Dsp:

Kompensasi DSp setahun Rp. 441.627.992 – 650.000.000

Kompensasi Dsp sebulan Rp. 36.802.333 – 54.166.667

(dibulatkan) Rp.37.000.000 – 54.000.000

(Nilai kompensasi setahun pada saat kurs 1USD= Rp.9.205 dan IGP =1)

3. Jasa medik konsultasi DPU dan Dsp

• Waktu tatap muka antara dokter dengan pasien bervariasi sesuai


kondisi dan kebutuhan pasien. Waktu yang moderat berada pada
kisaran 8-15 menit atau sekitar 4 pasien dalam satu jam.

• Nilai jasa medik konsultasi diperoleh dengan cara membagi nilai


kompensasi setahun dengan hari kerja setahun (220 hari) dengan jam
kerja sehari (8 jam) dengan pasien yang diperiksa dalam satu jam (4
pasien). Diperoleh kisaran nilai jsa medik konsultasi sebagai berikut:

Page 8 of 10
Jasa medik konsultasi DPU Rp. 20.080 – 29.546

(dibulatkan) Rp.20.000 – 30.000

Jasa medik konsultasi DSp Rp. 62.731 – 92.330


(dibulatkan)
Rp.60.000 – 90.000

4. Dengan mengacu kepada rentang nilai kompensasi dan jasa medik


konsultasi di atas, selanjutnya perlu dilakukan negosiasi untuk
menentukan satu nilai kompensasi atau jasa medik yang disepakati dan
memenuhi kondisi lapangan. Pertimbangkan kondisi setempat, seperti:
kompensasi tidak langsung, Indek Geografi Praktik (IGP), kondisi dasar,
daya beli masyarakat (ability to pay) dan kemauan membayar
masyarakat (willingness to pay).

Page 9 of 10
Catatan
1. Survei kompensasi dokter perlu dilakukan secara berkala dengan
melibatkan seluruh perhimpunan.
2. Metodologi survey harus terus diperbaiki dan diperkaya dengan variable
baru yang terkait dengan produktivitas dan kesejahteraan dokter.
3. Untuk melengkapi panduan ini, perlu ditetapkan jasa medik untuk jenis
layanan yang sehari-hari ditemui di tempat praktik. Penentuan jasa
medik ini memakai metodologi yang berlandaskan prinsip dasar di atas.

- ogso -

Page 10 of 10

Anda mungkin juga menyukai