Anda di halaman 1dari 20

JURNAL REVIEW THE POWER OF NURSING : GUIDING PATIENTS

THROUGH A JOURNEY OF UNCERTAINTY

Judul The Power of Nursing: Guiding Patients Through a Journey


of Uncertainty

Jurnal European Journal of Oncology Nursing


Volume & Halaman Vol. 18, Hal. 419-424
Tahun 2014
Penulis Hiroko Komatsu, Kaori Yagasaki
Reviewer Kelompok 1
Tanggal 14 Maret 2019

Latar Belakang Pasien kanker tidak hanya memiliki masalah pada fisik,
tetapi juga pada psikologi dan status sosial. Perawat
memiliki peran penting dalam memenuhi kebutuhan pasien
secara biologis, dan psikologis yang menggunakan sistem
perawatan berpusat pada pasien (patient’s centered care).
Seiring berkembangnya waktu, peran perawat onkologi
menjadi tidak terlihat oleh pasien dan profesi kesehatan
lainnya dikarenakan perawatan hanya berpusat pada
pengobatan kanker dan tidak memberikan layanan
dukungan secara rutin. Beberapa pusat onkologi rumah
sakit di Jepang diminta untuk melakukan layanan dukungan
oleh professional, termasuk perawat dan pekerja sosial.
Adapun hal yang dilakukan saat layanan dukungan adalah
bantuan pengambilan keputusan, dukungan psikososial, dan
koordinasi perawatan yang dilakukan terpisah dengan
praktik klinis. Dari fenomena tersebut, timbul pertanyaan
penelitian “Apa perbedaan signifikan antara perawat
onkologi sebagai pemberi konseling dan layanan dukungan
daripada profesi kesehatan lainnya?”. Dari pertanyaan

1
tersebut, peneliti memutuskan untuk melakukan studi
kualitatif untuk mengetahui pengalaman dari perawat
onkologi yang menjadi responden penelitian.
Metode
- Design Peneliti menggunakan studi kualitatif dengan metode
pendekatan grounded theory. Studi kualitatif digunakan
untuk memahami pengalaman perawat onkologi dalam
konseling dan dukunga layanan untuk pasien kanker dalam
pengaturan rawat jalan. Sedangkan pendekatan grounded
theory dilakukan dengan melakukan wawancara pada
kelompok fokus, pendekatan yang didasarkan pada proses
sosial dan menghasilkan sebuah teori yang didasarkan pada
kualitas dan pengalaman hidup responden penelitian.
- Ethical Penelitian ini telah disetujui oleh Internal Review Board of
Keio University (No. 205)
- Partisipant Kriteria reponden penelitian adalah memiliki sertifikasi
keperawatan (perawatan paliatif, perawatan nyeri,
kemoterapi, radiasi onkologi, dan perawatan kanker
payudara) dan sertifikasi keperawatan spesialis, memiliki
pengalaman konseling keperawatan dan layanan dukungan,
dan bertempat tinggal di daerah Tokyo.
- Recruitment Peneliti melakukan purposive sampling dari daftar perawat
yang memiliki sertifikasi onkologi di Japanese Nursing
Association pada 1 Maret hingga 19 April 2013. Peneliti
mengirimkan surat yang menjelaskan tujuan penelitian,
metode, tempat dan tanggal wawancara, serta informed
consent kepada perawat onkologi yang memenuhi syarat.
Kemudian, perawat yang bersedia untuk menjadi responden
akan mengirimkan balasan melalui surat atau email. Peneliti
juga memastikan bahwa penelitiannya bersifat sukarela,
terjaga kerahasiannya, dan tidak terdapat hukuman jika
menolak untuk mengikuti penelitian. Telah dilakukan

2
wawancara terhadap 2 grup fokus, namun peneliti belum
mencapai saturasi teoritis, sehingga peneliti mengadakan
pemilihan untuk lebih banyak perawat dengan
menggunakan metode snowball sampling. Peneliti
memberikan informed consent secara tertulis kepada semua
responden.
- Pengumpulan Data Sebanyak empat kelompok FGD dilakukan di sebuah ruang
sewa pertemuan di Tokyo dari bulan Maret-April tahun
2013. Setiap kelompok terdiri dari 4-5 perawat. Penulis
utama (HK) memfasilitasi semua FGD menggunakan
pedoman wawancara semi terstruktur yang dikembangkan
penulis dan bidang-bidang yang tercakup dalam
pengalaman konseling partisipan untuk pasien kanker.
Wawancara dimulai dengan pertanyaan umum tentang latar
belakang perawat, kemudian pertanyaan terbuka tentang
pengalaman mereka dengan layanan konseling dan
dukungan untuk semua jenis pasien kanker dan peran yang
mereka rasakan. Pertanyaan terakhir tentang nilai-nilai dan
keyakinan perawat dalam asuhan keperawatan. Penulis lain
(KY) membuat catatan lapangan selama wawancara.
Panduan wawancara disesuaikan untuk mencakup semua
area setelah FGD pertama.
Setelah dua wawancara FGD diawal, data tidak mencapai
saturasi. Penulis menggunakan pengambilan sampel teoritis
dan melakukan dua wawancara lagi. Akhirnya semua
peneliti mengkonfirmasi bahwa data mencapai kejenuhan.
Durasi FGD berkisar 90-110 menit. Semua wawancara
dilakukan dalam bahasa Jepang, direkam dan disalin secara
tertulis. Seorang penerjemah profesional menerjemahkan
tema dan kutipan kedalam bahasa Inggris setelah
penyelesaian identifikasi tema dan kutipan untuk
mendukung tema.

3
- Analisis Data Data dianalisis menggunakan teknik grounded theory
(Strauss dan Cobin, 1990). Wawancara FGD direkam dan
ditranskrip secara tertulis. Data dianalisis dalam proses
berikut. Pencatatan line by line dilakukan berfokus pada
tujuan penelitian : apa pentingnya memiliki perawat
onkologi yang memberikan layanan konseling dan
dukungan pada pasien. Data dibaca ulang dan metode
perbandingan konstan digunakan dengan properti dan
dimensi kategori dan kemudian makna diberi label. Sub
kategori berasal dari coding aksial dan menghubungkan sub
kategori ini kedalam kategori. Kategori diidentifikasi oleh
sub kategori terkait. Akhirnya, kategori inti berasal dari
hubungan semua kategori dan sub kategori sebagai coding
selektif. Pertemuan rutin diadakan diantara anggota tim
peneliti untuk membahas kategori yang muncul dan sub
kategori dan interpretasi
- Ketelitian Ketelitian penelitian ini dikonfirmasi oleh kredibilitas,
ketergantungan, konfirmabilitas dan transferabilitas (Guba
dan Lincoln, 1994). Pada kredibilitas dan ketergantungan,
kedua peneliti meninjau data untuk menentukan apakah
mereka setuju dengan kode dan tema yang diidentifikasi.
Penulis mengkonfirmasi kejenuhan data setelah FGD
keempat. Pada konfirmabilitas, salah satu peneliti
melakukan analisis sesuai prosedur grounded theory
(Strauss dan Cobin, 1990), dan peneliti lain
mengkonfirmasi hasilnya. Pada transferabilitas, penulis
meninjau apakah hasilnya dapat berlaku untuk orang lain
dalam situasi yang sama diantara para peneliti.
Penemuan Penelitian ini menjelaskan tentang kekuatan perawat
didasarkan pada tiga fase yaitu fase pertama adalah
perawat menghubungkan diri dengan pasien (melalui shared
kebutuhan pasien), fase kedua adalah perawat membangun

4
koordinasi (melakulan tindakan bersama), dan fase 3 adalah
perawat mewujudkan potensi pasien. Setiap fase
mempunyai tujuan masing-masing.
1. Fase Pertama
Perawat menghadirkan diri mereka untuk memahami
diri pasien dan menjalin hubungan dengan pasien.
Perawat mengungkap bahwa pasien sering mengatakan
tidak tahu apa yang akan mereka bicarakan dan takut
dengan diagnosis kanker yang mereka terima serta
kompleksitas dari perawatan kesehatan yang mereka
jalani. Selain itu tidak mudah bagi pasien untuk
menyelesaikan masalah mereka maka dari itu dalam hal
ini perawat perlu menyediakan waktu untuk
membangun hubungan saling percaya antara perawat
dengan pasien. Dalam fase ini perawat juga
menciptakan jarak antara diri perawat dengan pasien
mereka (bisa disebut jarak psikologis). Artinya perawat
masuk ke dalam dunia pasien namun tidak ikut
tenggelam dalam dunia pasien.
Perawat tidak hanya mendengarkan pasien akan tetapi
perawat juga memberikan penilaian untuk menemukan
berbagi kebutuhan pasien dengan memperhatikan nilai-
nilai dan keinginan dari pasien. Bagi perawat,
mendengarkan pasien tidak akan memecahkan masalah.
Perawat perlu mengetahui apa yang benar-benar di
inginkan oleh pasien. Para perawat juga menekankan
pentingnya keutuhan penilaian. Artinya perawat menilai
pasien bukan hanya dari penyakitnya saja namun dari
latar belakang keluarga, sosial dan kebudayaan. Perawat
juga berperan untuk keseimbangan antara pengobatan
yag dijalani pasien dengan kegiatan sehari-hari pasien.
Menjadi tantangan bagi perawat untuk dapat

5
mengidentifikasikan kebutuhan pasien sehingga
perlunya waktu dan energi yang lebih untuk
membangun kepercayaan dengan pasien mereka dan
menggunaksn keterampilan profesional perawat untuk
menjelaskan kebutuhan dari pasien.
2. Fase Kedua (perawat membangun koordinasi)
Penemuan masalah adalah awal untuk menghubungkan
pasien dengan perawatan yang diperlukan. Peran
perawat adalah melakukan perawatan koordinasi.
Artinya perawat memilah masalah dan menghubungkan
satu sama lain. Selain itu perawat menghubungkan
pasien dengan perawatan yang profesional dan tepat
waktu seperti apakah sekarang pasien memerlukan saran
dari dokter,ahli gizi atau apoteker mengenai perawatan
kesehatan.
Fase ini juga menjelaskan mengenai panduan antisipasif
sebagai ketrampilan penting dalam keperawatan. Para
perawat mengatakan bahwa dengan menggunakan
panduan antisipsif tersebut perawat mampu
mengantisipasi apa yang mungkin akan terjadi pada
pasien termasuk perkembangan penyakit dan
dampaknya pada hubungan keluarga. Ketrampilan ini
membantu perawat untuk melaksakan intervensi
keperawatan dan memberikan saran untuk mengatasi
tantangan dan prioritas perawatan kesehatan termasuk
perubahan psikologis dan pekerjaan.
Pada fase ini perawat juga mampu menghargai
keterbatasan pengobatan. Artinya jika pengobatan aktif
tidak lagi efektif maka dapat dilakukan perawatan di
rumah atau paliatif. Perawat juga berperan untuk
memberikan motivasi kepada pasien agar dapat
mengembalikan rasa kepercayaan dalam hidup mereka.

6
3. Fase Ketiga (menyadari potensi pasien)
Para perawat onkolgi memberikan dorongan kepada
pasien untuk bergerak maju. Perawat juga memberikan
respons yang positif ketika pasien berhasil dalam
pengobatan agar merangsang kepercayaan diri dan
motivasi pasien. Meskipun pasien cenderung fokus pada
masalah mereka namun perawat mencoba untuk
menemukan hal yang positif karena tujuan dari
perawatam adalah mewujudkan potensi pasien. Pasien
bukan merupakan orang dengan penyakit namun pasien
juga memiliki kehidupan berdasarkan nilai mereka
masing-masing dan tugas perawat adalah mendukung
pasien untuk melanjutkan pengobatan mereka dan
memotivasi untuk melanjutkan hidup mereka.
Diskusi Peneliti mengeksplorasi pentingnya keperawatan dalam
layanan konseling dan dukungan pasien di Jepang dan
alasan perawat onkologi muncul sebagai kekuatan
keperawatan. Peneliti mengembangkan model konseptual
kekuatan keperawatan dari hasil penelitian ini. Pada model
ini, perawat onkologi membimbing pasien di lintasan
kanker dengan perhatian khusus pada diri pasien, kehidupan
dan kekuatan pasien dalam fase yang berbeda. Perawat
selalu peduli tentang apa yang penting bagi pasien yang
mengarah pada perawatan personal dan bertujuan untuk
mewujudkan kekuatan pasien karena tujuan utamanya
adalah pasien dapat menjalani hidupnya.
Hubungan dengan pasien merupakan pusat kekuatan
perawat (Reid-Ponte et al, 2007) dan kualitas hubungan
dapat menjadi terapi bagi pasien (Markides, 2011). Hal itu
dimulai dari kesiapan perawat untuk berhubungan dengan
pasien dengan menunjukkan keterbukaan, penerimaan dan
sikap peduli. Seorang komunikator yang baik dapat

7
memberikan kenyamanan kepada pasien dan menemukan
hubungan dengan pasien dalam keheningan. Pada penelitian
ini, perawat onkologi menunjukkan kehadiran empati
mereka, sementara mereka menjaga jarak profesional.
Tugas yang paling menantang bagi perawat adalah
membangun hubungan saling percaya dengan pasien dan
mengidentifikasi kebutuhan pasien.
Kebutuhan pasien mungkin di luar yang berhubungan
langsung dengan penyakit (Lehto, 2011; Galway et al,
2012). Koordinasi keperawatan membantu perawat fokus
pada apa yang penting bagi pasien (Wiederholt et al, 2007)
dan perawat dapat memainkan peran penting dalam
mempengaruhi sikap pasien terhadap kanker (O’Baugh et
al, 2008). Perawat membantu pasien dalam pengambilan
keputusan untuk perawatan tetapi juga membantu mereka
menavigasi kehidupan sehari-hari mereka karena
perawatlah yang peduli dengan dunia tempat tinggal pasien.
Koordinasi personal sangat penting karena setiap pasien
memiliki kebutuhan sendiri. Selain itu, individualisasi
sangat penting untuk pendekatan yang berpusat pada pasien
(Radwin et al, 2009).
Perawat onkologi juga mendorong pasien untuk
memperoleh pengalaman mengenai harapan dan
rekonsiliasi melalui pengembangan kekuatan mereka.
Larsson et al (2007) melaporkan bahwa dorongan dan
dukungan yang diberikan perawat dapat memotivasi pasien
untuk berjalan terus. Pada penelitian ini, tujuan perawat
onkologi adalah membantu pasien “menemukan jalan
kembali”, mendapatkan kembali keseimbangan dalam
kehidupan sehari-hari mereka dan akhirnya menyadari
kekuatan mereka untuk menjalani hidup. Sherman et al
(2012) menjelaskan “menciptakan kehidupan baru” sebagai

8
fase akhir dalam proses penyelamatan dari kanker
payudara. Perawat mendorong pasien karena mereka
percaya bahwa pasien dapat menggunakan kekuatan mereka
bahkan di masa-masa sulit.
Pasien kanker hidup dengan ketidakpastian. Perawat
onkologi membimbing pasien kanker dalam perjalanan
masing-masing dengan mengantisipasi kebutuhan pasien,
menerapkan pengalaman mereka dalam konteks baru dan
menangani ketidakpastian. Pada konteks ini, perawat
onkologi dianggap praktisi reflektif, merefleksikan
pengetahuan intuitif mereka di tengah-tengah tindakan
untuk mengatasi situasi yang unik, tidak pasti dan saling
bertentangan (refleksi dalam tindakan) yang dijelaskan oleh
Schön (1983). Perawat yang berpengalaman secara
otomatis reflektif dalam praktik, menggunakan daftar
contoh, gambar dan pemahaman untuk rencana aksi dan
peningkatan keterampilan. Perawat onkologi dapat
mengahargai dampak dari pengobatan kanker dalam seluruh
pengalaman pasien kanker (de Leeuw dan Larsson, 2013)
dan memastikan pemahaman dan pengambilan keputusan
pasien dan berkontribusi untuk kepuasan pasien selama
lintasan perawatan (Larsson et al, 2007).
Proses yang diidentifikasi dalam penelitian ini konsisten
dengan sifat asuhan keperawatan yang berpusat pada pasien
: sikap peduli, individualisasi perawatan pasien, dan
mendorong otonomi pasien (Lusk dan Fater, 2013). Perawat
onkologi memberikan perawatan yang berpusat pada pasien
bahkan dalam pengaturan perawatan non fisik.
Keterbatasan Para peserta dalam penelitian ini adalah semua perawat
onkologi yang berpengalaman. Hal ini mungkin membatasi
sejauh mana temuan ini dapat digeneralisasikan untuk
perawat lain karena sifat dari FGD adalah hasil dapat

9
dipengaruhi oleh pendapat orang lain.
Implikasi bagi Pasien kanker terus membutuhkan informasi dan dukungan
Keperawatan selama fase yang berbeda dari lintasan kanker dari
pengobatan ke survivorship (Knobf, 2013). Model
konseptual dari kekuatan keperawatan berfungsi sebagai
panduan untuk praktek keperawatan dan membantu
memberdayakan pasien untuk mengelola konsekuensi dari
penyakit dan mengembangkan kekuatan mereka melewati
lintasan kanker. Hal ini juga dapat digunakan sebagai alat
pembelajaran untuk membangun identitas perawat
profesional yang kompeten dan peduli. Perawat onkologi
harus membimbing pasien melalui lintasan kanker yang
tidak pasti dengan mengidentifikasi kebutuhan pasien
berdasarkan hubungan, menyediakan koordinasi personal
dan mengembangkan kekuatan mereka. Perawatan yang
berpusat pada pasien dapat diberikan dalam pengaturan
perawatan non fisik seperti layanan konseling dan
dukungan.
Kesimpulan Kekuatan keperawatan ditunjukkan sebagai kemampuan
unik dari perawat. Keperawatan harus secara konsisten
digambarkan sebagai tubuh yang sangat diperlukan dari
rekan-rekan profesional dalam perawatan kanker (Boyle,
2010). Temuan penelitian ini memberikan wawasan dalam
mewujudkan kekuatan penuh perawat. Perawat onkologi
dapat mengambil peran kepemimpinan dalam
meningkatkan visibilitas perawat di lingkungan
multidisiplin. Bagaimana pasien membangun kembali diri
mereka melalui hubungan dengan perawat harus dikaji
lebih lanjut. Selain itu, penelitian selanjutnya harus
mengidentifikasi efek dari layanan konsultasi dan dukungan
oleh perawat.

10
JOURNAL REVIEW THE EFFECT OF STRUCTURAL EMPOWERMENT OF
NURSES ON QUALITY OUTCOMES IN HOSPITALS : A SCOPING REVIEW

Judul The Effect of Structural Empowerment of Nurses on


Quality Outcomes in Hospitals: A Scoping Review
Jurnal Journal of Nursing Management
Volume & Halaman Hal: 1-13
Tahun 2017
Penulis Goedhart N.S., Van Oostveen C.J., Vermeulen H.
Reviewer Kelompok 1
Tanggal 14 Maret 2019

Latar Belakang Rumah sakit menjadi perhatian memasuki era modern saat
ini, tingginya permintaan perawatan kesehatan dan
kemajuan teknologi yang semakin pesat mengakibatkan
meningkatnya biaya perawataan. Hal yang perlu di
perhatikan adalah kualitas kinerja dalam meningkatkan
keselamatan kerja dan efisiensi dari perawatan pasien.
Sehingga lingkungan praktik menjadi titik fokus untuk
meningkatkan kinerja perawat dalam kualitas dan
keamanan perawatan pasien.
Pemberdayaan (Empowerment) adalah sebagai proses
dimana kondisi ketidakberdayaan asuh diidentifikasi dan
dihapus dengan memberikan informasi dan kemampuan,
serta meningkatkan self-efficacy karyawan.
Tujuan Untuk menilai dan mensintesis studi terkait dengan
pemberdayaan struktural perawat dan kualitas hasil yang
didapat, yaitu kualitas perawatan, kamanan, efisiensi,
efektifitas dan perawatan yang berfokus pada pasien.
Significant Literatur keperawatan menunjukkan adanya hubungan
langsung antara pemberdayaan dan kualitas hasil melalui
lingkungan praktik dan kepuasan kerja. Pemberdayaan

11
Struktural dan Psikologis merupakan sebuah indikator kuat
untuk mendukung kepuasan kerja dan lingkungan praktek
yang professional perawat.
Lingkungan kerja dan kepuasan kerja yang tinggi secara
positif mempengauhi kualitas perawatan pasien. Hubungan
antaara pemberdayaan perawat dan hasil yang berkualitas
didefinisikan sebagai kualitas, keamanan, efektivitas,
efisiensi dan perawatan yanng berfokus pada pasien.
Objektif Apabila manajer perawat dan pemimpin memahami tentang
hubungan pemberdayaan struktural dan hasil yang
berkualitas sangat memungkinkan untuk memaksimalkan
kinerja dan praktik organisasi.
Metode
- Strategi Pencarian - Pencarian awal melalui databse : MEDLINE, CINAHL,
Business Source Premier, dan Embase
- Pencarian dimulai dari artikel awal sampai dengan
Desember 2015
- Menggunakan istilah kunci : memberdayakan, perawat,
perawat professonal, keselamatan pasien, efisiensi,
efektivitas kerja, dan perawatan berfokus pada pasien.
- Pencarian dirancang dan dilakukan dengan bantuan
pustakawan klinis
- Memeriksa daftar referensi studi yang tidak releva
- Tidak ada batas bahasa yang digunakan
- Penilaian Kualitas Kualitas studi dinilai oleh “Quality Assessment and Validity
Tool for Correlation Studies”
- Seleksi Studi Menggunakan metode skrinning dua bertahap
1. Menghapus duplikat, kriteria inklusi dan ekslusi sebagai
skrining primer
2. Artikel ditahan setelah fase skrining pertama
menggunakan alat “Inclusion screening tool”
- Pengumpulan Data Ekstraksi data dilakukan dengan satu reviewer dengan

12
menggunakan data terstruktur dan selama proses diperiksa
oleh CvO. Data yang digunakan meliputi : penulis, tahun
publikasi, jurnal, dsain penelitian, ukuran sampel,
instrumen yang digunakan, validitas dan reliabilitas, dan
asosiasi antara pemberdayaan struktual dan kualitas hasil
- Analisis Data Semua hubungan antara pemberdayaan struktural dan
kualitas hasil dirangkum. Meta-analisis dimana desain
studi, pengukuran pemberdayaan struktural dan kualitas
hasi yang bersifat homogen. Jika tidak, temuan
digambarkan secara naratif.
- Ketelitian Ketelitian penelitian ini dikonfirmasi oleh kredibilitas,
ketergantungan, konfirmabilitas dan transferabilitas (Guba
dan Lincoln, 1994). Pada kredibilitas dan ketergantungan,
kedua peneliti meninjau data untuk menentukan apakah
mereka setuju dengan kode dan tema yang diidentifikasi.
Penulis mengkonfirmasi kejenuhan data setelah FGD
keempat. Pada konfirmabilitas, salah satu peneliti
melakukan analisis sesuai prosedur grounded theory
(Strauss dan Cobin, 1990), dan peneliti lain
mengkonfirmasi hasilnya. Pada transferabilitas, penulis
meninjau apakah hasilnya dapat berlaku untuk orang lain
dalam situasi yang sama diantara para peneliti.
Hasil 1. Studi Seleksi
Pencarian mengidentifikasi 987 judul dan abstrak, yang
196 disaring secara rinci. Setelah fase penyaringan
pertama dan kedua, 12 studi yang diterbitkan antara
tahun 1996 dan 2014 tetap memenuhi kriteria inklusi.
Alasan utama untuk dikecualikan adalah tidak adanya
pengukuran pemberdayaan (28%) atau hasil kualitas
(23%), atau diterbitkan dalam format artikel surat kabar,
kolom atau artikel opini (16%)
2. Karakteristik Penilaian

13
Memiliki desain crosssectional non-eksperimental.
Ukuran sampel dari termasuk penelitian yang berkisar
antara 40 hingga 537 perawat, dan dari 50 hingga 1606
pasien. Studi dilakukan di Amerika Utara, Kanada
(6/12) dan Amerika Serikat (6/12). Hampir setengah
dari artikel dilakukan oleh Laschinger dan rekannya
(5/12). Semua studi menerapkan instrumen yang
divalidasi dan dapat diandalkan (a> 0,7) untuk
mengukur SE. Pemberdayaan struktural diukur
menggunakan Kuisioner Efektivitas Kerja (CWEQ)
(3/12) atau Kuisioner Efektivitas Kerja-II (9/12).
Kualitas hasil diukur sebagai kualitas (2/12), efektivitas
(4/12), keselamatan (4/12), efisiensi (1/12) dan
keseragaman perawatan pasien (1/12). Heterogenitas
yang besar ada dalam alat yang digunakan untuk
mengukur hasil kualitas. Untuk penentuan hubungan
langsung antara SE dan hasil kualitas berbagai jenis
analisis yang digunakan, yaitu analisis korelasi (8/16),
analisis regresi (6/16) dan pemodelan persamaan
struktural (3/16)
3. Penilaian Kualitas
Studi yang dimasukkan semua menggunakan desain
prospektif (12/12), dan instrumen yang valid dan dapat
diandalkan untuk mengukur SE (12/12). Namun, hanya
2/12 studi memiliki tingkat respons di atas 60%, 5/12
dibenarkan ukuran sampel dan 3/16 menggambarkan
perlindungan anonimitas.
4. Hubungan antar Pemberdayaan dengan Kualitas Hasil
 Kualitas pelayanan
 Efektivitas perawatan
 Keselamatan perawatan
 Efisiensi perawatan

14
 Perawatan yang berfokus pada pasien
 Kesenjangan
Diskusi 1. Kualitas Pelayanan
Kualitas pelayanan sebagai penilaian dari kualitas
perawatan yang mana menjadi gambaran dari kinerja
umum di rumah sakit. Perawat memiliki kondisi kerja
yang mendukung untuk mencapai kinerja kerja yang
optimal. Perawat lebih mampu memenuhi standar
professional mereka yang menghasilkan kualitas
perawatan pasien yang lebih tinggi.
Hasil yang ditemukan untuk kualitas hasil perawatan
diulasan ini menunjukkan hubungan rendah sampai
sedang antara pemberdayaan dan kualitas yang dinilai
perawat. Namun, diketahui bahwa perawat menggaris
bawahi kualitas perawatan dari perspektif profesional
mereka bagaimana kualitas perawatan pasien dapat
ditingkatkan. Selanjutnya kepuasan kerja dan faktor lain
dari lingkungan kerja perawat juga andil dalam kualitas
pelayanan.
2. Efektivitas Perawatan
Semua studi melaporkan hubungan yang positif antara
pemberdayaan stuktural dan efektivitas perawatan, baik
pada tingkat individu (efektivitas kerja) dan pada
tingkat unit (efektivitas unit). Korelasi yang tinggi pada
hasil tersebut mencakup: kesempatan untuk belajar dan
tumbuh, akses ke dukungan dan sumber. Hal ini terbuki
bahwa dukungan untuk praktek di tingkat unit
memungkinkan perawat untuk berlatih sesuai dengan
standar prosefional dan untuk mencapai tujuan dalam
perawatan pasien.
3. Keselamatan Keperawatan
Pemberdayaan struktural lebih sangat terkait dengan

15
budaya keselamatan pasien yang dinilai perawat, bukan
dengan pasien terkait indikator keselamatan. Pasien
terkait indikator dipengaruhi oleh beberapa aspek lain
dari lingkungan rumah sakit, komunikasi misalnya
perawat-dokter, ukuran dan jenis rumah sakit, atau staf
campuran keperawatan. Hasil dalam ulasan ini
menunjukkan bahwa secara positif memengaruhi
budaya keselamatan di bangsal perawatan, manajer
perawat harus fokus pada beberapa SE subkategori. Hal
ini dapat dijelaskan oleh prioritas tinggi bahwa
keselamatan pasien biasanya memiliki di rumah sakit.
Selain itu, karena keselamatan pasien adalah kompleks
dan memerlukan pendekatan multidisiplin.
4. Efisiensi dan Perawatan yang Berfokus kepada Pasien
Hasil pada hubungan antara SE dan efisiensi atau
perawatan yang berfokus pada pasien harus ditafsirkan
dengan hati-hati, karena kedua asosiasi hanya
dieksplorasi oleh satu studi dan risiko bias dalam studi
ini sangat tinggi.
SE menjelaskan biaya yang tidak dapat dijelaskan oleh
karakteristik pasien. hasil ini menunjukkan bahwa
peningkatan fokus pada identifikasi, mengeksplorasi
dan mengevaluasi intervensi untuk meningkatkan
lingkungan kerja perawat adalah biaya yang lebih
efektif daripada intervensi berfokus pada individu.
Keterbatasan Heterogenitas yang tinggi dalam pengukuran hasil kualitas
perawatan, dengan semua dimensinya, membuat penyatuan
hasil tidak mungkin. Oleh karena itu, analisis dibatasi pada
tinjauan sistematis tanpa pengumpulan dan pembandingan,
menciptakan ketidakmampuan untuk memberikan hasil
yang jelas dari setiap dimensi kualitas perawatan. Selain itu,
tinjauan pelingkupan ini terbatas pada studi yang menguji

16
hubungan langsung antara SE dan hasil kualitas. Dengan
demikian, ini dapat mengecualikan studi yang melaporkan
hubungan tidak langsung antara SE atau tindakan lain untuk
pemberdayaan dan hasil yang berkualitas, termasuk
informasi berharga yang berkontribusi pada hubungan
antara pemberdayaan dan hasil yang berkualitas.
Implikasi bagi Tinjauan cakupan ini memberikan bukti bagi manajer dan
Keperawatan pemimpin perawat tentang pentingnya memastikan kondisi
kerja yang memberdayakan bagi perawat untuk memenuhi
tujuan kualitas.
Rekomendasi untuk Karena penelitian saat ini terutama dilakukan di Amerika
Penelitian Selanjutnya Utara, lebih banyak penelitian harus dilakukan dalam
konteks budaya dan organisasi Eropa dan Australia. Selain
itu, untuk menguji apakah hubungan antara pemberdayaan
dan hasil kualitas bertahan dari waktu ke waktu,
direkomendasikan bahwa desain penelitian yang lebih kuat
digunakan, yaitu studi longitudinal dan intervensi.
Kesimpulan Hasil ini memungkinkan manajer atau pemimpin perawat
untuk membuat pilihan yang lebih tepat untuk
meningkatkan hasil yang berkualitas. Manajer perawat
harus secara khusus meningkatkan akses untuk mendukung
dan meningkatkan peluang untuk belajar dan tumbuh bagi
perawat. Untuk penelitian lebih lanjut, tindakan yang
seragam harus digunakan untuk pemberdayaan serta hasil
yang berkualitas untuk memfasilitasi penelitian dalam
konteks perawatan kesehatan nasional (antar) lainnya.

17
Penerapan Power dan Empowerment di Area Keperawatan Di Indonesia

Pada penelitian yang dilakukan oleh Komatsu dan Yagasaki tahun 2014
mengenai The Power of Nursing : Guiding Patients Through a Journey of Uncertainty
menunjukkan bahwa kekuatan keperawatan dalam bentuk layanan konseling dan
dukungan dapat memberikan kekuatan pada pasien kanker untuk dapat menjalani hidup
dalam fase yang berbeda. Hal tersebut juga sejalan pada penelitian yang dilakukan
Pancarana, Muliani dan Vitniawati tahun 2014 pada 84 pasien pre operasi mengenai
hubungan dukungan psikososial perawat dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi
di ruang bedah RSU dr. Slamet Garut. Bentuk power yang dapat diberikan perawat
kepada pasien, antara lain:
 Dukungan emosional : berupa sikap empati dan perhatian kepada pasien
 Dukungan penghargaan penuh : berupa penghormatan dengan ungkapan positif,
membesarkan hati atau menyetujui ide atau perasaan seseorang sehingga pasien
merasa lebih berharga dan akhirnya pasien data menentukan keputusan yang terbaik
bagi dirinya.
 Dukungan nyata : berupa bantuan langsung secara materi misal kesediaan fasilitas
atau bantuan tenaga
 Dukungan informasi : berupa pemberian informasi yang tepat dan jelas kepada
pasien.
 Dukungan kelompok : berupa perawat memberikan dukungan dengan memfasilitasi
pasien untuk mendapatkan dukungan kelompok secara langsung seperti keluarga
dan teman serta diberi kesempatan untuk berinteraksi dengan kelompoknya
Sehingga penerapan power yang dapat dilakukan oleh perawat di Indonesia dapat
berupa pemberian layanan konseling dan pemberian dukungan kekuatan kepada pasien.
Dukungan kekuatan tersebut dapat berbagai macam yang dapat dilakukan kepada pasien
seperti dukungan emosional, penghargaan penuh, nyata, informasi, dan dukungan
kelompok.
Penerapan empowerment di Indonesia dapat dilakukan dengan beberapa cara
antara lain dengan pemberdayaan struktural dan pemberdayaan organisasi harus
diterapkan dengan baik ke seluruh area manajemen keperawatan di Indonesia. Hal
tersebut sesuai dengan jurnal di atas bahwa dengan pemberdayaan struktural yang baik,
maka akan berpengaruh pada efektifitas perawatan dan budaya keselamatan di bangsal

18
perawatan. Sehingga dengan diterapkannya pemberdayaan struktural yang baik di
Indonesia dapat meningkatkan keselamatan pasien dan perawatan serta meningkatkan
efektifitas perawatan dalam pemberian pelayanan keperawatan di rumah sakit. Selain itu
menurut penelitian Jannah, Handiyani, dan Purjasari (2013) juga pada pemberdayaan
struktural terhadap iklim organisasi perawat pelaksana salah satu rumah sakit di
Indonesia. Penelitian tersebut juga menyatakan dengan adanya pemberdayaan struktural
yang baik dapat meningkatkan iklim organisasi perawat pelaksana yang baik karena
kedua hal tersebut saling berhubungan.

19
DAFTAR PUSTAKA

Goedhart N.S., Van Oostveen C.J., Vermeulen H. (2017). The Effect of Structural
Empowerment of Nurses on Quality Outcomes in Hospitals: A Scoping Review.
Journal of Nursing Management, Hal. : 1-13.

Jannah, Noraliyatun, et al. (2013). Strategi Pemberdayaan Meningkatkan Iklim


Organisasi Perawat Pelaksana di Rumah Sakit. Jurnal Keperawatan Indonesia,
16 (1) : 60-66.

Komatsu, Hiroko, Yagasaki, Kaori. (2014). The Power of Nursing: Guiding Patients
Through a Journey of Uncertainty. European Journal of Oncology Nursing, Vol.
18 : 419-424.

Pancarana, Fifan A., et al. (2014). Hubungan Dukungan Psikososial Perawat dengan
Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi di Ruang Bedah RSU dr. Slamet Garut.
Jurnal Bhakti Kencana Medika, 4(1) : 1-74.

20

Anda mungkin juga menyukai