Sila – sila pancasila yang merupakan sistem filsafat pada hakikatnya merupakan suatu
kesatuan organik. Sila – sila dalam pancasila saling berkaitan, saling berhubungan, bahkan saling
mengkualifikasi. Sila yang satu senantiasa diakualifikasikan oleh sila – sila lainnya. Dengan
demikian, Pancasila pada hakikatnya merupakan suatu sistem, dalam pengertian bahwa bagian –
bagian ( Sila – silanya ) saling berhubungan secara erat sehingga membentuk suatu struktur yang
menyeluruh. Pancasila sebagai suatu sistem juga dapat dipahami dari pemikiran dasar yang
terkandung dalam pancasila, yaitu pemikiran tentang manusia dalam hubungannya dengan tuhan yang
maha esa, dengan dirinya sendiri, dengan sesama manusia, dengan masyarakat bangsa dan negara.
Kenyataan pancasila yang demikian ini disebut kenyataan yang obyektif, yaitu bahwa
kenyataan itu ada pada pancasila sendiri terlepas dari sesuatu yang lain atau terlepas dari pengetahuan
orang. Sehingga pancasila sebagai suatu sistem filsafat bersifat khas dan berbeda dengan sistem –
sistem filsafat yang lain, misalnya : liberalime, materialisme, konsumerisme, dan aliran filsafat yang
lain.
Kesatuan sila – sila pancasila pada hakikatnya bukanlah hanya merupakan kesatuan yang
bersifat formal logis saja, namun juga meliputi kesatuan dasar ontologis, dasar epistimologi, serta
dasar aksilogis dari sila pancasila.
2. Pancasila sebagai sistem filsafat dapat dilakukan dengan cara deduktif dan induktif
a. Cara deduktif yaitu dengan mencari hakikat pancasila serta menganalisis dan menyusunnya
secara sistematis menjadi keutuhan pandangan yang komprehensif.
b. Cara induktif yaitu dengan mengamati gejala gejala sosial budaya masyarakat,
merefleksikannya dan menarik arti dan makna yang hakiki dari gejala gejala itu.
Menjelang akhir tahun 1944, bala tentara Jepang secara terus menerus mederita kekalahan
perang dari sekutu. Hal ini kemudian membawa perubahan baru bagi pemerintahan Jepang di Tokyo
dengan janji kemerdekaan yang di umumkan Perdana Menteri Koiso tanggal 7 September 1944 dalam
istimewa Parlemen Jepang (Teikoku gikai) ke-85. Janji tersebut keudian diumumkan oleh Jendral
Kumakichi Harada tanggal 1 Maret 1945 yang merencanakan pembentukan Badan Penyelidik Usaha-
Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI)..
Sebagai realisasi janji tersebut pada tanggal 29 April 1945 kepala pemerintahan Jepang untuk
Jawa (Gunseikan) membentuk BPUPKI dengan anggota sebanyak 60 orang yang merupakan wakil
atau mencerminkan suku yang tersebar diwilayah Indonesia. BPUPKI diketuai oleh Dr.Radjiman
Widyoningrat, wakil ketua R.P Suroso, dan pejabat mewakili pemeritahan Jepang Tuan
Hachibangase. Dalam pelaksanaan tugasnya dibentuk beberapa panitia kecil, antara lain panitia
Sembilan dan panitia perancang UUD. Inilah langkah awal dalam sejarah perumusan pancasila
sebagai dasar Negara. Secara ringkas proses perumusan tersebut adalah sebagi berikut :
d. Panitia Kecil pada sidang PPKI, tanggal 22 Juni 1945 memberi usulan rumusan dasar Negara
adalah sebagai berikut :
1. Ketuhanan, dengan mewajibkan menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dan permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia
e. Rumusan akhir Pancasila yang ditetapkan tanggal 18 Agustus 1945 dalam siding PPKI
adalah sebagi berikut :
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Rumusan inilah yang kemudian dijadikan dasar Negara hingga sekarang bahkan hingga akhir
perjalanan Bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia bertekad bahwa Pancasila sebagai dasar Negara tidak
dapat diubah oleh siapapun, termasuk oleh MPR hasil pemilu. Jika mengubah dasar Negara Pancasila
berarti membubarkan Negara hasil Proklamasi ( Tap MPRS No.XX/MPRS/1966).
C. TEKS PANCASILA
Pancasila
1. Ketuhanan yang maha esa
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kemanusiaan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan social bagi seluruh rakyat indonesia