Anda di halaman 1dari 31

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kardiovaskuler terdiri dari dua suku kata yaitu cardiac dan vaskuler.
Cardiac yang berarti jantung dan vaskuler yang berarti pembuluh darah.
Dalam hal ini mencakup sistem sirkulasi darah yang terdiri dari jantung
komponen darah dan pembuluh darah. Pusat peredaran darah atau sirkulasi
darah ini berawal dijantung, yaitu sebuah pompa berotot yang berdenyut
secara ritmis dan berulang 60-100x/menit. Setiap denyut menyebabkan
darah mengalir dari jantung, ke seluruh tubuh dalam suatu jaringan tertutup
yang terdiri atas arteri, arteriol, dan kapiler kemudian kembali ke jantung
melalui venula dan vena.
Dalam mekanisme pemeliharaan lingkungan internal sirkulasi darah
digunakan sebagai sistem transport oksigen, karbon dioksida, makanan, dan
hormon serta obat-obatan ke seluruh jaringan sesuai dengan kebutuhan
metabolisme tiap-tiap sel dalam tubuh. Dalam hal ini, faktor perubahan
volume cairan tubuh dan hormon dapat berpengaruh pada sistem
kardiovaskuler baik secara langsung maupun tidak langsung.
Dalam memahami sistem sirkulasi jantung, kita perlu memahami
anatomi fisiologi yang ada pada jantung tersebut sehingga kita mampu
memahami berbagai problematika berkaitan dengan sistem kardivaskuler
tanpa ada kesalahan yang membuat kita melakukan neglicent( kelalaian).
Oleh karena itu, sangat penting sekali memahami pengobatan untuk pasien
dengan gangguan system kardiovaskuler, serta mengetahui efek samping
dan gejala yang mungkin timbul akibat pengobatan tersebut.
Aritmia merupakan kelainan sekunder akibat penyakit jantung atau
ektra kardiak, tetapi dapat juga merupakan kelainan primer. Kesemuanya
mempunyai mekanisme yang sama dan penatalaksanaan yang sama juga.
Kelainan irama jantung ini dapat terjadi pada pasien usia muda atau usia
lanjut.
2

Aritmia dapat dibagi menjadi kelompok aritmia supraventrikular


dan aritmia ventrikular berdasarkan letak lokasi yaitu apakah di atrial
termasuk AV Node dan berkas His atau kah di ventrikel mulai dari invra his
bundl. Selain itu aritmia juga dibagi menurut denyut jantung yaitu :
Bradikardi ataupun Takikardi, dengan nilai normal berkisar antara 60-
100x/menit. Tergantung dari letak fokus, selain menyebabkan Vetricular
Extra Systol(VES), dapat terjadi Supra Ventriculare Extra Systol (SVES)
atau Supra Ventriculare Tachycardy (SVT) didalam fokusnya berasal dari
berkas his diatas. Oleh karena itu, penulis memilih judul “Asuhan
Keperawatan pada Pasien dengan Aritmia”

1.1 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah malakah ini
adalah sebagai berikut :
a. Apakah definisi dari respon time?
b. Bagaimana pelayanan gawat darurat?
c. Bagimana analisis respon time klien pre dan intra hospital?
d. Apa saja faktor yang mempengaruhi analisis respon time klien pre dan intra
hospital?

1.2 TujuanMakalah
1.2.1 Tujuan Umum
Mengetahui gambaran analisis respon time klien pre dan intra hospital

1.2.2 Tujuan Khusus


a. Mengetahui definisi dari respon time
b. Mengetahui pelayanan gawat darurat
c. Mengetahui analisis respon time klien pre dan intra hospital
d. Mengetahui faktor yang mempengaruhi analisis respon time klien
pre dan intra hospital

1.3 Manfaat Makalah


3

Berdasarkan tujuan makalah diatas, maka makalah ini bermanfaat untuk


mengetahui respon time pada saat melakukan tindakan gawat darurat.
4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Aritmia
1. Definisi Aritmia
Gangguan irama jantung atau aritmia merupakan komplikasi yang
sering terjadi pada infark miokardium.Aritmia atau disritmia adalah
perubahan pada frekuensi dan irama jantung yang disebabkan oleh
konduksi elektrolit abnormal atau otomatis (Doenges, 1999).
Aritmia timbul akibat perubahan elektrofisiologi sel-sel
miokardium. Perubahan elektrofisiologi ini bermanifestasi sebagai
perubahan bentuk potensial aksi yaitu rekaman grafik aktivitas listrik
sel (Price, 1994).
Gangguan irama jantung tidak hanya terbatas pada iregularitas
denyut jantung tapi juga termasuk gangguan kecepatan denyut dan
konduksi.
Aritmia Dapat digolongkan menjadi :
a. Gangguan pembentukan impuls
Pada Nodus Sinoatrial Pada Atrium
 Bradikardia Sinus  Ekstrasistolik atrial
 Takikardia Sinus  Takikardia atrial
 Aritmia Sinus  Atrial Flutter
 Henti Sinus  Fibrilasi Atrial

Pada Pengubung AV Node Pada Ventrikel


 Ekstrasistolik penghubungAV  Ekstrasistolik Ventrikular
 Takikardia penguhung AV  Takikardia Ventrikular
 Ventrikular Flutter

b. Gangguan panghantaran impuls


1) Blok sino-atrial
2) Blok sino-ventrikular
3) Blok intraventrikular
5

Keterangan :

Kelainan Ciri-ciri Hasil EKG


Bradikardia - Kecepatan jantung <
Sinus 60x/menit
- Biasanya terjadi karena
peningkatan tekanan
intrakranial dan IM
- Irama teratur
- RR interval jaraknya
sama dalam 1 lead
panjang
- PP interval jaraknya
sama dalam 1 lead
panjang
- Komplek QRS harus
sama dalam 1 lead
panjang
- Impuls dari SA node
yang ditandai dengan
adanya gel P yang
mempunyai bentuksama
dalam 1 lead panjang.
- Adanya gel P yang
selalu diikuti komplek
QRS
- Gel P dan komplek QRS
normal dan sama
bentuknya dalam satu
lead.

Takikardia - HR : > 100x/menit


Sinus - Gel P, normal, diikuti
gel QRS & T
- PR : normal (0,12-0,20)
- Irama : reguler, semua
gel. sama

Aritmia - Terdapat perbedaan


Sinus interval PP terpanjang
dan terpendek > 0,12
detik
- Irama tidak teratur
- Frekuensi 60-
100x/menit
- Gel P normal dan dikuti
ole gel QRS & T
6

- Interval PR normal
0,12-0,20 detik
- Gel QRS normal 0,06-
0,12 detik

Henti Sinus - Irama teratur kecuali


pada grafik yang hilang
- Frekuensi biasanya
<60x/menit
- Gel P normal kecuali
pada grafik yang hilang
tidak ada gel P
- Interval PR normal
kecuali pada grafik yang
hilang
- Gel QRS normal 0,12-
0,20 detik

Takikardia - Irama teratur


Atrial - Komplek QRS normal
- PR interval <0,12detik
dan
- Frekwensi jantungnya >
150x/menit

Atrial - Irama teratur/ irreguler


Flutter - Frekuensinya 250-
400x/menit
- Ciri utama yaitu
gelombang P tidak ada
digantika dengan bentuk
yang mirip gigi gergaji
(saw tooth).
- Komplek QRS normal,
interval RR normal
- Gel T bisa ada namun
tertutup dengan gel
flutter

Fibrilasi - Frekuensinya 350-


Atrial 600x/menit
- Gel P tidak jelas,
tampak undulasi yang
ireguler
- QRS tampak normal
- Irama ireguler dan
biasanya cepat
7

Begemini - Frekuensinya dapat


Ventrikel terjadi biasanya
<90x/menit
- Gel P dapat tersembunyi
dalam komples QRS
- Irama ireguler

Takikardia - Frekuensi 150-


Ventrikular 200x/menit
- Gel P bisa terlihat bisa
tidak
- Irama reguler tetapi
dapat juga terjadi
takikardia ventrikular
ireguler
Torsade de - Irama tidak teratur
Point - Frekuensi 200-
300x/menit
- Gel P tidak ada
- Interval PR tidak dapat
dihitung
- Interval QT memanjang
- Kompleks QRS tidal
normal (besar)

Asistol - Frekuensi tidak ada


Ventrikular - Gel P mungkn ada tetapi
tak dapat dihantarkan ke
nodus AV dan ventrikel
- Irama tidak ada

Blok AV I - Gel P mendahului setiap


kompleks QRS
- Interval PR > 0,20 detik
- Gel P bertumpuk pada
gel T didepannya
- Kompleks QRS
mengikuti P
- Irama biasanya reguler

Blok AV II - Irama irregular


- Gel P normal, PP
interval regular
- Komplek QRS bisa
normal atau bisa juga
tidak normal,
- RR interval irregular
8

- PR interval harus sama


di tiap beat!!
- Panjangnya bisa normal
dan lebih dari normal.
- Ada 2 atau lebih,
gelombang P tidak
diikuti oleh komplek
QRS.

Blok AV - Irama regular


total - Tidak ada hubungan
antara atrium dengan
ventrikel.
- Makanya kadang
gelombang P muncul
bareng dengan komplek
QRS.
- Komplek QRS biasanya
lebar dan bentuknya
berbeda dengan
komplek
- QRS lainya karena gel P
juga ikut tertanam di
komplek QRS, RR
interval regular.
- Gel P normal, kadang
bentuknya beda karena
tertanam di komplek
QRS.

B. Etiologi Aritmia
Etiologi aritmia jantung dalam garis besarnya dapat disebabkan oleh :
1. Peradangan jantung, misalnya demam reumatik, peradangan miokard
(miokarditis karena infeksi)
2. Gangguan sirkulasi koroner (aterosklerosis koroner atau spasme arteri
koroner), misalnya iskemia miokard, infark miokard.
3. Karena obat (intoksikasi) antara lain oleh digitalis, quinidin dan obat-
obat anti aritmia lainnya
4. Gangguan keseimbangan elektrolit (hiperkalemia, hipokalemia)
9

5. Gangguan pada pengaturan susunan saraf autonom yang mempengaruhi


kerja dan irama jantung
6. Ganggguan psikoneurotik dan susunan saraf pusat.
7. Gangguan metabolik (asidosis, alkalosis)
8. Gangguan endokrin (hipertiroidisme, hipotiroidisme)
9. Gangguan irama jantung karena kardiomiopati atau tumor jantung
10. Gangguan irama jantung karena penyakit degenerasi (fibrosis sistem
konduksi jantung)
Faktor-faktor tertentu dapat meningkatkan resiko terkena aritmia
jantung atau kelainan irama jantung. Beberapa faktor tersebut diantaranya
adalah:
1. Penyakit Arteri Koroner
Penyempitan arteri jantung, serangan jantung, katup jantung
abnormal, kardiomiopati, dan kerusakan jantung lainnya adalah faktor
resiko untuk hampir semua jenis aritmia jantung.
2. Tekanan Darah Tinggi
Tekanan darah tinggi dapat meningkatkan resiko terkena penyakit
arteri koroner.Hal ini juga menyebabkan dinding ventrikel kiri menjadi
kaku dan tebal, yang dapat mengubah jalur impuls elektrik di jantung.
3. Penyakit Jantung Bawaan
Terlahir dengan kelainan jantung dapat memengaruhi irama jantung.
4. Masalah pada Tiroid
Metabolisme tubuh dipercepat ketika kelenjar tiroid melepaskan
hormon tiroid terlalu banyak. Hal ini dapat menyebabkan denyut
jantung menjadi cepat dan tidak teratur sehingga menyebabkan
fibrilasiatrium (atrial fibrillation).
Sebaliknya, metabolisme melambat ketika kelenjar tiroid tidak
cukup melepaskan hormon tiroid, yang dapat menyebabkan bradikardi
(bradycardia).
5. Obat dan Suplemen
Obat batuk dan flu serta obat lain yang mengandung
pseudoephedrine dapat berkontribusi pada terjadinya aritmia.
10

6. Obesitas
Selain menjadi faktor resiko untuk penyakit jantung koroner,
obesitas dapat meningkatkan resiko terkena aritmia jantung.
7. Diabetes
Resiko terkena penyakit jantung koroner dan tekanan darah tinggi
akan meningkat akibat diabetes yang tidak terkontrol. Selain itu, gula
darah rendah (hypoglycemia) juga dapat memicu terjadinya aritmia.
8. Obstructive Sleep Apnea
Obstructive sleep apnea disebut juga gangguan pernapasan saat
tidur.Napas yang terganggu, misalnya mengalami henti napas saat
tidur dapat memicu aritmia jantung dan fibrilasi atrium.
9. Ketidakseimbangan Elektrolit
Zat dalam darah seperti kalium, natrium, dan magnesium (disebut
elektrolit), membantu memicu dan mengatur impuls elektrik pada
jantung.Tingkat elektrolit yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dapat
memengaruhi impuls elektrik pada jantung dan memberikan kontribusi
terhadap terjadinya aritmia jantung.
10. Terlalu Banyak Minum Alkohol
Terlalu banyak minum alkohol dapat memengaruhi impuls elektrik
di dalam jantung serta dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya
fibrilasi atrium (atrial fibrillation). Penyalahgunaan alkohol kronis dapat
menyebabkan jantung berdetak kurang efektif dan dapat menyebabkan
cardiomyopathy (kematian otot jantung).
11. Konsumsi Kafein atau Nikotin
Kafein, nikotin, dan stimulan lain dapat menyebabkan jantung
berdetak lebih cepat dan dapat berkontribusi terhadap resiko aritmia
jantung yang lebih serius. Obat-obatan ilegal, seperti amfetamin dan
kokain dapat memengaruhi jantung dan mengakibatkan beberapa jenis
aritmia atau kematian mendadak akibat fibrilasi ventrikel (ventricular
fibrillation).
11

C. Patofisiologi Aritmia
Dalam keadaan normal, pacu untuk deyut jantung dimulai di denyut
nodus SA dengan irama sinur 70-80 kali per menit, kemudian di nodus AV
dengan 50 kali per menit, yang kemudian di hantarkan pada berkas HIS lalu
ke serabut purkinje.
Sentrum yang tercepat membentuk pacu memberikan pimpinan dan
sentrum yang memimppin ini disebut pacemaker. Dlam keadaan tertentu,
sentrum yang lebih rendah dapat juga bekerja sebagai pacemaker, yaitu :
1. Bila sentrum SA membentuk pacu lebih kecil, atau bila sentrum AV
membentuk pacu lebih besar.
2. Bila pacu di SA tidak sampai ke sentrum AV, dan tidak diteruskan k
BIndel HIS akibat adanya kerusakan pada system hantaran atau
penekanan oleh obt.
Aritmia terjadi karena ganguan pembentukan impuls (otomatisitas
abnormal atau gngguan konduksi). Gangguan dalam pembentukan pacu
antara lain:
1. Gangguan dari irama sinus, seperti takikardi sinus, bradikardi sinus dan
aritmia sinus.
2. Debar ektopik dan irama ektopik:
a. Takikardi sinus fisiologis, yaitu pekerjaan fisik, emosi, waktu
makana sedang dicerna.
b. Takikrdi pada waktu istirahat yang merupakan gejala penyakit,
seperti demam, hipertiroidisme, anemia, lemah miokard,
miokarditis, dan neurosis jantung.

D. Manisfestasi Klinis Aritmia


1. Perubahan TD ( hipertensi atau hipotensi ); nadi mungkin tidak teratur;
defisit nadi; bunyi jantung irama tak teratur, bunyi ekstra, denyut
menurun; kulit pucat, sianosis, berkeringat; edema; haluaran urin
menurun bila curah jantung menurun berat.
12

2. Sinkop pusing, berdenyut, sakit kepala, disorientasi, bingung, letargi,


perubahan pupil.
3. Nyeri dada ringan sampai berat, dapat hilang atau tidak dengan obat
antiangina, gelisah
4. Nafas pendek, batuk, perubahan kecepatan/kedalaman pernafasan;
bunyi nafas tambahan (krekels, ronki, mengi) mungkin ada
menunjukkan komplikasi pernafasan seperti pada gagal jantung kiri
(edema paru) atau fenomena tromboembolitik pulmonal; hemoptisis.
5. demam; kemerahan kulit (reaksi obat); inflamasi, eritema, edema
6. (trombosis siperfisial); kehilangan tonus otot/kekuatan

E. Penatalaksanaan Aritmia
1. Terapi Medis
Obat-obat antiaritmia dibagi 4 kelas yaitu :

Anti aritmia Kelas 1: sodium channel blocker


Kelas 1 A 1. Quinidine adalah obat yang
digunakan dalam terapi
pemeliharaan untuk mencegah
berulangnya atrial fibrilasi atau
flutter.
2. Procainamide untuk ventrikel
ekstra sistol atrial fibrilasi dan
aritmi yang menyertai anestesi.
3. Dysopiramide untuk SVT akut
dan berulang

Kelas 1 B 1. Lignocain untuk aritmia

ventrikel akibat iskemia

miokard, ventrikel takikardia.


13

2. Mexiletine untuk aritmia

entrikel dan VT

Kelas 1 C 1. Flecainide untuk ventrikel


ektopik dan takikardi

Anti aritmia Kelas 2 (Beta adrenergik blokade)


Kelas 2 1. Atenolol, Metoprolol,
Propanolol : indikasi aritmi
jantung, angina pektoris dan
hipertensi

Anti aritmia kelas 3 (Prolong repolarisation)


kelas 3 1. Amiodarone, indikasi VT, SVT
berulang
Anti aritmia kelas 4 (calcium channel blocker)
kelas 4 1.Verapamil,indikasi
supraventrikular aritmia

2. Terapi mekanis
a. Kardioversi : mencakup pemakaian arus listrik untuk
menghentikan disritmia yang memiliki kompleks GRS, biasanya
merupakan prosedur elektif.
b. Defibrilasi : kardioversi asinkronis yang digunakan pada
keadaan gawat darurat.
c. Defibrilator kardioverter implantabel : suatu alat untuk
mendeteksi dan mengakhiri episode takikardi ventrikel yang
mengancam jiwa atau pada pasien yang resiko mengalami fibrilasi
ventrikel.
d. Terapi pacemaker : alat listrik yang mampu menghasilkan
stimulus listrik berulang ke otot jantung untuk mengontrol frekuensi
jantung.
14

F. Pemeriksaan Penunjang
1. EKG : menunjukkan pola cedera iskemik dan gangguan konduksi.
Menyatakan tipe/sumber disritmia dan efek ketidakseimbangan
elektrolit dan obat jantung.
2. Monitor Holter : Gambaran EKG (24 jam) mungkin diperlukan
untuk menentukan dimana disritmia disebabkan oleh gejala khusus bila
pasien aktif (di rumah/kerja). Juga dapat digunakan untuk mengevaluasi
fungsi pacu jantung/efek obat antidisritmia.
3. Foto dada : Dapat menunjukkanpembesaran bayangan jantung
sehubungan dengan disfungsi ventrikel atau katup
4. Skan pencitraan miokardia : dapat menunjukkan aea
iskemik/kerusakan miokard yang dapat mempengaruhi konduksi
normal atau mengganggu gerakan dinding dan kemampuan pompa.
5. Tes stres latihan : dapat dilakukan utnnuk mendemonstrasikan latihan
yang menyebabkan disritmia.
6. Elektrolit : Peningkatan atau penurunan kalium, kalsium dan
magnesium dapat mnenyebabkan disritmia.
7. Pemeriksaan obat : Dapat menyatakan toksisitas obat jantung, adanya
obat jalanan atau dugaan interaksi obat contoh digitalis, quinidin.
8. Pemeriksaan tiroid : peningkatan atau penururnan kadar tiroid
serum dapat menyebabkan.meningkatkan disritmia.
9. Laju sedimentasi : Penignggian dapat menunukkan proses inflamasi
akut contoh endokarditis sebagai faktor pencetus disritmia.

2. Konsep Asuhan Keperawatan

i. Respon Time Klien Intra Hospital


Rumah Sakit harus dapat melaksanakan pelayanan triase, survei
primer, survei sekunder, tatalaksana definitif dan rujukan. Apabila
diperlukan evakuasi, Rumah Sakit yang menjadi bagian dari SPGDT
dapat melaksanakan evakuasi tersebut.
15

a. Triase
Mengkategorikan status pasien, apakah masuk ke dalam
kategori berdasarkan tingkat kegawatan atau penyebab ancaman
hidup. Tindakan ini berdasarkan prioritas ABCDE (Airway,
Breathing, Circulation, Disability, Environment).
Selain tingkat kegawatan suatu kondisi medis, triase juga
harus menilai urgensi kondisi pasien. Urgensi berbeda dengan
tingkat keparahan. Pasien dapat dikategorikan memiliki kondisi
tidak urgen tapi masih tetap membutuhkan rawat inap dirumah
sakit karena kondisinya.
Setelah penilaian keparahan (severity) dan urgensi
(urgency), maka beberapa sistem triase menentukan batas waktu
menunggu. Yaitu berapa lama pasien dapat dengan aman
menunggu sampai mendapatkan pengobatan di IGD.

Tabel 2.1 Kategori Triase Berdasarkan Beberapa Sistem


(Habib dkk, 2016)
Warna
Level (ESI) Kriteria CTAS Kriteria ATS
(MTS)
Segera mengancam
Level 1 Merah Resusitasi
nyawa
Level 2 Oranye Emergensi Mengancam nyawa
Potensi mengancam
Level 3 Kuning Segera (urgen)
nyawa
Segera (semi
Level 4 Hijau Segera
urgen)
Level 5 Biru Tidak segera Tidak segera

Metode triase rumah sakit yang saat ini berkembang dan


banyak diteliti reliabilitas, validitas, dan efektivitasnya adalah
triase Australia (Australia Triage System/ATS), triase Kanada
(Canadian Triage Acquity System/CTAS), triase Amerika Serikat
(Emergency Severity Index/ESI) dan triase Inggris dan sebagian
besar Eropa (Manchester Triage Scale).
16

Dengan metode triase lima kategori ini, maka setiap pasien


yang masuk ke unit gawat darurat akan diterima oleh petugas triase.
Petugas triase kemudian melakukan proses pengambilan keputusan
berdasarkan metode terstruktur yang ditetapkan dan dilakukan
dalam waktu singkat (2-5 menit), untuk kemudian mengarahkan
pasien ke zona pelayanan medik yang sesuai kategori triase.
Petugas triase harus menetapkan skala prioritas pasien, tidak
melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik mendalam, tidak perlu
menetapkan rumusan masalah apalagi menetapkan diagnosis.
1) Triase Australia (Habib dkk, 2016)
Berbeda dari fungsi awal pembentukan tingkatan triase, saat ini
selain menetapkan prioritas pasien, ATS juga memberikan
batasan waktu berapa lama pasien dapat menunggu sampai
mendapatkan pertolongan pertama. Sistem ATS juga membuat
pelatihan khusus triase untuk pasien-pasien dengan kondisi
tertentu seperti pasien anak-anak, pasien geriatri, pasien
gangguan mental.
Tabel 2.2 Kategori Triase ATS (Habib dkk, 2016)
Kategori
Respon Deskripsi Kategori Deskripsi klinis
ATS
Kategori 1 Segera, penilaian Kondisiyang mengancam Henti jantung
dan tatalaksana nyawa atau berisiko
diberikan secara mengancam nyawa bila Henti nafas
simultan tidak segera di intervensi
Sumbatan jalan nafas
mendadak yang berisiko
menimbulkan henti
jantung

Pernafasan < 10x/menit

Distres pernafasan berat


17

Tekanan darah sistole < 80


(dewasa) atau anak dengan
klinis shock berat

Kesadaran tidak ada respon


atau hanya berespon
dengan nyeri

Kejang berkelanjutan

Gangguan perilaku berat


yang mengancam diri
pasien dan orang lain
18

Kategori 2 Penilaian dan Risiko mengancam Jalan nafas : ada stridor


tatalaksana nyawa, dimana kondisi disertai distres pernafasan
diberikan secara pasien dapat memburuk berat
simultan dalam dengan cepat, dapat
waktu 10 menit segera menimbulkan Gangguan sirkulasi
gagal organ bila tidak a. Akral dingin
diberikan tatalaksana b. Denyut nadi < 50 kali
dalam waktu 10 menit per menit atau lebih dari
setelah datang 150x/menit pada dewasa
c. Hipotensi dengan
Pasien memiliki kondisi gangguan hemodinamik
yang memiliki periode lain
terapi efektif seperti d. Banyak kehilangan
trombolitik pada ST darah
Elevation Myocard Infark
(STEMI), trombolitik Nyeri dada tipikal
pada stroke iskemik baru,
dan antidotum pada kasus Nyeri hebat apapun
keracunan penyebabnya

Nyeri hebat (VAS 7-10) Delirum atau gaduh gelisah


nyeri harus diatasi dalam
waktu 10 menit setelah Defisit neurologis akut
pasien datang (hemiparesis, disfasia)

Demam dengan letargi

Mata terpercik zat asam


atau zat basa

Trauma multipel yang


membutuhkan respon tim
19

Trauma lokal namun berat


(traumatic amputation,
fraktur terbuka dengan
perdarahan)

Riwayat medis berisiko


a. Riwayat tertelan bahan
beracun dan berbahaya
b. Riwayat tersengat racun
binatang tertentu
c. Nyeri yang diduga
berasal dari emboli
paru, diseksi aorta,
kehamilan ektopik

Gangguan perilaku
a. Perilaku agresif dan
kasar
b. Perilaku yang
membahayakan diri
sendiri dan orang lain
dan membutuhkan
tindakan restraint
Kategori 3 Penilaian dan Kondisi potensi Hipertensi berat
tatalaksana dapat berbahaya, mengancam
dilakukan dalam nyawa atau dapat Kehilangandarah moderat
waktu 30 menit menambah keparahan Sesak nafas
bila penilaian dan
tatalaksana tidak Saturasi oksigen 90-95%
dilaksanakan dalam
waktu 30 menit Paska kejang
20

Kondisi segera, dimana Demam pada pasien


ada pengobatan yang immunokompromais
harus segera diberikan (pasien AIDS, pasien
dalam waktu 30 menit onkologi, pasien dalam
untuk mencegah risiko terapi steroid)
perburukan kondisi
pasien Muntah menetap dengan
tanda dehidrasi
Nyeri sedang yang harus
diatasi dalam waktu 30 Nyeri kepala dengan
menit riwayat pingsan, saat ini
sudah sadar

Nyeri sedang apapun


penyebabnya

Nyeri dada atipikal

Nyeri perut tanpa tanda


akut abdomen

Pasien dengan usia > 65


tahun

Trauma ekstremitas
moderat (deformitas,
laserasi, sensasi perabaan
menurun, pulsasi
ekstremitas menurun
mendadak, mekanisme
trauma memiliki risiko
tinggi
21

Neonatus dengan kondisi


stabil

Gangguan perilaku yang


sangat tertekan, menarik
diri, agitasi, gangguan isi
dan bentuk pikiran akut,
potensi menyakiti diri
sendiri
Ketegori 4 Penilaian dan Kondisi berpotensi jatuh Perdarahan ringan
tatalaksana dapat menjadi lebih berat
dimulai dalam apabila penlaian dan Terhirup benda asing
waktu 60 menit tatalaksana tidak segera tanpa ada sumbatan jalan
dilaksanakan dalam nafas dan sesak nafas
waktu 60 menit
Cedera kepala ringan
Kondisi segera, dimana tanpa riwayat pingsan
ada pengobatan yang
harus segera diberikan Nyeri ringan-sedang
dalam waktu 60 menit
untuk mencegah risiko Muntah atau diare tanpa
perburukan kondisi dehidrasi
pasien
Radang atau benda asing
Kondisi medis kompleks di mata, penglihatan
pasien membutuhkan normal
pemeriksaan yang
banyak, konsultasi Trauma ekstremitas minor
dengan berbagai spesialis (keseleo, curiga fraktur,
dan tatalaksana diruang luka robek sederhana,
rawat inap tidak ada gangguan
neurovaskularekstremitas)
22

Nyeri ringan sendi bengkak

Nyeri perut non spesifik

Gangguan perilaku

Pasien riwayat gangguan


yang merusak diri dan
mengganggu orang lain,
saat ini dalam observasi
Kategori 5 Penilaian dan Kondisi tidak segera, Nyeri ringan
tatalaksana dapat yaitu kondisi kronik atau
dimulai dalam minor diama gejala tidak Riwayat penyakit tidak
waktu 120 menit berisiko memberat bila berisiko dan saat ini tidak
pengobatan tidak segera bergejalan
diberikan
Keluhan minor yang
Masalah klinis saat berkunjung masih
administratif dirasakan

Mengambil hasil lab dan Luka kecil (luka lecet,


meminta penjelasan, luka robek kecil)
meminta sertifikat
kesehatan, meminta Kunjungan ulang untuk
perpanjangan resep ganti verban, evaluasi
jahitan

Kunjungan untuk
imunisasi

Pasien kronis psikiatri


tanpa gejala akut dan
23

hemodinamik stabil

b. Survei Primer
Survei primer dilakukan dalam waktu cepat untuk mengidentifikasi
kondisi yang mengancam nyawa pada pasien.
c. Resusitasi dan Stabilisasi
Tindakan resusitasi segera diberikan kepada Pasien dengan
kategori merah setelah mengevaluasi potensi jalan nafas (airway),
status pernafasan (breathing) dan sirkulasi ke jaringan (circulation)
serta status mental pasien yang diukur memggunakan Alert, Voice
/ Verbal, Pain, Unresponsive (AVPU).
Pelayanan resusitasi di ruang resusitasi harus dilakukan secara
kerja sama tim dipimpin oleh seorang dokter yang memiliki
kompetensi tertinggi untuk melakukan resusitasi sesuai dengan
kewenangan klinis yang diberikan oleh pimpinan Fasilitas
Pelayanan Kesehatan. Melakukan monitoring dan retriase terhadap
tindakan resusitasi yang diberikan. Monitoring kondisi Pasien
berupa pemasangan peralatan medis untuk mengetahui status tanda
vital, pemasangan kateter urine, dan penilaian ulang status mental
Pasien (GCS) (Permenkes, 2018).
d. Survei Sekunder
Melakukan anamnesa untuk mendapatkan informasi mengenai apa
yang dialami pasien pada saat kejadian, mekanisme cidera, terpapar
zat-zat berbahaya, riwayat penyakit terdahulu dan riwayat obat
yang dikonsumsi. Melakukan pemeriksaan fisik secara menyeluruh
(head to toe), neurologis, dan status mental dengan menggunakan
Glasgow Coma Scale (GCS). Menginstruksikan agar dilakukan
pemeriksaan penunjang saat pasien sudah berada dalam kondisi
stabil. Pasien dikatakan stabil apabila : tanda-tanda vital normal,
tidak ada lagi kehilangan darah, keluaran urin normal 0,5-1
cc/kg/jam, dan tidak ada bukti kegagalan fungsi organ.
Pemeriksaan penunjang yang dimaksud adalah pemeriksaan
24

laboratorium dan pencitraan yang diinstruksikan oleh dokter


berdasarkan hasil kesimpulan anamnesa dan pemeriksaan fisik
(Permenkes, 2018).
e. Tata Laksana Definitif
Penanganan / pemberian tindakan terakhir untuk menyelesaikan
permasalahan setiap pasien. Penentuan tindakan yang diambil
berdasarkan atas hasil kesimpulan dari anamnesa, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang, yang berwenang melakukan tata
laksana defintif adalah Dokter / Dokter Gigi yang terlatih
(Permenkes, 2018).
f. Rujukan
Rujukan adalah memindahkan pasien ke tingkat Fasilitas
Pelayanan Kesehatan yang lebih tinggi ataupun ke Fasilitas
Pelayanan Kesehatan yang memiliki sarana dan prasaran medis
serta tenaga ahli yang dibutuhkan untuk memberikan terapi
definitif kepada pasien.

3. Faktor yang Mempengaruhi Analisis Respon Time Klien Pre dan Intra
Hospital
Faktor yang mempengaruhi respon time perawat adalah sarana dan
prasarana, jika sarana dan prasarana memenuhi standar maka perawat akan
lebih cepat dan tepat dalam memberikan pelayanan kepada pasien, faktor yang
kedua yaitu kompetensi perawat, untuk menjamin pelayanan yang cepat dan
tepat perawat harus mempunyai kompetensi meliputi pendidikan perawat,
faktor ketiga yaitu pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman, semakin
tinggi pengetahuan dan keterampilan maka akan semakin baik pula pelayanan
yang akan diberikan kepada pasien (Eko widodo, 2015 : 27).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Wa Ode, dkk (2012)
mengatakan bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan ketepatan waktu
tanggap penanganan kasus bedah dan non bedah adalah ketersediaan stretcher,
ketersediaan petugas triase, pola penempatan staf, tingkat karakteristik pasien,
faktor pengetahuan, keterampilan dan pengalaman petugas kesehatan yang
25

menangani kejadian gawat darurat.


Berdasarkan Ahmad (2012) terdapat beberapa faktor yang berhubungan
dengan waktu tanggap perawat dalam melakukan tugasnya, faktor tersebut
adalah faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi
pengetahuan, pendidikan, lama kerja, umur, motivasi dan jenis kelamin. Faktor
eksternal adalah imbalan dan sarana prasarana.
26

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Respon Time adalah waktu yang dibutuhkan klien untuk mendapatkan
pelayanan dari perawat yang sesuai dengan penyakitnya (Depkes, 2004).
Menurut suharteti et al Respon Time adalah kecepatan dalam menangani klien
(Akrian N Tumbuan dkk, 2015).
Berdasarkan Kepmenkes (2009), kategori respon time dibedakan menjadi
P1 yaitu dengan kecepatan penanganan 0-4 menit (cepat), P2 dengan kecepatan
penanganan 5-10 menit (lambat) dan P3 dengan kecepatan penanganan <10
menit (sangat lambat). Pelaksanaan respon time ini dapat diterapkan pada saat
pra hospital maupun saat intra hospital. Saat pra hospital maka diperlukan
waktu tanggap yang cepat dan apabila dikaitkan dengan fase kematian maka
seorang penolong hanya memiliki waktu tanggap 4-6 menit pada saat fase
kematian klinis dan 8-10 menit pada fase kematian biologis. Dan saat intra
hospital, seorang pasien memiliki waktu tunggu yang dapat diklasifikasikan
menurut Triase ATS yaitu diantaranya Kategori 1 (segera), Kategori 2 (10
menit), Kategori 3 (30 menit), Kategori 4 (60 menit) dan Kategori 5 (120
menit).
Saat memberikan pertolongan kepada pasien memang dibutuhkan
penanganan yang segera, tetapi ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi
waktu tanggap tersebut yaitu kompetensi perawat, sarana dan prasarana serta
pengetahuan dan keterampilan (Eko Widodo, 2015).

3.2 Saran
Setelah mengetahui Respon Time kegawatdaruratan, penulis akan
memberikan usulan dan masukan positif khususnya di bidang kesehatan antara
lain :
3.2.1 Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan
Diharapkan institusi pelayanan kesehatan dapat memberikan pelayanan
kesehatan dan mempertahankan kerja sama baik antara tim kesehatan
27

dalam memberikan tindakan kegawat daruratan serta mampu


menerapkan respon time dalam setiap tindakan yang dibutuhkan.

3.2.2 Bagi Tenaga Kesehatan Khusunya Perawat


Diharapkan selalu berkoordinasi dengan tim kesehatan lainya dalam
memberikan pelayanan kegawat daruratan serta menerapkan respon
time yang dibutuhkan.

3.2.3 Bagi Institusi Pendidikan


Diharapkan dapat meningkatkan mutu pendidikan yang lebih
berkualitas dan profesional agar tercipta perawat yang profesional,
terampil, inovatif, aktif, dan bermutu yang mampu memberikan
tindakan yang tepat secara menyeluruh berdasarkan kode etik
keperawatan dan dapat mengaplikasikannya saat terjun ke masyarakat.
28

DAFTAR PUSTAKA

Achmad. 2012. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Lama Waktu Tanggap


Perawat Puada Penanganan Asma Di Instalasi Gawat Darurat RSUD
Panembahan Senopati Bantul. Jurnal Keperawatan Universitas Respati
Yogyakarta.
American Heart Association (AHA). 2015. Adult Basic Life Support : Guidelines
for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular
Care. Diakses melalui http://circ.ahajournals.org/content/122/16
suppl2/S298 tanggal 4 September 2019.
Depkes RI. 2004. Pedoman Pelayanan Gawat Darurat. Jakarta. Dirjen yanmed
Depkes RI.
Departement Kesehatan RI. 2010. Petunjuk Teknis Penggunaan DAK Bidang
Kesehatan. Jakarta : Departement Kesehatan.
Habib, Hadiki dkk. 2016. Triase Modern Rumah Sakit dan Aplikasinya di
Indonesia. Jakarta : IGD RSCM. Diakses melalui
https://www.researchgate.net/publication/311715654 tanggal 4
September 2019.
Haryatun, N. 2008. Perbedaan Waktu Tanggap Tindakan Keperawatan Pasien
Cedera Kepala Kategori I-V di Instalasi Gawat Darurat RSUD Dr.
Moewardi. Volume I, No.2. Diakses melalui
http://publikasiilmiah.ums.ac.id tanggal 4 September 2019.
Jakarta Medical Service 119. 2013. Basic Trauma Cardiac Life Support. Jakarta
Kepmenkes RI No. 856. 2009. Standar IGD Rumah Sakit. Menteri Kesehatan.
Jakarta.
Maatilu V. 2014. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Response Time
Perawat Pada Penanganan Pasien Gawat Darurat Di IGD RSUP Prof.
Dr. R.D. Kandou Manado. Jurnal Universitas Sumatera Barat.
Muslihan, S.Kep, Ns. 2010. Keperawatan Gawat Darurat. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Permenkes. 2018. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 47
Tahun 2018 Tentang Pelayanan Kegawatdaruratan. Jakarta.
29

Pusponegoro, A.D., 2011, Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3. Jakarta: ECG, Bab 6
: Trauma dan Bencana. Lembar Langit Indonesia.
Susilowati, Rini. 2015. Jurus Rahasia Menguasai P3K (Pertolongan Pertama
pada Kecelakaan). Jakarta.
Wa Ode, dkk. 2012. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Ketepatan
Waktu Tanggap Penanganan Kasus pada Respon Time I di Instalasi
Gawat Darurat Bedah dan Non Bedah RSUD Dr. Wahidin
Sudirohusodo. Diakses melalui http://pasca.unhas diunduh pada 4
September 2019.
Widodo, Eko. 2015. Hubungan Response Time Perawat dalam Memberikan
Pelayanan dengan Kepuasan Pelanggan di IGD RS Panti Waluyo
Surakarta.
30

FORMAT PENILAIAN KEGIATAN SEMINAR MAHASISWA


PRODI D-IV KEPERAWATAN PONTIANAK
POLTEKKES KEMENKES PONTIANAK

Mata Kuliah : Keperawatan Gadar Lanjut


Kode MK :
Topik : Analisis Respon Time Pre dan Intra Hospital
Kelompok :1
Mahasiswa :
1. Abdussalam 20166513001
2. Andi Devi Yustikanida 20166523009
3. Eva Solina Putri 20166523027
4. Fitri Nurul Pramesti 20166523031
5. Hani Syadza Safira M 20166523033
6. Intan Amelia Nasution 20166523039
7. Khairul Hidayat 20166513042
8. Maya Masita Ratri 20166521051
9. Muhammad Firdaus 20166513055
10. Rizki Utari Maulidiya 20166523073
11. Uci Dani 20166513089

Nilai
Kriteria
No 79-100 68-78 56-67 41-55 Ket
Penilaian
A B C D
I Persiapan
makalah :
1. Kebenaran Isi
2. Ketajaman
pembahasan
3. Sistematika
penulisan
31

4. Kelengkapan
Kepustakaan
II Presentasi
seminar :
1. Penguasaan
dan kejelasan
materi
2. Strategi
seminar
3. Diskusi aktif
4. Kerja
kelompok
5. Penggunaan
AVA (Alat
Peraga Visual)
/ Power point
6. Kesimpulan
hasil diskusi

Penilaian : 79-100 : A
68-78 : B
56-67 : C
41-55 : D
Nilai : jumlah nilai yang diperoleh

10

Pontianak, ...............................

Penilai

Anda mungkin juga menyukai