PENDAHULUAN
Pencemaran udara di dalam ruangan maupun di udara ambien, menjadi masalah
kesehatan lingkungan utama di dunia, khususnya di negara berkembang.
Pencemaran udara dapat berasal dari aktivitas pembakaran sampah, kendaraan
bermotor, industri ataupun gas amoniak dari penimbunan sampah (Basri 2008).
Sampah dan kotoran yang ditimbun secara terus-menerus akan mengalami
dekomposisi secara anaerobik yang menghasilkan gas amoniak (NH3), metana
(CH4), hidrogen sulfida (H2S) dan senyawa toksik lainnya sehingga dapat
mencemari lingkungan sekitarnya. Gas amoniak tersebut merupakan salah satu gas
rumah kaca yang dapat menyebabkan global warming (Martono 1996).
Amoniak bersifat sangat toksik bahkan dalam konsentrasi rendah. Nilai ambang
batas gas amoniak di udara untuk 8 jam kerja adalah 25 ppm (Surat Edaran Menaker
1978). Toksisitas akut amoniak pada kadar >500 ppm dapat menyebabkan
kematian, sedangkan efek kronis pada kadar >35 ppm dapat menimbulkan
kerusakan ginjal, kerusakan paru-paru, mereduksi pertumbuhan dan malfungsi otak
serta penurunan nilai darah (Rahmawati 2000).
Penurunan nilai darah dapat menganggu proses fisiologis manusia, terutama
yang lebih lama terpapar dengan gas amoniak tersebut. Adanya paparan gas
amoniak pada kamar mandi juga dapat menimbulkan ketidaknyamanan pengguna
kamar mandi. Jika hal ini diabaikan akan menimbulkan dampak negatif bagi
pelayanan suatu gedung perkuliahan ataupun perkantoran yang akhirnya dapat
menurunkan produktivitas mahasiswa ataupun pekerja. Untuk itu penelitian
mengenai konsentrasi gas amoniak perlu dilakukan. Tujuan dari penelitian ini
adalah menentukan konsentrasi NH3 di udara ambien dengan menggunakan metode
Indofenol.
TINJAUAN PUSTAKA
Amonia merupakan persenyawaan kimia anorganik yang berbentuk gas, tidak
berwarna, berbau spesifik yang sangat menyengat. Sangat mudah larut dalam air
membentuk amonia cair. Selain larut dalam air, amonia juga larut dalam etil
alkohol, etil eter dan pelarut organik lainnya. Sifat amoniak adalah gas yang tidak
berwarna, lebih ringan dibandingkan udara, mempunyai titik lebur -75oC dan titik
didih -33,7oC. Amoniak terkenal dengan sifat kelarutannya, dengan logam alkali
akan mudah membentuk larutan berwarna dan mengalirkan elektrik dengan baik.
Mudah terbakar, bila bercampur dengan oksigen akan menyala hijau kekuningan
dan dapat meledak jika tercampur udara. Pada industri, amoniak banyak digunakan
sebagai pendingin dan di produk-produk seperti pupuk, peledak dan plastik
(Ferdianto 2012).
Pemantauan ambang batas amoniak di lingkungan kerja untuk mengetahui kadar
amonia udara di lingkungan kerja maka perlu dilakukan pengukuran dengan metode
tertentu sesuai dengan standar yang ditetapkan, dan selanjutnya dilakukan analisis
di laboratorium. Metode yang digunakan untuk pengukuran kadar ammonia di
udara adalah Indofenol dengan menggunakan alat spektofotometer pada panjang
gelombang 630 nm. Hasil penelitian ini kemudian dapat dibandingkan dengan SNI
19-7119.1-2005 agar diketahui batas ambang amoniak yang diperbolehkan.
Ammonia dapat dianalisa dengan metode titrasi bila kadarnya tinggi. Bila
kadarnya rendah seperti 0,1 mg/L – 0,6 mg/L dapat menggunakan metode indofenol
dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 630 nm. Prinsip metode ini
adalah ammonia bereaksi dengan hipoklorit dan fenol membentuk senyawa biru
indofenol. Reaksi terjadi dua tahap. Penambahan hipoklorit pada sampel ammonia
menghasilkan mono-chloroamina. Fenol bereaksi dengan mono-chloroamina
membentuk senyawa biru indofenol (Duka dan Cullaj 2005).
METODE PRAKTIKUM
Hasil pengukuran yang valid (yang representatif) dapat diperoleh dengan
pengambilan contoh udara (sampling) sampai dengan analisis di laboratorium.
Pengujian sampel dilakukan kamar mandi pria. Penelitian ini menggunakan metode
Indofenol. Berdasarkan SNI 19-7119.1-2005 prinsip penelitian dengan metode
Indofenol, yaitu amoniak dari udara ambien yang telah dijerap oleh larutan penjerap
asam sulfat akan membentuk ammonium sulfat, lalu direaksikan dengan fenol dan
natrium hipoklorit dalam suasana basa sehingga membentuk senyawa komplek
indofenol yang berwarna biru. Intensitas warna biru yang terbentuk kemudian
diukur dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 630 nm.
Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah midget impinger, pompa
vakum, flow meter, labu ukur, gelas ukur, pipet volumetrik, pipet ukur, pipet mikro,
bulb, gelas piala, tabung uji, spektrofotometer, termometer, dan barometer.
Sedangkan bahan yang digunakan adalah larutan standar amoniak 10 ppm, larutan
penyerap, larutan fenol, larutan natrium hipoklorit, larutan penyangga, dan air
suling.
Metode yang pertama dilakukan adalah pembuatan kurva kalibrasi amoniak
dengan menyiapkan enam tabung uji 25 ml. Kemudian, masing-masing tabung uji
diisi dengan 0,0; 0,2; 0,4; 0,6; 1,0; dan 1,5 ml larutan standar amoniak dengan
menggunakan pipet volumetrik. Setelah itu, masing-masing tabung uji ditambahkan
larutan penyerap sebanyak 10 ml. Larutan penyangga sebanyak 2 ml, larutan fenol
sebanyak 5 ml dan larutan natrium hipoklorit sebanyak 2.5 ml ditambahkan ke
dalam masing-masing tabung uji dan didiamkan selama 30 menit hingga
membentuk warna yang sempurna. Setelah itu, masing-masing tabung uji diatur
volumenya menjadi 25 ml dengan menambahkan air suling yaitu sampai tanda batas
tera tabung uji. Larutan kemudian dihomogenkan dengan baik. Setiap larutan dalam
tabung uji diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang
630 nm. Kemudian, hasil pembacaan dari spektrofotometer diplotkan pada grafik
konsentrasi versus absorbansi, sehingga diperoleh kurva kalibrasi amoniak.
Metode kedua yang dilakukan adalah pembuatan larutan blanko dengan
memasukkan 10 ml larutan penyerap. Larutan penyangga sebanyak 2 ml, larutan
fenol sebanyak 5 ml dan larutan natrium hipoklorit sebanyak 2.5 ml kemudian
ditambahkan ke dalam tabung uji 25 ml dan didiamkan selama 30 menit hingga
membentuk warna yang sempurna. Setelah itu, masing-masing tabung uji diatur
volumenya menjadi 25 ml dengan menambahkan air suling yaitu sampai tanda batas
tera tabung uji. Larutan kemudian dihomogenkan dengan baik. Larutan dalam
tabung uji diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang
630 nm.
Metode ketiga yang dilakukan adalah pengambilan contoh uji di kamar mandi
sekitar IPB. Pengambilan contoh uji dilakukan selama 30 menit. Langkah pertama,
larutan penyerap sebanyak 10 ml dimasukkan ke dalam impinger. Impinger diatur
agar terlindung dari hujan dan sinar matahari langsung. Kemudian, impinger
dihubungkan dengan erlenmeyer asah tertutup yang berisi serat kaca (glass woll)
dan flowmeter. Setelah itu, pompa penghisap dihidupkan dan kecepatan aliran udara
diatur sebesar 1– 2 liter/menit. Kecepatan aliran udara selalu dikontrol agar tetap
konstan hingga akhir periode pengambilan contoh uji. Kemudian, contoh uji
dipindahkan ke dalam tabung uji 25 ml.
Metode kelima yang dilakukan adalah penentuan konsentrasi NH3. Setelah
dilakukan penyerapan amoniak selama 30 menit, hasil sampling di masukkan ke
dalam tabung uji 25 ml. Larutan penyangga sebanyak 2 ml, larutan fenol sebanyak
5 ml dan larutan natrium hipoklorit sebanyak 2.5 ml kemudian ditambahkan ke
tabung uji dan didiamkan selama 30 menit hingga membentuk warna yang
sempurna. Setelah itu, tabung uji diatur volumenya menjadi 25 ml dengan
menambahkan air suling yaitu sampai tanda batas tera tabung uji. Larutan kemudian
dihomogenkan dengan baik. Larutan dalam tabung uji diukur absorbansinya dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang 630 nm. Kemudian, hasil pembacaan
dimasukkan kedalam fungsi yang telah diperoleh dari kurva kalibrasi sehingga
diperoleh nilai a dan konsentrasi amoniak pun dapat dihitung setelah diketahui nilai
Vr. Tahapan perhitungan adalah sebagai berikut.
Tr
Qc = Qs Ta ...........................................................(1)
Keterangan :
Qc = koreksi laju aliran udara (liter/menit)
Qs = laju aliran sampling (liter/menit)
Tr = temperatur ruang saat pengukuran (K)
Ta = temperatur alat (K)
setelah itu dicari volume udara pada suhu 250C dan tekanan 760 mmHg
P 298
Vr =V x 760 x T+273 ............................................. (4)
Keterangan :
V = volume sampel udara (m3)
P = tekanan atmosfer (mmHg)
T = suhu ruang (0C)
Berdasarkan kurva yang tertera pada Gambar 1, dari perbandingan antara volume
larutan terhadap nilai absorbansi, sehingga diperoleh nilai y seperti yang tertera pada grafik
y=0.605x. Adapun hasil pengukuran di lapangan terhadap kandungan NH3 terdapat pada
tabel dibawah ini.
Tabel 2. Hasil pengukuran kandungan NH3 di lapangan
Tr
Waktu (menit) Ta (Alat) Qs (m3/menit)
(Ruang)
0 28 28 0.001
10 28 28 0.001
20 28 27 0.001
30 27 27 0.001
Rata-Rata 27.75 27.5 0.001
Berdasarkan Tabel 2, dari pengukuran yang dilakukan selama 30 menit diperoleh hasil
rata-rata Truang dan Talat sebesar 27.75 oC dan 27.5 oC. Pada proses pengukuran terjadi
kenaikan temperatur maupun penurunan baik alat maupun ruang. Nilai rataan laju aliran
udara sampling yang didapat sebesar 0.001 l/menit. Nilai konsentrasi ammonia (NH3)
didapat dengan perhitungan sebagai berikut.
µg 0.24128
m3
= 0.02977
x 25
Hasil yang diperoleh dari pengujian contoh uji adalah sebesar 202.6005 µg/m3 atau 0.3
ppm. Berdasarkan baku mutu Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.50 Tahun 1996
Tentang Baku Tingkat Kebauan, batas maksimum konsentrasi ammonia (NH3) yang tidak
mengganggu kesehatan manusia adalah sebesar 2 ppm. Jika dibandingkan dari hasil
penelitian yang diperoleh, kadar ammonia (NH3) pada toilet Fakultas Ekonomi dan
Manajemen (FEM) Institut Peranian Bogor masih dibawah baku mutu, maka toilet FEM
tidak begitu berbahaya kadar ammonianya dan belum mencapai titik yang berbahaya.
Manfaat dan kegunaan amonia umumnya digunakan sebagai bahan pembuat obat-
obatan. Amonia yang dilarutkan dalam air dapat digunakan untuk membersihkan berbagai
perkakas rumah tangga. Zat ini juga digunakan sebagai campuran pembuat pupuk untuk
menyediakan unsur nitrogen bagi tanaman. Namun diperlukan kehati-hatian karena
konsentrasi tinggi amonia bisa sangat berbahaya bila terhirup, tertelan, atau tersentuh.
Namun, amonia umumnya jarang terhirup dalam jumlah besar karena baunya yang
menyengat sudah akan membuat orang menghindar. Adapun dampak yang ditimbulkan
oleh amoniak ini adalah amoniak pada konsentrasi rendah dapat dikenali karena baunya
menyengat, dalam kondisi konsentrasi tinggi sangat berpengaruh terhadap alat pernafasan.
Gejala-gejala keracunan amoniak yaitu amoniak dalam bentuk uap atau gas menyebabkan
rangsangan dengan membentuk gelembung-gelembung gas berisi air pada selaput lendir
alat pernafasan. Amoniak dalam keadaan pekat dapat menimbulkan radang mata, racang
tenggorokan, dan tubuh lemas. Dan jika kontak dengan kulit menimbulkan luka bakar dan
kulit melepuh. Larutan amoniak yang tertelan atau terminum dapat menimbulkan gejala
gangguan patologis yaitu gangguan terhadap organ-organ dalam seperti hati, ginjal, dan
menimbulkan komplikasi (Dwina F. 2004).
Salah satu teknik dalam penanangan penghilangan bau ammonia adalah dengan teknik
biofilter. Teknik biofilter merupakan salah satu alternatif teknologi penghilangan bau
ammonia. Keuntungan dari penghilangan bau dengan teknik biofilter adalah mekkanisme
proses yang sederhana, menggunakan biaya investasi yang rendah, stabil pada penggunaan
dalam waktu yang relatif lama, dan memiliki daya penguraian atau pengolahan yang tinggi
serta metode ini tidak menimbulkan masalah baru. Penelitian teknik biofilter telah
dilaporkan untuk penghilangan bau ammonia menggunakan serat arang aktif (Yani et al
1998).
SIMPULAN
Kadar ammonia (NH3) yang terdapat pada toilet Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor termasuk pada angka yang tidak berbahaya karena berada dibawah
batas aman sesuai dengan Peraturan Pemerintah Lingkungan Hidup N0.50 Tahun 1996
Tentang Baku Tingkat Kebauan. Angka pengukuran sebesar 0.3 ppm, sedangkan angka
batas aman sebesar 2 ppm. Maka toilet FEM tidak berbahaya kadar ammonianya dan belum
mencapai titik yang berbahaya.
DAFTAR PUSTAKA
Banon C, Suharto. 2008. Adsorpsi Amoniak Oleh Adsorben Zeolit Alam Yang Diaktivasi
Dengan Larutan Amonium Nitrat. Jurnal Gradien Vol. 4 No.2 Juli 2008 : 354-360.
Ferdianto, Hengki. 2012. Praktikum Pengukuran Kadar Debu, Amonia, Timbal dan
Karbondioksida. [Terhubung berkala] www.slideshare.net (diakses tanggal 6
November 2014).
Martono, DH, 1996, Pengendalian air kotor (Leachat) dari tempat pembuangan
akhir (TPA) sampah, Analisis Sistem, No. 5, hal. 42-49.
Rachmawati, S, 2000. Upaya pengelolaan pengelolaan lingkungan usaha
peternakan ayam, Wartazoa, vol. 9, no. 2, hal. 73-80.
Surat Edaran Menaker Tahun 1978 Nomor 2 tentang Nilai ambang batas faktor
kimia di udara lingkungan kerja.
Yani M, Hirai M, dan Shoda M., 1998. Ammonia Removal Characteristic By Biofilter
Using Activated Carbon Fibers as Carrier. Jurnal : Environmental Engineering
19:709-715.
LAMPIRAN 1 Peraturan Pemerintah Lingkungan Hidup N0.50 Tahun 1996 Tentang
Baku Tingkat Kebauan