Anda di halaman 1dari 9

TUGAS MAKALAH

“RETINITIS CMV”

INSTALASI FARMASI RAWAT JALAN RSUP DR. SARDJITO

DISUSUN OLEH :

KOMANG RINALDI ADI PUTRA (NIM. 188115100)

KELOMPOK : 4

PROGRAM PROFESI APOTEKER


UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
A. Retinitis Sitomegalovirus
Sitomegalovirus (cytomegalovirus/CMV) merupakan virus dari famili herpes virus.
Infeksi CMV pada pasien HIV sebenarnya cukup sering terjadi, namun seringkali sulit
terdiagnosis. Infeksi CMV dapat bersifat lokal (end organ disease/EOD) ataupun
diseminata. Infeksi CMV bermanifestasi pada keadaan imunosupresi yang sangat berat,
umumnya jika CD4 <50 sel/μL. Faktor risiko lain untuk terjadinya EOD CMV adalah
riwayat IO sebelumnya, viremia CMV dalam jumlah tinggi, dan viral load HIV yang tinggi
(>100.000 kopi/mL).

Retinitis sitomegalovirus, juga dikenal sebagai retinitis CMV, adalah


peradangan retina mata yang dapat menyebabkan kebutaan. Disebabkan
oleh sitomegalovirus manusia, ini terjadi terutama pada orang yang sistem
kekebalannya telah dikompromikan, 15-40% dari mereka yang menderita AIDS.

B. Tanda dan gejala

Pada kebanyakan pasien, retinitis CMV memiliki onset berbahaya yang sering
asimptomatik, dimulai dengan pengaburan visual sementara ("floaters") dan ketidak
pekaan visual, dan akhirnya mengarah ke skotoma geografis dan, mungkin, kebutaan total.

Tanda dan gejala retinitis CMV termasuk yang berikut:

 Banyak pasien pada awalnya tidak menunjukkan gejala


 Pemutihan retina hemoragik dan edema fulminan dalam fase akut
 Redaman vaskular retina dan sclerosis
 Kekeruhan retina perivenular, juga disebut angiitis "frosted branch"
 Constitutional symptoms
 Photopsias ("flashing lights")
 Kekeruhan visual sementara dan pengaburan dalam bidang visual pusat dan periferal
("floaters")
 Scotoma ("blind spots")
 Nyeri dan fotofobia (tidak umum)
C. Diagnosis
Diagnosis pasti infeksi CMV ditegakkan berdasarkan PCR CMV yang positif dari
organ yang terlibat atau temuan histopatologis dari biopsi organ dengan tampilan khas mata
burung hantu (owl’s eye). Hasil negatif pada pemeriksaan IgG CMV dapat membantu
menyingkirkan diagnosis CMV. Khusus pada retinitis CMV, diagnosis dapat ditegakkan
berdasarkan temuan yang khas pada funduskopi (nekrosis retina berkonfluens yang
mengenai seluruh lapisan disertai perdarahan) oleh dokter spesialis mata. Pemeriksaan
PCR CMV dari darah tidak direkomendasikan untuk mendiagnosis EOD CMV karena nilai
prediktif yang rendah.289 Dianjurkan pemeriksaan PCR dari spesimen EOD CMV
misalnya pada cairan bilik mata depan (aqueous humor) untuk uveitis CMV, CSS untuk
ensefalitis CMV, dan jaringan hasil biopsi.

Pada anak harus dibedakan antara infeksi CMV dengan penyakit CMV. Infeksi
CMV didefinisikan sebagai adanya bukti replikasi CMV tanpa adanya gejala dan tanda
CMV, sedangkan penyakit CMV adalah adanya bukti infeksi CMV dengan disertai gejala
CMV. Kultur atau PCR CMV dari sampel urin dan saliva dapat digunakan untuk
mendiagnosis CMV kongenital pada usia <21 hari, sedangkan pada usia 21 hari – 1 tahun
jika hasil positif, diagnosis kongenital atau didapat sangat didasarkan pada gejala klinis.
Sampel dari saliva dapat terkontaminasi virus CMV dari ASI dan pengambilannya cukup
sulit sehingga sampel urin lebih diutamakan untuk penegakan diagnosis. Sampel dari darah
tidak direkomendasikan pada CMV kongenital karena infeksi kongenital jarang sekali
mengalami viremia. Pengambilan sampel dari darah direkomendasikan pada pasien
imunokompromais dengan infeksi CMV karena sampel dari urin dapat menjadi rancu
dengan shedding yang umumnya terjadi tanpa gejala.
D. Pengobatan
Pengobatan yang berhasil untuk CMV pada pasien dengan AIDS membutuhkan
obat khusus terhadap CMV maupun pemulihan fungsi kekebalan melalui penggunaan
terapi antiretroviral (ART). ART harus diteruskan untuk seumur hidup, sementara
pengobatan khusus untuk retinitis CMV diteruskan sedikitnya sampai pemulihan retinitis.
Setelah pemulihan kekebalan sudah mulai dan jumlah CD4 naik di atas 100 (dan umumnya
setelah sedikitnya tiga bulan), kemungkinan reaktivasi retinitis CMV adalah rendah. Oleh
karena itu pengobatan khusus untuk retinitis CMV umumnya hanya dibutuhkan untuk
jangka waktu yang terbatas.
Tabel 1. Rekomendasi tata laksana infeksi CMV pada dewasa (Kemenkes, 2019)

Manifestasi Tata laksana


klinis/
keterlibatan organ
Retinitis - lesi Pilihan utama:
yang mengancam  gansiklovir intravitreus (2 mg/injeksi) 2 kali/minggu selama 2
penglihatan minggu selanjutnya 1 kali/minggu hingga lesi tenang atau CD4
(dalam 1500 >100 sel/μL
mikron dari  valgansiklovir 900 mg per oral dua kali sehari selama 14-21 hari,
fovea) kemudian 900 mg sekali sehari
Alternatif:
Injeksi gansiklovir intravitreus dan satu terapi sistemik:
 gansiklovir 5 mg/kg IV setiap 12 jam selama 14-21 hari, kemudian
5 mg/kg iv setiap hari
 gansiklovir 5 mg/kg IV setiap 12 jam selama 14-21 hari, kemudian
valgansiklovir 900 mg per oral setiap hari
 foskarnet 60 mg/kg IV setiap 8 jam atau 90 m/kg IV setiap 12 jam
selama 14-21 hari, kemudian 90-120 mg/kg IV setiap 24 jam
 sidofovir 5 mg/kg/minggu IV selama 2 minggu, kemudian 5 mg/kg
selang seminggu, disertai hidrasi dengan salin sebelum dan sesudah
terapi dan probenesid 2 g per oral 3 jam sebelum pemberian
sidofovir diikuti 1 g per oral sesudahnya, dan 1 g per oral 8 jam
sesudah pemberian sidofovir (total probenesid 4 g).

Penghentian terapi:
Penghentian terapi pemeliharaan jika: Pengobatan CMV selama
setidaknya 3-6 bulan dan lesi telah inaktif dan jumlah CD4 > 100 sel/μL
selama 3-6 bulan setelah pemberian ARV.
Setelah penghentian terapi, follow up pemeriksaan oftalmologi
rutin (misalnya setiap 3 bulan) dianjurkan tetap dilakukan untuk deteksi
dini relaps immune recovery uveitis, dan selanjutnya secara periodik setelah
perbaikan imunitas menetap. Terapi pemeliharaan diberikan kembali jika
jumlah CD4 <100 sel/μL.
Retinitis – lesi Berikan satu terapi sistemik di atas selama 3-6 bulan pertama sampai terjadi
perifer perbaikan imunitas pasca-ARV.

Immune recovery Obati semua lesi retinitis CMV sampai ada perbaikan imunitas agar
uveitis meminimalkan ukuran lesi.

Tabel 2. Rekomendasi tata laksana infeksi CMV pada anak (Kemenkes, 2019).

Manifestasi Tata laksana


klinis/
keterlibatan organ
Infeksi sistemik Pilihan Utama :
dan retinitis Terapi induksi Gansiklovir 5 mg/kg/kali tiap 12 jam. IV selama 14 – 21
hari.
Terapi Supresi kronik dilanjutkan dengan dosis 5 mg/kg/kali tiap 24 jam,
IV selama 5 -7 hari / minggu

Alternatif :
Foskarnet 60 mg/kg/kali tiap jam atau 90 mg/kg/kali tiap 12 jam IV, selama
14 – 21 hari, dilanjutkan dengan 90 – 120 mg/kg/kali tiap 24 jam untuk
supresi kronik
 Tablet valgansiklovir 900 mg per dosis tiap 12 jam, selama 14 – 21
hari
 Gansiklovir IV ditambah foskarnet IV dapat dipertimbangkan
sebagai terapi induksi inisial pada pasien anak dengan ancaman
kebutaan
 Sidofovir juga digunakan untuk retinitis CMV pada dewasa yang
intoleran dengan terapi lainnya. Dosis induksi pada dewasa ialah 5
mg/mg/kali tiap minggu selama 2 minggu, dilanjutkan terapi
supresi kronik. dosis pada anak belum tersedia
Keterangan :
 Dapat menjadi pertimbangan untuk transisi dari valgansiklovir IV
 Injeksi gansiklovir atau foskarnet atau sidofovir masih jarang
dilakukan pada pasien anak
 Kombinasi gansiklovir dan foskarnet dilaporkan memiliki efek
samping cukup sering
 Terapi supresi kronik direkomendasikan sebagai terapi lanjutan
pada dewasa dan anak dengan penyakit sistemik, retinitis, infeksi
SSP, atau penyakit gastrointestinal.
Tabel 3. Recommendations for Treating Cytomegalovirus Infections (America Guidelines,
2019)

Preventing CMV Disease


 CMV end-organ disease is best prevented by using ART to maintain CD4 count >100
cells/mm3.
Managing CMV Retinitis
 The choice of initial therapy for CMV retinitis should be individualized, based on
location and severity of the lesion(s), the level of immunosuppression, and other factors
(e.g., concomitant medications, ability to adhere to treatment) (AIII).
 Given the evident benefits of systemic therapy in preventing contralateral eye
involvement, reduce CMV visceral disease and improve survival,whenever feasible,
treatment should include systemic therapy.
 The ganciclovir ocular implant, which is effective for treatment of CMV retinitis, is no
longer available.

Initial Therapy Followed by Chronic Maintenance Therapy—For Immediate Sight


Threatening Lesions (within 1500 microns of the fovea)
Preferred Therapy:
 Intravitreal injections of ganciclovir (2 mg/injection) or foscarnet (2.4 mg/injection) for
1–4 doses over a period of 7–10 days to provide higher intraocular levels of drug and
faster control of the infection until steady state intraocular ganciclovir concentrations
are achieved (AIII); plus
 Valganciclovir 900 mg PO BID for 14–21 days, then 900 mg once daily (AI)
Alternative Therapy
 Intravitreal injections as listed above (AIII); plus one of the following systemic therapy:
1. Ganciclovir 5 mg/kg IV q12h for 14–21 days, then 5 mg/kg IV daily (AI), or
2. Ganciclovir 5 mg/kg IV q12h for 14–21 days, then valganciclovir 900 mg PO
daily (AI), or
3. Foscarnet 60 mg/kg IV q8h or 90 mg/kg IV q12h for 14–21 days, then 90–120
mg/kg IV q24h (AI), or
4. Cidofovir 5 mg/kg/week IV for 2 weeks, then 5 mg/kg every other week with
saline hydration before and after therapy and probenecid 2 g PO 3 hours before
the dose followed by 1 g PO 2 hours after the dose, and 1 g PO 8 hours after the
dose (total of 4 g) (BI).
Note: This regimen should be avoided in patients with sulfa allergy because of cross
hypersensitivity with probenecid

For Peripheral Lesions


 Administer one of the systemic antiviral therapy listed above for the first 3–6 months
until ART induced immune recovery (AII).
IRU:
 Minimizing lesion size by treating all CMV retinitis lesions until there is immune
recovery may reduce the incidence of IRU (BII).
 IRU might develop in the setting of immune reconstitution.
Treatment of IRU:
 Periocular corticosteroid or a short course of systemic steroid (BIII).

Stopping Chronic Maintenance Therapy for CMV Retinitis:


 CMV treatment for at least 3–6 months, and lesions are inactive, and with CD4 count
>100 cells/mm3 for 3 to 6 months in response to ART (AII).
 Therapy should be discontinued only after consultation with an ophthalmologist, taking
into account magnitude and duration of CD4 count increase, anatomic location of the
lesions, vision in the contralateral eye, and the feasibility of regular ophthalmologic
monitoring.
 Routine (i.e., every 3 months) ophthalmologic follow-up is recommended after stopping
chronic maintenance therapy for early detection of relapse or IRU, and then periodically
after sustained immune reconstitution (AIII).
Reinstituting Chronic Maintenance for CMV Retinitis:
 CD4 count <100 cells/mm3 (AIII).
Key to Acronyms: ART = antiretroviral therapy; BID = twice a day; CMV = Cytomegalovirus; IRU = immune
recovery uveitis; PO = orally; IV = intraveneously; q(n)h = every “n” hours
References

America Guidelines, 2019, Guidelines for the Prevention and Treatment of Opportunistic
Infections in Adults and Adolescents with HIV Centers for Disease Control and Prevention,
the National Institutes of Health, and the HIV Medicine Association of the Infectious
Diseases Society of America.
Kemenkes RI, 2019, Nomor HK.01.07/MENKES/90/2019 tentang Pedoman Nasional Pelayanan
Kedokteran Tatalaksana HIV.
Narendran, Kothari, Abhishek, 2014, Prinsip dan Praktek Bedah Vitreoretinal. Japan Medical Ltd.
Wohl DA, Kendall MA, Owens S, Holland G, Nokta M, et al, 2005, The safety of discontinuation
of maintenance therapy for cytomegalovirus (CMV) retinitis and incidence of immune
recovery uveitis following potent antiretroviral therapy. HIV Clin Trials

Web References
https://emedicine.medscape.com/article/1227228-overview diakses pada 2019-10-14 .
Retinitis sitomegalovirus : medlinePlus Encyclopedia. www.nlm.nih.gov . Diakses pada 2019-
10-14 .

Anda mungkin juga menyukai