Anda di halaman 1dari 10

Sejarah Batavia dari Tahun 1800 - 1899

Oleh:
FAUZI RINALDIE
1403617059
PROGRAM PENDIDIKAN SEJARAH, FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

ABSTRAK
Perkembangan sejarah Batavia pada Abad ke-19 tidak bisa dilepaskan dari keadaan
geografis dan sosial budayanya, dan artikel ini ditulis untuk menjabarkan hal tersebut.
Perkembangan Batavia dari Utara Pelabuhan Utama dan Tanjung Priuk, memindahkan pusat
pemerintahan ke Weltevreden, serta wilayahnya yang sampai dengan Jatinegara terbentuk
komposisi penduduk Eropa menjadi minoritas yang paling berkuasa atas Batavia. Komposisi
penduduk Cina datang dari tanah asalnya dimana ada yang sebagian melebur dengan
kelompok orang Nusantara lainnya, namun juga ada yang tetap mempertahankan identitas
aslinya dan terlibat dalam politik secara intensif. Orang Nusantara yang mayoritas seperti
Melayu, Bali, Ambon, Makassar, Jawa, Bugis, dan lainnya yang awalnya terpisah lalu menjadi
melebur menjadi suku Betawi akibat pemisahan etnis pada tahun 1823. Mereka hidup dalam
keadaan menyedihkan, karena tinggal di daerah kampung yang tradisional serta dominasi
ekonomi dari orang Eropa dan Cina. Orang Eurasia, mulai tidak dipandang lagi sebagai
orang Eropa juga mendapat tentangan secara budaya baik dari orang Eropa maupun pribumi.
Kedatangan orang Moor (India Muslim) dan Arab juga mempengaruhi keadaan kota dalam
bidang perdagangan serta kebudayaan. Beberapa diantara mereka menjadi pemuka agama
yang mempunyai banyak pengikut.
PENDAHULUAN
Alasan penulisan artikel ini adalah memahami bagaimana perkembangan Batavia
sebagai ibukota pemerintahan kolonial Belanda dan Inggris dari tahun 1800 – 1899 baik dari
segi . Artikel ini ditulis dengan metode kajian pustaka dari sumber-sumber sekunder yaitu buku
dalam penulisan sejarah. Tulisan ini memiliki perbedaan dengan buku Kehidupan Sosial di
Batavia karya Jean Gelman Taylor maupun yang dominan dalam menuliskan peran Eropa
maupun Mestizo (sebagaimana buku tersebut menyebut percampuran orang Eropa dengan
orang Asia baik secara biologis ataupun kebudayaan) dengan artikel ini yang juga menjelaskan
kelompok daerah lainnya seperti ulama Betawi yang berpengaruh. Perbedaan lainnya juga
dalam keterangan tentang aspek transportasi dalam kehidupan masyarakat masa itu, pemekaran
wilayah Batavia sampai ke Weltevreden dan Tanjung Priuk, serta bangunan-bangunan yang
dibangun pada masa pemerintahan kolonial Belanda.

1
Artikel ini juga mempunyai perbedaan dengan buku Hikayat Jakarta karya Willard
Hanna dalam penulisan berbagai infrastruktur yang dibangun oleh pemerintahan Hindia
Belanda dan Inggris pada Abad ke-19, serta penulisan daerah pusat penyebaran agama Islam
di Betawi yang didapatkan dari buku Genealogi Intelektual Ulama Betawi karya Rakhmad
Zailani Kiki dan kawan-kawan serta keadaan sosial yang lebih lengkap yang juga dijabarkan
oleh Sejarah 400 Tahun Kota Jakarta karya Susan Blackburn. Alasan penulis memilih tema ini
adalah karena pertama pembahasan ini tergolong unik sebab tidak adanya Sistem Tanam Paksa
di Batavia yang waktu itu umumnya terdapat di Jawa dan beberapa daerah di luarnya. Selain
itu, artikel ini juga membahas munculnya orang Betawi sebagai suku yang baru di Nusantara
yang terdiri dari berbagai suku. Walaupun artikel ini dituliskan secara singkat, namun penulis
berharap dapat memberikan pemahaman tentang sejarah perkembangan Batavia pada Abad ke-
19.

Pertanyaan disini yang akan dijawab dalam artikel adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana keadaan tata kota di Batavia pada Abad ke-19?


2. Bagaimana keadaan masyarakat di Batavia pada Abad ke-19?

2
PEMBAHASAN

A. Keadaan Tata Kota

1. Masa Pemerintahan Belanda (1800 – 1811)

Herman Willem Daendels diangkat menjadi Gubernur Jenderal tahun 1807. Saat itu dirinya
ditugasi untuk memindahkan ibukota pemerintahan kolonial dimanapun di daerah Jawa yang
ideal walaupun kondisi keuangan saat itu buruk. Daendels akhirnya memindahkannya ke
Weltevreden, tempat yang tidak terlalu jauh dari Batavia serta lebih sehat. Maka dari itu, “Ratu
dari Timur” berpindah kedudukan. Sebagai pusat pemerintahan yang baru, Daendels
memerintahakan pembangunan pertamanya yaitu istana baru dekat Waterlooplein (sekarang
Lapangan Banteng) dari puing-puing Kasteel Batavia. Pembangunan selanjutnya dilakukan
oleh penggantinya, yaitu Janssens yang menutup atapnya 15 tahun kemudian.1

Sekolah altileri dibuka tahun 1805 dan menjadi pertahanan Batavia dari serangan Inggris
dari 1810, sebagai salah satu misinya untuk mempertahankan pulau Jawa dari Inggris. Dengan
bantuan dari Weeskamer (Balai Harta Peninggalan) membangun Soceiteit de Harmonie
(dirobohkan tahun 1983). Pada tahun 1811, Daendels dipanggil kembali ke Belanda dari
penugasannya tahun 1808 untuk digantikan Jan Willem Janssens. Selain dengan kerja rodi
maupun perubahan tata administratif pemerintahan, Daendels juga mendirikan Batavisch
Genoschaap Kunsten en Wetenschappen yang mengembangkan ilmu pengetahuan, termasuk
sejarah, geografi, dan ilmu bahasa serta kesenian yang sampai sekarang menjadi salah satu
rujukan pengetahuan.

Daendels menjual tanah partikelir di berbagai daerah di Batavia pada masa akhir-akhir
pemerintahannya, karena kesulitan mencari dana untuk membangun tata kota dan
mempertahankan kedudukan Belanda di Batavia. Alasannya adalah tidak adanya bantuan yang
diberikan oleh Belanda langsung. Kemudian, ini menjadi masalah bagi pemerintahan
selanjutnya karena ketika Daendels menjual tanahnya itu dengan harga murah kepada swasta
dari Cina dan Eropa, bahkan sampai pada pemerintahan Republik Indonesia harus menebusnya
dengan harga yang lebih mahal.

1
Surjomihardjo, A. Sejarah Pengembangan Kota Jakarta. (Jakarta: Dinas Museum dan Pemugaran. 2004) Hal.
40

3
2. Masa Pemerintahan Inggris (1811 – 1816)

Lembaga Kesenian dan Pengetahuan Batavia didirikan pada tahun 1776 mendapat
sumbangan dari Raffles dengan pembangunan di belakang Gedung Harmonie. Pada masa
pemerintahan Inggris pula, ada pertunjukan dari opsir tentara Inggris di gedung yang berbahan
bambu. 7 Desember 1821, dibangun Schouwburg, yaitu Gedung Kesenian di Pasar Baru.2

Pada masa kekuasaan Inggris sampai tahun 1815, Batavia dibagi empat karesidenan yaitu:
1. Noorder-kwartier : Wilayah yang disebut kota yang disebut Stad van Voorsteden terdiri
atas 7 distrik.
2. Ouster-kwartier : Sebagian Jatinegara yang meliputi 30 tanah partikelir besar dan kecil
3. Wester-kwartier : Tangerang sekarang, didalamnya sekitar 57 tanah partikelir
4. Zuider-kwartier : Meester-Cornelis dan sekitarnya dengan 100 tanah partikelir milik
orang Eropa dan Cina, sisa kecilnya milik pribumi.3

Ommelanden berada di sebelah barat, laut, tenggara, barat laut, dan timur laut dari pusat
kota di Weltevreden. Pembagian daerah tersebut dipimpin oleh pejabat polisi (schout) dan
wakilnya (onderschout). Stad van Vorsteden menjadi pusat dari Ommelanden yang lebih luas
karena menjadi pusat pemerintahan dan status dari Ommelanden yang memang adalah tanah
partikelir. Pemerintahan di Residensi Batavia dipimpin oleh seorang residen yang dibantu oleh
beberapa sekretaris. Ada asisten-residen yang mengatur keamanan, namanya assisten-resident
voor de politie di Stad van Voorsteden dan di Weltevreden disebut onderschout. Untuk setiap
asisten-residen yang memerintah, ada onderschout yang memerintah di setiap kwartier.4

3. Masa Pemerintahan Belanda (1816 – 1899)

Ketika Inggris usai menduduki Batavia (1816), pemerintah kolonial Belanda tetap
menjadikan Benteng Meester sebagai kantong militer dan penjara yang dikenal sebagai Penjara
Wanita Bukit Duri. Kemudian, tempat itu dibongkar pada 1880-an untuk dijadikan Kompleks
Pertokoan Bukit Duri dan Perumahan Bukit Permai di tempat bekas pabrik senapan yang
didirikan oleh Herzog K. B. Von Sachsen-Weimar-Eisenach. Sekolah militer dibangun tahun
1819, namun ditutup beberapa tahun kemudian (1826). Namun, sekolah untuk sersan lama

2
Surjomihardjo, A. Sejarah Pengembangan Kota Jakarta. (Jakarta: Dinas Museum dan Pemugaran. 2004) Hal.
42.
3
Lohanda, Mona. Sejarah Pembesar Mengatur Batavia. (Depok: Masup Jakarta. 2007)Hal. 175.
4
Ibid. Hal. 176

4
dipertahankan (1852 – 1896).5 Pembangunan lapangan latihan militer di Koningsplein
(sekarang namanya Medan Medeka) tahun 1818. Pembangunan ini akan mempengaruhi tata
kota kemudian hari. Pada masa Raffles, tidak banyak pembangunan dilakukan sebab
terbatasnya dana. 12 Maret 1828 pembagian distrik atas enam bagian yaitu:

1. Stad van Vorsteden (pusat kota)


2. Ooster-district
3. Zuider-district
4. Zuiden Wester-district
5. Wester distrik
6. Chineesche Camp6

Jika di Ommelanden, para demang sebagai kepala distrik membawahi kepala kampung
(kampunghoofd), kalau di kota posisi kepala kampung ada pada wijkmeester. Mereka menjadi
kepala kampung di wijk masing-masing. Wijk yang dimaksudkan disini adalah kampung yang
ada di dalam kota. Pendududuk pribumi menyebut mereka dengan sebutan Bek, kadang disebut
Bek Lurah. Penunjukan Bek harus dengan persetujuan Residen Batavia sesuai dengan
Keputusan Gubernur Jenderal tanggal 15 Maret 1828 no. 8. Tugas wijkmeester tidak berbeda
dengan komandan distrik.7

Pada masa Van den Bosch hendak didirikan Benteng Prins Hendrik sebagai pusat
pertahanan (sekarang bernama Masjid Istiqlal). Defense-lijn Van den Bosch (garis pertahanan
Van den Bosch) yaitu parit bertanggul rendah memanjang dari daerah Stasiun Senen sekarang,
lalu ke Bungul Besar, Krekot-Sawah Besar-Gang Ketapang. Lalu menuju Selatan melalui
Petojo, sampai sebelah Barat Jalan Merdeka. Kemudian dari Tanah Abang ke Kebon Sirih,
Jembatan Prapatan ke Jalan Kramat. Kemudian, garis pertahanan itu sekarang menjadi jalan
biasa di Jakarta. Jalan Rijswijk yang terkenal pada masanya itu sekarang bernama Jalan
Veteran. Pada masa pemerintahan Inggris pada tahun 1814 jalan ini dkhususkan bagi orang
Eropa, sehingga pribumi dan Cina yang sebelumnya mempunyai rumah maupun ruko harus
meninggalkan tempat itu.8

5
Heuken, A. SJ.Tempat-tempat Bersejarah di Jakarta. (Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka. 1997) . hal. 326
6
Lohanda, Mona. Sejarah Pembesar Mengatur Batavia. (Depok: Masup Jakarta. 2007) Hal. 179
7
Ibid. Hal. 180
8
.Op. Cit.hlm. 43.

5
Pelabuhan Utama dipindahkan ke Tanjung Priuk adalah disebabkan endapan lumpur yang
makin menyulitkan pendaratan, tidak ada kota lain yang lebih baik fasilitasnya, pembukaan
terusan Suez tahun 1869 sehingga meningkatkan volume pelabuhan, penyulitan bongkar muat
akibat angin muson barat karena air meninggi, dan persaingan dengan Singapura sebagai kota
pelabuhan yang didirikan tahun 1819.9

Kedua pelabuhan itu menampung jenis kapal yang berbeda. Pelabuhan pertama memuat
maksimal kapal sedang yang maksimal kedalam 7 meter untuk mengangkut barang, yang kedua
untuk mengangkut kapal penumpang. Pemasangan rel kereta api dimulai pada tahun 1873
antara Batavia ke Buitenzorg (Bogor) sekarang. Perlahan, rel kereta api ditambah ke dalam
maupun sekitaran Batavia. Trem uap dibangun pada tahun 1881 dan enam belas tahun
kemudian dipergunakan trem listrik.10

B. Keadaan Sosial Budaya

Orang Eropa tinggal di daerah Weltevreden karena jauh dari lingkungan kota Batavia
Lamayang tidak sehat. Kota Batavia tampak seperti barbel, dan Molenvliet adalah batangnya
yang menghubungkan antara kota bawah dan kota atas. Setelah 1869, rute ini dapat ditempuh
dengan kuda.11 Kendaraan yang ada waktu itu adalah kusir kereta kuda, delman, dan trem kuda
pada tahun 1869 yang hanya di beberapa kota Eropa pada zaman dahulu.12 Perekonomian
begitu pesat dari hasil Tanam Paksa di tahun 1830-an di daerah Jawa, serta modal swasta pada
kebijakan ekonomi Liberal tahun 1870-an. Hal itu membuat perkembangan daerah-daerah
menjadi lebih pesat dibanding sebelumnya. Trem yang ada dibuat terpisah antara orang Eropa
dan Pribumi dengan trem uap tahun 1881.

1 Januari 1892, Batavia kehujanan dengan tinggi 28,6 cm. Weltevreden banjir akibat curah
hujan tinggi, begitu juga dengan beberapa daerah pinggiran yang dilewati Kali Ciliwung,
seperti Pasar Minggu akibat hujan lebat selama delapan jam.13 Setahun kemudian, banjir bukan

9
Blackburn, Susan. Jakarta Sejarah 400 Tahun. (Depok: Komunitas Bambu. 2012). Hal. 68.
10
Surjomihardjo, A. Sejarah Pengembangan Kota Jakarta. (Jakarta: Dinas Museum dan Pemugaran. 2004) Hal.
46.
11
Op. Cit. Halaman 70 – 72.
12
Ibid. Halaman 69,
13
Gunawan, Restu. Gagalnya Sistem Kanal Pengendalian Jakarta dari Masa ke Masa. (Jakarta: Penerbit Buku
Kompas. 2010). Hal. 111.

6
hanya merusak jalan-jalan di Weltevreden namun juga perekonomian. Daerah yang didapati
banjir pada saat itu adalah Kampung Kepu, Bendungan, Nyonya Wetan dan lain-lain.14

1. Orang Eropa, Cina, dan Eurasia

Rutinitas lelaki Eropa pada Abad ke 19 di Batavia tidak terlalu berbeda dibanding
dengan negaranya. Yang diperhatikan para wisatawan Eropa biasanya adalah sedikitnya
perempuan yang benar-benar disebut Perempuan Eropa. Kebanyakan mereka justru adalah
hasil dari perkawinan antara orang Eropa dengan orang lokal. Mereka juga jarang
menggunakan kebudayaan Eropa, lebih sering budaya lokal.

Sama seperti Daendels dan Janssens, pemerintah kolonial Inggris menyeleksi orang
Eurasia tersebut berdasarkan keahlian dan bakatnya daripada keturunan atau kerabat. Dengan
demikian, dominasi elite Batavia runtuh pada 1808 meskipun beberapa marga seperti Senn van
Basel, Engelhard, dan Cranssen dijadikan pejabat senior. Pendatang yang telah menghabiskan
masa dinasnya kembali lagi ke Eropa, dan secara otomatis karakter matrilineal pada komunitas
Eurasia putus saat itu. Sebabnya perempuan Eurasia menikahi laki-laki imigran di Indonesia,
akan dibawa ke Eropa. Garis keturunan laki-laki menggantikannya. Karena itu juga, mereka
tidak dapat menduduki jabatan tinggi di Eropa sebab harus mendapati pendidikan tinggi di
Eropa ataupun punya garis darah Eropa.15

Raffles menghapuskan perbudakan tahun 1812, namun benar-benar resmi dilarang oleh
Belanda pada tahun 1850-an. Belanda sadar lebih murah dan efisien untuk memperbudak
tenaga kerja yang terlilit hutang daripada perbudakan itu sendiri. Pelayanan mereka membuat
perempuan Eropa tidak melakukan tugas rumah tangga. Rijswijk merupakan tempat dimana
kue-kue, pakaian, serta pernak pernik Perancis lainnya sangat digemari pada saat itu.16

Tanda lain bahwa pejabat Belanda lebih condong ke Inggris daripada VOC sebelumnya
dapat dilihat dari toko buku, perpustakaan, sekolah, komunitas olahraga, teater, juga suratkabar
mingguan Batavia. Tempat ini menjadi pertahanan identitas, termasuk mempererat ikatan
diantara mereka yang kelas dan agama yang berbeda dan melindungi mereka dari budaya lokal.
Dalam Batavische Courant terbitan awal-awal, terdapat himbauan perlunya mendoakan

14
Gunawan, Restu. Gagalnya Sistem Kanal Pengendalian Jakarta dari Masa ke Masa. (Jakarta: Penerbit Buku
Kompas. 2010). Halaman 112
15
Taylor, Jean Gelman. Kehidupan Sosial di Batavia. (Depok: Masup Jakarta. 2009) Hal. 206
16
Susan Blackburn. Jakarta Sejarah 400 Tahun. (Depok: Komunitas Bambu. 2012) Hal. 78 - 79

7
keluarga kerajaan Belanda dalam setiap misa mereka, penggunaan Bahasa Belanda di sekolah-
sekolah dan kebangkitan Perkumpulan Injil bentukan Raffles. Surat kabar tersebut juga
menyanjung budaya Inggris dan Belanda serta merendahkan kebudayaan Eurasia.17

Sementara orang Eropa dari negeri asalnya merupakan orang kaya, orang Mestizo
hidup susah pada pinggiran kota, yaitu di dekat Kemayoran. Mereka menggunakan bahasa
Belanda yang remeh dan tidak bisa mendapatkan pendidikan tinggi. Mereka hidup susah,
tinggal di daerah Kemayoran, dan mendapat diskriminasi yang sama dari orang Eropa. Mereka
kemudian mendapat perhatian dari golongan agamawan untuk memperbaiki nasibnya. Mereka
bersama orang Eropa dari negeri asal hanya 5 persen mengisi populasi kota.18

Orang Cina berjumlah seperempat dari populasi kota. Mereka mayoritas berasal dari
Hokkien, dan terserap bersama Peranakan. Mereka saling bahu-membahu untuk menolong
masing-masing ekonominya, dan itu membuat iri dari Eropa. Orang-orang Cina membeli tanah
swasta yang banyak di Batavia pada Abad ke 19. Kebanyakan orang Cina hidup menjadi kuli,
petani, dan pedagang kecil-kecilan, namun ada juga yang menjadi orang kaya yang sukses dan
menjadi Dewan Cina.

2. Orang Nusantara

Pada masa Daendels, identitas awal penduduk yang didatangkan dari berbagai daerah ke
Batavia mulai luntur. Kompi-kompi yang awalnya dibentuk menurut pembagian suku lalu
dihapus tahun 1828. Bahasa Portugis bercampur dengan Bahasa Melayu yang menjadi logat
umum pada Abad ke-18, menjadi bahasa Melayu dengan dialek Betawi pada Abad awal ke-19.
Pada 1820-an, antar suku semakin sulit untuk dibedakan satu dengan yang lainnya. Misalnya,
pada tahun 1800 seorang Jawa dapat diangkat sebagai kepala Kampung Bali. Tahun 1828
didirikan dua belas distrik yang dibawahi oleh seorang komandan yang memimpin
kalangannya.

Semua orang yang tidak digolongkan sebagai orang Eropa atau Timur Jauh, digolongkan
sebagai “orang Islam”. Pada masa VOC, Gereja Protestan tidak melakukan penginjilan
terhadap orang pribumi dan budak. Maka dari itu pada tahun 1830-an, identitas penduduk orang

17
Taylor, Jean Gelman. Kehidupan Sosial di Batavia. (Depok: Masup Jakarta. 2009) Hal. 208
18
Susan Blackburn. Jakarta Sejarah 400 Tahun. (Depok: Komunitas Bambu. 2012). Hal. 83 – 88

8
Indonesia di Batavia makin kuat dengan keislamannya. Namun begitu, orang Betawi
mempunyai beberapa aneka unsur yang berbeda.19

Jejak-jejak tumbuh dan berkembangnya Islam d wilayah-wilayah tersebut yang


kemudian menjadi sentra intelektual ulama Betawi dapat ditelusuri dari abad ke-14 sampai
pertengahan abad ke-19, dengan berpegang pada pendapat Ridwan Saidi dalam penjelasan
tentang fase perkembangan Islam dan sejarah keulamaan di tanah Betawi. Daerah itu
diantaranya Pekojan, Mester, Paseban, Kuningan, Cipinang, dan sebagainya.20
5. Orang Arab dan India

Orang Arab tidak banyak dari ratusan orang, namun mereka sangat berpengaruh di
Batavia. Mereka datang dari Hadramaut maupun tanah kelahiran Nabi Muhammad. Mereka
menjadi pedagang, maupun menjadi pemuka agama yang sangat dihormati oleh masyarakat.
Mereka membeli tanah di Pekojan, Tanah Abang. Sementara orang India berjualan sutra di
Pasar Baru.

19
Heuken, A. SJ.Tempat-tempat Bersejarah di Jakarta. (Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka. 1997) . Halaman
327.
20
Kiki, Rakhmad Zailani. Genealogi Ulama Betawi Melacak Jaringan Ulama dari Awal Abad ke-19 – ke21.
(Jakarta: Jakarta Islamic Centre. 2018) Hal. 47

9
Daftar Pustaka

Blackburn, Susan. 2012. Jakarta Sejarah 400 Tahun. Depok: Komunitas Bambu.
Dinas Museum dan Sejarah Pemerintah Kota DKI Jakarta. Sekitar 200 Tahun Sejarah Kota
Jakarta. Jakarta: 1993.
Hanna, Willard A. Hikayat Jakarta. 1988. Jakarta: Yayasan Obor.

Heuken, A. SJ.Tempat-tempat Bersejarah di Jakarta. 1997. Jakarta: Yayasan Cipta Loka


Caraka.

Kiki, Rakhmad Zailani. 2018. Genealogi Ulama Betawi Melacak Jaringan Ulama dari Awal
Abad ke-19 – ke21. Jakarta: Jakarta Islamic Centre.

Lohanda, Mona. Sejarah Pembesar Mengatur Batavia. 2007. Depok: Masup Jakarta.

Surjomihardjo, A. 2004. Sejarah Pengembangan Kota Jakarta. Jakarta: Dinas Museum dan
Pemugaran.

Taylor, Jean Gelman. 2009. Kehidupan Sosial di Batavia. Depok: Masup Jakarta.

10

Anda mungkin juga menyukai