Anda di halaman 1dari 28

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

BAB II

BATAVIA PADA AWAL ABAD XX

A. Kondisi Geografis Kota Batavia Awal Abad XX

Kota Batavia pada abad XVII berbentuk bujur sangkar dengan panjang

kurang-lebih 2.250m dan lebar 1.500m. Kota ini dibelah oleh Sungai Ciliwung,

sehingga menjadi dua bagian kota yang hampir sama luasnya atau yang biasa

disebut oleh orang Belanda sebagai Grote Rivier. Kemudian masing-masing

bagiannya terpotong-potong oleh dua parit yang terletak sejajar pada sepanjang

sisi-sisi terpanjang bujur sangkar tersebut, dan ini pun dipotong lagi secara tegak

lurus oleh beberapa parit simpang.1

1. Oud Batavia

Batavia kemudian terbagi ke dalam dua wilayah yakni, Oud Batavia

(Batavia Lama) dan Nieuw Batavia (Batavia Baru). Oud Batavia merupakan kota

benteng awal pertama kali Batavia didirikan. Wilayah ini sendiri dibuat

menyerupai kota-kota di Belanda khususnya Amsterdam.2 Wilayah ini dikelilingi

oleh parit-parit yang sengaja dibuat di bagian depan, sedangkan di bagian

belakang dibangun gedung dan bangunan yang juga dikelilingi oleh parit, pagar

besi, dan tiang yang kuat. Pada awalnya wilayah ini dijadikan benteng, kastil dan

1
Leonard Blusse, Persekutuan Aneh: Pemukiman Cina, Wanita
Peranakan , dan Belanda di Batavia VOC, (Yogyakarta: LKIS, 2004) hlm. 4
2
Willard A. Hanna, Hikayat Jakarta, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
1988) hlm. 48
commit to user

20
perpustakaan.uns.ac.id 21
digilib.uns.ac.id

tempat perdagangan yang kemudian berubah menjadi tempat pemerintahan dan

pemukiman para kompeni.3

Batas-batas Batavia lama yakni, di sebelah Utara dan Selatan terbentang

dari Pantai Utara (Pasar Ikan) hingga sedikit melewati Javasche Bank (sekarang

Bank Indonesia). Kemudian Batavia lama sendiri terbagi dua oleh Kali Besar

menjadi bagian Barat dan bagian Timur. Di bagian Barat merupakan tempat

pemukiman golongan rendahan, seperti kaum Portugis maupun Tionghoa. Di

bagian ini juga terdapat pasar daging dan pasar ikan, serta gudang-gudang tempat

penyimpanan bahan makanan. Di bagian timur Kali Besar berdiri Stadhuis, dan di

sebelah kirinya terdapat gereja yang kemudian dibakar habis oleh para prajurit

Mataram ketika menyerang Batavia (1628). Di sebelah timur, terutama di

Tijgergracht (sekarang jalan Pos Kota) banyak bermukim orang kaya dalam

rumah-rumah yang besar dan mewah dengan taman-taman yang luas.4 Di dalam

tembok kota Orang-orang Belanda, mestizo5, dan mardijker6, serta para budak

yang dimiliki tinggal di sana, sedangkan yang lainnya hidup tersebar di wilayah

sekitarnya (ommelanden). Di dalam tembok kota tidak ada orang pribumi bebas

3
Desca Dwi Savolta, “Arsitektur Indis Dalam Perkembangan Tata Kota
Batavia Awal Abad 20”, Skripsi (Surakarta: Universitas Sebelas Maret, 2010)
hlm. 24
4
Abdoel Hakim, Jakarta Tempoe Doeloe, (Jakarta: Pustaka Antara Kota,
1989) hlm. 12
5
Mestizo orang-orang hasil kawin campur antara Asia dan Eropa dan
untuk menamai kebudayaan yang tumbuh di koloni-koloni Belanda di Asia yang
muncul dari pertemuan antara keduanya. Lihat Jean Gelma Taylor, Kehidupan
Sosial Di Batavia: Orang Eropa dan Eurasia di Hindia Timur, (Jakarta: Masup
Jakarta, 2009) hlm. xxii
6
Mardijker adalah orang yang (di)bebas(kan), biasanya orang yang berasal
commitKristen
dari Asia non-Indonesia yang beragama to user yang sebelumnya menjadi budak.
Lihat ibid, hlm. 351
perpustakaan.uns.ac.id 22
digilib.uns.ac.id

merdeka, yang ada di sana hanyalah orang-orang pribumi yang menjadi budak.7

Keadaan lingkungan yang ada di Batavia Lama yang tidak sehat mengakibatkan

timbulnya penyakit-penyakit yang menjangkiti para pemukim yang tinggal di

dalamnya. Batavia Lama yang dibangun diatas bekas permukaan rawa-rawa

menjadi salah satu penyebab betapa tidak sehatnya daerah tersebut, hal ini juga

berpengaruh terhadap tingginya angka kematian disana akibat penyakit malaria

dan kolera. Ini pula yang menyebabkan lahirnya istilah baru bagi Batavia sebagai

Graf der Hollanders atau kuburan orang Belanda.8 Ini pula lah yang

menyebabkan perpindahan wilayah pemerintah dan pusat kota Batavia ke wilayah

pedalaman, yakni di Weltevreden.

2. Nieuw Batavia

Nieuw Batavia atau Batavia baru di bangun pada masa Gubernur Jenderal

Herman Willem Daendels (1808-1811), memiliki rencana untuk mengubah dan

meningkatkan kesehatan Kota Batavia yang sebelumnya memburuk. Salah

satunya dengan memindahkan pusat Kota Batavia ke daerah pedalaman yang

kemudian dia beri nama Weltevreden. Di sekitar Weltevreden muncul pemukiman

baru, seperti Tanah Abang, Gondangdia, Meester Cornelis, dan Menteng. Di

Nieuw Batavia, orang membangun rumah-rumah dipinggir jalan dan dinaungi

oleh pohon-pohon yang rindang. Rumah-rumah yang dibangun itu tidak seperti di

7
Leonard Blusse., op. cit.,commit to user
hlm. 27-29
8
Willard A. Hanna., op. cit., hlm. 109
perpustakaan.uns.ac.id 23
digilib.uns.ac.id

Oud Batavia, dekat dengan jalan dan bertingkat dua, namun terlihat modern

seperti di Eropa dengan tingkat satunya yang luas dan sejuk.9

Weltevreden memiliki gereja-gereja baru, sekolah, klab, dan teater. Pendek

kata, semua ciri khas kota Eropa yang modern ada di Weltevreden. Sementara di

pedalaman Batavia, di daerah pegunungan Priangan yang indah dan produktif,

dibangun perkebunan-perkebunan yang luas serta rumah-rumah tinggal para

pejabat. Gambaran Nieuw Batavia atau Batavia Baru ini secara meyakinkan

mengembalikan gelar “Ratu dari Timur” yang sebelumnya pernah tersemat di Oud

Batavia atau Batavia Lama.

Weltevreden yang menjadi dasar atau pusat kota terkena dampak dari

modernisasi yang ternyata mulai memasuki sendi-sendi kehidupan di Batavia. Ini

terlihat dari pinggiran kota Batavia yang semakin meluas ke luar Weltevreden,

menuju ke daerah yang bernama Gondangdia dan Menteng. Jalan raya yang

megah pada waktu itu ialah Oranje Nassau dan van Heutz (sekarang Jalan

Diponegoro dan Teuku Umar) yang di sekitarnya dibangun rumah-rumah besar

dan bagus oleh penduduk terkemuka yang kebanyakan orang-orang Belanda,

beberapa Orang Tionghoa dan juga beberapa kaum ningrat Pribumi.10

Gambaran lain mengenai Batavia pada awal abad 20 adalah dalam hal

kemajuan transportasinya yang nanti berdampak pula pada aktivitas ekonomi di

Batavia itu sendiri. Transportasi yang lazimnya digunakan oleh masyarakat

Batavia adalah trem kuda, khususnya oleh penduduk yang tidak memelihara kuda

9
Ibid., hlm. 191 commit to user
10
Willard A. Hanna., op. cit., hlm 212
perpustakaan.uns.ac.id 24
digilib.uns.ac.id

keretanya sendiri. Menurut Tio Tek Hong, ada jenis kendaraan lain yang

digunakan namanya kahar yang memakai dua roda, atau kahar per atau yang

disebut oleh orang Priangan dengan sebutan kahar dongdang.11 Untuk di dalam

kota kahar per ditarik seekor kuda, akan tetapi untuk perjalanan diluar kota ke

tempat jauh ditarik oleh sedikitnya dua ekor kuda gunung.

Kemudian ada Dos a dos (sado), yang namanya menunjukkan,

penumpangnya yang harus duduk dengan belakangnya menghadapi belakang

penumpang lain (dua duduk di bagian muka, termasuk kusirnya, dan dua duduk di

belakang). Lalu muncul delman yang namanya berasal dari nama tuan Deleman

yang mulai menggunakan kendaraan model ini.12 kemudian ada E.B.R.O (Eerste

Bataviasche Rijtuig Onderneming) dan R.O.P.O (Rijtuig Onderneming Petodjo

Oost), ini sejenis kereta tenda. Kemudian ada Stroomtram (trem uap)

Maatschappij di Batavia yang mengambil rute dari Kota Intan lewat Glodok,

Hermonie, Pasar Baru, Pasar Senen, Kramat ke Jatinegara. Kemudian

berkembang lagi Batavia Electrische Tram Maatschappij menjalankan trem

listrik yang menjadi model transportasi masal yang baru di Batavia, namun dalam

perkembangannya trem uap digantikan dengan trem listrik. Masuknya mobil

membuka cakrawala baru bagi Batavia. Batavia memiliki jumlah mobil pribadi

dan sepeda motor yang paling besar di Hindia Belanda.13

11
Tio Tek Hong, Keadaan Jakarta Tempo Doeloe, Sebuah Kenangan
1882-1959, (Jakarta: Masup Jakarta, 2007) hlm. 75
12
Ibid., hlm. 76
13
commit
Susan Blackburn, Jakarta to user
Sejarah 400 Tahun, (Jakarta: Masup Jakarta,
2012) hlm. 159
perpustakaan.uns.ac.id 25
digilib.uns.ac.id

B. Demografi Kota Batavia Awal Abad XX

Pada awal abad ke-20, Batavia sudah menjadi kota yang berkembang

dengan jumlah populasi penduduknya yang terus meningkat. Hal ini adalah akibat

dari dihapuskannya perdagangan budak, sehingga Pulau Jawa menggantikan

pulau-pulau lain sebagai sumber imigran yang masuk ke kota Batavia.14 Faktor

yang kuat dan sangat mempengaruhi pertumbuhan penduduk di Batavia didasari

oleh adanya pembangunan pelabuhan Tanjung Priok (1877), perluasan fungsi

pemerintahan di bawah pengaruh Politik Etis, dan bertambahnya penduduk Jawa

yang cepat telah menyebabkan terjadinya gelombang imigrasi secara besar-

besaran dari daerah pedalaman. Dalam beberapa dekade gelombang imigran

tersebut telah merubah karakter penduduk, melipatgandakan jumlahnya, dan

menimbulkan situasi seperti yang terjadi pada tahun 1930, populasi kota Batavia

(termasuk Weltevreden) tumbuh menjadi 435.000, tiga kali lipat dari populasi

tahun 1900. Imigrasi membuat kota semakin meluas, dan pada 1935 wilayah

pinggiran Meester Cornelis dimasukkan ke dalam batas kota sehingga total

populasinya melebihi setengah juta orang. Dengan demikian, Batavia menjadi

kota terbesar di Hindia Belanda dan mengalahkan saingan terdahulunya yakni

Surabaya.15 Mengenai populasi penduduk di wilayah Batavia dan sekitarnya

digambarkan melalui pengelompokkan etnis tahun 1930 dalam tabel di bawah ini.

14
Lance Castles, Profil Etnik Jakarta, (Jakarta: Komunitas Bambu, 2007)
hlm.18 commit to user
15
Susan Blackburn., op. cit., hlm. 124
perpustakaan.uns.ac.id 26
digilib.uns.ac.id

Tabel 1
Populasi Djakarta Raya pada Tahun 1930 melalui Pengelompokan Etnis
Keterangan A B A+B Djakarta &
Suku/ Etnis Batavia-Mr. Daerah Djakarta Raya Sekitarnya
Cornelis Pinggiran (estimasi) (sensus)
(sensus) (estimasi)
Pribumi
Betawi 192.897 220.000 418.900 778.953
Sunda 135.251 15.000 150.300 494.547
Jawa 58.708 1.000 59.700 142.863
Melayu 5.220 100 5.300 8.293
Kelompok 3.736 100 3.800 3.882
Sulawesi
Utara
Minang 3.186 - 3.200 3.204
Kelompok 2.034 - 2.000 1.263
Maluku
Batak 1.253 - 1.300 1.263
Depok & 721 200 900 998
Masyarakat
Tugu
Kelompok 799 - 800 817
Sumatra Utara
Madura 317 - 300 397
Lain-lain dan 5.553 1400 6.900 7.063
tidak
diketahui

Sub Total 409.655 243.800 653.400 1.443.517

Non Pribumi
Tionghoa 78.185 9.400 88.200 136.829
Eropa 37.076 100 37.200 37.504
Lain-lain 7.469 400 7.900 8.243

Total 533.015 253.800 786.800 1.636.098

a. Wilayah regensi Batavia dan Meester Cornelis


b. “Orang-orang Eropa” adalah mereka yang secara hukum berstatus Eropa; secara garis besar terdiri
dari sekitar 33.000 orang diantaranya adalah orang Belanda (24.200 diantaranya lahir di Indonesia
dan sebagian besar orang Eurasia), 1.300 orang Indonesia diasimilasi ke dalam status Eropa, 1.000
orang Jerman dan Austria, 500 orang Inggris dan 500 orang Jepang. Volkstelling 1930, Vol. VI,
hlm. 264
c. “lain-lain” meliputi 6.100 orang Arab, 600 orang India dan 600 orang Indonesia yang
diklasifikasikan sebagai “orang timur asing”.Volkstelling 1930, Vol. VIII, hlm. 307
(sumber: Volkstelling 1930, Vol. I, tabel 1 dan 2.16 )
commit to user
16
Lance Castles., op. cit., 24-25
perpustakaan.uns.ac.id 27
digilib.uns.ac.id

Tabel 1 telah menunjukkan betapa keadaan Batavia di awal abad 20 amat

lah beragam dari segi etnis, yang didasari pula semakin berkembangnya pola

kehidupan di kota Batavia. Dengan demikian berarti secara kelompok masyarakat

Batavia menjadi kota yang sangat heterogen. Namun, keberagaman etnis yang ada

di Batavia sendiri bukan menjadi hal yang mudah untuk saling berbaur terlebih

mengenai urusan gaya hidup. Politik segregasi yang telah diciptakan oleh

pemerintah kolonial sejak abad ke 18 menjadikan kehidupan antar etnis menjadi

terpisah. Politik segregasi adalah upaya pemisahan ras dan etnis untuk

menghindari adanya persatuan diantara ras yang saling mendominasi. Ini pula lah

upaya yang dilakukan pemerintah kolonial dalam mengontrol masyarakat kota

Batavia, yakni dengan cara membagi etnis dan menempatkan mereka ke dalam

pemukiman yang berbeda pula. Setidaknya ada tiga kelas masyarakat yang ada di

Batavia yang keseluruhannya meliputi golongan Eropa ditempatkan di pusat kota

dan dekat dengan jalan-jalan utama, golongan masyarakat Timur Asing (Tionghoa

dan Arab) yang di tempatkan di daerah Pecinan (Glodok) yang berada di selatan

dinding kota tua dan Arab yang berdiam di daerah Pekojan, dan golongan

masyarakat Pribumi yang tinggal di kampung dan menempati sebagian kecil areal

perkotaan.17 Modernisasi yang mulai terbangun serta dorongan kebangkitan

semangat kebebasan pada awal abad 20 agaknya telah merubah pola pikir

masyarakat Batavia untuk bisa berbaur, terlebih dengan adanya percampuran atau

perkawinan antar etnis yang secara terus-menerus berlangsung di Batavia.

commit to user
17
Ibid.
perpustakaan.uns.ac.id 28
digilib.uns.ac.id

C. Kondisi Sosial-Ekonomi Batavia Awal Abad XX

1. Kondisi Sosial di Batavia Awal Abad XX

Kehidupan sosial di Kota Batavia diwarnai dengan berbagai aspek di

dalamnya, baik itu meliputi kegiatan masyarakatnya, dan gaya hidupnya. Pada

awal abad XX keadaan sosial di Batavia dapat dikatakan sangatlah beragam.

Seperti yang telah diketahui bahwa orang Eropa menjadi kelas yang paling tinggi

maka gaya hidupnya dapat dikatakan lebih mewah dibandingkan dengan etnis

lainnya. Kehidupan orang Eropa di Batavia sangat mirip di negara asalnya. Mulai

gaya berbusana yang menggunakan style Eropa, jika kaum laki laki Eropa

menggunakan jas, celana panjang serta dasi; kaum perempuan berdandan dengan

busana gaun yang anggun serta topi yang biasanya menghiasi kepala mereka,

mengingat suasana di Batavia yang panas dikarenakan berada di wilayah

katulistiwa. Rumah-rumah mereka yang bergaya Eropa Modern yang lebih kecil

ketimbang rumah orang Eropa yang terdahulu, tampil elegan dengan furnitur dan

permadani hiasan dinding bergaya Eropa. Disana mereka mempekerjakan pelayan

atau pembantu rumah tangga untuk mengurusi pekerjaan rumahnya. Namun,

biasanya untuk orang Eropa yang bekerja di pemerintahan saja yang

menggunakan jasa pelayan.18 Kebutuhan masyarakat Eropa yang seperti ini

kadang tergantung pada kondisi dan situasi perdagangan yang ada. Apabila

mentega habis sedangkan kapal pengangkut tersendat dan hanya membawa

beberapa peti mentega maka harga mentega sendiri akan naik. Sedangkan apabila

kapal pengangkut lancar dan banyak mengangkut peti mentega maka harganya

commit to user
18
Susan Blackburn., op. cit., hlm. 159
perpustakaan.uns.ac.id 29
digilib.uns.ac.id

bisa kembali normal. Terlihat jelas bahwa masyarakat Eropa adalah kelompok

yang hidup makmur dengan tingkat pendapatan yang tinggi, yang terlihat dari

gaya hidup mereka yang mewah.

Kaum Tionghoa dan Timur Asing hidup dengan cara berdagang, karena

keahlian mereka dalam berdagang maka posisi mereka setidaknya menjadi lebih

baik ketimbang kaum pribumi. Kehidupan golongan Timur Asing dan orang

Tionghoa secara umum mereka bergerak di perdagangan dan menjadi orang yang

kaya, namun ada pula yang tetap menjadi kuli dan hidup dalam kemiskinan.

Kehidupan mereka tak berbeda jauh dengan golongan Pribumi kebanyakan.

Bahkan, golongan Indo sekalipun, yang sering juga disebut dengan Eurasia,

mayoritas miskin dan hidup di daerah pinggiran Kemayoran, sebelah utara

Weltevreden.19 Meski begitu golongan Eurasia ini tetap berusaha keras menjalani

kebiasaan orang Eropa yang hidup mewah, seperti makan makanan yang mahal

serta berbusana Eropa. Golongan Eurasia ini sendiri sebenarnya merupakan

keturunan peranakan Pribumi dengan bangasa Eropa. Ketika itu banyak dari laki-

laki orang Eropa (terlebih berada dalam trah bangsawan) memiliki dan

memelihara perempuan Pribumi untuk dijadikan nyai atau gundik yang dapat

diambil dari anak atau istri pekerja perkebunan atau dari kampung orang

Pribumi.20 Bagi para keturunan Indo atau Eurasia sendiri hal ini merupakan suatu

kebanggaan dan sekaligus “kutukan”, kebanggaan karena terlahir dari golongan

yang paling atas dalam strata sosial di masyarakat Batavia, yakni masyarakat

19
Ibid., hlm. 83
20
commit to Indis,
Djoko Soekiman, Kebudayaan user Dari Zaman Kompeni sampai
Revolusi, (Jakarta: Komunitas Bambu, 2011) hlm.72
perpustakaan.uns.ac.id 30
digilib.uns.ac.id

Eropa, sedangkan “kutukan” karena mereka sendiri tidak dalam golongan mereka

berasal yakni Eropa dan Pribumi. Mereka yang bukan keturunan murni sangat

sulit diterima dalam kelompoknya karena dianggap berbeda. Hal ini pula lah yang

mengakibatkan sulitnya bagi mereka untuk menempati posisi yang lebih tinggi

sebagai pegawai negeri karena kemampuan bahasa Belandanya yang kurang serta

tidak memiliki kesempatan pendidikan yang baik hingga ke jenjang yang lebih

tinggi.

Menurut laporan Meyer Ranneft Huender; diperhitungkan bahwa

penghasilan satu keluarga Pribumi untuk satu tahun f 225, jadi dalam sebulan

mereka berpenghasilan f 18,75. sebagian lagi berpenghasilan dalam satu tahun f

45, jadi dalam sebulan hanya berpenghasilan f 3,75 belum termasuk potongan

pajak sebesar 10%, di dalamnya tidak dijelaskan pendapatan tersebut didapat dari

bekerja di sektor apa saja. Sedangkan seorang Belanda pendapatannya f 9000 atau

lebih dari f 10.000, tergantung dari posisi dan kedudukannya. Jika seorang

Belanda pendapatannya kecil maka presentase untuk pajak kecil dibawah 10%.

Pendapatan Pribumi yang sudah kecil ini sendiri masih harus dikenai pajak 10%,

dan bagi golongan Belanda diberikan dispensasi oleh pemerintah Hindia

Belanda.21 Situasi yang seperti ini sejujurnya merupakan tekanan bagi masyarakat

Pribumi. Tidak heran jika keadaan lingkungan masyarakat pribumi termasuk ke

dalam slum area. Masyarakat Pribumi juga tergolong masyarakat yang susah

21
Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah, Sejarah DKI
commit
Jakarta 1957, (Jakarta: Pendidikan to user
dan Kebudayaan), hlm. 114 lihat Desca Dwi
Savolta., op. cit., hlm 42
perpustakaan.uns.ac.id 31
digilib.uns.ac.id

untuk bergerak naik ke atas, di tambah lagi dengan tingkat pendidikan yang

rendah menambah beban hidup mereka di Batavia.

2. Kondisi Ekonomi Kota Batavia Awal Abad XX

Pada awal abad 20 Batavia mulai berkembang baik dalam hal keadaan

kota maupun gaya hidup masyarakatnya. Ini disebabkan oleh tingkat ekonomi dan

perdagangan yang berkembang semakin pesat pula. Pada akhir abad ke-19

tepatnya tahun 1877 ketika pelabuhan Tanjung Priok dibuka, sebenarnya keadaan

ekonomi Batavia sendiri sudah meningkat. Hal ini terlihat dari banyak

bermunculan kantor firma perdagangan Eropa untuk menggantikan peran gedung-

gedung perdagangan yang sebelumnya juga telah ada di Abad ke-18. Bank-bank

Eropa juga tumbuh selaras dengan gedung-gedung yang megah di Batavia.22

a. Investasi Pihak Swasta dan Kemajuan Ekspor-Impor

Pesatnya pertumbuhan ekonomi di Batavia juga tak lepas dari tingginya

nilai investasi swasta yang ditanamkan di Hindia Belanda. Selama tahun 1872

hingga 1884 nilai investasi di sektor perkebunan swasta sekitar 94 juta gulden,

dimana sekitar 50 juta gulden diperuntukkan bagi penanam modal perkebunan di

dataran tinggi.23 Investasi yang dilakukan oleh pihak swasta membawa perubahan

ke dalam tingkat ekonomi masyarakat. Ditambah lagi pada 1901 dilaksanakannya

“kewajiban moral Belanda kepada rakyat Hindia” yang dinyatakan oleh

pemerintah sebagai salah satu yang akan mendasari kebijakannya di masa depan

yang dalam hal ini adalah dengan dilakukannya Politik Etis yang setidaknya

22
Ibid., hlm. 41
23
commit
Bedjo Riyanto, Iklan Surat to user
Kabar dan Perubahan Sosial Masyarakat di
Jawa Masa Kolonial (1870-1915), (Yogyakarta: Tarawang, 2000) hlm. 32
perpustakaan.uns.ac.id 32
digilib.uns.ac.id

Hindia Belanda mendapatkan bantuan sebesar 40 juta gulden untuk memperbaiki

perekonomian di Pulau Jawa dan Madura di tahun 1905.24 Selanjutnya

perkembangan nilai investasi yang ditanamkan oleh pihak swasta dan pemerintah

Hindia Belanda pada kurun waktu 1885-1939 dapat dilihat pada tabel di bawah

ini.

Tabel 2
Perkiraan Nilai Penanaman Modal Perusahaan Tahun 1885-1939 di Hindia
Belanda (dalam jutaan gulden)
Masa Usaha-usaha Swasta Jawatan Pemerintah Jumlah

1885 150-200 90 240-290

1900 750 250 1000

1913 1000 180 1280

1924 1820 978 2798

1930 4000 990 4990

1939 3500 929 4329

Sumber: Creutzberg dan van Laanen, Sejarah Statistik Ekonomi Indonesia,


(Jakarta: Yayasan Obor, 1987) hlm. 242

Dari tabel 2 di atas dapat diketahui bahwa sektor swasta mulai

mendominasi penanaman modal dan industri, perkebunan perdagangan, sehingga

sektor swasta ini dapat menggantikan peran pemerintah Hindia Belanda sebagai

penggerak pertumbuhan ekonomi di Hindia Belanda. Hal ini pula yang membantu

perkembangan perdagangan di wilayah Batavia pada awal abad XX, karena secara

tidak langsung kegiatan dagang di Batavia juga berasal dari aktivitas perusahaan

yang berinvestasi di tanah tersebut.

Bernard H. M. Vlekke,commit
24
to userSejarah Indonesia, (Jakarta: KPG,
Nusantara:
2010) hlm. 372
perpustakaan.uns.ac.id 33
digilib.uns.ac.id

Pada awal abad XX Batavia mencapai kekayaan yang melimpah ruah,

sehingga mungkin akan mengherankan VOC sendiri. Kemakmuran berasal dari

produktivitas Pulau Jawa dan pulau-pulau seberang lautan dan karya petani serta

buruh, yang nampaknya puas dengan upah yang minim dan membuat kaya para

ningrat setempat, kaum pengusaha Tionghoa dan kepentingan-kepentingan

pengusaha Belanda.25 Selama Perang Dunia I, Batavia melakukan kegiatan ekspor

yang sangat menguntungkan, sebagian besar dari jumlah 1 milyar dolar setahun

adalah bahan-bahan mentah yang dihasilkan oleh Hindia Belanda ke Pasaran

Amerika, Eropa, dan pasar-pasar lainnya. Di abad ini pula kemakmuran dari segi

perdagangan menghampiri dunia kepulauan di Hindia Belanda. Akibat konferensi

di Brussels terbukanya peluang yang lebih besar bagi gula tebu untuk bersaing

dengan gula bit, dan inilah awal keemasan untuk perkebunan tebu di Jawa.

Produksi naik dari 700.000 ton (pada 1900) menjadi 1,4 juta ton pada 1914.

Produksi teh meningkat lima kali lipat, tembakau naik 50 persen, lonjakan besar

justru terjadi di karet yang dari nol menjadi 15.000 ton.26 Dalam rangka

mendukung perdagangan ekspor-impor internasionalnya, pemerintah Hindia

Belanda sejak masa Tanam Paksa telah mendirikan perusahaan negara untuk

mengendalikan pemsaran hasil industri perkebunan yaitu Nederlandsche Handels

Maatschappij (N.H.M). Perusahaan negara ini telah memegang hak monopoli

pemasaran produk-produk industri perkebunan yang dipasarkan di Eropa melalui

sistem pelelangan (auction-veilingin). Dalam perkembangan selanjutnya ruang

lingkup N.H.M diperluas meliputi bidsang perbankan untuk mendudkung secara

25
commit
Willard A. Hanna., op. cit., hlm.to201
user
26
Bernard H. M. Vlekke., op. cit., hlm. 373
perpustakaan.uns.ac.id 34
digilib.uns.ac.id

finansial kegiatan produksi industri perkebunan dan industri-industri milik

pemerintah lainnya yang diberi nama De Javansche Bank. De Javansche Bank

merupakan bank sirkulasi pertama yang diberi wewenang oleh pemerintah

kolonial untuk menerbitkan uang kertas.27

Berkembangnya perdagangan di Hindia Belanda secara umum dan Batavia

secara khusus mengakibatkan pula banyak inverstor asing non Belanda yang

tertarik untuk berinvestasi di dalamnya, sehingga pada tahun 1910-1913 mengalir

lah arus penanaman modal asing dan perluasan sektor-sektor usaha baru. Pada

masa itu perusahaan modal asing mulai melibatkan diri secara besar-besaran

dalam industri perkebunan (terutama karet dan teh), pabrik-pabrik penyulingan

atau pengeboran minyak bumi dan usaha-usaha pertambangan lainnya.

Selama tahun 1910-1940 terjadi percepatan dalam proses konsumsi

produk-produk teknologi seperti mesin-mesin industri dari Barat. Hal ini pula

menyebabkan kebutuhan akan barang-barang mesin industri atau peralatan yang

cukup besar menjadi sangat tinggi.28 Kebutuhan akan mesin industri ini juga

mendorong semakin banyak dan jenis serta kegunaan yang berkembang sehingga

menarik minat dari setiap perusahaan maupun perseorangan untuk memilikinya di

tengah zaman yang telah modern di awal abad 20 ini.

b. Kemajuan Komunikasi dan Transportasi

Kemajuan dalam bidang ekonomi dan perdagangan ini terjadi tak lepas

dari berkembangnya lalu-lintas jaringan telepon, telegram (dibuka pertama kali

tahun 1857 yang menghubungkan antara Batavia dengan Buitenzorg (Bogor)),

27
Bedjo Riyanto., op. cit.,commit
hlm. 35to user
28
Ibid, hlm. 36
perpustakaan.uns.ac.id 35
digilib.uns.ac.id

dan lalu-lintas pos. Kemudian berkembangnya pula sarana kereta api di Hindia

Belanda juga jadi faktor yang membantu kelancaran perdagangan di Hindia

Belanda.

Banyak perusahaan asing yang berinvestasi dan untuk mengimbangi

kegiatan ekonominya, pemerintah Hindia Belanda membangun infrastruktur

seperti prasarana umum, jaringan transportasi serta jaringan sistem komunikasi

yang modern, yang salah satunya adalah kereta api. Pada sekitar tahun 1863

pemerintah Hindia Belanda memberikan konsesi kepada Poolman, seorang

pengusaha swasta besar, untuk membuka trayek kereta api pertama yang

menghubungkan kota Semarang dan Yogyakarta.29 Setelah itu muncul lagi

Nederlandsche Indische Stroomtram Maatschappij untuk membuka trayek kedua

yang menghubungkan Batavia dengan Buitenzorg (Bogor). Akan tetapi proyek

perluasan jalur kereta api yang dilakukan oleh pihak swasta mengalami kesulitan,

sehingga tak mampu lagi melanjutkan proyek tersebut dan pemerintah kolonial

pun segera mengambil alih usaha jasa kereta api dengan mendirikan perusahaan

kereta api milik negara Statspoor-Wegen. Sekitar tahun 1984 perusahaan kereta

api milik negara membuka trayek dari Kota Batavia-Buitenzorg-Surabaya. Tahun

1906 dibuka lagi trayek Batavia-Krawang- Bandung-Yogyakarta-Surakarta-

Surabaya. Tahun 1912 dibuka trayek Batavia-Cirebon-Semarang-Surabaya. Pada

tahun 1917 dibuka lagi trayek Batavia-Cirebon-Kroya-Yogyakarta-Surabaya.30

Bertemunya jalur barat (westerlijnen) dengan jalur timur (oosterlijnen) pada tahun

29
Sartono Kartodirdjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru: 1500-1900,
(Jakarta: Gramedia, 1999) hlm. 364 commit to user
30
Bedjo Riyanto., op. cit., hlm. 34
perpustakaan.uns.ac.id 36
digilib.uns.ac.id

itu, tentu saja membantu distribusi barang dan jasa semakin cepat hingga aktivitas

perdagangan di Batavia pun aktif dan lancar.

Jalur laut pun menjadi pusat perhatian pemerintah Hindia Belanda dalam

urusannya memperlancar distribusi barang dagang mereka. Pada tahun 1849 untuk

pertama kalinya jaringan jasa pelayaran dengan rute internasional yang

menggunakan kapal-kapal mesin uap diselenggarakan oleh maskapai perdagangan

internasional Maclaine Watson yang berkedudukan di Batavia. Rute

perjalanannya dibuka dari Batavia lewat Calcuta menuju ke Laut Merah.31 Sampai

akhir abad ke-19, usaha jasa pelayaran dan industri kelautan didominasi oleh

bangsa Inggris meliputi kegiatan proses produksi kapal mesin, penyediaan tenaga

ahli pelayaran seperti kru atau awak kapal, maupun kapten kapal hingga kepada

peralatan pelayarannya. Bara pada sekitar tahun 1870-an, pemerintah Hindia

Belanda menyelenggarakan perusahaan pelayaran negara yang disebut

Nederlandsch Indische Stoomvaart Maatschappij (N.S.M), juga perusahaan jasa

pelayaran untuk paket barang seperti Koninklijke Pakertvaart Maatschappij

(K.P.M) dan Rotterdams Llyod.32

c. Perkembangan Pasar dan Pusat Pertokoan

Pada awal abad 20, perkembangan perdagangan di Batavia juga

dipengaruhi oleh adanya pasar sebagai arena jual beli dan perputaran uang sering

kali terjadi di dalamnya. Pembangunan pasar di Batavia sendiri awalnya berada di

Kasteelplein, lebih tepatnya berada di Oud Batavia (Batavia lama). Runtuhnya

Batavia lama berdampak pada perubahan lokasi pasar, atau pada masa ini berada

31
commit
Willard A. Hanna., op. cit., hlm.to172
user
32
Bedjo Riyanto., loc. cit.
perpustakaan.uns.ac.id 37
digilib.uns.ac.id

di daerah Weltevreden. Di wilayah inilah banyak pengusaha-pengusaha

bermunculan. Weltevreden adalah tanah luas meliputi daerah yang di sebelah

utaranya berbatas sampai Jalan Pos, di timur de Grote Zuiderweg (Jalan Gunung

Sahari-Jalan Pasar Senen), di selatan Jalan Prapatan dan di Barat dengan Kali

Ciliwung. Pemilik tanah ini sendiri adalah para gubernur jenderal dan tanah ini

kerap disewakan kepada orang-orang Tionghoa. Tanah ini kemudian diubah

sebagai daerah perekonomian atau pasar yang menguntungkan oleh orang-orang

Tionghoa.33 Pengelolaan pasar-pasar dan kios-kios seperti di daerah Pasar Baru,

Pasar Senen, Pasar Glodog dan Tanah Abang merupakan gambaran yang nyata

terhadap kemajuan perekonomian Kota Batavia.

Kegemaran masyarakat Batavia khususnya bangsa Eropa akan hidup

mewah dan berhura-hura ini pula yang menyebabkan perdagangan di pasar-pasar

Batavia menjadi sangat ramai. Di pasar-pasar yang ada di Batavia tidak hanya

menjual produk-produk bahan makanan, tetapi juga menyediakan berbagai macam

barang mulai dari pakaian hingga barang-barang aksesoris lainnya. Pasar-pasar di

Batavia juga memperjual-belikan barang-barang impor dari luar Hindia Belanda,

seperti parfum impor dan bedak wajah.34 Kebiasaan masyarakat Eropa yang

gemar menggunakan produk-produk impor dan enggan menggunakan produk

lokal menjadi salah satu alasan diterapkannya kebijakan impor oleh pemerintah

Hindia Belanda.

33
Threes Susilawati (ed), Batavia: Kisah Jakarta Tempo Doeloe, (Jakarta:
PT Gramedia, 1988) hlm. 93
34
Agung Wibowo, “Gaya Hidup Masyarakat Eropa di Batavia Pada Masa
Depresi Ekonomi (1930-1939)”,commitSkripsitoJurusan
user Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu
Budaya UI, 2012, hlm. 71
perpustakaan.uns.ac.id 38
digilib.uns.ac.id

Terjadinya booming industrialisai dan pertumbuhan ekonomi dengan

adanya kegiatan ekspor-impor itu sendiri memunculkan lembaga-lembaga

distribusi modern seperti pusat-pusat pertokoan, yang melayani kebutuhan

ataupun permintaan masyarakat konsumen yang meluas. Maka di kota-kota besar

di Pulau Jawa tak terkecuali Batavia muncul toko-toko serba ada (toserba), toko-

toko barang conveniens35, dan sebagainya. pusat-pusat pertokoan ataupun

perdagangan ini biasanya menempati lokasi strategis di jalan-jalan raya utama

pusat kota. Toko-toko ini antara lain, toko serba ada V.O,S., di Pasar Baru 96,

Weltevreden; toko serba ada Gebr. Sutorius & Co. di Kali Besar; toko buku

Albrecht & Co. di Kali Besar dan toko sepeda L. Platon di Batavia.36

D. Perkembangan Sarana Hiburan di Batavia Awal Abad XX

Sebagai akibat dari tingkat kemakmuran ekonomi yang tinggi, Batavia

awal abad 20 mengalami pertumbuhan yang pesat, tidak hanya dalam

pembangunan gedung-gedung perkantoran, pertokoan, bengkel-bengkel, sekolah-

sekolah serta pemukiman-pemukimannya saja, tapi juga sarana hiburannya

35
Dari klasifikasi produk yang dijual toko dibedakan menjadi: a. Toko
Spesial, yakni toko yang menjual suatu jalur produk yang sempit, seperti sepeda,
kaca mata dan sebagainya. b. Toko serba ada, menjual sejumlah besar produk
seperti, pakaian, perlengkapan rumah dan barang keperluan rumah tangga. c.
Toko swalayan, toko besar, berbiaya rendah dengan menyediakan berbagai
macam barang. Konsumen melayani kebutuhannya sendiri tanpa pramuniaga. d.
Toko konveniens, toko-toko kecil yang menjual produk dengan jalur terbatas
dengan perputaran yang tinggi. Lihat pada Bedjo Riyanto, op. cit., hlm. 126 dan
lihat juga pada Philip Kotler, Dasar-dasar Pemasaran Jilid II (Jakarta:
Intermedia, 1987) hlm. 116-124. commit to user
36
Ibid., hlm. 127
perpustakaan.uns.ac.id 39
digilib.uns.ac.id

sebagai salah satu penunjang dan kebutuhan masyarakat Batavia akan rekreasi

pun juga ikut tumbuh dan berkembang. Hiburannya tak hanya sekedar menikmati

keindahan kota yang disuguhkan oleh pemerintah kolonial di Batavia, tapi juga

berbagai macam sarana hiburan mulai dari klab hingga ke seni pertunjukan,

bahkan hingga ke hiburan jalanan pun menjadi agenda bagi pemerintah kolonial

di Batavia.

1. Pertunjukan Panggung

Pertunjukan panggung merupakan hiburan yang sangat digemari

masyarakat baik dari kalangan atas hingga masyarakat kelas bawah. Biasanya

berupa drama atau opera dan konser musik. Drama agaknya lebih kepada tontonan

kelas menengah ke atas. Bertempat di Spellhuis atau gedung kesenian acara ini

diperankan oleh aktris dan aktor setempat, bahkan hingga pemain keliling. San

Carlo Opera Company dari Italia mengadakan pertunjukan setiap tahun, dan

perkumpulan kebudayaan Belanda (Kunstring) (Cultural Circle) mensponsori

pertunjukkan-pertunjukkan artis-artis Eropa. Ada pula pertunjukan baik umum

maupun pribadi, dari Opera Cina atau wayang Indonesia, dan pertunjukan-

pertunjukan yang selalu populer seperti pertunjukan Miss Tjitjih, dengan pemain

bukan seorang aktris saja, tetapi berbagai artis yang pertunjukan-pertunjukannya

selalu mengandung kejutan.37

Kemudian ada komedi stambul atau komedi Melayu. Semacam opera yang

disispkan dengan berbagai adegan lucu, dan bercerita tentang kehidupan raja-raja

commit to user
37
Willard A. Hanna., op. cit., hlm 211
perpustakaan.uns.ac.id 40
digilib.uns.ac.id

dengan pakaian gemerlapan. Namun, bisa juga berupa teater musikal.38 Komedi

Stambul berkembang ke seluruh Indonesia dan didirikanlah Perkumpulan Komedi

Stambul oleh August Mehieu di Surabaya tahun 1891. Nama stambul sendiri

berasal dari sebutan anak buah Mahieu yang menggunakan topi orang turki yang

berkuncir hitam, orang Pribumi menamainya dengan stambul, dari kata Istanbul

Ibukota Turki (Konstantinopel).39 Di daerah Mangga Besar terdapat tempat

pertunjukan Stambul atau Toneel dalam bahasa Belanda (Tonil) yang ketika itu

merupakan daerah tempat tinggal Kepala Jaksa atau pegawai kehakiman Pribumi.

Brousson menggambarkan bangunan itu sendiri sebenarnya merupakan sebuah

tenda yang panjang dengan dinding dari bambu dan beratap sejenis daun kering.40

Di situ dipertunjukan kelompok tonil lokal, kelompok opera, pertunjukan-

pertunjukan khusus untuk khalayak yang beraneka ragam, baik Pribumi maupun

vremde oosterlingen (orang-orang timur asing). Komedi Stambul yang sering

dipertunjukan di sana menarik, selain lakon-lakonnya yang lucu, tiket masuknya

juga tergolong murah.

Hiburan pertunjukan panggung semacam konser dan parade juga

terselenggara di Waterlooplein. Waterlooplein adalah lapangan yang digunakan

oleh angkatan darat dari Hindia Belanda sebagai arena latihan militer mereka.

Nama Waterlooplein sendiri diambil dari nama Waterloo, dimana sebagai

pengingat kemenangan di Waterloo. Di sana juga terpancang sebuah tugu yang di

38
Misbach Yusa Biran, Sejarah Film 1900-1950: Bikin Film di Jawa,
(Jakarta: Komunitas Bambu, 2009) hlm. 4
39
Ibid., hlm. 5
40
commitBatavia
H.C.C Clockener Brousson, to user Awal Abad 20, (Jakarta: Masup
Jakarta, 2007) hlm. 76
perpustakaan.uns.ac.id 41
digilib.uns.ac.id

atasnya terdapat patung singa, sehingga kerap masyarakat Batavia mengenalnya

engan sebutan lapangan singa.41

Gambar 1. Keramaian festival di Waterlooplein pada tahun 1905


Sumber: www.kitlv.com

Pihak militer yang kerap menggunakan lapangan ini juga membantu dalam

membentuk kebudayaan kota melalui klab mereka, yakni Concordia yang terletak

di sisi selatan dari Waterlooplein (kini jadi lokasi Hotel Borobudur). Selain itu

juga pihak militer kerap kali menampilkan pertunjukan band musik militer. Ini

membuka kesempatan bagi para pengunjung untuk melihat salah satu konser-

konser di lapangan terbuka tersebut yang merupakan contoh awal konsep drive-in

theater. Pada konser tersebut digambarkan bahwa orang-orang Eropa yang datang

menggunakan busana terbaiknya dan memarkir kereta kuda mereka dalam bentuk

commit to user
41
Threes Susilawati (ed)., op. cit., hlm. 88
perpustakaan.uns.ac.id 42
digilib.uns.ac.id

lingkaran, mengelilingi band yang tampil.42 Lapangan ini juga pernah digunakan

sebagai lokasi pacuan kuda yang bertempat di sudut barat laut lapangan pada abad

ke-19, yang sebenarnya merupakan kegiatan yang warisan masa pemerintahan

peralihan Inggris.

2. Bioskop dan Klab

Pada tahun 1900 film pertama kali muncul di Batavia. Melalui peradaban

budaya di Perancis, seni pertunjukan gambar hidup diadopsi dan berkembang di

Hindia Belanda sehingga menjadi hasil karya cipta manusia yang berkaitan

dengan berbagai aspek kehidupan sehingga menghasilkan seni muatan lokal yang

sangat khas. Di akhir tahun itu pula, tepatnya tanggal 5 Desember 1900,

Nederlandsche Biooscope Maatschappij (perusahaan bioskop Belanda)

menyelenggarakan pertunjukkan besar pertama yang akan berlangsung tiap

malam, pukul 19.00 di rumah di Tanah Abang Kebondjae (Manage), sebelah

pabrik kereta (bengkel mobil Maatschappij Fuchss).43 Kemudian bioskop pun

menjadi hiburan yang berkembang di Batavia. Pertunjukkan film yang

ditampilkan menarik minat masyarakat Batavia, mulai dari kelas Eropa hingga

Pribumi. Meski begitu pembagian kelas dalam bioskop pun tetap diberlakukan,

bukan semata-mata untuk kepentingan ekonomi tetapi untuk mempertegas bahwa

bangsa Eropa tetap pada kelas tertinggi dibanding kelas lainnya.

42
Susan Blackburn, op. cit., hlm. 75
43
commitPerfilman
Sari Wulan, “Sejarah Industri to user Di Batavia Tahun 1900-1942”,
Jurnal, (Surakarta: Universtas Sebelas Maret, 2013) hlm. 8
perpustakaan.uns.ac.id 43
digilib.uns.ac.id

Pada awal pertunjukan bioskop tidak memiliki tempat yang tetap.

Pemutaran film berpindah-pindah dari satu gedung ke gedung lainnya, seperti

menyewa gedung milik Kapiten Cina Tan Boen Koei atau yang sederhana di putar

di tempat terbuka seperti di lapangan Mangga Besar atau di los Pasar Tanah

Abang.44 Gedung Bioskop di Batavia ketika itu meliputi, Bioskop Capital

seberang Masjid Istiqlal (sekarang tidak ada) merupakan bioskop kelas I, Bioskop

Kramat yang berada di wilayah Pasar Senen merupakan bioskop kelas II, Bioskop

Orion di Glodok, Bioskop Capital Palace di Krekot.45

Gambar 2. Bioskop Capital Palace di Krekot tahun 1926


Sumber: www.kitlv.nl

Setelah menikmati hiburan seperti seni pertunjukkan dan film yang ada di

bioskop, masyarakat Batavia dan para pelancong juga bisa pergi ke klab-klab

yang ada di Batavia. Ada Societeit de Harmonie bagi kaum elit dan bangsawan,

Societeit Concordia bagi kalangan militer dan Prinsen Park dengan gedung

44
commit
Misbach Yusa Biran., op. to user
cit., hlm. 28
45
Ibid., hlm. 29
perpustakaan.uns.ac.id 44
digilib.uns.ac.id

komedinya, tempat berdansa, kasino, restoran dan hiburan lainnya yang

diperuntukan bagi kalangan biasa.46 Khusus bagi Harmonie, tempat ini menjadi

tempat paling favorit bagi kalangan menengah ke atas di Batavia bahkan di Hindia

Belanda. Orang yang masuk ke dalamnya harus menjadi anggota dalam klab

tersebut. Tidak ada seorang pejabat tinggi yang melewatkan kesempatan

bekunjung ke Harmonie, karena yang bertanggung jawab atas klab ini sendiri

adalah seorang Gubernur Jenderal.47

3. Festival dan Perayaan-perayaan

Hiburan berupa festival-festival dan perayan-perayaan jalanan kiranya

menjadi pengobat rasa senang bagi kaum kelas menengah ke bawah. Selain tak

ada batasan ekonomi, masyarakat juga dapat menikmatinya dengan santai dan

senang. Perayaan keagamaan menarik massa yang besar untuk ikut berpartisipasi

dan melihat festival tersebut. Seperti hari raya Capgomeh bagi warga Tionghoa

yang dirayakan dengan mengadakan pertujukan keliling. Ada tontonan yang

namanya Gajah Dungkul, gembalanya memukul tambur kecil sambil

mengumandangkan pantun. Kemudian perayaan ini ditutup dengan pembawaan

lentera berbentuk katak, burung dan sebagainya. Lalu ada acara tahunan yang

disebut Cioko (rebutan bendera). Upacara itu sesungguhnya diadakan untuk

menyembahyangi arwah orang-orang yang sudah meninggal. Tadinya perayaan

Cioko berlangsung di panggung di halaman belakang Gedung Globe di Pasar Baru

46
commit
Willard A. Hanna., op. cit., hlm.to212
user
47
Threes Susilawati (ed)., op. cit., hlm. 107
perpustakaan.uns.ac.id 45
digilib.uns.ac.id

(sekarang jadi Globe Plaza), kemudian dipindah ke belakang kelenteng di jalan

Lautze yang waktu itu masih luas.48

Lalu setiap tanggal 5 bulan 5 penanggalan Cina ada pesta Pechun. Perahu-

perahun berlomba di kali untuk merebut batang bambu berdaun yang diikat

dengan sapu tangan, cita dan bahkan sebungkus kecil candu seharga 32 sen.

Perayaan Pechun dipusatkan di Kali Pasar Baru, Kali Besar, Kali Pasir, Pasar Ikan

dan Kali Angke (Jelakeng). Perayaan paling ramai berlangsung di Tangerang

(Benteng), Kali Pasir, Kali Besar dan Angke. Ada yang pesiar naik perahu besar

yang diramaikan pemain musik, sampan berhias dan sebagainya.

Ada juga festival yang berupa pasar malam, seperti Pasar Malam Amal

(Fancy Fair) yang diselenggarakan oleh Tiong Hwa Hwee Koan49. Di dalamnya

terdapat stand-stand yang menarik, antara lain, Stand Gramophone dan

Phonograph yang memperdengarkan lagu-lagu Tionghoa (Kongfu) dan Melayu,

Stand tembak-menembak dengan senapan angin, Stand memancing barang-

barang, Stand tombola dengan paket-paket, Stand barang-barang ajaib dan

barang-barang kuno, Monyet seperti orang, Nona cantik dari Wenen, Perang

lombok dan orang kuat.50 Kemudian juga ada kermis, semacam pasar malam gaya

Belanda atau orang Eropa yang diselenggarakan di Harmonie, yang di dalamnya

tak beda jauh dengan pasar malam yang lainnya, disana ada bebagai macam

48
Ibid., hlm. 60
49
Tiong Hwa Hwee Koan (THHK) Sekolah yang didirikan Etnis Tionghoa
yang berstatus sebgai sekolah swasta yang didirikan pertama kali tahun 1900 di
Batavia. lihat Sri Wardani, “Sekolah Tiong Hwa Hwee Kwan dan Hollandsch
Chineesch School di Surakarta”, Skripsi, (Surakarta: Universitas Sebelas Maret,
2006) hlm. 9 commit to user
50
Tio Tek Hong., op. cit., hlm.28
perpustakaan.uns.ac.id 46
digilib.uns.ac.id

barang yang dijual seperti pakaian, pakaian dalam wanita, tukang obat, badut,

kereta-kereta kecil yang menjual telur dan acar, dan acara ini umumnya mengikuti

apa yang sudah ada seperti kermis di Amsterdam.51

Batavia yang ditata dengan rapi dan indah merupakan salah satu tujuan

para pelancong dari luar untuk singgah dan menikmati kota yang berjuluk “Ratu

dari Timur” itu. Untuk mengatasi banyaknya pelancong yang datang dan

bermalam di Batavia maka pemerintah Hindia Belanda medirikan hotel-hotel dan

rumah kos. Untuk urusan yang satu ini Batavia dapat membanggakan diri, karena

memiliki setengah lusin hotel kelas satu. Paling terkenal ialah Hotel des Indes

(dengan harga f.7-15 per hari, ala Amerika), dengan kamar-kamar, bungalo dan

flat-flat kecil, dengan jalan atau gang yang dinaungi pohon-pohon yang rindang.

Ini sebagai tempat menginap para turis yang singgah di Batavia. Sementara untuk

tempat yang murah juga disediakan rumah kos dengan biaya kurang lebih f.100

sebulan.52

Berbicara mengenai hiburan sebenarnya ada satu lagi hiburan yang berupa

pasar malam tahunan yang diselenggarakan oleh pemerintah Hindia Belanda,

yakni Pasar Gambir yang menjadi tema pada penelitian kali ini, dan akan di bahas

di bab selanjutnya. Kemudian mengenai hiburan yang terdapat di Batavia sendiri

umumnya dibuat dengan alasan promosi budaya dan pengukuhan dari sebuah

modernitas yang terjadi di kota itu. Mulai dari kelas atas hingga ke bawah kiranya

51
Threes Susilawati (ed)., commit
op. cit.,to user
hlm. 108
52
Willard A. Hanna., op. cit., hlm. 210
perpustakaan.uns.ac.id 47
digilib.uns.ac.id

dapat menikmati situasi kota Batavia dengan segala macam bentuk sarana hiburan

di dalamnya.

commit to user

Anda mungkin juga menyukai