Anda di halaman 1dari 4

BAGIAN III

PEMBENTUKAN NEGARA JAJAHAN

Bab 10

JAWA 1792 – 1830

Pada akhir abad 18 kerajaan Surakarta dan Yogyakarta menghadapi banyak masalah
namun keduanya lebih merdeka dari tekanan Eropa dibanding kerajaan Jawa yang lain.
Golongan elite masih tetap berkuasa, dan khususnya di Yogyakarta telah diselesaikan.
Namun terjadi konflik-konflik internal ketika ancaman orang-orang Eropa muncul lagi secara
tiba yang mengakibatkan krisis bagi Yogyakarta. Sehingga kemerdekaan Jawa hancur dan
mulailah penjajahan yang sebernarnya di Jawa. Perdamaian terjadi pada pada tahun 1750-an.
Yogyakarta merupakan kerajaan yang kuat, Sultan Hamengkubuwana II memiliki prajurit
regular professional dan kemungkinan mampu mengumpulkan pasukan yang dihimpun dari
negeri-negeri taklukannya. Berbeda dengan Belanda yang sebagian besar pasukannya berusia
sangat muda dan terlalu tua. Residen Belanda bertugas sebagai duta bukan penguasa
penjajah. Militer Yogyakarta terancam oleh pemerintahan Hamengkubuwana II yang
merusak mufakat golongan elit yang penting bagi kekuatan dan stabilitas. Setalah
Hamengkubuwana I meninggal, Hamengkubawana II mengganti semua penasehat dan
pejabat, termasuk patih Danureja I dengan Danureja II. Pakubawana IV maupun Adipati Arya
Mangkunegara II berusaha mengucilkan Yogyakarta dan meminta kepada Belanda untuk
berbalik menyerang sultan. Pada tahun 1808, pemerintahan Deandels, Mangkunegara II
membentuk ‘Legiun Mangkunegara’ yang terdiri dari prajuritnya sendiri dengan bantuan
keuangan Belanda. Pakubuwana IV juga berusaha mengambil hati Belanda tujuannya untuk
menghancurkan Yogyakarta. Sedangkan hubungan Hamengkubawana II dengan Belanda
memburuk. pada tahun 1808 mulai terjalin hubungan baru Jawa-Eropa sehingga stabilitas
kekuasaan Eropa semakin besar.

Bab 11
JAWA, 1830-1900

Pada tahun 1830 pulau Jawa mulai masa penjajahan yang sebenarnya. Belanda mampu
mengekploitasi dan menguasai seluruh pulau Jawa. Keuntungan yang didapat tidak hanya
biaya administrasi di Jawa tetapi juga untuk mendukung keuangan di Belanda yang
memburuk. Pada tahun 1829 Johannes van den Bosch (1780-1844) menyapaikan usulannya
mengenai cultuulstelsel (sistem penanaman) kepada raja Belanda yang kemudian disetujui
raja dan pada bulan Januari 1830 van den Bosch tiba di Jawa Sebagai Gubernur Jendral baru.
Rencana van den Bosch addalah setiap desa harus menyesihkan sebagian tanahnya untuk
ditanami komoditi ekspor. Cultuurstelsel ini mirip dengan sistem penyerahan wajib yang
dijalankan VOC. Perdagangan swasta di bidang komoditi pertanian pemerintah semakin
meningkat, dan transaksi-transaksi yang curang berkembang di kalangan pejabat pribumi,
orang Belanda dan pengusaha Cina. Pemerintah Batavia tidak mampu memantau dan
mengawasi pelaksanaan pemerintahan kecuali dengan cara umum.

BAB 12

DAERAH-DAERAH LUAR JAWA, 1800-1910

Sampai sekitar tahun 1910 sebagian besar wilayah Indonesia jatuh di bawah kekuasaan
Belanda. Sejak tahun 1840 dan seterusnya keterlibatan Belanda di seluruh wilayah luar Jawa
semakin meningkat. Di pulau-pulau luar Jawa perluasan kekuasaan Belanda pada abad 19
melambangkan pembentukan kerajaan baru. Pada tahun 1842-1844 Belanda meninggalkan
pos-pos di pantai timur di sebelah utara Palembang dan membatalkan perundingan-
perundingan perjanjian Siak. Pada tahun1857 perundingan Siak dimulai lagi dan
menghasilkan suatu perjanjian yang menetapkan Siak sebagai wilayah Belanda. Perjanjian
Sumatra antara Inggris dan Belanda pada bulan November 1871, Belanda menyerahkan
Pantai Emas di Afrika kepada Inggris, dan Belanda diberi kebebasan mutlak di Sumatera atas
persetujuan Inggris.Kekuasaan Belanda di Nusantara bagian barat disempurnakan dengan
penduduk militer atas Kepulauan Mentawai dari sekitar tahun 1905.

BAGIAN V
RUNTUHNYA NEGARA JAJAHAN, 1942-50

Bab 17

PERANG DUNIA II DAN PENDUDUKAN JEPANG, 1942-5

Masa pendudukan Jepang selama tiga setengah tahun merupakan salah satu periode
yang paling menentukan dalam sejarah Indonesia. Sebelum serbuan Jepang, tidak ada satu
pun tantangan yang serius terhadap kekuasaan Belanda di Indonesia. Pada waktu Jepang
menyerah, telah berlangsung begitu banyak perubahan luar biasa yang memungkinkan
terjadinya Revolusi Indonesia.

Salah satu tugas pertama pihak Jepang adalah menghentikan revolusi-revolusi


yang mengancam akan mengikuti penaklukan mereka. Serangan-serangan terhadap
orang-orang Eropa dan perampokan terhadap rumah-rumah mereka di Banten, Cirebon,
Surakarta, dan banyak kota kecil lainnya di Jawa tampak akan menjurus ke suatu
gelombang revolusi.

Para ulama Aceh membentuk PUSA (Persatuan Ulama-Ulama Seluruh Aceh) pada
tahun 1939 di bawah pimpinan Mohammad Daud Beureu'eh (1899-1987) untuk
mempertahankan Islam dan mendorong modemisasi sekolah-sekolah Islam. Organisasi
tersebut segera menjadi pusat perlawanan terhadap pejabat-pejabat uleebalang, yang
mendapat dukungan Belanda. Akan tetapi, Jepang harus menghadapi peperangan, dan
prioritas mereka tidak mencakup menghadapi revolusi di wilayah-wilayah yang telah
ditaklukkannya, tetapi pihak Jepang menyadari bahwa suatu kelompok yang umumnya telah
menolak bekerja sama dengan Belanda mungkin pula akan menyusahkan mereka. Mereka
memberi para pemimpin Islam kesempatan-kesempatan yang tidak pernah diberikan oleh
Belanda.
Bab 17. Revolusi, 1945-50

Revolusi yang menjadi alat tercapainya kemerdekaan bukan hanya merupakan


suatu kisah sentral dalam sejarah Indonesia melainkan merupakan suatu unsur yang
kuat di dalam persepsi bangsa Indonesia itu sendiri.

            Suatu pemerintahan pusat Republik segera dibentuk di Jakarta pada akhir bulan
Agustus 1945. Pemerintah ini menyetujui konstitusi yang telah dirancang oleh Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia sebelum menyerahnya Jepang. Akan tetapi, pihak
angkatan laut Jepang memperingatkan bahwa orang-orang Indonesia yang beragama Kristen
di wilayahnya tidak akan menyetujui peran istimewa Islam, sehingga Piagam Jakarta dan
suatu syarat bahwa kepala negara haruslah seorang yang beragama Islam tidak jadi
dicantumkan. Sukarno diangkat sebagai Presiden Republik ini dan Hatta sebagai wakil
Presiden, karena para politisi Jakarta yakin bahwa hanya merekalah yang dapat berurusan
dengan pihak Jepang.

            Pada tanggal 12 November, di Linggarjati, Belanda mengakui Republik sebagai


kekuasaan de facto di Jawa, Madura, dan Sumatera, kedua pihak sepakat untuk bekerja sama
dalam pembentukan suatu negara Indonesia Serikat yang berbentuk federal, yang di
dalamnya Republik akan menjadi salah satu di antara beberapa negara-negara federal dan
akan di kepalai oleh ratu Belanda.

            Belanda menerima himbauan PBB untuk melakukan Konferensi Meja Bundar
(KMB) bersama Republik. KMB diselenggarakan pada tanggal 23 Agustus – 2 November
1949 di Den Haag. Disepakati Uni Indo-Belanda dengan ratu Belanda sebagai pemimpinnya.
Selain itu Republik di berinama dengan RIS (Republik Indonesia Serikat). Untuk masalah
Irian akan diselesaikan satu tahun kemudian. Pada tanggal 27 Desember 1949 negeri Belanda
secara resmi menyerahkan kedaulatan atas Indonesia, tidak termasuk Irian Jaya, kepada RIS.

Akhirnya, pada 17 agustus 1950 semua struktur konstitusional semasa tahun-tahun


Revolusi secara resmi dihapuskan. Dibentuk Republik Indonesia yang baru. Jakarta dipilih
sebagai ibu kota negara. Revolusi politik telah selesai.

Anda mungkin juga menyukai