Batimetri
Batimetri
adalah ilmu yang mempelajari kedalaman di bawah air dan studi tentang tiga dimensi lantai
samudra atau danau. Sebuah peta batimetri umumnya menampilkan relief lantai atau
dataran dengan garis-garis kontor (contour lines) yang disebut kontor kedalaman (depth
contours atau isobath), dan dapat memiliki informasi tambahan berupa informasi navigasi
permukaan.
http://id.wikipedia.org/wiki/Batimetri
Penentuan Batimetri
1 . Metode Akustik
Metode akustik merupakan proses-proses pendeteksian target di laut dengan
mempertimbangkan proses-proses perambatan suara; karakteristik suara (frekuensi, pulsa,
intensitas); faktor lingkungan / medium; kondisi target dan lainnya. Aplikasi metode ini
dibagi menjadi 2, yaitu sistem akustik pasif dan sistem akustik aktif. Salah satu aplikasi dari
sistem aplikasi aktif yaitu Sonar yang digunakan untuk penentuan batimetri.Sonar (Sound
Navigation And Ranging): Berupa sinyal akustik yang diemisikan dan refleksi yang diterima
dari objek dalam air (seperti ikan atau kapal selam) atau dari dasar laut. Bila gelombang
akustik bergerak vertikal ke dasar laut dan kembali, waktu yang diperlukan digunakan untuk
mengukur kedalaman air, jika c juga diketahui (dari pengukuran langsung atau dari data
temperatur, salinitas dan tekanan).Ini adalah prinsip echo-sounder yang sekarang umum
digunakan oleh kapal-kapal sebagai bantuan navigasi. Echo-sounder komersil mempunyai
lebar sinar 30-45o vertikal tetapi untuk aplikasi khusus (seperti pelacakan ikan atau kapal
selam atau studi lanjut dasar laut) lebar sinar yang digunakan kurang 5o dan arahnya dapat
divariasikan. Walaupun menunjukkan pengaruh temperatur, salinitas dan tekanan pada laju
bunyi dalam air laut (1500 ms-1) relatif kecil dan sedikit perubahan pada c dapat
menyebabkan kesalahan pengukuran kedalaman dan kesalahan sudut akan menambah
keburukan resolusi.
Teknik echo-sounding untuk menentukan kedalaman dan pemetaan dasar laut bertambah
maju dengan berkembangnya peralatan sonar seperti SeaBeam dan Hydrosweep yang
merupakan sistem echo-sounding multi-beam yang menentukan kedalaman air di sepanjang
swath lantai laut di bawah kapal penarik, menghasilkan peta-peta batimetri yang sangat
detail. Sidescan imaging system, sperti GLORIA (Geological Long Range Inclined Asdic),
SeaMARC, dan TOBI (Towed Oceand Bottom Instrument) menghasilkan fotografi aerial yang
sama atau citra-citra radar, menggunakan bunyi atau microwave. Echo-sounding banyak
juga digunakan oleh nelayan karena ikan menghasilkan echo, dan kawanan ikan atau hewan
lain dapat dikenali sebagai lapisan-lapisan sebaran dalam kolom air (Supangat, 2003).
2. Satelit Altimetri
Altimetri adalah Radar (Radio Detection and Ranging) gelombang mikro yang dapat
digunakan untuk mengukur jarak vertikal antara permukaan bumi dengan wahana antariksa
(satelit atau pesawat terbang). Pengukuran ini dapat menghasilkan topografi permukaan
laut sehingga dapat menduga geoid laut, arus permukaan dan ketinggian gelombang.
Inderaja altimetri untuk topografi permukaan laut pertama kali dikembangkan sejak
peluncuran SKYLAB dengan sensor atau radiometer yang disebut S-193. Satelit altimetri
yaitu : GEOS-3, SEASAT, ERS-1, dan yang terakhir yang sangat terkenal adalah
TOPEX/POSEIDON. Satelit terakhir ini adalah satelit misi bersama antara Amerika Serikat
(NASA) dengan Perancis (Susilo, 2000).
Satelit altimetri memiliki prinsip penggambaran bentuk paras laut dimana bentuk tersebut
menyerupai bentuk dasar laut dengan pertimbangan gravitasi yang mempengaruhi paras
laut dan hubungan antara gravitasi dan topografi dasar laut yang bervariasi sesuai dengan
wilayah. Satelit altimetri juga memberikan bentuk gambaran paras muka laut. Satelit ini
mengukur tinggi paras muka laut relatif terhadap pusat massa bumi. Sistem satelit ini
memiliki radar yang dapat mengukur ketinggian satelit di atas permukaan laut dan sistem
tracking untuk menentukan tinggi satelit pada koordinat geosentris. Satelit Altimetri
diperlengkapi dengan pemancar pulsa radar (transmiter), penerima pulsa radar yang sensitif
(receiver), serta jam berakurasi tinggi. Pada sistem ini, altimeter radar yang dibawa oleh
satelit memancarkan pulsa-pulsa gelombang elektromagnetik (radar) kepermukaan laut.
Pulsa-pulsa tersebut dipantulkan balik oleh permukaan laut dan diterima kembali oleh
satelit. Informasi utama yang ingin ditentukan dengan satelit altimetri adalah topografi dari
muka laut. Hal ini dilakukan dengan mengukur ketinggian satelit di atas permukaan laut
dengan menggunakan waktu tempuh dari pulsa radar yang dikirimkan kepermukaan laut,
dan dipantulkan kembali ke satelit. (Heri Andreas dalam Hasanuddin Z A)
Daftar Pustaka
Hasanuddin Z A. 2006. Satelit Altimetri High Tech Tool for Ocean data parameter Collection.
Kelompok Keilmuan Geodesi-FTSL. Institut Teknologi Bandung.
Supangat, Agus dan Susanna. 2003. Pengantar Oseanografi. Pusat Riset Wilayah Laut dan
Sumberdaya Non-Hayati Badan Riset Kelautan dan Perikanan Departemen Kelautan dan
Perikanan. Jakarta.
Susilo, Setyo Budi. 2000. Penginderaan Jauh Kelautan Terapan. Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
http://www.ilmukelautan.com/oseanografi/fisika-oseanografi/404-penentuan-batimetri
Peta batimetri sendiri dapat diartikan Peta yang menggambarkan bentuk konfigurasi dasar
laut dinyatakan dengan angka-angka kedalaman dan garis-garis kedalaman. Peta batimetri ini
dapat divisualisasikan dalam tampilan 2 dimensi (2D) maupun 3 dimensi (3D). Visualisasi
tersebut dapat dilakukan karena perkembangan teknologi yang semakin maju, sehingga
penggunaan komputer untuk melakukan kalkulasi dalam pemetaan mudah dilakukan. Data
batimetri dapat diperoleh dengan penggunaan teknik interpolasi untuk pendugaan data
kedalaman untuk daerah-daerah yang tidak terdeteksi merupakan hal mutlak yang harus
diperhatikan. Teknik interpolasi yang sering digunakan adalah teori Universal Kriging dan
teori IRFK (Intrinsic Random Function of Order K) (David et al., 1985 dalam Defilmisa,
2003).
Peta batimetri dalam aplikasinya memiliki banyak manfaat dalam bidang kelautan antara lain
penentuan jalur pelayaran yang aman, perencanaan bangunan pinggir pantai, pendeteksian
adanya potensi bencana tsunami di suatu wilayah, dan pertambangan minyak lepas pantai.
Selain itu, peta batimetri diperlukan untuk mengetahui kondisi morfologi suatu daerah
perairan. Kondisi laut yang sangat dinamis sehingga, peta batimetri harus selalu di update
dengan perubahan dan perkembangan kondisi perairan tersebut (Nurjaya, 1991).
Sedangkan untuk bidang perikanan khususnya perikanan budidaya, Peta Batimeri dibutuhkan
dalam menentukan lokasi potensi untuk perikanan budidaya laut yang akan dikembangkan
pada suatu daerah sebagai parameter pembatas dalam menentukan lokasi potensi budidaya.
Kriteria umum lokasi perairan yang dapat digunakan untuk budidaya laut adalah 7-30 meter
(keramba jaring apung) dan 1-4 meter (jaring tancap). (Masterplan Program Pengembangan
Kawasan Budidaya Laut, DJPB - 2004)
Batimetri merupakan unsur serapan yang secara sederhana dapat diartikan sebagai kedalaman laut.
Dari Kamus Hidrografi yang dikeluarkan oleh Organisasi Hidrografi Internasional (International
Hydrographic Organization, IHO) tahun 1994, istilah batimetri dalam bahasa aslinya adalah
bathymetry memiliki makna “the determination of ocean depths. The general configuration of sea
floor as determined by profile analysis of depth data”. Batimetri adalah penentuan kedalaman laut
dan hasil yang diperoleh dari analisis data kedalaman merupakan konfigurasi dasar laut. Istilah
batimetri telah menyatu dengan kata “peta”, mengingat hasil analisis data kedalaman laut
dituangkan dalam bentuk peta. Istilah peta batimetri (bathymetric chart/map) yang dalam bahasa
aslinya disebutkan sebagai “a topographic chart of the bed of a body of water, or a part of it.
Generally, bathymetric maps show depths by contour lines and gradient tints”. Jadi peta batimetri
adalah peta topografi dasar laut yang merepresentasikan kedalaman laut dan digambarkan dengan
garis kontur atau gradasi warna. Selanjutnya istilah batimetri yang digunakan dalam Atlas ini berarti
peta batimetri yang diilustrasikan dengan peta yang memuat garis kontur kedalaman laut atau
gradien perubahan warna.
Pembuatan peta batimetri merupakan salah satu bidang kajian hidrografi. Batimetri adalah ukuran
dari tinggi rendahnya dasar iaut yang merupakan sumber informasi utama mengenai dasar laut.
Perubahan kondisi hidrografi di wiiayah perairan laut dan pantai, disamping disebabkan oleh faktor
alam, juga disebabkan oleh fenomena perubahan penggunaan lahan di wilayah tersebut dan proses-
proses yang terjadi di wilayah hulu sungai. Terbawanya berbagai material partikel dan kandungan
padatan tersuspensi oleh aliran sungai semakin mempercepat proses pendangkalan di perairan
pantai. Berdasarkan hal tersebut, perlu dilakukan suatu upaya pengkajian yang berkaitan dengan
faktor-faktor keselamatan pelayaran, salah satunya adalah pengukuran kedalaman perairan.
Pemanfaatan teknologi penginderaan jauh dapat digunakan untuk mendapatkan informasi kondisi
hidro oseanografi secara cepat dengan cakupan wilayah yang luas. Peta batimetri ini dapat
divisualisasikan dalam tampilan 2 dimensi (2D) maupun 3 dimensi (3D). Visualisasi tersebut dapat
dilakukan karena perkembangan teknologi yang semakin maju, sehingga penggunaan komputer
untuk melakukan kalkulasi dalam pemetaan mudah dilakukan. Data batimetri dapat diperoleh
dengan penggunaan teknik interpolasi untuk pendugaan data kedalaman untuk daerah-daerah yang
tidak terdeteksi merupakan hal mutlak yang harus diperhatikan.
http://wisatawan-indonesia.blogspot.com/2009/04/batimetri-dan-kekayaan-wisata-
indonesia.html
http://pondoksurveyor.com/index.php?option=com_content&view=article&id=5&Itemid=7
http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/22076
( BATIMETRI )
1. Lingkungan Euxinic
Memiliki kedalaman yang bervariasi, dicirikan oleh adanya ventilasi (lubang udara) yang
sedikit pada dasar air, sehingga menghasilkan hewan dasar airnya tidak ada. Umumnya,
endapannya berupa material berbutir halus dengan komposisi berupa material organik yang
terdekomposisi.
Lingkungan ini terletak di antara pasang rendah dan batas tertinggi yang dicapai oleh
gelombang.
Kedalaman dari daerah pasang rendah hingga 200 meter di bawah muka laut. Jarang yang
berjarak lebih dari beberapa ratus meter dari garis pantai. Tipe utama dari sedimennya berupa
material terestrial berukuran butir kasar hingga halus dengan campuran dari material organik
laut yang berupa calcareous. Pada air di daerah tropis, calcareous lebih melimpah.
1. Lingkungan Batial
Memiliki kedalaman antara 200-1000 m. Berjarak beberapa ratus kilometer. Tipe utama dari
aedimennya berupa lempung biru, lempung gelap dengan butiran halus dan dengan
kandungan karbonatan kurang dari 30 %. Butiran mineral terestrialnya melimpah. Variasi
lempung relatif berupa calcareous mud.
Berjarak kurang dari beberapa ratus kilometer dari garis pantai. Dengan kedalaman kurang
dari 1000 m. Tipe utama dari endapannya berbeda dengan tipe endapan pada lingkungan
abisal pelagic dengan campuran dari butiran mineral terestrial yang berukuran lanau atau
pasir halus bergradasi.
Terletak tidak kurang dari beberapa ratus meter dari garis pantai dengan kedalaman lebih dari
1000 m. Tipe utama dari endapannya berupa lempung merah, lutite dengan butir halus yang
mengandung material karbonatan kurang dari 30%. Radiolaria dan diatome ooze
dengansiliceous skeleton atau frustules yang melimpah, Globigerina ooze dengan kandungan
karbonatan lebih dari 30%. Sebagian besar berupa foraminifera planktonic. Luasan
lingkungan pengendapan ini tidak kurang dari 250 x 104 km2.
Paul Bennet dalam The Natural World – Under The Ocean, memaparkan bahwa para
ilmuwan telah membagi lautan menjadi lapisan atau zona yang jelas. Ada kawasan yang
disebut perairan dangkal, zona twilight, lautan dalam.
Bagian laut yang terdekat dengan kehidupan daratan adalah perairan dangkal yaitu wilayah
laut yang dekat dengan tepi pantai. Zona ini mendapat limpahan cahaya matahari yang
berkecukupan. Kehidupan di zona ini sangat beragam dan tempat yang paling disukai ikan-
ikan yang kita kenal.
Setelah perairan dangkal zona berikutnya adalah zona twilight. Yaitu kawasan perairan yang
masih bisa ditembus matahari walau tak “semewah” perairan dangkal. Zona ini bisa
dikatakan batas jangkauan matahari mampu menembus lapisan lautan. Karena itu kehidupan
di sini mulai sedikit, namun masih bisa ditinggali jenis-jenis bunga karang. Ikan berukuran
besar juga suka berada di antara zona twilight ini atau mengapung di permukaan laut dalam.
Zonasi lautan yang paling gelap dan dingin adalah laut dalam (termasuk palung laut). Masih
sedikit sekali yang diketahui tentang kehidupan di zona ini.
Menurut zona atau jalur kedalamannya, laut dapat dibedakan menjadi beberapa zona sebagai
berikut
a. Zona litoral atau jalur pasang, yaitu bagian cekungan lautanyang terletak di antara pasang
naik dan pasang surut
b. Zona epineritik, yaitu bagian cekungan lautan di antara garis-garis surut dan tempat paling
dalam yang masih dapat dicapai oleh daya sinar matahari
c. Zona neritik, yaitu bagian cekungan lautan yang dalamnya antara 50-200 m
Pada zona ini masih dapat ditembus oleh sinar matahari sehingga wilayah ini paling banyak
terdapat berbagai jenis kehidupan baik hewan maupun tumbuhan-tumbuhan, contoh Jaut
Jawa, Laut Natuna, Selat Malaka dan laut-laut disekitar kepulauan Riau.
d. Zona batial ( wilayah laut dalam ), yaitu bagiancekungan lautan yang dalamnya antara 200-
2.000 m. hingga 1800 meter. Wilayah ini tidak dapat ditembus sinar matahari, oleh karena itu
kehidupan organismenya tidak sebanyak yang terdapat di zona meritic.
e. Zona abisal ( wilayah laut sangat dalam ), yaitu bagian cekungan lautan yang dalamnya
lebih dalam dari 2.000 m
di wilayah ini suhu sangat dingin, tidak ada tumbuhan, dan jenis hewan yang berada pada
lingkungan ini sangat terbatas
DAFTAR PUSTAKA
http://sangrisang.wordpress.com/2010/04/12/zonasi-laut/
http://belajarilmukelautan.blogspot.com/2009/07/sekilas-tentang-hidroakustik.html