Anda di halaman 1dari 11

Batimetri (dari bahasa Yunani: βαθυς, berarti "kedalaman", dan μετρον, berarti "ukuran")

adalah ilmu yang mempelajari kedalaman di bawah air dan studi tentang tiga dimensi lantai
samudra atau danau. Sebuah peta batimetri umumnya menampilkan relief lantai atau
dataran dengan garis-garis kontor (contour lines) yang disebut kontor kedalaman (depth
contours atau isobath), dan dapat memiliki informasi tambahan berupa informasi navigasi
permukaan.

Awalnya, batimetri mengacu kepada pengukuran kedalaman samudra. Teknik-teknik awal


batimetri menggunakan tali berat terukur atau kabel yang diturunkan dari sisi kapal.
Keterbatasan utama teknik ini adalah hanya dapat melakukan satu pengukuran dalam satu
waktu sehingga dianggap tidak efisien. Teknik tersebut juga menjadi subjek terhadap
pergerakan kapal dan arus.

http://id.wikipedia.org/wiki/Batimetri

Penentuan Batimetri

1 . Metode Akustik
Metode akustik merupakan proses-proses pendeteksian target di laut dengan
mempertimbangkan proses-proses perambatan suara; karakteristik suara (frekuensi, pulsa,
intensitas); faktor lingkungan / medium; kondisi target dan lainnya. Aplikasi metode ini
dibagi menjadi 2, yaitu sistem akustik pasif dan sistem akustik aktif. Salah satu aplikasi dari
sistem aplikasi aktif yaitu Sonar yang digunakan untuk penentuan batimetri.Sonar (Sound
Navigation And Ranging): Berupa sinyal akustik yang diemisikan dan refleksi yang diterima
dari objek dalam air (seperti ikan atau kapal selam) atau dari dasar laut. Bila gelombang
akustik bergerak vertikal ke dasar laut dan kembali, waktu yang diperlukan digunakan untuk
mengukur kedalaman air, jika c juga diketahui (dari pengukuran langsung atau dari data
temperatur, salinitas dan tekanan).Ini adalah prinsip echo-sounder yang sekarang umum
digunakan oleh kapal-kapal sebagai bantuan navigasi. Echo-sounder komersil mempunyai
lebar sinar 30-45o vertikal tetapi untuk aplikasi khusus (seperti pelacakan ikan atau kapal
selam atau studi lanjut dasar laut) lebar sinar yang digunakan kurang 5o dan arahnya dapat
divariasikan. Walaupun menunjukkan pengaruh temperatur, salinitas dan tekanan pada laju
bunyi dalam air laut (1500 ms-1) relatif kecil dan sedikit perubahan pada c dapat
menyebabkan kesalahan pengukuran kedalaman dan kesalahan sudut akan menambah
keburukan resolusi.
Teknik echo-sounding untuk menentukan kedalaman dan pemetaan dasar laut bertambah
maju dengan berkembangnya peralatan sonar seperti SeaBeam dan Hydrosweep yang
merupakan sistem echo-sounding multi-beam yang menentukan kedalaman air di sepanjang
swath lantai laut di bawah kapal penarik, menghasilkan peta-peta batimetri yang sangat
detail. Sidescan imaging system, sperti GLORIA (Geological Long Range Inclined Asdic),
SeaMARC, dan TOBI (Towed Oceand Bottom Instrument) menghasilkan fotografi aerial yang
sama atau citra-citra radar, menggunakan bunyi atau microwave. Echo-sounding banyak
juga digunakan oleh nelayan karena ikan menghasilkan echo, dan kawanan ikan atau hewan
lain dapat dikenali sebagai lapisan-lapisan sebaran dalam kolom air (Supangat, 2003).
2. Satelit Altimetri
Altimetri adalah Radar (Radio Detection and Ranging) gelombang mikro yang dapat
digunakan untuk mengukur jarak vertikal antara permukaan bumi dengan wahana antariksa
(satelit atau pesawat terbang). Pengukuran ini dapat menghasilkan topografi permukaan
laut sehingga dapat menduga geoid laut, arus permukaan dan ketinggian gelombang.
Inderaja altimetri untuk topografi permukaan laut pertama kali dikembangkan sejak
peluncuran SKYLAB dengan sensor atau radiometer yang disebut S-193. Satelit altimetri
yaitu : GEOS-3, SEASAT, ERS-1, dan yang terakhir yang sangat terkenal adalah
TOPEX/POSEIDON. Satelit terakhir ini adalah satelit misi bersama antara Amerika Serikat
(NASA) dengan Perancis (Susilo, 2000).
Satelit altimetri memiliki prinsip penggambaran bentuk paras laut dimana bentuk tersebut
menyerupai bentuk dasar laut dengan pertimbangan gravitasi yang mempengaruhi paras
laut dan hubungan antara gravitasi dan topografi dasar laut yang bervariasi sesuai dengan
wilayah. Satelit altimetri juga memberikan bentuk gambaran paras muka laut. Satelit ini
mengukur tinggi paras muka laut relatif terhadap pusat massa bumi. Sistem satelit ini
memiliki radar yang dapat mengukur ketinggian satelit di atas permukaan laut dan sistem
tracking untuk menentukan tinggi satelit pada koordinat geosentris. Satelit Altimetri
diperlengkapi dengan pemancar pulsa radar (transmiter), penerima pulsa radar yang sensitif
(receiver), serta jam berakurasi tinggi. Pada sistem ini, altimeter radar yang dibawa oleh
satelit memancarkan pulsa-pulsa gelombang elektromagnetik (radar) kepermukaan laut.
Pulsa-pulsa tersebut dipantulkan balik oleh permukaan laut dan diterima kembali oleh
satelit. Informasi utama yang ingin ditentukan dengan satelit altimetri adalah topografi dari
muka laut. Hal ini dilakukan dengan mengukur ketinggian satelit di atas permukaan laut
dengan menggunakan waktu tempuh dari pulsa radar yang dikirimkan kepermukaan laut,
dan dipantulkan kembali ke satelit. (Heri Andreas dalam Hasanuddin Z A)

Daftar Pustaka
Hasanuddin Z A. 2006. Satelit Altimetri High Tech Tool for Ocean data parameter Collection.
Kelompok Keilmuan Geodesi-FTSL. Institut Teknologi Bandung.
Supangat, Agus dan Susanna. 2003. Pengantar Oseanografi. Pusat Riset Wilayah Laut dan
Sumberdaya Non-Hayati Badan Riset Kelautan dan Perikanan Departemen Kelautan dan
Perikanan. Jakarta.
Susilo, Setyo Budi. 2000. Penginderaan Jauh Kelautan Terapan. Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
http://www.ilmukelautan.com/oseanografi/fisika-oseanografi/404-penentuan-batimetri

Awalnya, batimetri mengacu kepada pengukuran kedalaman samudra. Teknik-teknik awal


batimetri menggunakan tali berat terukur atau kabel yang diturunkan dari sisi kapal.
Keterbatasan utama teknik ini adalah hanya dapat melakukan satu pengukuran dalam satu
waktu sehingga dianggap tidak efisien. Teknik tersebut juga menjadi subjek terhadap
pergerakan kapal dan arus (wikipedia).

Peta batimetri sendiri dapat diartikan Peta yang menggambarkan bentuk konfigurasi dasar
laut dinyatakan dengan angka-angka kedalaman dan garis-garis kedalaman. Peta batimetri ini
dapat divisualisasikan dalam tampilan 2 dimensi (2D) maupun 3 dimensi (3D). Visualisasi
tersebut dapat dilakukan karena perkembangan teknologi yang semakin maju, sehingga
penggunaan komputer untuk melakukan kalkulasi dalam pemetaan mudah dilakukan. Data
batimetri dapat diperoleh dengan penggunaan teknik interpolasi untuk pendugaan data
kedalaman untuk daerah-daerah yang tidak terdeteksi merupakan hal mutlak yang harus
diperhatikan. Teknik interpolasi yang sering digunakan adalah teori Universal Kriging dan
teori IRFK (Intrinsic Random Function of Order K) (David et al., 1985 dalam Defilmisa,
2003).

Gambar Batimetri Indonesia (google earth)

geosentris. Satelit Altimetri diperlengkapi dengan pemancar pulsa radar (transmiter),


penerima pulsa radar yang sensitif (receiver), serta jam berakurasi tinggi. Pada sistem ini,
altimeter radar yang dibawa oleh satelit memancarkan pulsa-pulsa gelombang
elektromagnetik kepermukaan laut. Pulsa-pulsa tersebut dipantulkan balik oleh permukaan
laut dan diterima kembali oleh satelit. Informasi Pemetaan batimetri secara umum dapat
menggunakan dua metode dasar, yaitu:

Pemanfaatan Batimetri Pada Bidang Kelautan dan Perikanan

Peta batimetri dalam aplikasinya memiliki banyak manfaat dalam bidang kelautan antara lain
penentuan jalur pelayaran yang aman, perencanaan bangunan pinggir pantai, pendeteksian
adanya potensi bencana tsunami di suatu wilayah, dan pertambangan minyak lepas pantai.
Selain itu, peta batimetri diperlukan untuk mengetahui kondisi morfologi suatu daerah
perairan. Kondisi laut yang sangat dinamis sehingga, peta batimetri harus selalu di update
dengan perubahan dan perkembangan kondisi perairan tersebut (Nurjaya, 1991).

Sedangkan untuk bidang perikanan khususnya perikanan budidaya, Peta Batimeri dibutuhkan
dalam menentukan lokasi potensi untuk perikanan budidaya laut yang akan dikembangkan
pada suatu daerah sebagai parameter pembatas dalam menentukan lokasi potensi budidaya.
Kriteria umum lokasi perairan yang dapat digunakan untuk budidaya laut adalah 7-30 meter
(keramba jaring apung) dan 1-4 meter (jaring tancap). (Masterplan Program Pengembangan
Kawasan Budidaya Laut, DJPB - 2004)

Definisi Peta, Batimetri, dan Peta Batimetri


Peta batimetri sendiri dapat diartikan Peta yang menggambarkan bentuk konfigurasi dasar laut
dinyatakan dengan angka-angka kedalaman dan garis-garis kedalaman. Teknik interpolasi yang
sering digunakan adalah teori Universal Kriging dan teori IRFK (Intrinsic Random Function of Order K)
(David et al., 1985 dalam Defilmisa, 2003 ).

Pemanfaatan Batimetri Pada Bidang Kelautan


Peta batimetri dalam aplikasinya memiliki banyak manfaat dalam bidang kelautan antara lain
penentuan jalur pelayaran yang aman, perencanaan bangunan pinggir pantai, pendeteksian adanya
potensi bencana tsunami di suatu wilayah, dan pertambangan minyak lepas pantai. Selain itu, peta
batimetri diperlukan untuk mengetahui kondisi morfologi suatu daerah perairan. Kondisi laut yang
sangat dinamis sehingga, peta batimetri harus selalu di update dengan perubahan dan
perkembangan kondisi perairan tersebut (Nurjaya, 1991).

Bentuk-Bentuk Dasar Laut


Berdasarkan historyofindonesia.blogspot.com, relief dasar laut tidak begitu besar variasinya
dibandingkan dengan relief daratan. Hal ini disebabkan karena lemahnya erosi dan sedimentasi.
Relief dasar laut terdiri dari bentukan-bentukan berupa : Trog adalah daerah ingressi di laut yang
bentuknya memanjang dan biasanya palung laut itu sangat sempit dan dalam. Contohnya, Palung
Mindanau (10.830 meter), Palung Sunda (7.450 meter), dll. Basin terjadi karena akibat dari tenaga
tektonik dan merupakan laut Ingressi dan biasanya bentuknya bulat. Contohnya, Lubuk Sulu, Lubuk
Banda, etcetera.Gunung laut adalah gunung yang kakinya ada di dasar laut. Kadang-kadang puncak
gunung laut muncul tinggi sampai di atas permukaan laut. Contohnya, Gunung Krakatau (Indonesia),
Maona Loa (Hawai), dll. Punggung laut merupakan satuan atau deretan bukit di dalam laut.
Contohnya, Punggung Laut Sibolga. Drempel adalah punggung laut yang memisahkan dua bagian
laut atau dua laut yang dalam. Contohnya, Ambang Laut Sulu, Ambang Laut Sulawesi, Ambang Laut
Gibraltar, dll. Selain dari yang dijelaskan diatas, secara umum dasar laut terdiri atas empat bagian.
Pembagian ini dimulai dari bagian daratan menuju ke tengah laut : Continental Shelf adalah dasar
laut yang berbatasan dengan benua. Di dasar laut ini sering ditemukan juga lembah yang
menyerupai sungai. Lembah beberapa sungai yang terdapat di Continental Shelf ini merupakan bukti
bahwa dulunya Continental Shelf merupakan bagian daratan yang kemudian sekarang tenggelam di
dasar laut. Continental Slope biasanya terdapat di pinggir Continental Shelf. Daerah Continental
Slope bisa mencapai kedalaman tidak lebih dari 1.500 meter di bawah permukaan laut dengan sudut
kemiringan biasanya kurang lebih 5 derajat. Deep Sea Plain meliputi 2/3 dari dasar laut dan terletak
pada kedalaman lebih dari 1.500 meter di bawah permukaan laut. Biasanya relief di daerah ini
bervariasi, mulai dari yang rata sampai pada puncak vulkanik yang menyembul di atas permukaan
laut dan biasanya sebagai pulau yang terisolasi.
Morfologi dasar laut cukup kompleks seperti halnya daratan, berikut beberapa bentuk relief dasar
laut (Stewart, 2002) :

Gambar 1. Bentuk-bentuk relief dasar laut.

Gambar 2. Model relief dasar laut


(http://alam.leoniko.or.id/laut.htm)

Dasar Laut Perairan Indonesia


Kondisi morfologi dasar laut Indonesia mempunyai perbedaan mencolok antara kawasan barat dan
kawasan timur. Laut Jawa yang merupakan sistem Paparan Sunda (Sunda Shelf) mempunyai
kedalaman dasar laut rata-rata 130 meter, sedangkan Laut Flores dan Laut Banda yang merupakan
laut tepi mempunyai kedalaman lebih 5000 meter. Karakteristik laut dan samudra secara umum
didasarkan pada kedalaman dasar laut yang dengan mudah dapat diamati dari nilai garis kontur peta
batimetri. Untuk sistem samudra terdapat hubungan empiris yang memperlihatkan hubungan antara
kedalaman dan umur pembentukannya. Makin tua umur samudra serta proses-proses geologi yang
berjalan, akan makin dalam dasar laut tersebut. (dikutip dari www.mgi.esdm.go.id)
Dari kenampakkan fisiografi wilayah laut Indonesia maka dapat ditafsirkan secara geologi bahwa
perkembangan tektonik antara Indonesia bagian barat dan bagian timur mempunyai perbedaan.
Indonesia bagian barat terdiri dari beberapa pulau-pulau besar di mana antara pulau satu dengan
lainnya dipisahkan oleh laut dangkal serta mempunyai tatanan tektonik yang lebih sederhana
apabila dibandingkan dengan Indonesia bagian timur yang terdiri dari sederetan pulau pulau
berbentuk busur lengkung dengan perbedaan bentuk relief yang sangat menonjol dan dipisahkan
oleh laut dalam, yang mempunyai palung-palung dalam dan pegunungan yang tinggi sehingga
mempunyai tatanan tektonik lebih rumit.

Gambar 3. Peta batimetri Indonesia

Metode Penentuan Batimetri


Metode Akustik
Berdasarkan khakharothen.multiply.com, metode akustik yang dapat digunakan antara lain :
pertama, sidescan sonar, sistem sonar dapat diartikan sebagai penentuan posisi dengan metode
akustik (acoustic location). Sidescan sonar merupakan alat untuk mendapatkan gambaran
permukaan dasar perairan dengan menggunakan gelombang bunyi. Pada dasar laut yang datar
sempurna semua energi dipantulkan dari sesor sonar dan tidak ada sinyal yang terekam. Dalam
faktanya, dasar laut tidak rata sempurna. Ketidakteraturan seperti bebatuan dan riak-riak air karena
pantulan (backscatter) dari energi akustik, dan sistem dapat menyediakan informasi secara kasar
keadaan dasar laut. Kedua, sub-bottom profiling merupakan suatu sistem untuk mengidentifikasi
dan mengukur variasi dari lapisan-lapisan sedimen yang ada di bawah permukaan air serta
menggunakan energi pantulan untuk mengumpulkan informasi lapisan-lapisan sedimen di bawah
dasar permukaan air (tampilan muka sedimen bawah air). Ketiga, single-beam echosounder
merupakan alat ukur kedalaman air yang menggunakan pancaran tunggal sebagai pengirim dan
penerima sinyal gelombang suara.
Sistem batimetri dengan menggunakan single beam secara umum mempunyai susunan: transciever
(tranducer/reciever) yang terpasang pada lambung kapal atau sisi bantalan pada kapal. Sistem ini
mengukur kedalaman air secara langsung dari kapal penyelidikan. Transciever yang terpasang pada
lambung kapal mengirimkan pulsa akustik dengan frekuensi tinggi yang terkandung dalam beam
(gelombang suara) secara langsung menyusuri bawah kolom air. Energi akustik memantulkan sampai
dasar laut dari kapal dan diterima kembali oleh tranciever. Transciever terdiri dari sebuah
transmitter yang mempunyai fungsi sebagai pengontrol panjang gelombang pulsa yang dipancarkan
dan menyediakan tenaga elektris untuk besar frekuensi yang diberikan.
Terakhir dengan multi-beam echosounder, merupakan alat untuk menentukan kedalaman air
dengan cakupan area dasar laut yang luas. Prinsip operasi alat ini secara umum adalah berdasar
pada pancaran pulsa yang dipancarkan secara langsung ke arah dasar laut dan setalah itu energi
akustik dipantulkan kembali dari dasar laut (sea bed), beberapa pancaran suara (beam) secara
elektronis terbentuk menggunakan teknik pemrosesan sinyal sehingga diketahui sudut beam. Dua
arah waktu penjalaran antara pengiriman dan penerimaan dihitung dengan algoritma pendeteksian
terhadap dasar laut tersebut. Dengan mengaplikasikan penjejakan sinar, sistem ini dapat
menentukan kedalaman dan jarak transveral terhadap pusat area liputan. Multi-Beam Echosounder
dapat menghasilkan data batimetri dengan resolusi tinggi ( 0,1 m akurasi vertikal dan kurang dari 1
m akurasi horisontalnya).
Satelit Altimetri
Dikutip dari geodesy.gd.itb.ac.id.htm, secara umum sistem satelit altimetri mempunyai tiga objektif
ilmiah jangka panjang yaitu: mengamati sirkulasi lautan global, memantau volume dari lempengan
es kutub, dan mengamati perubahan muka laut rata-rata (MSL) global. Dalam konteks geodesi,
objektif terakhir dari misi satelit altimetri tersebut adalah yang menjadi perhatian. Begitu banyak hal
yang dapat kita pelajari dengan mengaplikasikan teknologi Satelit Altimetri, sehingga teknologi ini
mulai menjadi trend baru dalam dunia science dan rekayasa geodesi kelautan, oceanografi, dan
bidang-bidang ilmu terkait lainnya. Satelit Altimetri diperlengkapi dengan pemancar pulsa radar
(transmiter), penerima pulsa radar yang sensitif (receiver), serta jam berakurasi tinggi. Pada sistem
ini, altimeter radar yang dibawa oleh satelit memancarkan pulsa-pulsa gelombang elektromagnetik
(radar) kepermukaan laut. Pulsa-pulsa tersebut dipantulkan balik oleh permukaan laut dan diterima
kembali oleh satelit.
Informasi utama yang ingin ditentukan dengan satelit altimetri adalah topografi dari muka laut. Hal
ini dilakukan dengan mengukur ketinggian satelit di atas permukaan laut dengan menggunakan
waktu tempuh dari pulsa radar yang dikirimkan kepermukaan laut, dan dipantulkan kembali ke
satelit. Dari data rekaman waktu tempuh sinyal kita dapat menentukan posisi vertikal permukaan
laut, topografi muka laut (SST), Undulasi Geoid, Topografi es, lokasi dan kecepatan arus laut. Dari
data amplitudo gelombang pantul kita dapat memperoleh informasi mengenai kecepatan angin
sepanjang permukaan groundtrack satelit, dan batas laut serta es. Sementara itu dari data bentuk
dan struktur muka gelombang pantul kita dapat melihat tinggi gelombang, panjang gelombang
dominan, informasi termoklin, dan kemiringan lapisan es.
http://nizcha0804.blogspot.com/2009/12/batimetri.html

Batimetri merupakan unsur serapan yang secara sederhana dapat diartikan sebagai kedalaman laut.
Dari Kamus Hidrografi yang dikeluarkan oleh Organisasi Hidrografi Internasional (International
Hydrographic Organization, IHO) tahun 1994, istilah batimetri dalam bahasa aslinya adalah
bathymetry memiliki makna “the determination of ocean depths. The general configuration of sea
floor as determined by profile analysis of depth data”. Batimetri adalah penentuan kedalaman laut
dan hasil yang diperoleh dari analisis data kedalaman merupakan konfigurasi dasar laut. Istilah
batimetri telah menyatu dengan kata “peta”, mengingat hasil analisis data kedalaman laut
dituangkan dalam bentuk peta. Istilah peta batimetri (bathymetric chart/map) yang dalam bahasa
aslinya disebutkan sebagai “a topographic chart of the bed of a body of water, or a part of it.
Generally, bathymetric maps show depths by contour lines and gradient tints”. Jadi peta batimetri
adalah peta topografi dasar laut yang merepresentasikan kedalaman laut dan digambarkan dengan
garis kontur atau gradasi warna. Selanjutnya istilah batimetri yang digunakan dalam Atlas ini berarti
peta batimetri yang diilustrasikan dengan peta yang memuat garis kontur kedalaman laut atau
gradien perubahan warna.

Pembuatan peta batimetri merupakan salah satu bidang kajian hidrografi. Batimetri adalah ukuran
dari tinggi rendahnya dasar iaut yang merupakan sumber informasi utama mengenai dasar laut.
Perubahan kondisi hidrografi di wiiayah perairan laut dan pantai, disamping disebabkan oleh faktor
alam, juga disebabkan oleh fenomena perubahan penggunaan lahan di wilayah tersebut dan proses-
proses yang terjadi di wilayah hulu sungai. Terbawanya berbagai material partikel dan kandungan
padatan tersuspensi oleh aliran sungai semakin mempercepat proses pendangkalan di perairan
pantai. Berdasarkan hal tersebut, perlu dilakukan suatu upaya pengkajian yang berkaitan dengan
faktor-faktor keselamatan pelayaran, salah satunya adalah pengukuran kedalaman perairan.
Pemanfaatan teknologi penginderaan jauh dapat digunakan untuk mendapatkan informasi kondisi
hidro oseanografi secara cepat dengan cakupan wilayah yang luas. Peta batimetri ini dapat
divisualisasikan dalam tampilan 2 dimensi (2D) maupun 3 dimensi (3D). Visualisasi tersebut dapat
dilakukan karena perkembangan teknologi yang semakin maju, sehingga penggunaan komputer
untuk melakukan kalkulasi dalam pemetaan mudah dilakukan. Data batimetri dapat diperoleh
dengan penggunaan teknik interpolasi untuk pendugaan data kedalaman untuk daerah-daerah yang
tidak terdeteksi merupakan hal mutlak yang harus diperhatikan.

http://wisatawan-indonesia.blogspot.com/2009/04/batimetri-dan-kekayaan-wisata-
indonesia.html
http://pondoksurveyor.com/index.php?option=com_content&view=article&id=5&Itemid=7

http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/22076

ZONASI KEDALAMAN LAUT

( BATIMETRI )

A. Pembagian lingkungan laut berdasar Buku Marine Geology :

1. Lingkungan Euxinic

Memiliki kedalaman yang bervariasi, dicirikan oleh adanya ventilasi (lubang udara) yang
sedikit pada dasar air, sehingga menghasilkan hewan dasar airnya tidak ada. Umumnya,
endapannya berupa material berbutir halus dengan komposisi berupa material organik yang
terdekomposisi.

1. Lingkungan Littoral atau pantai

Lingkungan ini terletak di antara pasang rendah dan batas tertinggi yang dicapai oleh
gelombang.

1. Beberapa Lingkungan Khusus, terutama pada daerah yang memberikan karakteristik


neritik yang meliputi delta, tidal flat, dan lingkungan lagoon.
2. Lingkungan Neritik

Kedalaman dari daerah pasang rendah hingga 200 meter di bawah muka laut. Jarang yang
berjarak lebih dari beberapa ratus meter dari garis pantai. Tipe utama dari sedimennya berupa
material terestrial berukuran butir kasar hingga halus dengan campuran dari material organik
laut yang berupa calcareous. Pada air di daerah tropis, calcareous lebih melimpah.
1. Lingkungan Batial

Memiliki kedalaman antara 200-1000 m. Berjarak beberapa ratus kilometer. Tipe utama dari
aedimennya berupa lempung biru, lempung gelap dengan butiran halus dan dengan
kandungan karbonatan kurang dari 30 %. Butiran mineral terestrialnya melimpah. Variasi
lempung relatif berupa calcareous mud.

1. Lingkungan Abisal Hemipelagic

Berjarak kurang dari beberapa ratus kilometer dari garis pantai. Dengan kedalaman kurang
dari 1000 m. Tipe utama dari endapannya berbeda dengan tipe endapan pada lingkungan
abisal pelagic dengan campuran dari butiran mineral terestrial yang berukuran lanau atau
pasir halus bergradasi.

1. 7. Lingkungan Abisal Pelagic

Terletak tidak kurang dari beberapa ratus meter dari garis pantai dengan kedalaman lebih dari
1000 m. Tipe utama dari endapannya berupa lempung merah, lutite dengan butir halus yang
mengandung material karbonatan kurang dari 30%. Radiolaria dan diatome ooze
dengansiliceous skeleton atau frustules yang melimpah, Globigerina ooze dengan kandungan
karbonatan lebih dari 30%. Sebagian besar berupa foraminifera planktonic. Luasan
lingkungan pengendapan ini tidak kurang dari 250 x 104 km2.

Table pengklasifikasian lingkungan laut berdasar buku marine geology

B. Pembagian zona kedalaman laut berdasar Paul Bennet :

Paul Bennet dalam The Natural World – Under The Ocean, memaparkan bahwa para
ilmuwan telah membagi lautan menjadi lapisan atau zona yang jelas. Ada kawasan yang
disebut perairan dangkal, zona twilight, lautan dalam.

Bagian laut yang terdekat dengan kehidupan daratan adalah perairan dangkal yaitu wilayah
laut yang dekat dengan tepi pantai. Zona ini mendapat limpahan cahaya matahari yang
berkecukupan. Kehidupan di zona ini sangat beragam dan tempat yang paling disukai ikan-
ikan yang kita kenal.

Setelah perairan dangkal zona berikutnya adalah zona twilight. Yaitu kawasan perairan yang
masih bisa ditembus matahari walau tak “semewah” perairan dangkal. Zona ini bisa
dikatakan batas jangkauan matahari mampu menembus lapisan lautan. Karena itu kehidupan
di sini mulai sedikit, namun masih bisa ditinggali jenis-jenis bunga karang. Ikan berukuran
besar juga suka berada di antara zona twilight ini atau mengapung di permukaan laut dalam.

Zonasi lautan yang paling gelap dan dingin adalah laut dalam (termasuk palung laut). Masih
sedikit sekali yang diketahui tentang kehidupan di zona ini.

C. Pembagian Laut Menurut Zona Kedalamannya

Menurut zona atau jalur kedalamannya, laut dapat dibedakan menjadi beberapa zona sebagai
berikut
a. Zona litoral atau jalur pasang, yaitu bagian cekungan lautanyang terletak di antara pasang
naik dan pasang surut

b. Zona epineritik, yaitu bagian cekungan lautan di antara garis-garis surut dan tempat paling
dalam yang masih dapat dicapai oleh daya sinar matahari

c. Zona neritik, yaitu bagian cekungan lautan yang dalamnya antara 50-200 m

Pada zona ini masih dapat ditembus oleh sinar matahari sehingga wilayah ini paling banyak
terdapat berbagai jenis kehidupan baik hewan maupun tumbuhan-tumbuhan, contoh Jaut
Jawa, Laut Natuna, Selat Malaka dan laut-laut disekitar kepulauan Riau.

d. Zona batial ( wilayah laut dalam ), yaitu bagiancekungan lautan yang dalamnya antara 200-
2.000 m. hingga 1800 meter. Wilayah ini tidak dapat ditembus sinar matahari, oleh karena itu
kehidupan organismenya tidak sebanyak yang terdapat di zona meritic.

e. Zona abisal ( wilayah laut sangat dalam ), yaitu bagian cekungan lautan yang dalamnya
lebih dalam dari 2.000 m

di wilayah ini suhu sangat dingin, tidak ada tumbuhan, dan jenis hewan yang berada pada
lingkungan ini sangat terbatas

Pembagian laut berdasar kedalamannya

DAFTAR PUSTAKA

J.W. Hedgpeth.1957.Teratise of Marine ecology and Paleoecology..New York; Waverly


press.

http://sangrisang.wordpress.com/2010/04/12/zonasi-laut/
http://belajarilmukelautan.blogspot.com/2009/07/sekilas-tentang-hidroakustik.html

Anda mungkin juga menyukai