12.70.0023 - KP Sherly Putri
12.70.0023 - KP Sherly Putri
Oleh :
SHERLY PUTRI SANTOSO
12.70.0023
2015
PROSES PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN MUTU
SOSIS SELAMA PROSES FREEZING DENGAN
MENGGUNAKAN IQF (INDIVIDUAL QUICK FREEZING)
PT. CHAROEN POKPHAND INDONESIA
FOOD DIVISION UNIT SALATIGA
Oleh :
NIM : 12.70.0023
Pembimbing Akademik,
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan
rahmat karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan Laporan Kerja Praktek yang berjudul
“Proses Pengendalian Dan Pengawasan Mutu Sosis Selama Proses Freezing Dengan
Menggunakan IQF (Individual Quick Freezing) PT. Charoen Pokphand Indonesia Food
Division Unit Salatiga”. Kerja Praktek ini dilaksanakan dengan tujuan untuk memenuhi
syarat salah satu mata kuliah Kerja Praktek pada Program S1 Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Soegijapranata Semarang.
Penulis menyadari bahwa laporan kerja praktek ini masih jauh dari sempurna,
dikarenakan keterbatasan kemampuan dan pengetahuan penulis. Tetapi berkat bantuan,
bimbingan, dan dorongan dari berbagai pihak, akhirnya penulis dapat menyelesaikan
laporan kerja praktek ini. Pada kesempatan yang baik ini penulis ingin mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Tuhan Yesus yang telah memberikan berkat dan penyertaanNya sehingga penulis
memperoleh kelancaran dalam pelaksanaan dan pembuatan laporan kerja praktek.
2. Kedua orang tua dan adik-adik yang telah memberikan motivasi sehingga penulis
dapat menyelesaikan kerja praktek dan laporan dengan baik.
3. Bapak Aditya selaku DGM PT. Charoen Pokphand Indonesia Food Division Plant
Salatiga yang telah mengijinkan penulis untuk melakukan kerja praktek di
perusahaan tersebut.
4. Bapak Asmoro Hendriyadi selaku Manager QC dan Lab di PT. Charoen Pokphand
Indonesia Food Division Plant Salatiga serta pembimbing lapangan penulis yang
memberikan informasi dan membimbing dalam pelaksanaan kerja praktek.
5. Ibu Emi selaku HRD dari PT. Charoen Pokphand Indonesia Food Division Plant
Salatiga yang telah memberikan informasi seputar perusahaan.
6. Mas Yosi, selaku pembimbing lapangan yang telah membimbing selama
melaksanakan Kerja Praktek di PT. Charoen Pokphand Indonesia Food Division
Plant Salatiga.
7. QC dan para pekerja di bagian produksi sosis yang tidak bisa disebutkan satu
persatu yang telah membantu dalam pengumpulan informasi di lapangan.
iii
8. Dr. V. Kristina Ananingsih, ST., MSc. selaku Dekan Teknologi Pangan Fakultas
Teknologi Pertanian Universitas Katolik Soegijapranata Semarang.
9. Kartika Puspa Dwiana, STP, MSi selaku koordinator bagian kerja praktek
Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Katolik
Soegijapranata Semarang.
10. Ir Sumardi, MSc selaku dosen pembimbing dalam pelaksanaan kerja praktek
hingga tersusunnya laporan kerja praktek ini.
11. Tjan, Ivana Chandra dan Graytta Intannia selaku rekan dalam pelaksanaan kerja
praktek di Salatiga.
12. Semua teman-teman Program Studi Teknologi Pertanian yang turut mendukung
selama pembuatan laporan Kerja Praktek.
13. Kepada semua pihak yang terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung
dalam pembuatan laporan kerja praktek ini.
Akhir kata penulis berharap agar laporan kerja praktek ini dapat bermanfaat bagi
pembaca pada umumnya dan bagi mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian UNIKA
Soegijapranata pada khususnya. Penulis menyadari bahwa penulisan dan penyusunan
laporan kerja praktek ini masih jauh dari sempurna dan masih banyak kekurangan. Oleh
karena itu, penulis mohon maaf sebesar-besarnya dan jika ada kritik dan saran yang
membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan laporan kerja praktek lapangan ini.
.
Penulis
iv
DAFTAR ISI
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2. Tujuan Kerja Praktek .......................................................................... 2
1.3. Manfaat ................................................................................................ 3
1.4. Tempat dan Waktu Pelaksanaan .......................................................... 3
1.5. Metode Kerja Praktek .......................................................................... 3
v
4.2.2. Cooking 20
4.3. Pengemasan ....................................................................................... 22
4.3.1. Pengemasan Sekunder .......................................................... 22
4.3.2. Pengecekan Kandungan Metal ............................................. 23
4.3.3. Freezing ................................................................................ 24
4.3.4. Pengemasan Tersier .............................................................. 25
vi
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
viii
1. PENDAHULUAN
KP merupakan salah satu mata kuliah wajib dalam Program Studi Teknologi Pangan
yang dilakukan pada semester IV/V selama 20 hari atau satu bulan. Melalui KP
diharapkan teori-teori dasar yang sudah didapatkan selama perkuliahan dapat diterapkan
secara nyata dan dapat semakin berkembang. Tujuan dari KP sendiri adalah untuk
menambah wawasan dan pengetahuan mahasiswa/i dalam perencanaan, pengelolaan
maupun pengendalian industri pangan, serta dapat mengenal serta memahami situasi di
dalam dunia kerja. PT. Charoen Pokphand Indonesia Food Division Unit Salatiga
dipilih sebagai tempat pelaksanaan kerja praktek, mengingat perusahaan ini merupakan
salah satu perusahaan besar dan terkemuka di Indonesia yang menerapkan teknologi
serta proses yang berkualitas tinggi untuk menghasilkan produk yang bermutu tinggi,
sehat, halal, dan aman bagi konsumen, dengan harga yang terjangkau bagi konsumen.
1
2
PT. Charoen Pokphand Indonesia Food Division Unit Salatiga merupakan salah satu
perusahaan yang bergerak dibidang pengolahan pangan dengan teknologi yang modern
dan didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas, inovasi–inovasi, dan mesin–
mesin yang telah memenuhi standar sehingga sangat cocok untuk dijadikan sumber
pengetahuan di bidang teknologi pangan.
1.2. Tujuan
Tujuan dari Kerja Praktek ini, antara lain:
a. Mendapat gambaran yang nyata mengenai dunia kerja.
b. Menambah wawasan mengenai hal-hal yang berhubungan dengan bidang pangan.
c. Mengetahui pemecahan masalah-masalah yang timbul di lapangan.
d. Mampu menerapkan dasar-dasar teori yang didapat selama perkuliahan untuk
mengatasi masalah yang terjadi.
3
1.3. Manfaat
Manfaat dilakukannya kerja praktek di PT. Charoen Pokphand Salatiga Food Division
Unit adalah sebagai berikut:
a. Mengetahui proses produksi sosis ayam.
b. Mengetahui proses pengawasan mutu pada produksi sosis.
c. Mendapatkan berbagai wawasan pada industri pengolahan daging ayam khususnya
pembuatan sosis ayam.
d. Mengetahui kondisi dunia kerja secara nyata dan dapat turut berpartisipasi aktif
dalam sebagian proses produksi sosis ayam terutama bidang pengendalian mutu.
PT. Charoen Pokphand Indonesia – Unit Salatiga berupaya menyediakan produk dengan
kualitas terbaik, dimulai dengan proses pemilihan bahan baku ayam yang memenuhi
standar ayam sehat, bebas dari segala penyakit, dan dengan proses pemotongan serta
pembersihan ayam yang dilakukan dengan halal dan higienis. Selain itu, proses
pengolahan diawasi secara ketat sesuai dengan standar sampai pada proses pengemasan,
penyimpanan, dan distribusi. PT. Charoen Pokphand Indonesia – Food Division Unit
Salatiga memproduksi dan mensuplai produk yang bermutu tinggi untuk industri
makanan di Indonesia seperti KFC, Olive, Wendys dan restaurant lainnya. Sesuai
dengan misinya, PT. Charoen Pokphand Indonesia – Unit Salatiga ini sangat
mengutamakan kebersihan dan kualitas dari produk yang dihasilkan, sehingga dapat
memuaskan pelanggan dan pemegang saham dengan memproduksi makanan olahan
yang bermutu tinggi, halal dengan menerapkan GMP (Good Manufacturing Practice),
SSOP (Sanitation Standard Operating Procedure), HACCP (Hazard Analysis Critical
Control Point, dan ISO (International Organization for Standardization) 9001.
4
5
Misi dari PT. Charoen Pokphand Indonesia – Food Division Unit Salatiga yaitu:
a. Membantu meningkatkan kualitas bangsa Indonesia dan dunia serta memuaskan
pelanggan dan pemegang saham dengan memproduksi makanan olahan bermutu
tinggi, halal, dan aman untuk dikonsumsi dengan menerapkan GMP (Good
Manufacturing Practice), SSOP (Sanitation Standart Operating Procedure), Sistem
Jaminan Halal, HACCP, dan ISO 9001:2008.
b. Menjaga dan menerapkan prinsip-prinsip kelestarian lingkungan hidup sesuai
peraturan perundangan yang berlaku.
house (evisceration dan cut up), gudang premix, gudang chemical, cold storage, dan
office. Area pabrik bawah terdiri dari area produksi chicken nugget dan sosis, gudang
seasoning, cold storage, dan instalasi pengolahan air limbah.
Sausage
Further
Premix
Breadcrumb
Slaughter House
PPIC
Marketing
Logistik
Purchasing
P&GA
Gambar 1. Struktur Organisasi PT. Charoen Pokphand Food Divison Unit Salatiga
Catatan : bagian yang berwarna adalah unit dimana Kerja Praktek dilaksanakan
2.6. Ketenagakerjaan
Karyawan di PT. Charoen Pokphand Salatiga ada dua kategori yaitu karyawan tetap dan
karyawan kontrak baik dalam pabrik maupun office dibagi menjadi tiga shift untuk
enam hari. Pada setiap shift di proses produksi sosis terdapat tiga orang QC yang
mengawasi dimana satu orang pada bagian MP (Meat Preparation), satu orang pada
bagian Packaging, dan satu orang pada bagian Metal Detector. Pada saat istirahat QC
MP dan QC Packaging akan bergantian dan saling merangkap tugas QC yang sedang
beristirahat, sehingga tiap QC dituntut untuk bisa mengetahui seluruh tugas QC dalam
satu bagian produksi. Dalam satu minggu per tiga hari akan dilakukan pergiliran spot
QC di semua shift dimana tiga hari pertama di bagian MP kemudian tiga hari berikutnya
di bagian packaging begitu pula sebaliknya. Setiap pergantian shift maka QC shift
sebelum akan memberikan catatan kepada QC shift berikutnya untuk mengontrol
9
Di sisi lain, karyawan harus mengikuti peraturan-peraturan yang ada di dalam pabrik.
Selain itu, diterapkan sistem reward and punishment. Karyawan menerima reward
sesuai ketentuan dari manajemen pabrik seperti naik pangkat, misalnya dari karyawan
harian menjadi karyawan bulanan. Sedangkan punishment atau sanksi berupa SP 1, SP
2, SP 3. Pemberian SP (Surat Peringatan) didasarkan pada pelanggaran kerja antara lain
kelalaian kerja, pelanggaran peraturan kerja, dan tidak dapat mengontrol bagiannya.
3. SPESIFIKASI PRODUK
PT. Charoen Pokphand Indonesia Food Division Unit Salatiga menghasilkan berbagai
macam produk antara lain produk daging ayam beku, Sosis, Nugget, Stikie, Karage,
Crispy Crunch dan lain- lain. PT. Charoen Pokphand Indonesia menghasilkan empat
merk produk utama, yaitu Okey, Champ, Golden Fiesta dan Fiesta. Hal ini berkaitan
dengan klasifikasi tiap – tiap merk dan proses pemasarannya pula.
Gambar 2. Produk Sosis PT. Charoen Pokphand Indonesia Food Division Unit Salatiga
(http://www.cpfood.co.id/)
10
11
Sosis dengan merk Okey termasuk dalam produk sosis dengan klasifikasi terendah
dimana presentasi daging ayam lebih sedikit dibandingkan bahan-bahan lain. Walaupun
demikian produk ini tetap diproduksi dengan penerapan GMP dan HACCP. Penjualan
sosis dengan merk Okey dilakukan dengan harga yang lebih terjangkau oleh kalangan
menengah ke bawah. Produk sosis Champ merupakan produk dengan klasifikasi
menengah dimana presentase daging ayam dan bahan-bahan lain sama. Jenis sosis merk
Champ yang tersedia adalah sosis ayam dan sosis sapi. Sosis ayam cenderung berwarna
kecoklatan sedangkan sosis sapi cenderung berwarna merah bata.
Sosis merk Fiesta merupakan produk sosis dengan klasifikasi yang paling tinggi, karena
presentase daging ayam lebih tinggi dibandingkan bahan-bahan lain. Sosis jenis Fiesta
memiliki warna kuning dan sebagian besar terbuat dari daging ayam yang melalui
proses pengasapan. Pada kemasan produk sosis merk Champ dan Fiesta terdapat
barcode, hal ini menunjukkan bahwa produk merk Fiesta dan Champ dipasarkan di area
yang dalam penjualannya menggunakan sistem barcode seperti di supermarket,
swalayan, dan minimarket. Pada kemasan sosis merk Okey tidak tercantumkan barcode
karena sosis dengan merk ini lebih banyak dipasarkan di pasar, warung, dan toko. Sosis
dengan merk Okey lebih sering dimanfaatkan sebagai bahan jualan para pedagang-
pedagang kecil yang berjualan di sekolah-sekolah. PT. Pokphand Indonesia Food
Division Unit Salatiga juga menghasilkan jenis produk olahan ayam lainnya selain sosis
dengan merk yang sama dengan yaitu Okey, Champ, dan Fiesta. Klasifikasi pada
produk – produk ini pun dibedakan berdasarkan merk tersebut.
Sosis merupakan produk makanan yang dibuat dari campuran daging halus
(mengandung daging tidak kurang dari 75%) dengan tepung atau pati dengan atau tanpa
penambahan bumbu dan bahan tambahan makanan lain yang diizinkan dan dimasukan
ke dalam selubung sosis. Pada prinsipnya semua jenis daging dapat dibuat sosis bila
dicampur dengan sejumlah lemak. Daging merupakan sumber protein yang bertindak
sebagai pengemulsi dalam sosis. Protein yang utama berperan sebagai pengemulsi
adalah myosin yang larut dalam larutan garam (Brandly, 1966). Ketentuan dari mutu
sosis berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI 01-3820-1995) adalah kadar air
maksimal 67%, abu maksimal 3%, protein minimal 13%, lemak maksimal 25%, serta
karbohidrat maksimal 8%.
Sosis merupakan salah satu produk pangan yang digemari masyarakat dan memerlukan
proses pengawetan dalam penyimpanan. Secara umum sosis dikelompokkan menjadi
beberapa macam yaitu sosis segar, sosis fermentasi, sosis asap, sosis semi kering, dan
lain – lain.
- Sosis Segar
Sosis segar dapat dibuat dari daging cincang yang mengalami proses curing tetapi
tidak dilakukan pemasakan. Contoh produk yang tergolong dalam sosis segar
adalah hamburger dan sosis babi.
- Sosis Asap
Sosis asap ada 2 jenis yaitu sosis asap tetapi tidak dimasak dan sosis asap dan
dimasak. Sosis asap tetapi tidak dimasak yaitu sosis yang dibuat seperti sosis segar
yang kemudian diasap namun tidak dimasak. Pengasapan dilakukan pada suhu
320C sampai terbentuk warna merah daging asap. Sosis asap dan dimasak yaitu
sosis yang dilakukan pengasapan dan juga pemasakan sampai suhu bagian dalam
sosis mencapai 610C.
- Sosis Fermentasi
Sosis fermentasi adalah sosis yang dalam pembuatannya diperlukan aktivitas
mikroorganisme yang mampu memproduksi asam laktat.
- Sosis Semi Kering
12
13
Sosis semi kering yaitu sosis yang dikeringkan pada waktu yang cepat dan suhu
tinggi. Sosis ini serupa dengan sosis fermentasi kering, hanya kadar airnya lebih
tinggi.
(Alan & Jane, 1995)
Fiesta
Formulasi Autogrind
Emulsifier
Sunny Pump
Showering Hanya Fiesta
dan Okey
Stuffer
Drying
Showering
Cooling Down
Cooling
(a)
14
Sosis Matang
Cutter
Metal Detector
IQF
Kartoning
Warehouse
(b)
Gambar 3. Diagram Alir Proses Produksi Sosis PT. Charoen Pokphand Indonesia Food
Divison Salatiga (a)Diagram alir meat preparation sampai cooking; (b)Diagram alir
pengemasan
pucat. Contoh bakteri pshycrophile antara lain dari genus Pseudomonas, Moraxella,
Acinetobacter, Lactobacillus, Brochothrix thermosphacta, Aeromonas dan
Enterobacteriaceae.
Selain pengontrolan suhu di dalam chillroom, juga dilakukan kontrol terhadap suhu dan
sensori dari daging ayam untuk menjamin kualitas daging yang akan digunakan untuk
proses produksi. Raw Material yang baik memiliki suhu yang cukup rendah (00C-50C).
Untuk sensorinya, dilakukan pengamatan terhadap warna, penampakan dan aroma dari
daging dimana hal ini dapat menandakan kesegaran daging ayam. Pemakaian dan
pengeluaran Raw Material menggunakan prinsip First In First Out (FIFO) dimana
bahan yang datang terlebih dahulu akan digunakan terlebih dahulu juga. Sistem ini
digunakan untuk memastikan bahwa bahan dan barang yang disimpan mengalami rotasi
dengan benar, sehingga perlu adanya pelabelan dan pencatatan dengan benar. Daging
ayam yang digunakan dalam proses produksi ada dua jenis yaitu daging ayam yang
segar (fresh) atau tanpa proses pembekuan dan daging ayam frozen yaitu daging ayam
yang telah mengalami proses pembekuan. Daging ayam frozen digunakan karena
terdapat sisa daging dalam proses pemotongan. Untuk menghindari kebusukan, maka
daging dibekukan untuk menginaktifkan kerja dari enzim bakteri pembusuk.
Daging ayam yang telah mengalami proses penimbangan sesuai formulasi terlebih
dahulu digiling dengan menggunakan mesin autogrind. Tujuan dari proses penggilingan
adalah untuk pengecilan ukuran daging ayam hingga mencapai ukuran seragam guna
pembentukan emulsi pada produk sosis. Tahap ini sangat penting karena jika tidak ada
protein yang terekstrak, maka serpihan daging tidak dapat saling berikatan selama
proses pemasakan dan menghasilkan produk dengan tekstur yang tidak kuat.
Berdasarkan tingkat kehalusan penggilingan daging, sosis dibedakan atas sosis daging
giling dan sosis emulsi. Pada sosis daging giling, daging tidak dihaluskan sehingga
masih terlihat serat-serat daging yang belum hancur dan menghasilkan tekstur yang
khas. Sedangkan dalam sosis emulsi, daging digiling halus sampai terbentuk emulsi
dengan lemak yang ditambahkan (Hanief, 2001). Di PT. Charoen Pokphand sosis yang
diproduksi adalah sosis jenis emulsi dikarenakan daging digiling sampai halus sehingga
nantinya dapat menghasilkan emulsi saat proses emulsifikasi.
16
Untuk bahan penunjang seperti tepung, premix, seasoning, dan lainnya yang berasal
dari supplier akan disimpan sementara di gudang seasoning. Selain itu terdapat
vegetable area untuk menyimpan sayur-sayuran yang merupakan bahan tambahan
dalam proses produksi seperti bawang merah dan bawang putih. Untuk bahan – bahan
seasoning diletakkan di ruangan yang berbeda dari Raw Material untuk menghindari
adanya kontaminasi silang. Seluruh material untuk pengemasan harus dipisahkan
sebelum bahan dasar masuk ke dalam area meat preparation (Essien, 2003). Bahan –
bahan seasoning untuk produk diletakkan pada rak dan tidak boleh menyentuh lantai
dan dinding secara langsung untuk mencegah kontaminasi. Rak yang digunakan
berbahan dasar stainless steel. Stainless steel memiliki sifat relatif kuat, keras,
mengkilap, mudah dibersihkan, tahan korosi dan dapat menahan suhu dingin dan panas.
Bahan – bahan seasoning yang digunakan telah memiliki Certificate of Analysis (CoA).
Certificate of Analysis merupakan surat resmi yang dikeluarkan oleh perusahaan
pemasok yang menyatakan bahwa bahan – bahan tersebut telah mengalami proses
analisis dan hasilnya pun terlampir. Bahan – bahan ini mengalami pengecekan sensori
oleh QC untuk mengetahui kelayakan bahan. Setiap ada stok bumbu yang datang maka
akan ada pencatatan dan pemberian kode sehingga sistem FIFO juga dapat dijalankan
dalam hal ini. Bumbu-bumbu ini termasuk dry-material dan juga semidry-material
maka dari itu harus disimpan di ruangan yang kering dan tidak lembab. Bawang putih
misalnya termasuk dalam semi-dry ingredients. Penambahan bawang ke dalam adonan
sangat penting karena dilakukan untuk menghilangkan rasa amis dan menambah rasa
gurih. Bawang putih dalam proses produksi harus langsung digunakan karena apabila
terlalu lama berada di ruangan yang memiliki suhu dingin maka rasa khas dari bawang
putih akan hilang karena mengalami perkecambahan, sedangkan apabila diletakkan
pada suhu ruang pada umumnya maka bawang putih akan cepat rusak dan busuk.
Sedangkan yang termasuk dry ingredients yaitu tepung gandum, potato starch, rempah-
rempah, garam, soya, bahan tambahan lain seperti antioksidan, vegetable protein,
penguat rasa, stabilizers, perasa. Apabila bahan-bahan tersebut diletakkan pada ruangan
dengan kondisi lembab maka bahan makanan tersebut akan cepat rusak. Bahan
tambahan lain yang biasa digunakan adalah pengawet. Pengawet ditambahkan dengan
tujuan memperpanjang umur simpan dengan menghambat pertumbuhan mikroba yang
17
Dalam melaksanakan proses Meat Preparation pertama kali yang perlu diperhatikan
adalah suhu ruang. Suhu pada proses produksi sosis yang baik adalah 10-15oC yang
tergolong rendah karena untuk menghindari adanya resiko kontaminasi. Meat
Preparation diawali dengan pencampuran daging ayam di Auto Grind sesuai dengan
formulasi. Selanjutnya, daging – daging ini dibawa ke tahapan berikutnya. Daging dan
bahan - bahan seasoning dan premix yang telah ditakar untuk 1 batch diletakkan pada
troli berbahan Stainless steel. Proses Mixing dilakukan oleh mesin Unimix dengan
kecepatan konstan 30 rpm selama 20 menit. Waktu dalam melakukan mixing perlu
diperhatikan dikarenakan waktu yang terlalu singkat membuat bahan tidak tercampur
dengan baik sedangkan bila waktu terlalu lama maka nantinya saat menuju ke proses
selanjutnya akan semakin lembek dan suhunya semakin meningkat.
Semua bahan - bahan dicampurkan ke dalam mesin yang disebut Unimix. Dalam proses
ini, terdapat penambahan air dan flakes ice yang diproduksi sendiri. Air dan flake ice
harus melalui pengecekan suhu dan sensori sebelum dicampurkan ke dalam adonan.
Suhu air yang digunakan pada umumnya serupa dengan suhu ruang yaitu 25 – 27o C.
Air berfungsi untuk melarutkan protein sarkoplasma (protein larut air) dan sebagai
pelarut garam yang akan melarutkan protein miofibril. Jumlah penambahan air akan
mempengaruhi tekstur sosis dimana penambahan yang terlalu banyak menyebabkan
tekstur semakin lunak. Sedangkan suhu es yang ditambahkan memiliki suhu + 0oC.
Penambahan es berfungsi untuk menambah kekenyalan dan volume dari adonan.
Selain waktu dan suhu, pada proses mixing urutan pencampuran juga harus diperhatikan
dimana minyak tidak boleh dicampurkan berurutan dengan air dikarenakan minyak dan
air tidak dapat tercampur. Apabila tercampur maka pada produk matang akan terdapat
gelembung minyak. Dalam proses mixing takaran juga perlu diperhatikan dan sesuai
dengan formulasi. Apabila adonan terlalu kental maka saat proses stuffing akan putus
dan apabila terlalu encer maka tidak dapat dikemas vakum karena produk akan pecah.
Bahan – bahan yang telah mengalami Mixing kemudian akan ditampung pada Hopper.
Adonan dari hopper kemudian akan dilewatkan ke metal detector yang tersambung
18
dengan pipa antara mesin mixing dan mesin emulsifier untuk mendekteksi adanya
kandungan logam dalam adonan. Pada metal detector terdapat 2 macam saluran yaitu
saluran pembuangan (bagi adonan yang memiliki kandungan metal akan langsung
dikeluarkan melalui saluran ini dan nantinya akan ditampung kedalam suatu wadah) dan
satu saluran ke mesin emulsifier.
Adonan yang tidak mengandung metal akan lolos dalam pendeteksian dengan metal
detector dan akan langsung dialirkan menuju mesin Emulsifier untuk proses
emulsifikasi. Emulsifikasi adalah suatu sistem yang tidak stabil secara termodinamik
yang mengandung paling sedikit dua fase cair yang tidak bercampur, satu diantaranya
didispersikan sebagai globula-globula dalam fase cair lain. Fase yang didispersikan
disebut sebagai fase terdispersi dan fase yang mendispersikan disebut sebagai fase
kontinu. Lemak membentuk fase dispersi dari emulsi sedangkan air yang mengandung
protein dan garam terlarut membentuk fase kontinu. Di dalam mesin emulsifier terdapat
pisau-pisau yang berputar untuk memperhalus adonan. Setiap pergantian batch suhu
adonan dan jarak pisau pada mesin emulsifier akan dicek oleh pihak QC untuk menjaga
kestabilan dalam proses emulsifikasi. Suhu adonan yang memiliki standar 14±2oC
menjadi sangat penting karena apabila suhu adonan terlalu panas atau mencapai 20oC
maka produk akhir akan lembek dan apabila dikemas vakum akan pecah.
Adonan yang telah mengalami emulsifikasi kemudian dialirkan menuju ke Sunny Pump.
Pada Sunny Pump, adonan sosis akan diperhalus lagi kemudian mengalami proses
pencetakan (Stuffing) dengan menggunakan mesin stuffer. Pada Stuffer, adonan akan
dimasukkan ke dalam casing sosis sampai mencapai berat yang telah disetting
kemudian akan dipilin dengan pilinan yang ada di dalam mesin. Proses stuffing adalah
proses pengisian adonan sosis ke dalam selongsong tergantung pada jenis sosis, ukuran,
kemudahan proses dan penyimpanan, serta permintaan dari konsumen (Hui, 1992).
Casing pada sosis termasuk merupakan kemasan primer dari produk. Produk akan lebih
simetris dalam segi bentuk sehingga memudahkan pengerjaan (Gillespie, 1950 dalam
Dotulong, 2009). Casing yang digunakan pada produksi sosis di PT. Charoen Pokphand
Salatiga yaitu terbuat dari selulosa yang berbahan baku pulp. Keuntungan dari casing
ini adalah dapat dicetak atau diwarnai dan murah. Kekurangan dari casing ini adalah
sangat keras dan dianjurkan untuk tidak dimakan (Astawan, 2009).
19
Penggunaan casing akan meningkatkan umur simpan produk karena merupakan barrier
terhadap oksigen dan kelembaban yang tinggi (Essien, 2003). Proses stuffing menjadi
sangat penting karena apabila tidak terulir dengan sempurna (uliran mudah lepas) maka
saat proses pemasakan uliran dapat lepas dikarenakan berat sosis mengalami penurunan
sehingga akan ada ruang kosong dan pada akhirnya saat akan dikemas casing lepas dari
sosis atau ukuran sosis lebih kecil daripada casingnya sehingga akan banyak sosis yang
mengalami reject. Adonan sosis yang telah dicetak ke dalam casing akan diangkat dan
digantung pada stick yang kemudian diletakkan pada trolley (satu trolley berisi 60
stick). Setelah penuh maka troley akan didorong untuk memasuki proses cooking pada
smoke house.
Pada proses pembuatan sosis merk Fiesta dari mixing sampai ke pencetakan berbeda
dengan proses pembuatan sosis merk Champ dan Okey. Proses pencampuran bahan
baku adonan sosis dengan merk Fiesta sesuai dengan formula tidak menggunakan mesin
unimix seperti kedua merk sosis lainnya. Pencampuran dilakukan pada mesin yang
bernama bowl cutter. Bowl cutter memiliki ukuran yang lebih kecil dibandingkan
unimix dan tidak memiliki hopper. Penggunaan mesin yang berbeda ini dilakukan untuk
mencegah terjadinya kontaminasi dari sisa-sisa proses pengolahan produksi sosis merk
lain ke dalam produk fiesta. Setelah bahan-bahan tercampur di mesin bowl cutter maka
selanjutnya akan langsung dituang ke sunny pump untuk dicetak ke dalam casing sosis.
Adonan pada sosis merk Fiesta tidak masuk ke dalam metal detector untuk mencegah
adanya kontaminasi ke dalam produk.
Bahan pengisi adalah bahan yang mampu mengikat sejumlah air tetapi mempunyai
pengaruh kecil terhadap emulsifikasi. Bahan pengisi yang biasa ditambahkan pada sosis
adalah tepung gandum, barley, jagung atau beras, pati dari tepung-tepung tersebut.
Tepung pengisi mengandung lemak dalam jumlah yang relatif tinggi dan protein dalam
jumlah yang relatif rendah, sehingga mempunyai kapasitas mengikat air yang besar dan
kemampuan emulsifikasi yang rendah. Maksud dari penambahan bahan pengikat dan
pengisi pada adonan sosis adalah untuk meningkatkan stabilitas emulsi, meningkatkan
daya ikat air produk daging, meningkatkan flavour atau cita rasa, mengurangi
pengerutan selama pemasakan, meningkatkan karakteristik irisan sosis, dan mengurangi
biaya formulasi (Soeparno, 1994)
4.2.2. Cooking
Selanjutnya, setelah troli penuh, maka troli akan dimasukkan ke dalam Smoke House.
Di PT. Charoen Pokphand Salatiga terdapat 2 jenis mesin smoke house yaitu mesin
Maurer dan mesin Fessman yang masing-masing dapat menampung 4 buah troli. Prinsip
dari kedua mesin tersebut sama yaitu terdapat proses drying, smoking, cooking, dan
evaluating. Pada kedua mesin tersebut dilakukan pemantauan terhadap suhu dan waktu
proses pemasakan oleh pihak QC setiap kali proses pemasakkan berlangsung. Proses
Drying pada sosis dilakukan untuk mengurangi kandungan air pada adonan sosis. Untuk
proses Smoking, digunakan serbuk kayu beechwood (berasal dari Jerman) untuk
menimbulkan aroma yang spesifik pada merk sosis champ dan fiesta. Pemilihan jenis
kayu ini dilakukan karena apabila menggunakan kayu jenis lain akan menimbulkan
aroma yang berbeda dan rasa yang sedikit pahit. Pengasapan adalah proses pengawetan
daging dengan cara memberikan asap pada daging dalam suhu dan jangka waktu
tertentu.
meningkatkan cita rasa produk, warna, dan tekstur yang sesuai dengan keinginan. Troli
yang masuk ke dalam mesin smoke house setelah matang akan mengalami proses
showering dan cooling untuk menurunkan suhu produk yang telah matang sebelum
mengalami proses pengemasan. Sebelum proses showering dan cooling dilakukan
tingkat kematangan dan ensori dari sosis dipastikan. Apabila dalam sosis kurang matang
maka proses pemasakan atau pengasapan akan diperlama.
Pada proses Showering, sosis akan disemprot dengan air sedangkan pada proses
Cooling sosis akan diberi udara dingin. Proses Showering dan Cooling Down memiliki
bahaya potensial berupa kontaminasi dan pertumbuhan mikroorganisme. Produk
suhunya diturunkan menjadi sekitar 25oC supaya saat dikemas tidak ada keringat
sehingga tidak cepat bau. Proses Cooking yang terjadi di Smoke House menjadi Critical
Control Point (CCP) pertama dalam rantai produksi sosis. CCP sendiri adalah titik
dimana langkah atau prosedur yang bisa diaplikasikan untuk food safety dari suatu
produk. Kematangan sosis menjadi hal yang sangat penting bagi proses produksi sosis
karena akan berpengaruh pada umur simpan sosis. Apabila sosis yang dimasak belum
matang maka hanya dalam 1 hari sosis dapat berkeringat karena masih adanya
kandungan air yang tertinggal akibat proses drying yang tidak sempurna sehingga
membuat sosis cepat bau.
Selain itu proses pemasakan termasuk ke dalam titik kritis dikarenakan proses
pemasakan merupakan salah satu metode pengawetan makanan. Menurut Estiasih &
Kgs Ahmadi (2009) makanan yang matang umumnya dapat disimpan lebih lama pada
kondisi dingin dibandingkan dengan bahan mentah. Pemasakan dapat mendekstruksi
dan juga menurunkan jumlah mikroorganisme dan menginaktifvasi enzim-enzim yang
tidak diinginkan contohnya enzim peroksidase dan lipoksigenase. Apabila tidak terjadi
pemasakan yang sempurna maka mikroorganisme patogen masih dapat tumbuh dan
inilah yang berpengaruh pada umur simpan dan kualitas dari sosis. Rumusan CCP 1
dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Rumusan CCP 1
CCP Bahaya Potensial Tindakan Pencegahan
Cooking Adanya mikroorganisme pathogen Memantau suhu dan lama
(CCP 1) yang masih hidup. pemasakan, memantau suhu pusat
produk dan kualitas sensori
22
4.3. Pengemasan
Pengemasan pangan merupakan suatu cara dalam memberikan suatu kondisi lingkungan
yang tepat bagi bahan pangan (Buckle, 1987). Tujuan dari pengemasan adalah
melindungi bahan pangan (barrier) dari penyebab-penyebab kerusakan baik karena
kerusakan fisik, kimia, biologis, maupun kerusakan mekanis. Sehingga, diharapkan
dapat menjaga kualitas dari bahan pangan dan sampai ke tangan konsumen dalam
keadaan yang baik dan menarik.
Dalam proses pengemasan, produk sosis tidak bersentuhan langsung dengan lantai agar
tidak terjadi kontaminasi. Selanjutnya sosis akan dikemas dengan kemasan sekunder.
Proses pengemasan dilakukan untuk memberikan perlindungan dan memegang peranan
penting dalam penanganan, pendistribusian, dan pengawetan bahan pangan. Pada proses
pengemasan sekunder sosis di PT Charoen Pokphand Food Division Unit Salatiga
terdapat dua cara yaitu dengan thermoformer packaging atau dengan manual packaging.
Setiap pergantian batch kemasan akan dicek oleh pihak QC mulai dari kode produksi
hingga tanggal kadaluarsa apakah sudah sesuai dengan data yang ada. Labeling
merupakan komponen penting dalam suatu pengemasan produk yang berfungsi untuk
memberikan informasi lengkap dan dapat mengedukasi konsumen. Informasi pada
kemasan yang harus dicantumkan antara lain merk produk, berat bersih (netto),
23
perusahaan yang memproduksi (kota atau Negara asal produk), komposisi bahan,
informasi nilai gizi, tanggal kadaluarsa, petunjuk penyimpanan, dan Customer Care.
Untuk produk sosis sendiri setiap pergantian batch juga dilakukan pengecekan oleh
pihak QC dengan cara pengambilan lima sampel secara acak kemudian dilakukan
pengukuran panjang, berat, dan diameter terhadap masing-masing sosis. Hal ini
dilakukan untuk mengetahui apakah sosis yang dihasilkan sudah sesuai standar dari
perusahaan. Apabila rata-rata sudah sesuai dengan standar yang dimiliki maka proses
pengemasan dapat diteruskan. Namun apabila sosis yang dihasilkan tidak sesuai standar
maka sosis akan di reject. Setelah dikemas vakum maka lima sampel secara acak
diambil dan dilakukan pengecekan berat serta kondisi vakum dari kemasan tersebut, jika
sudah sesuai maka kemasan yang telah divakum kemudian menuju ke proses
pendeteksian metal lalu ke proses pembekuan.
Dalam penggunaannya, metal detector dapat mendeteksi hampir semua jenis logam.
Perbedaannya adalah di tingkat sensitifitasnya. Pembagian jenis metal yang dapat
dideteksi oleh metal detector diantaranya :
24
Ferrous (Fe) yaitu logam magnetik seperti besi dan baja (logam yang paling mudah
untuk dideteksi oleh mesin metal detector).
Non Ferrous yaitu jenis logam non magnetik seperti alumunium, tembaga, besi,
perak, timah, kuningan, nikel, dll. Golongan non Fe relatif mudah dideteksi oleh
metal detector namun tingkat sensitifitasnya masih sedikit dibandingkan dengan
logam jenis ferrous.
Stainless yaitu jenis stainless steel namun paling sulit untuk terdeteksi oleh metal
detector sehingga tingkat sensitifitasnya paling rendah.
Apabila terdeteksi logam di dalam sosis maka konveyor akan berhenti dan produk
kemudian akan ditahan dan nantinya akan dicek satu persatu sampai menemukan
kontaminan logamnya. Pengujian kandungan metal merupakan CCP 2 dalam proses
produksi sosis karena proses ini adalah proses pengujian kandungan metal terakhir
sebelum sosis di kemas dengan kemasan sekunder. Rumusan CCP 2 dapat dilihat pada
tabel 4. Pengujian kandungan metal pada adonan di tahap pemasakan tidak termasuk
dalam titik kritis dikarenakan adanya pengujian metal lagi pada proses pengemasan.
4.3.3. Freezing
Freezing (pembekuan) adalah penyimpanan bahan pangan dengan suhu beku, yaitu
pada suhu -12 sampai -24oC. Dan ada pula proses pembekuan cepat (quick freezing)
yang dilakukan pada suhu -24 sampai -40oC (Winarno,1993). Freezing adalah Unit
operasi dimana temperatur bahan pangan diturunkan hingga mencapai titik bekunya dan
sebagian air didalamnya berubah menjadi kristal es (Fellows, 2000). Pada suhu tertentu
bahan akan mencapai freezing point, yaitu dimana cairan akan berubah bentuk menjadi
padatan. Ketika suhu bahan dipertahankan lebih rendah dari 0oC (<0oC), maka akan
memperlambat pertumbuhan mikroorganisme, juga menghambat reaksi oksidatif dan
enzimatis (Singh & D. R. Heldman, 2001). Pengawetan pangan umumnya bertujuan
untuk memperpanjang umur simpan bahan pangan, menghambat pembusukan dan
25
menjamin mutu awal bahan pangan agar dapat terjaga selama mungkin. Sosis
merupakan produk makan yang membutuhkan proses pengawetan. Pengawetan sosis
yang dilakukan salah satunya yaitu dengan freezing. Untuk sosis yang telah lolos dari
pengujian dengan metal detector kemudian akan mengalami proses pembekuan dengan
menggunakan mesin IQF. Proses pembekuan dengan menggunakan IQF termasuk ke
dalam proses yang penting terlebih untuk memperpanjang umur simpan produk namun
tidak termasuk ke dalam CCP karena telah terdapat pencegahan kontaminasi
mikroorganisme sebelumnya yaitu pada proses pemasakan dengan suhu tinggi.
Saat akan didistribusikan, produk akan dibawa ke Ante room dan selanjutnya akan
dimasukkan dan diangkut ke dalam kendaraan pengangkut. Kendaraan pengangkut
berupa kontainer yang dilengkapi dengan pendingin. Kebersihan dari kontainer harus
dijaga untuk mengurangi terjadinya kontaminasi. Setiap kontainer yang masuk dan
digunakan untuk proses distribusi produk telah mengalami pengecekan standar dan
mutu sesuai dengan kriteria dari perusahaan. Ante room memiliki suhu 0-5oC untuk
menjaga kualitas produk. Proses distribusi dan pengangkutan barang dari Ante room
juga menggunakan prinsip FIFO.
5. PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN PENGENDALIAN MUTU
5.1. Freezing
Dalam proses produksi sosis di PT. Charoen Pokphand Salatiga dilakukan proses
pembekuan setelah produk dikemas dalam kemasan sekunder. Pada dasarnya menurut
Lester E. (2000), prinsip kerja freezing dibagi menjadi 3 yaitu undercooling,
nucleation, dan crystal propagation. Proses undercooling adalah proses dimana ada
penurunan suhu hingga sebelum pembentukan kristal es. Sedangkan proses nucleation
adalah proses terdahulu sebelum terbentuknya kristal es, biasanya dikenal dengan nama
agitasi. Proses nukleasi ini dibagi menjadi 2, yaitu nukleasi homogen (homogeneous
nucleation) yang terjadi pada sistem murni tanpa pengotor. Sedangkan nukleasi
heterogen (heterogeneous nucleation) terjadi pada molekul air yang berkumpul dalam
suatu komposisi kristalin pada agensia nukleasi. Crystal propagation merupakan
tahapan setelah pembentukan kristal es yaitu proses bertumbuhan kristal es.
Terdapat dua jenis metode freezing, yaitu slow freezing dan fast freezing, yang
membedakan kedua metode ini adalah kecepatan freezing dan besarnya kristal es yang
terbentuk. Slow freezing adalah proses pembekuan yang terjadi secara lambat, sehingga
menghasilkan kristal es yang berukuran besar dan akan tumbuh pada ruang intraseluler
dan mengubah bentuk jaringan awal, serta dapat memecah dinding sel. Setelah di
thawing, bahan juga tidak dapat kembali ke bentuk awalnya. Hal ini akan menyebabkan
bahan pangan menjadi lembek, dan material di dalam sel akan mengalir keluar dari sel
yang pecah. Sedangkan fast freezing adalah proses pembekuan cepat yang
menghasilkan kristal es yang berukuran kecil. Hasil pembekuan cepat adalah crust yang
berukuran kecil pada permukaan bahan dan mencegah terjadinya kerusakan tekstur
bahan pangan. Pembekuan cepat menghasilkan kristal es yang kecil sehingga dinding
sel bahan tetap utuh (Fellows, 2000).
Secara umum, bahan pangan memiliki sifat mudah rusak (perishable), sehingga
memiliki umur simpan yang relatif pendek. Makanan dapat dikatakan rusak atau busuk
ketika terjadi perubahan-perubahan yang menyebabkan makanan tersebut tidak dapat
diterima lagi oleh konsumen. Kerusakan atau kebusukan makanan dapat terjadi akibat
aktivitas mikrobia maupun aktivitas enzim yang ada pada bahan makanan tersebut,
26
27
selain itu perubahan secara fisika-kimia juga dapat memengaruhi kebusukan makanan
(Bell et al, 2005). Freezing pada sosis dilakukan dikarenakan menurut hasil penelitian
pada suhu ruang (27oC-30oC) di hari ke-2 sosis sudah bau dan mengalami perubahan
warna pada hari ke-3 serta perubahan tekstur pada hari ke-5, karena pada suhu ruang
sosis hanya bertahan selama 2 hari (Haryati,2003). Sedangkan bila disimpan dalam
keadaan beku sosis dapat memiliki umur simpan lebih lama. Menurut Khaira W et al
(2013) suhu penyimpanan berpengaruh terhadap laju penurunan mutu bahan pangan
yang di asap. Semakin tinggi suhu penyimpanan, maka semakin tinggi pula laju
penurunan mutu yang mengakibatkan semakin sebentar umur simpan produk.
Sebaliknya, semakin rendah suhu penyimpanan, semakin rendah juga laju penurunan
mutu sehingga umur simpan lebih lama.
Dalam pengemasan vakum, biasanya digunakan plastik yang tahan dengan suhu dan
tekanan tinggi. Jenis kemasan sekunder yang dipakai untuk mengemas sosis biasanya
adalah LLDPE dan nylon. Nilon atau poliamida merupakan kondensasi polimer
(polikondensasi) dari asam amino atau diamina dengan asam dua karboksilat (di-acid).
Nilon tergolong termoplastik non etilen dengan sifat-sifat sebagai berikut :
28
Bersifat inert, tahan panas dan mempunyai sifat-sifat mekanis yang istimewa
(elongation, tensile strength, tear strength, folding endurance)
Tahan terhadap asam encer dan basa, tidak tahan asam kuat dan pengoksidasi
Tidak berasa, tidak berbau dan tidak beracun
Cukup kedap gas, tetapi tidak kedap air
Tahan terhadap suhu tinggi, dan baik digunakan untuk kemasan bahan yang
dimasak di dalam kemasannya, seperti nasi instan, serta untuk produk-produk
yang disterilisasi, dan untuk kemas hampa
yang nantinya membuat makanan menjadi cepat tengik. Menurut Khaira W et al (2013)
Faktor-faktor yang mempengaruhi laju oksidasi lemak dalam makanan adalah suhu
tinggi, cahaya, adanya oksigen dan pro-oxidants.
Menurut Yuliana, et al (2013) teknik IQF merupakan pembekuan bahan satu persatu
dalam waktu singkat. Manfaatnya adalah kandungan nutrisinya tidak hilang,
penampilannya masih sama dengan sebelum pembekuan dan produk menjadi lebih
tahan lama. Prinsip kerja mesin IQF yaitu membekukan produk secara individu dengan
menggunakan hembusan udara dingin. Cara kerja mesin IQF sama seperti cara kerja
pada proses pendinginan dan pembekuan dengan menggunakan refrigerator dan dengan
bantuan refrigerant. Sumber pendingin (refrigerant) yang digunakan adalah ammonia
yang merupakan senyawa refrigeran golongan anorganik bersama dengan air dan CO2.
Refrigeran adalah fluida kerja yang bersirkulasi dalam siklus refrigerasi yang
merupakan komponen penting dalam siklus refrigerasi karena menimbulkan efek
pendinginan dan pemanasan pada mesin refrigerasi. ASHRAE (2005) mendefinisikan
refrigeran sebagai fluida kerja di dalam mesin refrigerasi, pengkondisian udara, dan
sistem pompa kalor. Refrigeran menyerap panas dari satu lokasi dan membuangnya ke
lokasi yang lain, melalui mekanisme evaporasi dan kondensasi.
Pemilihan ammonia sebagai refrigeran di dalam proses pembekuan dengan IQF didasari
pada sifat dasar dari ammonia itu sendiri. Ammonia mempunyai sifat termal yang baik
sehingga sampai sekarang masih digunakan sebagai refrigeran untuk cold storage,
pabrik es, dan pendingin bahan pangan. Ammonia digunakan sebagai refrigerant
dikarenakan ammonia cair mudah menguap dan akan menyerap panas sehingga
menimbulkan efek pembekuan. Ammonia memiliki titik didih yang rendah yaitu sekitar
-33,5oC (Cotton dan Wilkinson, 1989). Titik didih refrigeran merupakan indikator yang
menyatakan apakah refrigeran dapat menguap pada temperatur rendah yang diinginkan,
tetapi pada tekanan yang tidak terlalu rendah. Selain dilihat dari titik didihnya, ammonia
memiliki kalor laten penguapan yang lebih tinggi yaitu 1314,2 kJ/kg dibandingkan
dengan refrigeran lain sehingga jumlah refrigeran yang bersirkulasi menjadi lebih kecil
sehingga lebih efisien. Selain itu menurut Estiasih & Kgs Ahmadi (2009) ammonia
mempunyai sifat pindah panas yang baik dan tidak bercampur dengan minyak.
Menurut C, George dan P.E., Briley (2002) IQF dibentuk dalam banyak ukuran mulai
dari 1,000 lb/h to 100,000 lb/h (126 to 12.600 g/s) dan kebanyakan menggunakan
ammonia sebagai refrigerant. IQF yang digunakan pada proses pembekuan sosis di PT.
Charoen Pokphand Salatiga adalah jenis IQF Packaged Spiral Freezer. Mesin IQF jenis
ini banyak digunakan oleh industri-industri makanan untuk membekukan produk-
produk yang rentan terhadap kerusakan untuk memperpanjang umur simpannya. Mesin
31
IQF terdiri dari kompresor, kondensor, filter, pipa kapiler, evaporator, accumulator,
katup ekspansi, panel kipas berjumlah 8 buah, konveyor 18 tingkat, balance fan, sensor,
monitor pengontrol, take away, dan defrost.
Refrigerant cair yang tekanannya menjadi sangat rendah ini kemudian masuk ke dalam
evaporator yang memiliki tekanan rendah hingga vakum sehingga titik didih ammonia
yang memang sudah rendah semakin bertambah rendah pula, oleh sebab itu ammonia
segera berubah wujud menjadi gas (menguap). Ketika berubah wujud dari cair menjadi
gas, zat refrigerant memiliki kalor laten penguapan yang besar maka diperlukan kalor
laten yang besar pula dan kalor (panas) ini diambil dari sekeliling evaporator yaitu isi
dari IQF. Kerja ini diperkuat oleh adanya daya hisap kompresor sehingga molekul-
molekul gas refrigerant mendapat percepatan dalam bergerak melesat di sepanjang
evaporator sembari mengambil panas dari sekeliling evaporator dengan efek akhirnya
adalah isi IQF menjadi dingin. Proses ini dimaksimalkan dengan adanya panel kipas
berjumlah 8 unit yang ada di mesin IQF. Kemudian gas refrigerant memasuki
akumulator dan kembali ke kompresor. Di dalam kompresor, refrigerant berbentuk gas
akan dimampatkan dan dipompakan lagi ke kondensor, begitu seterusnya proses ini
terjadi berulang-ulang sehingga ruangan di dalam IQF memiliki suhu <= -30oC. Jika
suhu sudah mencapai <= -30oC maka produk dalam kemasan yang sudah mengalami
proses vakum dijalankan melalui konveyor menuju ke tempat metal detector kemudian
disalurkan ke mesin IQF dengan konveyor.
Melalui monitor pengontrol lama proses pembekuan diatur sesuai dengan jenis produk
dan suhu IQF. Semakin rendah suhu di IQF maka waktu pembekuan dapat dipercepat.
Di dalam IQF terjadi proses menghembuskan udara dingin ke dalam produk. Produk
akan disemprot udara dingin selama berjalan di konveyor sesuai dengan waktu yang di
setting. Konveyor yang ada di mesin berjalan ke atas menuju tingkat ke 18. Kemudian
akan keluar dan diangkut dengan take away ke bawah ke bagian kartoning untuk
dikemas dalam karton. Setelah selesai dalam menggunakan IQF maka kompresor akan
menghentikan proses supply refrigerant sehingga tidak ada lagi udara dingin yang
keluar dari blower. Suhu di ruang IQF akan menjadi normal (tidak minus) sehingga fan
dan conveyor dapat dimatikan.
Proses pengendalian mutu pada mesin IQF di PT Charoen Pokphand dilakukan dari
awal sebelum produk masuk ke dalam IQF sampai produk menuju ke proses kartoning.
Sebelum masuk ke dalam IQF bagian kondisi kemasan sosis akan dicek oleh pihak QC.
33
Kemasan sosis yang diharapkan adalah kemasan yang vakum dan tidak sobek. Hal ini
dilakukan untuk mencegah masuknya udara ke dalam kemasan selama proses
pembekuan. Jika udara dapat tembus ke dalam kemasan dan kontak dengan sosis maka
akan menyebabkan oksidasi dan ketengikan pada sosis dikarenakan sosis mengandung
lemak yang cukup tinggi. Selain itu juga akan menyebabkan freezer burn yang terjadi
akibat hilangnya cairan yang terdapat dalam bahan makanan. Hal ini tidak
membahayakan namun sosis akan menjadi kering, mengurangi rasa pada sosis, dan
menyebabkan denaturasi protein. Selain itu kerusakan yang ditimbulkan jika kemasan
tidak vakum adalah timbulnya bau dan rasa tengik yang disebabkan karena otooksidasi
radikal asam lemak tidak jenuh dalam lemak. Kerusakan ini dapat terjadi karena sosis
merupakan tipe emulsi lemak dalam air (Winarno, 1991).
Pada setiap pergantian batch suhu sosis mula-mula sebelum masuk ke IQF akan diukur
menggunakan termometer oleh pihak QC. Kemudian waktu pembekuan diatur sesuai
dengan suhu produk dan suhu ruang IQF. Dalam hal ini produk dan ukuran kemasan
yang berbeda maka lama waktu pembekuan juga berbeda. Selain itu faktor yang
mempengaruhi waktu pembekuan adalah suhu di dalam ruang IQF itu sendiri. Jika
suhunya lebih rendah di bawah standar <-30oCmaka waktu dapat berlangsung lebih
cepat. Setelah produk masuk ke dalam IQF suhu ruang dan sunction serta lama
pembekuan yang tertera dalam monitor dicatat untuk dokumentasi produksi. Suhu ruang
IQF memiliki standar minimal -30 oC sedangkan selisih suhu antara ruang dan sunction
kurang lebih 7 oC.
Sunction merupakan bagian IQF tempat udara mengalir dari kompresor ke ruangan
sehingga selisih suhu yang dimiliki tidak akan terlalu jauh. Seiring berjalannya waktu
maka pembatas antara sunction dan ruang akan tertutup dengan bunga es. Semakin
banyak bunga es maka akan menutupi aliran udara dingin yang menuju ke ruangan
sehingga jarak suhunya akan semakin besar. Apabila terjadi akan membuat proses
pembekuan produk tidak sempurna atau suhu produk tidak akan mencapai suhu optimal.
Hal ini menjadikan penanda bahwa dalam IQF perlu untuk dilakukan defrost. Di PT.
Charoen Pokphand Salatiga, mesin IQF untuk produk sosis mengalami proses defrost
tiga hari sekali.
34
Melalui tabel 5 dapat dilakukan analisa bahwa apabila dalam proses produksi dihasilkan
produk dengan suhu -18oC tidak ada pertumbuhan organisme perusak maupun
organisme patogen dan pertumbuhan bakteri psikrofilik menjadi semakin lambat karena
sel bakteri tidak dapat membelah dan selain itu enzim tidak dapat aktif. Sehingga suhu
ideal penyimpanan sosis sekitar -18ºC. Selain itu menurut Koswara (2009) pada
umumnya sebagian besar bahan pangan akan mempunyai mutu penyimpanan yang baik
sekurang-kurangnya 12 bulan bila disimpan pada suhu -18oC. Bila suhu penyimpanan
naik 3oC maka kecepatan kerusakan akan berlipat ganda. Khaira W et al (2013)
menambahkan bahwa pada penyimpanan suhu rendah dapat menghambat aktivasi
35
Penggunaan suhu rendah dalam pengawetan makanan tidak dapat mematikan bakteri,
sehingga pada saat sosis dikeluarkan dari pendingin dan dibiarkan berada pada suhu
ruang maka pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri dapat berlangsung dengan
cepat. Makadari itu pada kemasan sekunder sosis tertera suhu penyimpanan ideal sosis
adalah -18oC (Asmoel, 2009 dalam Kartika dkk, 2014). Jika pembekuan kurang
sempurna maka akan diulang kembali. Selain itu waktu nyata awal produk masuk ke
IQF dan waktu akhir produk saat keluar dari IQF dicatat untuk kemudian dihitung
selisihnya dan dibandingan apakah sudah sesuai dengan waktu yang di setting. Suhu
ruang IQF dibuat sekitar -30oC dikarenakan menurut C, George dan P.E., Briley (2002)
selain biaya listrik, penyusutan produk merupakan salah satu yang terpenting yang perlu
diperhatikan dalam pembekuan produk. Kebanyakan produk kehilangan beratnya saat
dibekukan.
Menurut Fellow (2000) penyusutan berat selama pendinginan dapat disebabkan karena
kelembaban yang ada pada bahan meninggalkan permukaan bahan dan menuju ke udara
disekitarnya melalui proses kondensasi uap air. Pada produk daging penyusutan berat
dapat disebabkan karena terjadi kerusakan gel protein dan mengalami proses koagulasi
protein, sehingga menurunkan daya ikat protein terhadap air dan air bebas di dalam
daging akan lepas menuju ke udara disekitarnya yang akan hilang bersama dengan uap
air. Kerusakan struktur molekul akibat pendinginan ini juga dapat menyebabkan
penyusutan berat. Kehilangan air pada bahan dapat dicegah dengan cara pengaturan
suhu dan kelembaban ruang simpan dengan tepat. Terdapat dua faktor utama untuk
mengontrol penyusutan atau kehilangan berat produk, antara lain waktu pembekuan dan
suhu pembekuan. Semakin cepat produk dibekukan maka penyusutan akan semakin
rendah. Kebanyakan IQF dioperasikan pada suhu udara –20°C (–29°C) di awal tahun
ditemukannya mesin ini, namun sekarang IQF dioperasikan pada temperatur yang
rendah yaitu –40°F/–50°F (–40°C/–36°C). Pada temperatur tersebut penyusutannya
akan menurun.
36
PT. Charoen Pokphand juga melakukan uji laboratorium untuk mengetahui apakah ada
kontaminasi mikroorganisme dalam produknya untuk menjaga mutu dari produk
tersebut. Uji laboratorium yang dilakukan antara lain uji TPC (total plate count) berupa
Coliform, Escherichia coli, Staphylococcus aureus, Salmonella sp. dan
Champhylobacter sp. Hal ini untuk mengetahui apakah sudah sesuai dengan standar
yang berlaku. Pada SNI 7388:2009 disebutkan bahwa untuk daging ayam segar,beku
(karkas dan tanpa tulang),dan cincang untuk TPC pada suhu inkubasi 300C selama 72
jam batasnya adalah 1 x 105 koloni/g, koliform 10 koloni/g, Escherichia coli <3
koloni/g, Staphylococcus aureus 1 x 102 koloni/g, Salmonella sp. negatif/25g dan
Clostridium perfringens 102 koloni/g. Jika produk tidak sesuai dengan standar tersebut
maka produk akan dianalisa untuk diketahui penyebabnya.
Masalah yang sering muncul dalam penggunaan mesin IQF ini adalah penumpukkan
produk di dalam mesin yang mengakibatkan beberapa produk dapat jatuh.
Penumpukkan produk dapat terjadi dikarenakan penataan antar produk yang terlalu
dekat saat produk dimasukkan ke dalam IQF. Penumpukkan produk membuat mesin
harus dimatikan terlebih dahulu untuk pengambilan produk yang terjatuh atau
pembenaran posisi produk yang menumpuk. Hal ini menyebabkan pintu utama IQF
sering dibuka dan ditutup sehingga suhu mengalami drop tidak mencapai -30 oC. Selain
masalah penumpukkan produk, setting waktu yang tidak sesuai dengan jenis produk
juga sering terjadi sehingga pembekuan produk yang dihasilkan kurang efisien. Pada
proses pembekuan suhu sangat mempengaruhi dimana suhu menjadi faktor utama
dalam proses ini sebelum waktu. Apabila suhu di dalam IQF tidak mencapai suhu
optimalnya maka produk juga tidak akan mencapai suhu optimalnya.
Sehingga dalam hal ini koordinasi memang diperlukan dimana penataan barang jangan
terlalu berdekatan sehingga menghindari adanya penumpukkan saat proses pembekuan.
Selain itu pengaturan waktu juga sebaiknya dilakukan oleh satu orang saja. Dalam
proses pembekuan waktu juga merupakan faktor yang penting. Faktor yang
mempengaruhi lamanya proses pembekuan antara lain :
Ukuran dan bentuk produk yang dibekukan.
Konduktivitas panas produk yang dibekukan.
37
Luas area (permukaan) produk yang dibekukan sebagai media pindah panas.
Koefisien pindah panas di permukaan produk yang dibekukan dan medium
pembeku.
Perbedaan suhu antara produk yang dibekukan dan medium pembeku.
Selain itu dalam penggunaan mesin IQF pengecekan refrigerant menjadi sangat penting.
Selain jika refrigerant habis maka tidak ada aliran udara dingin yang masuk, refrigerant
yaitu ammonia jika mengalami kebocoran pada pipa sehingga ammonia masuk ke
dalam ruang pendingin maka dapat mengakibatkan perubahan warna pada bahan
makanan yang didinginkan menjadi coklat atau hitam. Proses pengemasan yang
sempurna menjadi solusi apabila terjadi kebocoran ammonia karena kemasan akan
melindungi produk sehingga tidak terkena oleh cairan ammonia, namun jika kemasan
bocor dan ammonia mengalami kebocoran maka perubahan warna produk tidak dapat
dihindari.
6. PENGAWASAN PELAKSANAAN TIM QC
38
7. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan
Proses pembuatan sosis ayam PT. Charoen Pokphand Indonesia meliputi proses
pengolahan adonan, pengisian adonan, pemasakan, pengemasan, metal detector,
pembekuan, checkweigher box, penutupan karton dan penyimpanan.
Fungsi dari pengemasan adalah untuk melindungi bahan pangan dari penyebab
kerusakan baik karena fisik, kimia, biologis, maupun kerusakan mekanis.
Fungsi dari pembekuan adalah untuk menginaktifkan bakteri dan enzim sehingga
dapat meningkatkan umur simpan produk.
Pengendalian mutu kemasan sosis di PT. Charoen Pokphand sudah dilaksanakan
sesuai standar yang ada.
Proses pembekuan cepat merupakan salah satu metode pengawetan makanan
dengan proses kristalisasi untuk meningkatkan umur simpan produk
IQF merupakan alat yang efisien untuk menerapkan sistem pembekuan cepat
dikarenakan pembekuannya merata dan produk dapat beku maksimal dalam
waktu singkat.
Ammonia merupakan refrigeran yang baik digunakan dalam industri besar karena
lebih efisien dan aman bagi lingkungan.
Proses pengendalian mutu dalam proses pembekuan terletak pada pengukuran
suhu baik ruang maupun produk, waktu pembekuan, dan kondisi kemasan produk.
PT. Charoen Pokphand Indonesia telah menerapkan sistem penjamian dan
pengawasan mutu dengan baik dan benar sehingga dapat mempertahankan
kualitas produk yang dihasilkan
7.2. Saran
Sebaiknya dilakukan sanitasi peralatan selama 1 bulan sekali, atau seminggu sekali
sesuai dengan tingkat keseringan alat tersebut digunakan.
Perlu adanya perbaikan dan perawatan mesin secara berkala mengingat beberapa
mesin tidak bekerja dengan efisien sehingga hasil tidak maksimal.
Perlu adanya peningkatan lebih terhadap kesadaran karyawan akan kebersihan
lingkungan terutama lingkungan produksi menyangkut dengan proses sanitasi
39
8. DAFTAR PUSTAKA
Anonim. http://www.advancedfreezer.com/spiral_packaged.html. Advanced Equipment
INC. Diakses pada tanggal 25 Januari 2015.
Alan, H.V. and P.S. Jane. 1995. Meat and Meat Product. Teknology Chemistry and
Microbiology. Champman & Hall. London.
ASHRAE. 2005. Cooling and Heating Loand Calculation Manual American Society Of
Heating Refrigrating and Air Conditioning Engineering, Inc.
Bell, C., Neaves, P., dan Williams, A. P. 2005. Food Microbiology and Laboratory
Practice. Blackwell Publishing. United Kingdom.
Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet and M. Wotton. 1987. Ilmu Pangan.
Terjemahan H. Purnomo dan Adiano. Universitas Indonesia, Jakarta.
C, George dan P.E., Briley. 2002. Individually Quick Frozen Fluidized Freezers.
ASHRAE Journal.
Daine, F.A, Daine, H.Y. 1992. A Hand Book of Food Packaging 2nd Ed. Blackie
Academic & Prof. London.
Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan RI. 1992. Daftar Komposisi Bahan Makanan.
Bharata Jakarta.
Dotulong, Verly. 2009. Nilai Proksimat Sosis Ikan Ekor Kuning (Caesio, spp.)
Berdasarkan Jenis Casing dan Lama Penyimpanan. Pasific Journal Juli 2009 Vol.
1(4) : 506-509. Manado.
40
Essien, Effiong . 2003. Sausage Manufacture : Principles and Practice. CRC Press
Boca Raton Boston New York, Washington DC.
Estiasih, Teti dan Kgs Ahmadi. 2009. Teknologi Pengolahan Pangan. Bumi Aksara.
Jakarta.
Fellow, J.P. 2000. Food Processing Technology. Principles and Practice 2nd edition.
Woodhead Publishing Lim, Cambridge, England.
Frazier, W.C & Westhoff. 1988. Food Microbiology. Mcgraw-Hill Publishing Company
Ltd. New Delhi.
Haryati, Nur. 2003. Pengaruh Suhu dan Penyimpanan Sosis Daging Sapi Terhadap
Total Bakteri dan Penilaian Organoleptik. Skripsi. Universitas Diponegoro
Hui, F.H. 1992. Encyclopedia of Food Science and Technology. John Willy and Sons,
Inc. USA
Jeremiah, L. E. 1996. Freezing Effects on Food Quality. Marcell Dekker, Inc. New
York
Kartika, Emma ; Siti Khotimah dan Ari Hepi Yanti. 2014. Deteksi Bakteri Indikator
Keamanan Pangan Pada Sosis Daging Ayam Di Pasar Flamboyan Pontianak.
Jurnal Protobiont 2014 Vol 3 (2): 111 - 119 111. Pontianak.
Khaira W, Annisa ; Leni H. Afrianti ; dan Supli Effendi. 2013. Pendugaan Umur
Simpan Daging Ayam Asap Pada Suhu Penyimpanan Berbeda Dengan Metode
Arrhenius. Jurnal Penelitian Fakultas Teknik Universitas Pasundan, Bandung.
Lester E. Jeremiah. 2000. Freezing Effect on Food Quality. Lacombe. Alberta. Canada
Marcel Dekker, Inc.
Mountney, G. J. 1976. Poultry Products Technology. 2nd Ed. #vi Publishing Company.
INC. Westport.
41
42
Vergiyana, Nia ; Rusman ; dan Supadmo. 2014. Karakteristik Mikroba Dan Kimia Sosis
Ayam Dengan Penambahan Khitosan Dan Angkak Yang Disimpan Pada
Refrigerator. Buletin Peternakan Vol. 38(3): 197-204. Universitas Diponegoro.
Winarno, F.G. 1991. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Winarno, F.G. 1993. Pangan, Gizi, Teknologi dan Konsumen. Gramedia pustaka
Utama, Jakarta.
9. LAMPIRAN
43