PENDAHULUAN
BAB IV
PROSES PRODUKSI SOSIS AYAM
Produk sosis ayam merupakan salah satu produk yang dihasilkan oleh PT.
Charoen Pokphand Indonesia Food Division dari departement Sausage Plant.
Sosis ayam yang dihasilkan terbuat dari bahan baku ayam yang berkualitas
sehingga menghasilkan sosis yang sangat digemari oleh konsumen.
4.1 Bahan Baku Pembuatan Sosis Ayam
bahan baku yang digunakan dalam pembuatan sosis ayam adalah daging
dan kulit ayam, palm oil (minyak goreng), air, es, ISP (Isolat Soy Protein), premix,
tepung tapioka, dan sodium laktat.
4.1.1 Daging dan Kulit Ayam
Daging dan kulit ayam merupakan bahan baku utama yang digunakan
untuk produksi sosis ayam. Daging ayam yang digunakan adalah SBB (Skinless
Boneless Breast), yaitu daging dada ayam tanpa kulit dan tanpa tulang, kemudian
SBL (Skinless Boneless Leg), yaitu daging paha yang masih terdapat sedikit sisa
lemak, fillet yaitu daging dada yang telah dibersihkan serat-seratnya merupakan
paruhan dari daging dada utuh atau bisa juga diambil dari punggung ayam,
kemudian CCM yaitu merupakan gilingan dari karkas. Lemak pada kulit ayam
yang digunakan berfungsi sebagai pembentuk emulsi.
Potongan daging dan kulit ayam yang digunakan didapat dari bagian
departemen Slaughter House atau tempat pemotongan ayam. Potongan-potongan
ayam dipisah menjadi satu bagian berdasarkan jenisnya dan ditimbang tiap 10kg
dan ditaruh dalam plastik HD (High Density), kemudian dikirim ke departemen
Sausage Plant dan disimpan pada ruang Chillroom dengan suhu antara 0-5oC
4.1.2 Es dan Air
Es digunakan pada proses produksi yang dihasilkan dari alat Ice Maker ini
berbentuk kepingan-kepingan atau flakes ice. Fungsi es di sini adalah sebagai
bahan tambahan adonan, es ditaruh di meat car penampung kemudian hasil
gilingan daging ditaruh di atas tumpukan es tersebut supaya suhu tetap terjaga
14oC setelah keluar dari mesin penggiling karena energi yang dihasilkan dari
mesin penggiling menghasilkan panas, sehingga perlu dinetralisir oleh es agar
protein pada daging tidak terdenaturasi, dan juga es berfungsi agar daging tidak
terlalu melekat pada meat car.
Air berfungsi melarutkan adonan agar tidak terlalu kental dan
mengencerkan adonan. Air yang digunakan adalah air yang telah mengalami
sterilisasi dan diambil dari selang yang berada di depan mesin pengaduk (mixer).
Selain itu, fungsi dari air adalah pembentuk tekstur yang kompak, setelah terjadi
pemasakan, penguapan massa pada sosis akan membuat tekstur sosis akan tidak
kompak sehingga perlu ditambah air.
4.1.3 Minyak Goreng (Palm Oil)
Fungsi minyak goreng sebagai emulsi oil atau pelekat, minyak merupakan
fase terdispersi pada emulsi yang apabila tercampur dengan air (yang merupakan
fase kontinyu) akan terpisah (terlihat adanya garis pemisah yang jelas) dan akan
tersuspensi akibat adanya campuran dari bahan-bahan atau molekul-molekul lain
yang dapat disebut bahan pengemulsi.
4.1.4 ISP (Isolat Soy Protein)
Isolated soy protein atau sering disingkat ISP adalah bahan berprotein
tinggi yang diekstraksi dari kedelai dengan menghilangkan kandungan lemak dan
karbohidrat. ISP sangat fungsional, baik emulsification, stabilitas emulsi, gelling
( kenyal) dan memiliki viskositas tinggi, dan emulsifier yang efektif. Tekstur
paling halus protein kedelai terutama digunakan dalam produk daging selain
meningkatkan kadar protein, fungsinya yang cukup baik dengan gelling,
emulsification, air dan retensi lemak, dan meningkatkan rasa, memberikan tekstur
yang kenyal, lunak dan kompak.
4.1.5 Premix
Premix merupakan bahan khusus yang dibuat dari campuran beberapa
bumbu yang telah dimodifikasi oleh divisi Research and Development. Premix
yang diterima dan digunakan dalam pembuatan sosis berbentuk bubuk. Premix
berfungsi agar adonan yang digunakan memiliki rasa yang khas. Premix dan
seasoning diterima dari Departemen Premix kemudian disimpan dalam ruangan
seasoning room pada suhu ruang dan ruangan kondisi kering tidak lembab.
Premix yang digunakan pada setiap produk berbeda-beda, hanya bisa ditunjukkan
dengan kode. Premix yang digunakan pada sosis adalah premix 495 CSC.
4.1.6 Tepung Tapioka
Tepung tapioka merupakan tepung yang dibuat dari singkong yang
diisolasi. Tepung tapioka diperoleh dari umbi akar ketela pohon atau dalam bahasa
indonesia yaitu singkong. Salah satu bahan pengisi yang sering digunakan dalam
pengolahan daging adalah tepung tapioka. Tapioka merupakan sumber karbohidrat
yang cukup tinggi dengan kandungan karbohidrat 86,9 g dalam 100 g bahan.
Komposisi utama tapioka adalah kadar air 12,0% bahan basah, kadar protein 0,15%
bahan kering, lemak 0,3% bahan kering, dan abu 0,3% bahan kering (Direktorat Gizi,
1995). Tepung tapioca dalam industri pangan digunakan sebagai bahan pengikat
maupun sebagai bahan pengental. Fungsi dari tapioca adalah bahan pengikat dimana
kemampuan sosis sebagai bahan restrukturisasi ditentukan oleh kemampuan saling
mengikat diantara bahan-bahan yang digunakan , maka sebab itu digunakan pati ,
misalnya tepung tapioka. Tapioka mempunyai amilopektin tinggi , tidak mudah
menggumpal , daya lekatnya tinggi , tidak mudah pecah , atau rusak dan mempunyai
suhu gelatinasasi relatif rendah. Pati Tapioka mempunyai sifat mudah mengembang
(swelling) dalam air panas. Selain itu , pati tapioca mempunyai kadar amilosa sebesar
17%-23% dan suhu gelatinisasi berkisar 52C 64C.
4.1.7 Sodium Laktat
Sodium laktat merupakan bahan pengawet yang larut dalam air. Digunakan
pengawet ini karena bahan pelarut yang digunakan pada campuran sosis adalah
air. Sodium laktat yang digunakan pada campuran komposisi sosis ini adalah
sangat sedikit, yaitu hanya 1,69% karena digunakan sebagai pengawet. Sodium
laktat umumnya berbentuk liquid (cair), tetapi pada pencampuran bahan sebagai
pengawet pada sosis ini telah berbentuk powder. Karena diberi tambahan sodium
laktat, umur simpan sosis menjadi cukup lama yaitu 7 bulan.
4.2 Proses Produksi Sosis Ayam
a. Penyimpanan Bahan Baku pada Chillroom
Potongan-potongan ayam yang telah dipisahkan menurut jenisnya
pada slaughter house ditempatkan pada plastic HD (high density)
ditimbang masing-masing 10 kg tiap jenisnya dan dikirim ke gudang
penyimpanan dingin/ chillroom. Daging yang disimpan dalam gudang
penyimpanan dingin/ chillroom adalah paha segar yang masih terdapat sisa
lemaknya (SBL/skinless boneless leg), daging dada tanpa kulit
(SBB/sinless boneless breast), daging potong paha bawah (DP BL/daging
potong boneless leg), daging potong paha atas (DP BB/daging potong
boneless), potongan dalam dada (fillet RU), hasil gilingan karkas yang
diangkut dari domestik (CCM/ carcas meat), daging dada yang masih
terdapat kulit (BB/ boneless breast), daging dada tanpa kulit (SBB/
skinless boneless breast), kulit dada atau paha (skin BB/BL), hati, dan
daging sapi. Suhu pada ruangan chillroom adalah antara 0 5oC, tujuan
penyimpanan dingin adalah agar suhu bahan-bahan baku tetap bertahan
pada 10oC sebelum digiling.
Pada tahap ini semua raw material dari slaughter house
dipindahkan ke ruang chillroom dan disiapkan untuk digiling. Kemudian
dari masing-masing raw material tersebut dibedakan untuk membuat sosis
(sausage), masing-masing brand memiliki komposisi yang berbeda-beda.
Pada brand dengan grade pertama komposisinya secara garis besar adalah
terdiri dari daging dada tanpa kulit (SBB/ skinless boneless breast) dan
fillet (potongan dada yang lebih bersih dan potongan bagian dalam dada).
Pada brand dengan grade kedua adalah campuran dari bagian paha segar
yang masih terdapat sisa lemak (SBL/ skinless boneless leg), kulit,
jantung, dan hasil gilingan karkas (CCM/ carcas meat). Sedangkan pada
brand dengan grade ketiga terdiri dari campuran SBL RU, hati, dan
gilingan karkas (CCM) yang lebih banyak dibandingkan grade kedua.
Selain untuk menyimpan daging yang akan digiling, chillroom juga
tempat menyimpan bumbu-bumbu dan serpihan-serpihan es yang akan
digunakan dalam pencampuran (mixer). Serpihan es dihasilkan dari alat
ice maker. Serpihan-serpihan es di sini berfungsi untuk membentuk tekstur
kenyal, menstabilkan emulisifier karena pada penggilingan terjadi gesekan
panas sehingga penambahan es berfungsi agar protein pada daging giling
tidak terdenaturasi.
Semua hasil gilingan CCM didapat dari ruang cut up pada divisi
slaughter house, dan langsung dipindahkan ke ruang chillroom karena
daging tidak awet pada suhu ruang.
b. Penggilingan
Alat yang digunakan pada penggilingan adalah mincer dengan
merk MA DO ULTRA 2. Mincer berfungsi untuk menggiling bahan baku
yang masih mentah, baik daging, kulit, CCM (carcas meat), maupun
jantung, menjadi ukuran yang lebih kecil dan mudah dicampur dengan
adonan. Alat yang terdapat pada mincer terdiri dari screw roller, precutter,
sickle knife 1, hole plate (diameter 8 mm), sickle knife 2, dan hole plate 5
mm.
Proses penggilingan ini adalah dengan cara daging dimasukkan ke
dalam mesin penggiling secara manual, dan mesin mulai menggiling, dan
menunggu semua daging didorong oleh screw roller ke pisau-pisau
pemotong, precutter dan sickle knife 1 berfungsi sebagai pisau pemotong
daging menjadi ukuran yang lebih kecil dengan tekstur yang masih kasar,
diperhalus dengan sickle knife 2 dan melewati hole plate 5mm, kemudian
daging yang telah digiling ditampung pada meat car yaitu wadah
alumunium berbentuk kotak dan terdapat roda di bawahnya serta terdapat
pegangan untuk mendorong. Sebelum dimasukkan daging, meat car telah
diisi dengan ice flakes secukupnya. Fungsi es di sini adalah agar daging
yang telah digiling tidak lengket pada dinding meat car dan
mempertahankan suhu daging agar tetap 7 - 9 oC ketika dilakukan mixing
karena daging yang telah digiling akan menjadi panas akibat gesekan yang
terjadi pada pisau-pisau penggiling. Kapasitas maksimal pada mincer
adalah 150 kg dalam satu kali menggiling. Sedangkan kecepatan
penggilingan mesin mincer adalah 1500 kg/jam.
5.1 Kesimpulan
Proses pembuatan sosis ayam CHAMP ini terdiri dari penyimpanan
bahan baku, penggilingan, mixing, stuffing, cooking, showering, cooling
down, cutting into pieces, packaging, air blast freezing, box packing, dan
cold storage, dengan bahan baku untuk pembuatan sosis CHAMP adalah
daging dan kulit ayam, air dan es, ISP (isolate soy protein), minyak goreng
(palm oil), premix, tepung tapioka, dan bahan pengawet sodium laktat.
5.2 Saran
Pada proses produksi sosis, terkadang terdapat beberapa masalah yang
timbul, baik secara humanity, system maupun machine. Contoh yang terjadi
adalah pada proses stuffing, terkadang pada lilitan terjadi perbedaan ukuran
antara sosis satu dengan yang lain, ini bisa terjadi akibat linker yang
digunakan tidak bekerja sempurna, sehingga dalam membentuk spiral terjadi
kesalahan, hal ini bisa diatasi dengan cara sering mengecek mesin (contohnya
tiap pergantian shift dilakukan pengecekan), apakah mesin telah sesuai atau
belum, kesalahan ini bisa diakibatkan karena mesin bekerja terus menerus
selama 24 jam x 6 hari dalam seminggu. Masalah lain yang terkadang timbul
adalah pada sausage cutter, terkadang mesin ini tidak memotong dengan
sempurna, sehingga ada beberapa yang tidak terpotong/ pemotongan sosis
tidak sesuai dengan letaknya. Ini bisa terjadi karena peletakan sosis yang
masih dalam bentuk rantai langsung tidak melingkar, tetapi langsung
ditumpuk, dan juga masih terdapat ikatan sosis yang belum dilepas, sehingga
pada saat pemotongan, posisi sosis yang dipotong salah, hal ini dapat diatasi
dengan cara para worker dilatih meletakkan sosis dengan cara melingkar
(membentuk tumpukan tetapi spiral), dan juga lebih teliti dalam membuka
ikatan sosis, serta pemberian air tidak kurang agar sosis tetap licin. Masalah
yang lain adalah seperti contohnya pada vacuum pack, ada beberapa wadah
yang tidak ter vacuum, hal ini disebabkan karena peletakkan posisi plastik
tidak sempurna,selang vakum untuk menyedot tidak dapat menyedot
sempurna sehingga heater dalam merekatkan kurang kuat. Hal ini dapat
diatasi dengan worker yang bersangkutan harus mengecek apakah posisi
plastik sudah sempurna, dan apakah settingan alat telah sesuai.
Pada mesin mixer SYEDELMAN, sering bahan yang akan
dimasukkan pada mesin ini antri menunggu akibat mesin stuffer TOWNSEN
masih penuh (perbedaan waktu pada mixing dan stuffing) hal ini dapat
diantisipasi dengan cara menambah alat TOWNSEN sehingga tidak
terjadinya antrian.
DAFTAR PUSTAKA
Buckle, K.A, R.A Edward, G H Fleet dan M Wooton, 1987. Ilmu Pangan,
terjemahan H. Purnomo dan Adiono, UI Press, Jakarta.