PENDAHULUAN
Oklusi gigi merupakan hasil kontak permukaan gigi-geligi, otot, dan gerak
sendi temporomandibula. Hubungan ini merupakan hubungan yang terjadi sepanjang
hidup dan akan mengalami adaptasi atau perubahan jika mengalami gangguan fungsi
oklusi.1,2
Oklusi akan berjalan normal dan kedudukan mandibula akan stabil, apabila tiap
komponen yang terlibat dapat menjalankan aktifitasnya secara normal, dan antara
semua komponen terdapat interaksi yang serasi dan seimbang. Semua bentuk
penyimpangan dari oklusi normal dapat disebut sebagai maloklusi. Maloklusi
umumnya bukan merupakan proses yang patologis, tetapi penyimpangan dari
perkembangan normal. Maloklusi merupakan keadaan gigi yang tidak harmonis, secara
estetik mempengaruhi penampilan seseorang, dan mengganggu keseimbangan fungsi,
baik fungsi pengunyahan maupun bicara.1,4
Perubahan-perubahan kecil dalam hubungan kontak oklusi yang menghambat
dicapainya oklusi normal dapat memicu timbulnya gangguan pada jaringan penyangga,
otot, dan fungsi sendi temporomandibula.2,3,4
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
struktural, seperti pukulan pada wajah atau kecelakaan. Sedangkan pada trauma ringan
posisi discus artikularis dan processus condylaris dapat berubah secara perlahan-lahan.
Trauma ringan dalam waktu yang lama seperti bruxism dan clenching dapat
menyebabkan kerusakan pada jaringan periodontal, sendi dan otot.3,5
3. Stres
Stres dapat mengakibatkan peningkatan aktifitas otot pada posisi istirahat
sehingga menimbulkan kelelahan dan spasme otot. Spasme otot yang terjadi akan
menimbulkan ketidakseimbangan otot serta arthritis. Stres juga dapat menyebabkan
respon saraf simpatis yang menyebabkan nyeri pada otot mastikasi.5,7
4. Aktifitas parafungsional
Aktifitas parafungsional adalah aktifitas diluar fungsi normal dan tidak
mempunyai tujuan fungsional. Contohnya antara lain bruxism, clenching, grinding,
menggigit kuku, pensil, tusuk gigi atau mengunyah permen karet. Pasien biasanya
mempunyai keluhan nyeri pada sendi rahang, gigi yang goyang atau kelelahan pada
otot wajah saat bangun tidur. 5,7
5. Fungsi unilateral
Adanya gigi yang tanggal atau sakit, kelainan gingiva atau mukosa dapat
menyebabkan mastikasi hanya terbatas pada satu sisi saja atau bahkan pada segmen
labial saja. Dan apabila terjadi penyimpangan seperti mengunyah pada satu sisi rahang
dalam jangka waktu lama maka akan menyebabkan posisi akhir kondilus kanan dan
kiri akan menjadi asimetris. 5,7
3
Struktur jaringan periodontal yang sehat yang terdiri dari gingiva, sementum,
ligamen periodontal dan tulang alveolar. Struktur ini dipengaruhi oleh kekuatan oklusi
fungsional yang mengaktivasi mekano-reseptor periodontal pada fisiologi sistem
mastikasi. Kekuatan oklusi menstimulasi reseptor pada ligamen periodontal untuk
mengatur pergerakan rahang dan kekuatan oklusi. Kekuatan fungsi oklusal ditahan
oleh trabekula tulang dan susunan dinding penopang tulang rahang atas dan rahang
bawah. Bila jaringan periodonsium utuh dan sehat, tulang alveolar dapat mengatasi
kekuatan oklusi.8,9
Gambar 1. (a) Penyebaran kekuatan oklusal pada akhir penutupan geligi lengkap yang
berperiodonsium utuh. (b) Penyebaran oklusal pada akhir penutupan dengan berkurangnya
penunjang tulang dan kehilangan gigi.7
4
periodonsium. Contoh penyebab trauma oklusi primer antara lain restorasi yang terlalu
tinggi, pemasangan protesa yang menyebabkan tekanan berlebih pada gigi penyangga
atau pergerakan gigi yang berlebih. Perubahan yang terjadi antara lain pelebaran ruang
ligamen periodontal, tidak menyebabkan kehilangan perlekatan periodontal, rasa sakit
serta kegoyangan gigi. Perubahan yang terjadi biasanya bersifat reversible, dapat
hilang jika oklusi traumatik dikoreksi atau dilakukan penyesuaian oklusi yang baik.
2. Trauma oklusi sekunder
Terjadi ketika tekanan oklusal normal yang diterima menjadi berlebihan karena
telah terdapat kehilangan jaringan yang parah atau berkurangnya kemampuan jaringan
periodonsium untuk menahan tekanan oklusal. Tekanan normal yang diterima menjadi
tidak normal pada jaringan pendukung yang sudah terkena penyakit dan akan menjadi
semakin parah. Gigi yang mengalami trauma oklusi sekunder dapat mengalami
kerusakan tulang alveolar yang cepat dan juga mengakibatkan pembentukan poket.11
5
atau sembuh. Tetapi jika tidak dikoreksi, luka pada jaringan periodonsium akan
semakin parah dan dapat menimbulkan nekrosis jaringan. Sedangkan, trauma oklusi
kronis lebih sering ditemukan dan menunjukkan gejala yang lebih signifikan daripada
trauma oklusi akut. Trauma bentuk ini disebabkan karena perubahan secara bertahap
dari oklusi akibat pergeseran gigi, ekstrusi gigi, serta kebiasaan parafungsi seperti
bruxism.10,11
6
oklusi dari peningkatan tekanan dan regangan dari ligamen periodontal serta
peningkatan osteoklas dari tulang alveolar, nekrosis ligamen periodontal dan tulang
serta resorpsi dari struktur tulang dan gigi. Perubahan ini bersifat reversible karena
dapat diperbaiki jika sumber tekanan dihilangkan. Bagaimanapun trauma yang terus
menerus dari oklusi menghasilkan pelebaran yang berbentuk corong dari bagian
puncak ligamen periodontal dan resorpsi dari tulang di sekitarnya. Perubahan ini dapat
menyebabkan resorpsi puncak tulang yang berbentuk angular, dan bentuk resorpsi ini
dapat memperlemah penyangga gigi dan menyebabkan mobilitas gigi. Bila terdapat
inflamasi maka trauma oklusi dapat mempercepat kerusakan tulang.12
4. Mobilitas gigi
Mobilitas atau goyangnya gigi bisa disebabkan oleh tekanan oklusal yang
berlebihan. Namun tanpa adanya lesi gingiva atau periodonsium maka gigi akan
kembali stabil jika trauma oklusal tersebut dihilangkan. Jika terdapat lesi
periodonsium, trauma oklusal dapat memperberat mobilitas. Oleh karena itu, cups
interference merupakan penyebab kontak prematur dan pergeseran gigi dan bisa
disebabkan oleh kerusakan periodonsium.11,12
5. Migrasi gigi
Migrasi mengacu pada gerakan gigi dengan kerusakan periodontal yang
disebabkan karena aksi gigi antagonis atau otot tanpa bisa mengalami reposisi. Gigi
akan bergerak sampai mencapai posisi stabil antara otot-otot atau gigi yang
berlawanan.11,12
Gambar 3. Gigi insisivus maksila yang mengalami migrasi patologis bergerak ke labial
dan ekstrusi10
7
6. Ulserasi mukosa
Biasanya akibat cedera insisvus bawah mengenai mukosa palatal insisivus atas.
Penyebabnya adalah overclosure yang progresif dari mandibula dan biasanya
berhubungan dengan tanggalnya gigi-geligi posterior. Selain rasa nyeri karena
menutup mulut dan iritasi pada waktu mengunyah makanan dapat juga mengakibatkan
terlukanya mukosa pada permukaan gigi yang terkena.12
Pemeriksaan klinis trauma oklusal dapat berupa peningkatan mobilitas dan
migrasi atau penyimpangan gigi, fremitus serta rasa tidak nyaman saat makan.
Peningkatan mobilitas gigi (hipermobilitas) yang terjadi sebagai akibat dari trauma
oklusi dideteksi dengan adanya penurunan perlekatan periodontal pada pasien.
8
Gambar 4. Gambaran radiologis jaringan periodontal yang mengalami trauma.10
9
rusak dihilangkan, sel-sel dan serat-serat jaringan ikat, tulang dan sementum dibentuk
dalam usaha untuk menggantikan jaringan periodonsium yang rusak. Ketika tulang
teresorpsi akibat tekanan oklusal yang berlebihan, tubuh berusaha menggantikan tulang
trabekula yang tipis dengan tulang baru. Proses ini dinamakan buttressing bone
formation yang merupakan gambaran proses reparatif yang berhubungan dengan
trauma oklusi.
3. Tahap III Adaptasi jaringan periodonsium
Ketika proses perbaikan tidak dapat menandingi kerusakan yang diakibatkan,
jaringan periodonsium merubah bentuk dalam usaha untuk menyesuaikan struktur
jaringan dimana tekanan tidak lagi melukai jaringan. Hasil dari proses ini adalah
penebalan pada ligamen periodontal dimana mempunyai bentuk seperti tabung pada
puncak tulang dan kerusakan angular pada tulang tanpa pembentukan poket dan terjadi
peningkatan vaskularisasi.
Tahap cedera menunjukkan peningkatan daerah resorpsi dan penurunan
pembentukan tulang. Tahap perbaikan penurunan resorpsi dan peningkatan
pembentukan tulang setelah adaptasi periodontium, resorpsi dan pembentukan tulang
berjalan normal.
10
normal jika diminta; sakit minimal pada saat posisi istirahat; sakit meningkat pada saat
otot berfungsi; dan pasien merasakan adanya kelemahan otot.13 Ogus dan Toller (1990)
menyatakan bahwa setiap orang memiliki ambang batas yang berbeda dan penerimaan
yang berbeda terhadap rasa nyeri. Daerah penyebaran rasa sakit yang paling sering
adalah telinga, pipi dan daerah temporal.15
Adapun otot-otot yang berperan di dalam proses mastikasi antara lain:1,12
1. Otot temporalis, mencakup seluruh daerah gigi rahang atas dan wajah bagian atas.
Sakit kepala dan sakit gigi merupakan keluhan yang sering ditemui. Insersi otot
temporal dapat dipalpasi secara intra oral dengan satu jari menelusuri ke arah batas
anterior ramus asenden, tendon berinsersi ke prosesus koronoideus.
11
3. Otot pterygoideus lateral superior, titik pemicu ini merujuk ke daerah zigomatikus.
Nyeri biasanya menyebar ke daerah molar.
12
6. Otot Digastrikus (Area Hyoid), jika otot digastrikus dan area hyoid terlibat, maka
mandibula akan maju ke depan menghidari adanya hambatan. Banyak pasien
mengalami protrusi rahang karena merespon ketidakseimbangan oklusal, sehingga
terjadi defleksi.
13
Gambar 12. Lokasi sakit yang melibatkan otot trapezius.2
Disfungsi tatanan stomatognatik atau pengunyahan dapat menimbulkan:
1. Spasme otot
Kebiasaan buruk seperti bruxism pada malam hari dapat mengakibatkan
kelelahan dan kekakuan m. masseter karena adanya pengkerutan otot terus menerus
dan penambahan tenaga otot.13
2. Nyeri
Nyeri disfungsi rahang bawah sering timbul pada otot daerah pelipis (m.
temporal), m. masseter, dan m. pterigoideus. Selain itu juga pada nyeri daerah leher
belakang kepala (serviko-oksipital). Nyeri sisi kepala timbul karena otot daerah pelipis.
Nyeri di daerah sudut dan cabang (ramus) rahang bawah berasal dari otot kunyah muka
lateral dan dari otot pterygoideus medialis. Di daerah lengkung tulang pipi (zigomatik)
nyeri timbul melampaui daerah insersi otot pelipis ke prosessus coronoideus dan dari
perlekatan otot kunyah pada lengkung tulang pipi. Nyeri yang berkaitan dengan sendi
temporomandibula sering disebabkan karena tegangan dan kekejangan otot
pterygoideus lateral.13
Bruxism dapat menyebabkan keadaan tanpa zat asam (anoksia) akibat
penutupan pembuluh darah yang memasok zat asam di daerah tersebut dan
pengambilan hasil metabolisme menyebabkan nyeri iskemia dalam otot. Sedangkan
kekejangan otot dihasilkan oleh rasa nyeri dan gerak pengkerutan tak sengaja yang
hebat.13
14
3. Hipertropi dan atrofi otot
Seseorang yang mempunyai riwayat kebiasaan buruk bruxism yang sudah
berlangsung dalam jangka waktu yang lama dapat terjadi hipertropi otot penutup, yang
mengakibatkan otot masseter yang membesar dan kencang yang dapat dengan mudah
dilihat pada ramus dan sudut rahang bawah. Kebiasaan mengunyah satu sisi juga dapat
mengakibatkan terjadinya hipertropi otot pada sisi yang aktif, sementara pada sisi yang
lainnya yang jarang digunakan dapat menyebabkan atrofi pada otot.13
Manifestasi lain yang disebabkan oleh trauma oklusi di antaranya yang
berkaitan dengan tegangan otot pada daerah serviko-oksipital. Gejala telinga
berdengung, melemahnya pendengaran, perasaan tekanan dan sumbatan pada telinga
merupakan sebagian gejala disfungsi rahang bawah. Bunyi dengungan atau siulan
terjadi karena tegangan dan kekejangan otot peregang rongga telinga (sensor timpani).
Gejala penyumbatan, kehilangan pendengaran, perubahan tekanan atmosfer tiba-tiba
bisa disebabkan karena tegangan dan kekejangan otot palatum. Fungsi otot ini adalah
untuk meregangkan palatum lunak dan membuka tuba eustachius ketika menelan.13
15
lengkung rahang yang seimbang dalam posisi oklusi sentrik. Perubahan pola oklusi
gigi-geligi ini menyebabkan terjadinya perubahan dimensi vertikal, sehingga akan
mengakibatkan peningkatan tekanan biomekanik pada sendi temporomandibula yang
dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan perubahan adaptif dan degenerative
pada sendi. Beberapa perubahan sendi temporomandibula yang sering terjadi,
yaitu:15,16
1. Internal derangement
Perubahan ini didefinisikan sebagai hubungan abnormal dari diskus artikularis
yang berhubungan dengan kondilus mandibular, fossa, dan eminensia artikularis.
Terdapat dua kondisi yaitu disc displacement without reduction (DDNR) dimana
pergerakkan diskus tidak lebih kecil dari pergerakan normal. Dikus terletak pada
anterior kondilus dan eminensia artikularis dalam posisi rahang tertutup dan terbuka.
Kondisi ini berhubungan dengan keterbatasan membuka mulut dan rasa sakit. Kondisi
kedua disc displacement reduction (DDR), dimana diskus bergeser baik secara anterior,
medial, lateral, atau gabungan gerakan tersebut dalam posisi rahang tertutup, dan
gerakannya lebih kecil pada posisi normalnya dalam posisi rahang terbuka, dengan
band posterior berada ada bagian superior kondilus, kondisi ini bianya berhubungan
dengan bunyi clicking.1,2
Clicking adalah suara tunggal dengan durasi singkat, dan biasanya keras. Bunyi
sendi diperiksa dengan meletakan jari pada permukaan lateral sendi, dan pasien diminta
untuk membuka dan menutup mulutnya. Biasanya sendi ini dapat dirasakan oleh jari,
atau bisa juga dengan menggunakan stetoskop atau alat perekam lain. Keterbatasan
gerak sendi sering dihubungkan dengan adanya gangguan pada otot. Clicking sendi
dihubungkan dengan oklusi yang tidak benar. Kehilangan gigi, malposisi gigi serta
ekstrusi gigi akan mengakibatkan perubahan keseimbangan sehingga mengakibatkan
ketidakharmonisan oklusi. Kehilangan gigi dapat mengganggu keseimbangan gigi-
geligi yang masih tersisa, gangguan dapat berupa migrasi, rotasi serta ekstrusi gigi yang
masih tersisa pada rahang. Malposisi akibat kehilangan gigi tersebut mengakibatkan
disharmoni oklusal serta dapat menyebabkan kelainan TMJ karena ada perbedaan
16
oklusi dan relasi sentris. Adanya perubahan oklusi menghasilkan suatu perubahan
koordinasi otot-otot.14,16 Ekstruksi gigi antagonis juga akan mengakibatkan kurva spee
berubah, sehingga menimbulkan benturan antara gigi bawah dan atas saat mandibula
bergerak. Perubahan oklusi yang tidak sesuai dengan aksi otot-otot dan TMJ akan
menghasilkan hiperaktifitas otot dan perubahan posisi diskus. Kehilangan gigi anterior,
khususnya gigi kaninus menyebabkan pola oklusi menjadi lebih datar karena
berkurangnya tinggi tonjolan. Hal tersebut menyebabkan berkurangnya tinggi gigitan
dan dimensi vertikal, yang dapat mengakibatkan dislokasi diskus ke anterior. Hal ini
terjadi pada saat membuka mulut kondilus bergerak ke depan mendorong diskus ke
anterior sehingga terjadi lipatan dari diskus. Pada keadaan tertentu dimana diskus tidak
dapat didorong lagi, kondilus akan melompati lipatan tersebut dan bergerak ke bawah
diskus yang menyebabkan timbulnya bunyi ”click”.17
Gambar 13. Proses terjadinya “clicking” akibat kondilus bergerak melalui diskus
artikularis dari posterior, saat proses membuka mulut. B. “Clicking” juga terjadi saat
proses penutupan mulut, saat kondilus kembali pada tempatnya.10
17
Posisi mandibula pada akhir gerakan menutup mulut sangat ditentukan oleh
panduan kontak pertama antara gigi-geligi rahang bawah dan atas. Bila kedua kontak
tersebut lancar dan terjadi secara bersamaan antara semua gigi posterior maka posisi
mandibula akan stabil. Apabila ada kontak prematur salah satu gigi, maka geseran
kontak tersebut menjadi tidak lancar dan akan membuat mandibula akan menyimpang
dari pola gerakannya yang normal sehingga posisi akhir yang dicapai juga menyimpang
dari normal. Apabila penyimpangan ini berjalan lama maka kondilus kanan dan kiri
akan menjadi asimetri, karena salah satunya dapat mengalami hiperplasia atau
hipoplasia.17
18
Gambar 16. Rasa nyeri pada area sekitar TMJ akibat gangguan oklusi.
19
3. Obat-obatan
Obat-obatan yang digunakan sebagai anti peradangan antara lain aspirin,
naproxen, ibuprofen atau steroid dapat membantu mengontrol peradangan. Perelaksasi
otot seperti diazepam atau valium dapat membantu dalam mengurangi spasme otot.
4. Penanganan stres
Konsultasi psikolog serta obat-obatan dapat membantu mengurangi ketegangan
otot.
5. Koreksi kelainan gigitan
Terapi koreksi gigi, seperti restorasi, penyesuaian oklusal, penggunaan splint,
pemasangan gigi tiruan atau alat orthodontik mungkin diperlukan untuk mengkoreksi
gigitan yang abnormal agar lebih stabil.
Gambar 19. Beberapa terapi fisik yang dapat dilakukan untuk memperbaiki pergerakan
rahang.1
20
7. Terapi Bedah
Terapi bedah diindikasikan pada kasus-kasus dimana terapi medis gagal. Ini
dilakukan sebagai jalan terakhir. TMJ arthroscopy, ligament tightening, restrukturisasi
rahang (joint restructuring), dan penggantian rahang (joint replacement)
dipertimbangkan pada kebanyakan kasus yang berat dari kerusakan rahang atau
perburukan rahang.
21
BAB III
PENUTUP
Oklusi normal dan keteraturan gigi secara anatomis dan fungsional di lengkung
masing-masing penting untuk pengembangan dan pemeliharaan gigi yang sehat.
Reaksi tulang dan ligamen tergantung pada besarnya, durasi dan arah tekanan. Trauma
oklusi diketahui menyebabkan perubahan pada jaringan periodontal. Trauma dari
oklusi dapat diklasifikasikan menjadi trauma primer dan sekunder.
Terdapat banyak hal yang dapat mengganggu keharmonisan oklusi dari gigi
termasuk adanya occlusal interference baik secara fisiologis maupun patologis yang
dapat menyebabkan kerusakan dan gangguan pada jaringan periodontal, otot kunyah,
bahkan gangguan temporo mandibular joint (TMJ).
22
DAFTAR PUSTAKA
23
(15) Ogus, H.D., and Toller, P.A, 1990 , Gangguan Sendi Temporomandibula, p.
43-50 Hipokrates, Jakarta.
(16) Pullinger AG, Seligman DA. Temporomandibular Disorders, Part II: Occlusal
Factor Associated With Temporomandibular Joint Tenderness and Functions.
J of Prosthetic Dentistry; 1988. Hal. 53-363.
(17) Haryo, M. Gangguan Nyeri dan Bunyi Kliking Pada Sendi Temporomandibula.
Kajian Ilmiah Prostodontia. FKG UGM, Yogyakarta; 2008.
24