Anda di halaman 1dari 6

Cita Rasa Indonesia

Ekspresi Kuliner William Wongso


CITA RASA INDONESIA
EKSPRESI KULINER WILLIAM WONGSO Penyunting edisi Bahasa Indonesia Penerbit
Unggul Hermanto BAB Publishing Indonesia
Penulis & penggagas www.babbooks.com
William W. Wongso Koordinator produksi
Erna Setyowati Hak Cipta 2018
Koordinator penerbitan © BAB Publishing Indonesia
Rafli L. Sato Fotografer
William W. Wongso Dilarang mereproduksi seluruh maupun sebagian isi
Nara sumber & penulis Kefas Sendy Wong buku ini dalam bentuk apapun, elektronik maupun
Dharmawan Handonowarih Santhi H. Serad media cetak, termasuk dalam sistem penyimpanan dan
Miranti Andi Kasim Samuel Kristanto kearsipan, tanpa izin tertulis dari penerbit. Hak cipta
Unggul Hermanto dilindungi undang-undang No. 19 Tahun 2002.
Ve Handjojo Penata artistik
Helly Minarti Suherman Ade ISBN 978-979-8926-34-1
Putri Rizky Mumpuni
Penyunting umum Purwati
Sian E. Jay Fatkhul Bari

4 / cita rasa indonesia cita rasa indonesia / 5


Daftar Isi
8 Bicara Soal Rasa...

16 Wisata Rasa Kuliner Nusantara

32 Kekayaan Cita Rasa Masakan Daerah

60 Rempah, Buah-buahan dan Pelengkap Lokal

110 Ekspresi Kuliner William Wongso

190 Apendiks

6 / cita rasa indonesia cita rasa indonesia / 7


Bicara Soal Rasa...

8 / cita rasa indonesia cita rasa indonesia / 9


Halaman sebelah (dari kiri Lidah saya sudah dimanjakan cita rasa khas sejak dini, tetapi baru pada tahun
atas, searah jarum jam):
1972 saya mulai memperkaya pengetahuan tentang memasak. Awalnya saya
Semasa mengikuti kursus
di Institute Paul Bocuse, di membuka bakeri di pusat kota di Jakarta, ketika musim membuat roti segar
Lyon, Prancis; saya memulai dari oven sedang populer. Seorang pakar roti, Wolfgang Khün, mengajari saya
Vineth Bakery yang berfokus
keterampilan membuat roti, tapi saya ingin lebih dari itu. Penting bagi saya untuk
pada roti tradisional Eropa,
di Panglima Polim, Jakarta mengetahui prinsip dasarnya. Untuk menyempurnakan keterampilan membuat
Selatan; sebagai konsultan roti dan pastri saya melanglang ke Australia pada tahun 1978. Di sana penemuan
restoran dan operator untuk
saya tidak seberapa sehingga saya beranjak ke Nouméa, ibu kota Caledonia Baru.
TIFA Kafe; sebuah bistro
Prancis di Rasuna Said, Jakarta Di sana saya berkenalan dengan Michel, pemilik bakeri Prancis bernama Michel
Selatan; dua foto terakhir Patisseries – toko pastri terbaik di sana. Kreasi-kreasinya membantu membukakan
adalah pasar di Bangka dan
mata saya hanya dengan mencicipinya sedikit demi sedikit.
Jambi, diambil dari William
Wongso Cooking Adventure, Itu hanya permulaan. Selanjutnya saya bepergian ke Eropa dan belajar cara
acara televisi yang telah membuat baguette Prancis, brötchen dan bubur tepung gandum hitam atau rye
ditayangkan selama lima
yang diasamkan lewat fermentasi (disebut alt Deutch saur) asal Jerman, semmel
tahun di Metro TV.
ala Swiss, focaccia Italia, roti wholemeal Belanda dan banyak lagi jenis roti Eropa
yang spesial. Cara saya belajar masih sama: mencicipi dulu sebelum mempelajari
teknik membuat dan memahami apa saja bahannya.
Pada awal 1980-an, empat bulan dalam setiap tahunnya saya habiskan di Eropa
untuk belajar, mencicipi dan bertanya-tanya tentang makanan dan kebudayaan.
Sambil belajar saya terus mencicipi hidangan di restoran-restoran terbaik Prancis,
dan mulai belajar memasak hidangan Prancis dari seorang teman, chef pastri
Prancis Andre Clement (anak didik terbaik Gaston Lenotre, ahli pastri legendaris
Prancis) yang saya pekerjakan sebagai konsultan pada tahun 1983. Sekarang ia
sangat sukses sebagai distributor bahan-bahan cokelat dan pastri di Kanada.
Saya juga mulai menikmati – sambil belajar memahami – foie gras, truffle, anggur
mahal dan keju Prancis.
Begitu pula halnya dengan hidangan Indonesia. Cita rasa dan teksturnya tidak
dapat dipahami hanya dengan membaca; melainkan harus dicicipi langsung.

12 / cita rasa indonesia cita rasa indonesia / 13


Saya melakukan ini dengan mengikuti naluri dan hasrat untuk belajar dari para Halaman sebelah (dari kiri
atas, searah jarum jam):
pakar, dari penduduk desa hingga dari para chef (juru masak) internasional.
Gerai-gerai di pasar tradisional
Selain itu, pemahaman saya juga bertambah di pasar tradisional, dan saya Kebon Roek di Mataram, Nusa
mendokumentasikan semua tempat yang saya kunjungi selama 35 tahun terakhir Tenggara Barat dan pasar
induk di Makassar, Sulawesi
ini. Pasar-pasar ini adalah jiwa dari kebudayaan setiap daerah, atau dapat disebut
Selatan (gerai kelapa, ayam
sebagai ensiklopedia kuliner hidup daerah, dengan kearifan lokal masing-masing. dan ikan) – bagi beberapa
Keinginan memahami inilah yang mendorong saya untuk mencoba mencari pelanggan, penting untuk
melihat hewan hidupnya
tahu apa sarapan penduduk setempat, yang mereka lakukan sambil berjualan
sebelum membeli, mungkin
di pasar. Bagi saya budaya makan di luar ini menarik karena suasananya unik: untuk mengecek kesehatan
menggambarkan bagaimana penduduk mengawali aktivitas di pagi hari. dan kualitasnya.

Sayangnya, banyak pasar tradisional telah menjadi segurat gambar dalam


sejarah, seperti halnya pasar tradisional The Bund di Shanghai yang telah musnah,
padahal di situlah tradisi masakan tradisional Tionghoa dimulai.
Itulah sebabnya saya bertekad menulis buku tentang cita rasa Indonesia. Saya
mungkin takkan berhasil menyelamatkan pasar tradisional yang kini berada di
jurang kepunahan, atau tradisi Indonesia lainnya yang berkaitan dengan makanan,
tetapi saya dapat berbagi pengetahuan tentang semua ini. Terlalu banyak pasar
tradisional di kota-kota seperti Jakarta, Medan, Surabaya, bahkan Yogyakarta
yang telah lenyap dimakan zaman.
Kata orang, buku yang bagus bertahan lebih lama dari penulisnya. Mudah-
mudahan melalui buku ini saya dapat berbagi rahasia-rahasia unik tradisi dapur
Indonesia dengan Anda, dan dapat mempertahankannya sampai generasi-
generasi mendatang. Mata internasional telah mulai tertuju pada Indonesia, maka
kinilah waktu yang tepat untuk berbagi keajaiban makanan kita kepada dunia.


William W. Wongso

14 / cita rasa indonesia cita rasa indonesia / 15

Anda mungkin juga menyukai