( Essay dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Legal Aspek in Economics)
Oleh :
2019
PT Freeport Indonesia merupakan perusahaan tambang mineral afiliasi dari
Freeport-McMoRan (FCX) dan PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) (Inalum).
PTFI menambang dan memproses bijih menghasilkan konsentrat yang mengandung
tembaga, emas dan perak. Perseroan terbuka ini memasarkan konsentrat ke seluruh
penjuru dunia dan terutama ke smelter tembaga dalam negeri, PT Smelting. PT Freeport
Indonesia beroperasi di dataran tinggi terpencil di Pengunungan Sudirman, Kabupaten
Mimika, Provinsi Papua, Indonesia
Perjanjian IUKP (Izin Usaha Pertambangan Khusus) ini telah memenuhi syarat
sah yang diatur dalam pasal 1320 KUH Perdata. Syarat sah sendiri terdiri dari syarat
subyektif dan objektid. IUKP telah memenuhi kecakapan syarat subjektif dimana pihak
dalam perjanjian telah dianggap dewasa menurut hukum. Adapun pihak – pihak yang
terakit dalam perjanjian tersebut adalah Direktur Jenderal Mineral dan Batubara
Bambang Gatot Ariyono, Direktur UtamaFreeport Indonesia disaksikan oleh Sekretaris
Jenderal Kementerian ESDM Ego Syahrial, Deputi Kementerian BUMN Bidang Usaha
Pertambangan, Industri Strategis, dan Media Fajar Harry Sampurno, Direktur Utama
Inalum Budi G. Sadikin dan CEO FCX Richard Adkerson dan Direktur Utama PTFI
Tony Wenas. Selain itu, pihak – pihak yang terkait dalam perjanjian bukanlah mereka
yang berada dalam pengampuan. Syarat subjektif yang lainnya adalah kesepakatan dari
mereka yang mengikatkan diri dalam perjanjian sudah saling menyentujui, menyepakati
dan mampu mempertanggungjawabkan segala isi dari perjanjian yang telah dibuat
bersama, sehingga perjanjian ini disahkan dan mulai diberlakukan sejak 12 Desember
2018.
Syarat sah perjanjian dari sisi syarat objektif adalah isi kesepakatan dari pihak
yang mengikatkan diri dalam perjanjian seperti yang dipaparkan oleh Silondae (2011:
21). Isi dari perjanjian IUKP ini telah tercantum secara jelas dan tidak bertentangan
dengan undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan. Hal ini dapat dibuktikkan
melalui analisa isi perjanjian yang terbukti telah mengadaptasikan dan
mempertimbangkan regulasi pemerintah Indonesia dan Amerika Serikat serta
menjunjung tinggi asas – asas dari Perserikatan Bangsa – Bangsa.
a) Memberikan sesuatu
Pasal 64: “Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya
berkewajiban mengumumkan rencana kegiatan usaha pertambangan di
WIUP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 serta memberikan IUP
Eksplorasi dan IUP Operasi Produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36
kepada masyarakat secara terbuka.”
Pasal 67 ayat (1): “Bupati/walikota memberikan IPR terutama kepada
penduduk setempat, baik perseorangan maupun kelompok masyarakat
dan/atau koperasi.”
Pasal 85: “Pemerintah berkewajiban mengumumkan rencana kegiatan usaha
pertambangan di WIUPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 serta
memberikan IUPK Eksplorasi dan IUPK Operasi Produksi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 76 kepada masyarakat secara terbuka.”
Pasal 151: “Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya berhak memberikan sanksi administratif kepada pemegang
IUP, IPR atau IUPK atas pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 40 ayat (3), Pasal 40 ayat (5), Pasal 41, … atau Pasal 130 ayat
(2).”
Pasal 168: “Untuk meningkatkan investasi di bidang pertambangan,
Pemerintah dapat memberikan keringanan dan fasilitas perpajakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan kecuali ditentukan lain
dalam IUP atau IUPK.”
b) Berbuat sesuatu
Pasal 23: “Dalam menetapkan WPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21,
bupati/walikota berkewajiban melakukan pengumuman mengenai rencana
WPR kepada masyarakat secara terbuka.”
Pasal 64
Pasal 85
c) Tidak melakukan sesuatu
Pasal 104 ayat (3): “Pemegang IUP dan IUPK sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilarang melakukan pengolahan dan pemurnian dari hasil
penambangan yang tidak memiliki IUP, IPR, atau IUPK.”
Pasql 126 ayat (1): “Pemegang IUP atau IUPK dilarang melibatkan anak
perusahaan dan/atau afiliasinya dalam bidang usaha jasa pertambangan di
wilayah usaha pertambangan yang diusahakannya, kecuali dengan izin
Menteri.”
Pasala 134 ayat (2): “Kegiatan usaha pertambangan tidak dapat
dilaksanakan pada tempat yang dilarang untuk melakukan kegiatan usaha
pertambangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”
Selain prestasi, sebuah perjanjian juga mengandung wanprestasi dan resiko yang
dapat ditelaah serta dipelajari lebih dalam dengan pedoman IUPK UU No. 4 Tahun
2009.
Bagian yang terakhir dalam sebuah perjanjian menegaskan perkara – perkara
yang dapat mengahapuskan adanya perikatan, beberapa contoh sanksi yang dapat
menyebabkan perkara terhapusnya perikatan adalah sebagai berikut:
Terkait dengan pengalihan saham, Inalum telah membayar US$ 3.85 miliar atau
sekitar Rp56 triliunkepada Freeport McMoRan Inc. (FCX) dan Rio Tinto, untuk
membeli sebagian saham FCX dan hak partisipasi Rio Tinto di PTFI sehingga
kepemilikan Inalum meningkat dari 9,36 persen menjadi 51,23 persen. Kepemilikan
51,23 persen tersebut nantinya akan terdiri dari 41.23 persen untuk Inalum dan 10
persen untuk Pemerintah Daerah Papua. Saham Pemerintah Daerah Papua akan dikelola
oleh perusahaan khusus PT Indonesia Papua Metal dan Mineral (IPPM) yang 60 persen
sahamnya akan dimiliki oleh INALUM dan 40 persen oleh BUMD Papua.
Ada beberapa cara untuk menanggulangi sengketa perkara kekayaan alam
Indonesia yang saat ini masih dikelola bersama dengan pihak Freeport McMoRan Inc,
yaitu dengan meningkatkan kualitas SDM Indonesia sendiri agar mampu mengolah
SDA yang ada di Indonesia serta melanjutkan pemerataan infrastruktur yang telah
berlangsung.
DAFTAR PUSTAKA
https://ptfi.co.id/id (diakses pada diakses pada 18 September 2019, pukul 19.33 WIB)
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20181221165518-85-355576/freeport-resmi-
ganti-status-dari-kontrak-karya-jadi-iupk (diakses pada 19 September 2019, pukul 16.45
WIB)
https://www.hukumpertambangan.com/izin-usaha-tambang/izin-usaha-pertambangan-
khusus-iupk/ (diakses pada diakses pada 19 September 2019, pukul 17.13 WIB)