Anda di halaman 1dari 5

ARTIKEL RELASI EKONOMI DAN POLITIK DALAM KASUS SMELTER PT

FREPORT INDONESIA

Disusun untuk memenuhi mata kuliah ekonomi politik

global Dosen pengampu: Dr. Agus Subagyo, S.IP., M.SI

Disusun oleh:

Alif Ilham

Ramadhan

6211211047 B

PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS JENDRAL ACHMAD YANI

CIMAHI

2022/2023
PT Freeport Indonesia merupakan perusahaan afiliasi dari Freeport-McMoRan yang
bergerak pada usaha untuk menambang, memproses dan melakukan eksplorasi terhadap bijih
yang mengandung tembaga, emas dan perak. PT Freeport Indonesia beroperasi di daerah
dataran tinggi di Kabupaten Mimika Provinsi Papua, Indonesia. Freeport-McMoRan
merupakan perusahaan tambang internasional dengan kantor pusat di Phoenix, Arizona,
Amerika Serikat. Freeport-McMoRan mengelola beragam aset besar berusia panjang yang
tersebar secara geografis di empat benua, dengan cadangan signifikan terbukti dan terkira
dari tembaga, emas dan molybdenum.

Semula PT Freeport Indonesia tidak melakukan pengolahan dalam mengekspor hasil


tambang dari tambang dataran tinggi Kabupaten Mimika Provinsi Papua, Indonesia,
melainkan langsung dikirim ke luar dari Pelabuhan Amamare. Pada tahun 2009, Pemerintah
Indonesia mengeluarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu
Bara, pada 2014 seluruh perusahaan pertambangan hanya boleh melakukan ekspor barang
tambang setelah diolah melalui pabrik pengolahan

Freeport Indonesia memutuskan bekerja sama dengan perusahaan lokal yakni PT


Indosmelt dan PT Indovasi Mineral Indonesia untuk pembangunan smelter pengolahan 60
persen konsentrat tembaga. Namun pembangunannya diperkirakan tidak akan tepat waktu
pada 2014, namun baru terealisasi pada tahun 2017. Presiden Direktur PT Freeport Indonesia
Rozik B Soetjipto mengatakan bahwa penandatanganan nota kesepahaman ini merupakan
langkah konkret dukungan PT Freeport Indonesia atas kebijakan pemerintah untuk proses
hilirisasi industri berbasis sumber daya mineral di Indonesia

Pertambangan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009


tentang Mineral dan Batu Bara adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka
penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan
umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian,
pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pasca tambang. Sesuai dengan Pasal 103 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009, pemegang Ijin Usaha Pertambangan (IUP) dan Ijin
Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Operasi Produksi wajib melakukan pengolahan dan
pemurnian hasil penambangan di dalam negeri. Hal ini mengakibatkan semua bahan mentah
hasil penambangan tidak boleh langsung diekspor, tetapi harus diolah dahulu di pabrik
pengolahan yang berada di dalam negeri. Di dalam penjelasan Pasal 103 UndangUndang
Nomor 4 Tahun 2009 ayat (1) menyatakan bahwa Kewajiban untuk melakukan pengolahan
dan pemurnian di dalam negeri dimaksudkan, antara lain, untuk meningkatkan dan
mengoptimalkan nilai tambang dari produk, tersedianya bahan baku industri, penyerapan
tenaga kerja, dan peningkatan penerimaan negara.

Tanpa adanya larangan ekspor perusahaan tambang dan perkebunan pun, kita sudah
menderita akibat dari penurunan tingkat harga komoditas primer di pasar internasional yang
sangat drastis, sekitar 40 persen, sejak akhir 2011. Larangan ekspor akan membuat harga
komoditas primer makin rendah di pasar dalam negeri. Larangan ekspor dikhawatirkan juga
akan membuat citra Indonesia sebagai pe masok tak dapat diandalkan sehingga merangsang
pembeli beralih ke negara penghasil lainnya, seperti Australia, Papua Niugini, New
Caledonia, Mongolia, Rusia, atau negara-negara di Amerika Latin dan Afrika. Sering
berubahnya aturan menyebabkan tak adanya kepastian usaha bagi investasi di sektor
pertambangan yang beroperasi dalam jangka panjang.

Jokowi mengatakan, pembangunan smelter di dalam negeri bertujuan untuk


memperkuat hilirisasi industri, khususnya sektor tembaga. Ia menuturkan, cadangan tembaga
yang dimiliki Indonesia sangat besar. Bahkan, Indonesia masuk sebagai 7 negara dengan
cadangan tembaga terbesar. Potensi yang sangat besar itu, kata Jokowi, seharusnya bisa
dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

Jokowi mengungkapkan, pada masa konstruksi saja smelter PT Freeport Indonesia


diperkirakan akan menyerap 40.000 tenaga kerja. Jumlah ini diyakini akan terus bertambah
jika smelter sudah beroperasi. Melihat peluang tersebut, Presiden berjanji bakal
menginstruksikan seluruh perusahaan tambang dan mineral-batu bara, baik swasta maupun
BUMN, untuk melakukan hilirisasi industri. Selain menciptakan lebih banyak lapangan kerja,
hilirisasi industri diyakni dapat meningkatkan pendapatan negara.

Jokowi pun berharap kehadiran smelter PT Freeport Indonesia akan menjadi daya
tarik bagi industri-industri lain, khususnya industri turunan tembaga, untuk berinvestasi di
KEK Gresik. Terkait hal itu, ia memastikan akan terus memperbaiki iklim investasi
Indonesia, mulai dari infrastruktur, kemudahan dan kepastian berusaha, hingga
ketersediaan SDM. Untuk mendukung kebijakan hilirisasi tembaga yang sedang digaungkan
pemerintah, PT FI telah membangun smelter baru tembaga di Gresik jawa timur, yang
pembangunannya sudah mencapai 54 persen per Februari lalu. Pembangunan smelter
tembaga design single
line terbesar di dunia ini berlokasi di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Industri Java
Integrated dan Industrial Port Estate, Gresik, Jatim.

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara
(Minerba) menyebut bahwa perusahaan pertambangan wajib membangun hilirisasi atau
smelter di dalam negeri. Realisasi smelter harus terealisasi dalam tiga tahun setelah UU
Minerba atau pada Juni 2023.

Tony juga menegaskan bahwa tidak ada perbincangan tentang rencana Presiden
Jokowi untuk menyetop ekspor tembaga mentah. Tony juga tidak bisa memaparkan tentang
potensi pemutusan hubungan kerja (PHK) apabila ekspor tembaga mentah dihentikan. ”Saya
nggak bisa jawab itu,” tambahnya. Dalam kesempatan tersebut, Tony menyampaikan bahwa
seluruh wilayah kerja PT FI di Papua tergolong aman. ”Secara keseluruhan di wilayah kerja
kita relatif aman, kita juga laporkan Freeport baru ulang tahun ke-56 minggu lalu, dan situasi
keamanan jadi umum saja,” tambah Tony.

Pembangunan smelter di Manyar ini merupakan smelter kedua yang dibangun PT FI


sebagaimana mandat dalam Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Smelter pertama
dibangun tahun 1996 dan dikelola PT Smelting Gresik. Kapasitas pengolahan konsentrat di
Smelter Manyar ini ditargetkan bisa mencapai 1,7 juta ton konsentrat tembaga per tahun.
Sementara itu, kapasitas pengolahan konsentrat di PT Smelting sebesar 1,3 juta ton per tahun.

Smelter akan menghasilkan 600.000 ton katoda tembaga per tahun. Produk lumpur
anoda akan menghasilkan emas, perak murni batangan, dan PGM (Platinum Group Metals).
”Akan ada fasilitas precious metal refinery yang akan mengolah emas dan perak menjadi
emas dan perak batangan,” ujar Tony Wenas

Melalui proyek smelter di Manyar, PT FI telah menggelontorkan dana 1,63 miliar


dollar AS atau setara Rp 25 triliun dari total nilai investasi 3 miliar dollar AS yang setara
dengan Rp 45 triliun. Progres konstruksi smelter tersebut ditargetkan rampung pada
Desember 2023. Setelah konstruksi selesai, proyek akan dilanjutkan dengan
pre- commissioning dan commissioning selama lima bulan sehingga dapat mulai beroperasi
pada Mei 2024.
Terkait progres pembangunan smelter tembaga Freeport yang baru di Kabupaten
Gresik, Jawa Timur, Katri menambahkan, per Maret 2023 kemajuannya sudah mencapai 61,5
persen. Keputusan relaksasi ekspor konsentrat tembaga diambil setelah digelar rapat di Istana
Kepresidenan, Jakarta, Jumat, yang juga dihadiri Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
(ESDM) Arifin Tasrif.

selain memastikan smelter Freeport beroperasi Mei 2024, konsekuensi lain dari masih
dibolehkannya ekspor ialah adanya pemenuhan administrasi. ”Mirip-mirip (denda),” kata
Arifin saat ditanya apakah administrasi itu berupa denda. Selain itu, PTFI juga terus didorong
membangun smelter di Papua. Di satu sisi, masih dibolehkannya ekspor akan bertentangan
Undang Undang Nomor 4 Tahun 2009, yang diubah dengan UU No 3/2020
tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Namun, kata Arifin, itu menjadi dilema karena
PTFI juga yang terdampak. Sementara 51 persen saham PTFI kini sudah milik pemerintah.

Anda mungkin juga menyukai