A. Pengertian metafora
Metafora merupakan bagian dari gaya bahasa yang digunakan untuk menjelaskan sesuatu
melalui persamaan dan perbandingan.
Metafora berasal dari bahasa latin yaitu “Methapherein” yang terdiri dari 2 buah kata yaitu
“metha” yang berarti : setelah, melewati dan “pherein” yang berarti :membawa.
Secara etimologis diartikan sebagai pemakaian kata-kata bukan arti sebenarnya, melainkan sebagai
lukisan yang berdasarkan persamaan dan perbandingan.Pada awal tahun 1970-an muncul ide untuk
mengkaitkan arsitektur dengan bahasa, menurut Charles Jenks dalam bukunya “The Language of
Post Modern” dimana Arsitektur dikaitkan dengan gaya bahasa, antara lain dengan cara
metafora.Pengertian Metafora dalam Arsitektur adalah kiasan atau ungkapan bentuk, diwujudkan
dalam bangunan dengan harapan akan menimbulkan tanggapan dari orang yang menikmati atau
memakai karyanya.
Metafora mengidentifikasikan hubungan antara benda dimana hubungan tersebut lebih
bersifat abstrak daripada nyata serta mengidentifikasikan pola hubungan sejajar. Dengan metafora
seorang perancang dapat berkreasi dan bermain-main dengan imajinasinya untuk diwujudkan
dalam bentuk karya arsitektur.
Metafora dapat mendorong arsitek untuk memeriksa sekumpulan pertanyaan yang muncul
dari tema rancangan dan seiring dengan timbulnya interpretasi baru. Karya –karya arsitektur dari
arsitek terkenal yang menggunakan metoda rancang metafora,hasil karyanya cenderung
mempunyai langgam Postmodern.
Metafora atau kiasan pada dasarnya mirip dengan konsep analogi dalam arsitektur, yaitu
menghubungkan di antara benda-benda. Tetapi hubungan ini lebih bersifat abstrak ketimbang
nyata yang biasanya terdapat dalam metode analogi bentuk. Perumpamaan adalah metafora yang
menggunakan kata-kata senada dengan “bagaikan” atau “seperti” untuk mengungkapkan suatu
hubungan. Metafora dan perumpamaan mengidentifikasi pola hubungan sejajar.
Charles Moore, dalam suatu pembahasan tentang hal menarik hatinya, mengemukakan
bahwa ia ingin agar bangunan-bangunan menyerupai batu alam. Metafora itu dikembangkannya
dalam suatu skenario singkat:
Di Pulau St. Simon, Georgia, Kondominium-kondominium dekat pantai melakukan
sesuatu untuk menanggapi citra (bagai batu alam ) ini. Dalam hal ini terjadi dialog antara konteks
lingkungan dengan bangunan yang dibangun. Rupanya ini adalah sebuah perkebunan Georgia tua,
tapi sangat besar, di bagian dalam maupun luarnya terdiri dari sekumpulan tembok yang berwarna
cerah dan meriah yang sangat dekoratif dalam sebuah ruang interior.
Batu alam adalah metafora konseptual yang mengemukakan bagaimana bangunan dapat
mempunyai dua citra sekaligus. Bila dipandang dari luar, bangunan tersebut memiliki citra yang
mungkin senada dengan alam sekitar. Ia dapat mempunyai citra yang berlainan di dalam bangunan.
Bagaikan suatu lingkungan yang menghibur, teatrikal, dan dramatis yang cocok untuk daerah
peristirahatan.
Contoh-contoh lain tentang metafora meliputi daftar provokatif definisi-definisi dan
penjelasan-penjelasan tentang berbagai aspek arsitektur. Definisinya tentang arsitektur sendiri
adalah suatu perumpamaan. Arsitektur bagaikan Kristal. Metafora-metafora lain yang dibahas di
bukunya, In Praise of Architecture meliputi, “Obelisk adalah sebuah teka-teki”, “sumber adalah
suatu suara”, “Kamar adalah suatu dunia”, “Pintu adalah suatu undangan”, “Deretan kolom adalah
sebuah paduan suara”, “Rumah adalah suatu mimpi.”
Hal ini dibuktikan oleh beberapa arsitek dalam merancang karyanya. Sebut saja Mario
Botta, Daniel Libeskind, dan Jean Nouvel. Kalau dalam negeri kita mengenal M. Ridwan Kamil
dan Adi Purnomo yang pernah menggunakan metafora dalam perancangan karya arsitekturnya.
Mario Botta dalam karyanya The Botta Berg Oase, Arosa-Switzerland menunjukkan
metafora tentang tubuh dan semesta. Bangunan ini adalah sebuah spa center yang terletak di
sebuah kawasan pegunungan di Switzerland. Di sekelilingnya adalah hutan pinus dan cemara. Ia
membuat sedemikian rupa bangunannya sehingga terlihat seakan-akan menyatu dengan hutan
pinus dan cemara di sekitarnya. Permainan material kaca dan baja, lalu diramu seperti “daun”
menjadi bahasa metaforis untuk menjawab dari satu sisi manusia “costumer service”. Di tempat
itu manusia seakan-akan diberi kesempatan untuk mengenali tubuhnya sendiri, menikmati
teknologi dan menikmati alam pegunungan yang indah.
Pada kasus lainnya dapat kita lihat pada Jewish Museum di Berlin yang dirancang oleh
Daniel Libeskind. Dalam perancangannya sang arsitek menekankan filosofi “Yang terpenting dari
segala hal adalah bagaimana kau mendapatkan pengalaman dari ruang itu sendiri. Ini membuat
orang untuk memunculkan segala macam intepretasi.” Libeskind menginginkan pengunjung
mendapatkan pengalaman baru saat memasuki museum layaknya sebuah petualangan. Perjalanan
di dalam museum dikiaskan menjadi sebuah petualangan yang mengesankan. Semua itu
ditransformasikan ke dalam konfigurasi ruangan yang berbentuk zig-zag. Ini dimaksudkan agar
pengunjung tersesat dan mengalami sensai petualangan yang sama ketika bangsa Yahudi diusir
dan kehilangan arah tujuan saat terjadinya peristiwa Holocaust oleh Nazi Jerman.
Inovasi si Arsitek yang mendesain sirkulasi denah yang extra-ordinary mengakibatkan
museum ini kehilangan tipologinya dari segi sirkulasi. Pengunjung yang datang tidak akan dapat
merasakan suasana layaknya museum saat berada di dalam ruangan, akan tetapi pengunjung akan
mendapatkan nuansa pengalaman baru dengan keunikan museum tersebut.
Contoh lain pada perancangan Metafora dalam arsitektur adalah New Louvre Museum di Abu
Dabhi yang dirancang oleh Jean Nouvel. Ia melakukan pendekatan metafora yang mengibaratkan
museum seperti ruang di dalam hutan. Secara eksterior museum ini tidak terlihat seperti hutan,
akan tetapi bila masuk ke dalamnya ruang yang tercipta di dalamnya sangat puitis. Skylight yang
dirancang memasukkan sinar matahari alami menembus ruangan dan memberikan kesan seperti di
dalam hutan. Ini memberikan terobosan baru dalam perancangan museum. Dimana bila
sebelumnya, penekanan museum lebih ditekankan pada aspek sirkulasi ataupun penataan barang
yang akan di-display, Jean Nouvel membuat sebuah terobosan baru dengan menciptakan ruang
yang metaforis dan puitis agar tercipta suasana yang “khusyuk” dalam menikmati kunjungan di
dalam museum.
Di Indonesia sendiri, penggunaan metode metafora pernah digunakan M.Ridwan Kamil
dalam merancang Museum Tsunami di Nanggroe Aceh Darussalam. Konsep besarnya adalah
“Rumoh Aceh as a ascape hill”. Ia mengibaratkan museum sebagai rumah panggung yang dapat
menyelamatkan diri para penduduk Aceh bila sewaktu-waktu terjadi Tsunami.
Di dalamnya juga menceritakan dan mengajak kita untuk merasakan suasana saat Tsunami terjadi.
Di awali dengan pintu masuk yang “menekan” perasaan pengunjung dengan luasan yang sempit
dan di dindingnya terdapat air yang mengalir (water wall) seolah-olah pengunjung dibawa masuk
ke dalam dasar laut yang amat dalam. Lalu masuk ke dalam galeri pertama yang memuat data-data
tentang Tsunami. Ruangan ini terletak di bawah reflecting pool dari public park yang dimiliki oleh
museum Tsunami ini. Ruangan ini memberikan kesan suram dimana pengunjung seakan-akan
berada benar-benar di dasar laut. Dengan penggunaan langit-langit kaca membuat cahaya temaram
dari atas yaitu reflecting tadi menambah kesan dramatis pada ruang ini. Pada perjalanan terakhir
dihadapkan pada ruangan yang menampilkan nama-nama korban Tsunami yang ditulis pada
dinding yang berebntuk silinder yang menjulang ke atas. Pada puncaknya terdapat kaligrafi Allah
yang berpendar dan ini ditujukan untuk menambah kesan sakral. Ini bermakna bahwa akhir
perjalanan manusia berada pada tangan Tuhan dan tidak ada yang dapat menghindar dari kematian.
Ada juga nama seperti Adi Purnomo yang mencoba bermain metafora dalam karyanya.
Satu contoh kasus adalah pada desainnya Rumah Tangkuban Perahu di Jakarta. Berawal dari
sebuah keterkejutannya tentang semacam “ide gila” si pemilik rumah minta dibuatkan amphiteatre
di dalam rumahnya. Lantas menjawab tantangan ini, Adi Purnomo sang arsitek mengawali dari
konteks arsitektur sebagai solusi programatik untuk menjawab kesulitan yang terjadi di lapangan.
Kesulitan yang muncul pertama kali adalah konflik antara fungsi public dan privat jika aktivitas
pada amphiteatre terjadi cukup sering. Di samping itu, volume rumah kemungkinan akan
membengkak.
Solusi dilakukan dengan cara memperlebar tangga sehingga berfungsi sebagai
amphiteatre.Pada bagian bawah dan belakangnya digunakan sebagai ruang dapur dan pembantu.
Ruang terbuka disediakan di atap-atap rumput untuk menambah luasan jika terjadi kegiatan yang
cukup besar. Lantai bawah seperti garasi dan ruang-ruang duduk dibuat fleksibel sehingga
mengahadap pada ruang terbuka. Untuk areal privat seperti kamar tidur, ruang makan dan toilet
diletakkan pada lantai dua yang dapat ditutup aksesnya jika kegiatan amphiteatre sedang
berlangsung.
Adi Purnomo mengibaratkan rumah ini sebagai sel tunggal yang memiliki kemampuan
dalam memperbaiki kehidupan sekitarnya. Hal ini berdasarkan pada arsitektur adalah solusi bagi
permasalahan lingkungan. Menganggap lingkungan sekitar adalah tubuh dan rumah adalah sebuah
sel tunggal yang mampu memperbaiki diri di saat sistem tubuh tak mampu berfungsi atau gagal.
Implementasinya dengan menerapkan penggunaan atap rumput, vegetasi peneduh, kolam
pendingin, cross ventilation yang baik dan permainan cahaya alami yang apik. Sehingga dengan
adanya hal-hal tersebut dapat mengurangi dampak lingkungan semisal polusi dan menghemat
energi.
Begitulah metafora dalam arsitektur yang mengibaratkan arsitektur sebagai sebuah bahasa
yang dapat mengandung sebuah pesan di dalamnya. Ketika kata dan imaji tidak mampu lagi
menyampaikan pesan, arsitektur dalam bahasa metafora menjawabnya dengan bentuk, ruang dan
fungsi.
1. Metafora Abstrak
Yang termasuk dalam kategori ni misalnyasuatu konsep, sebuah ide, kondisi manusia atau
kualitas kualitas khusus ( individual,naturalistis,kkomunitas, tradisi, dan budaya.
Replay’s Building – Branson Mo, USA merupakan salah satu contoh bangunan metafora
abstrak.
Pada tahun 1812, gempa bumi dengan kekuatan lebih dari 8 SR mengguncang New
Madrid, Missouri dan menghancurkan semua bangunan. Well, hampir semua. Salah satu bangunan
yang ‘selamat’ adalah bangunan yang retak ini dan kini menjadi bagian dari daftar bangunan unik
di Ripley's Believe It or Not
2. Metafora Konkrit
Dapat dirasakan dari suatu karakter visual atau material.
Sepatu Haines House adalah rumah berbentuk sepatu di Hallam, Pennsylvania, Dibangun
oleh salesman sepatu Mahlon Haines pada tahun 1948 sebagai bentuk iklan.
The 'Rayap Pavilion' adalah enam meter persegi berjalan-dalam struktur kayu terinspirasi
oleh bagian dalam gundukan rayap Namibia yang dipajang di Pestival, sebuah festival yang
didedikasikan untuk serangga, di London tahun lalu. The 'Rayap Pavilion' memungkinkan
penonton Pestival wawasan yang unik ke dalam bentuk-bentuk organik yang luar biasa.
Bangunan ini merupakan desain arsitektur yang menggunakan konsep metafora, yaitu mengambil
bentuk dari alat musik piano dan biola yang saling di gabungkan, sehingga membentuk suatu bangunan
yang sangat indah dan berestetika.
B. Puzzling World Lake Wanaka, Selandia baru
Bangunan ini berbentuk seperti puzzle. Stuart Landsborough membangun bangunan ini
sebagai objek wisata di daerah Wanaka - Selandia Baru. Awalnya hanya merupakan sebuah labirin
pada tahun 1973, tetapi setelah bertahun-tahun berkembang menjadi bangunan unik ini. Di mana
pengunjung dapat mencoba beberapa teka-teki, kamar dengan ilusi optik, serta hal lainnya.
gambar sheepdog
building (Tirau, Waikato, Selandia Baru)
Bangunan ini sangat menyerupai kepala seekor anjing, dapat kita lihat bentuk bangunannya
dari luar. Seperti bentuk muka, hidung, telinga, lidah, mulut, dll, sangat menyerupai dengan bentuk
kepala anjing yang sebernarnya.
Arsitektur Metafora
Metafora adalah suatu gaya yang berkembang pada zaman postmodern. Banyak yang
mengatakan bahwa Arsitektur metafora adalah sebuah bahasa untuk mengatakan sesuatu melalui
ungkapan bentuk-bentuk visual yang dihasilkannya. Berikut ini merupakan pengertian Konsep
Metafora menurut para ahli.
Metafora sebagai kode yang ditangkap pada suatu saat oleh pengamat, yang diperoleh dari suatu
obyek dengan mengandalkan obyek lain. Misalnya bagaimana melihat suatu bangunan sebagai
suatu yang lain karena adanya unsur yang mirip.
Metafora pada arsitektur ialah salah satu metode kreatifitas yang ada pada desain spektrum sang
perancang.
Arsitektur Metafora merupakan gaya arsitektur yang mengambil bentuk dari kiasan atau
perumpamaan dari sesuatu. Banyak arsitek jaman milenial yang mengambil langgam arsitektur
metafora karena lebih mudah mengkomunikasikannya dengan klien. Mengambil konsep dari
benda nyata atau nilai yang sudah umum dikenal masyarakat dirasa lebih sederhana dan masuk
akal bagi klien.
Berusaha untuk mentransfer suatu keterangan (maksud) dari suatu subjek ke subjek lain.
Berusaha untuk melihat suatu subjek seakan-akan subjek tersebut adalah sesuatu hal yang
lain.
Mengganti fokus penelitian atau area konsentrasi penyelidikan lainnya. Harapannya jika
dibandingkan dengan cara pandang yang lebih luas, maka akan dapat menjelaskan subjek
tersebut dengan cara yang berbeda (baru).
Jenis-jenis Metafora
Berdasarkan cara perbandingan dan objek yang dijadikan perumpamaan, maka konsep metafora
dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu Intangible Metaphor (metafora abstrak), Tangible
Metaphors (metafora konkrit) dan Combined Metaphors (metafora kombinasi). Berikut
penjelasan masing-masing jenis metafora tersebut :
Intangible methaphors adalah metafora abstrak yang berangkat dari sesuatu yang abstrak dan tak
terlihat (tak berbentuk). Misalnya seperti konsep, ide, hakikat manusia, paham individualisme,
naturalisme, komunikasi, tradisi, budaya termasuk nilai religius.
Tangible methaphors adalah metafora nyata yang berangkat dari bentuk visual serta spesifikasi
atau karakter tertentu dari sebuah benda nyata. Benda yang dijadikan acuan biasanya merupakan
benda yang memiliki nilai khusus bagi kelompok masyarakat tertentu. Misalnya sebuah rumah
dengan metafora buah labu, maka rumah tersebut akan dibuat mirip buah labu.
The Botta Berg Oase adalah karya arsitek Mario Botta di Arosa-Switzerland. Karya ini
menunjukkan metafora tentang hakikat tubuh dan semesta. Bangunan ini berfungsi sebagai Spa
center yang terletak di suatu kawasan pegunungan di Switzerland. Di sekelilingnya terdapat
hutan pinus dan cemara.
Botta membuat metafora pada bangunannya sehingga terlihat seakan-akan menyatu dengan
hutan pinus dan cemara di sekitarnya. Permainan material seperti kaca dan baja diolah menjadi
seperti “daun” menjadi suatu bahasa metaforis untuk menjawab sisi manusia tentang “costumer
service”. Di tempat itu manusia seperti diberi kesempatan untuk mengenali tubuhnya sendiri,
menikmati teknologi dan menikmati alam pegunungan yang menakjubkan.
Daniel Libeskind dan karyanya Jewish Museum
Jewish Museum di Berlin yang dirancang oleh Daniel Libeskind. Dalam perancangannya, arsitek
Daniel Libeskind menekankan filosofi bahwa “Yang terpenting dari segala hal adalah bagaimana
Anda mendapatkan pengalaman dari ruang itu sendiri. Ini yang membuat orang berusaha
memunculkan segala macam intepretasi.”
Libeskind ingin pengunjung museum ini mendapatkan pengalaman baru layaknya sebuah
petualangan. Perjalanan di dalam museum dikiaskan menjadi suatu petualangan yang
mengesankan. Filosofi itu ditransformasikan pada konfigurasi ruangan yang berbentuk zig-zag.
Ini maksudnya agar pengunjung bisa "tersesat" dan mengalami sensai petualangan yang sama,
seperti ketika bangsa Yahudi diusir dan kehilangan arah tujuan saat terjadinya peristiwa
Holocaust oleh Nazi Jerman.
Ridwan Kamil dan karyanya Museum Tsunami
Konsep besar museum ini yaitu “Rumoh Aceh as a ascape hill”. Ridwan Kamil mengibaratkan
museum sebagai rumah panggung yang mampu menyelamatkan para penduduk Aceh bila
sewaktu-waktu terjadi Tsunami. Di bagian dalam museum juga menceritakan dan mengajak kita
untuk dapat merasakan suasana saat terjadi Tsunami di Aceh.
Di awali pada pintu masuk yang “menekan” perasaan pengunjung dengan ruangan yang sempit
dan di dindingnya terdapat air yang mengalir (water wall) sehingga seolah-olah pengunjung
dibawa masuk ke dasar laut yang dalam. Lalu masuk ke galeri pertama yang berisi data-data
tentang Tsunami. Ruangan ini posisinya di bawah reflecting pool dari public park yang ada pada
museum Tsunami ini. Ruangan ini menampilkan kesan suram dimana pengunjung seakan-akan
berada benar-benar di dasar laut.
.I. Pengertian MetaforaMetafora merupakan salah satu macam dari gaya
bahasa yang digunakan untukmenerangkan suatu hal melalui persamaan
dan perbandingan. Metafora berasal daribahasa latin, yaitu “Methapherein”
yang terdiri dari 2 buah kata yaitu “metha” yang berartisetelah, melawati dan
“pherein” yang berarti membawa. Secara etimologis diartikansebagai
penggunaan kata-kata bukan arti sesungguhnya, melainkan sebagai
gambaranyang berdasarkan persamaan dan perbandingan.Pada awal
tahun 1970-an muncul ide untuk menghubungkan ilmu arsitekturdenganilmu
bahasa. Arsitektur dihubungkan dengan gaya bahasa, antara lain
denganmetafora. Pengertian Metafora dalam Arsitektur adalah kiasan atau
ungkapan bentuk,diwujudkan dalam bangunan dengan harapan akan
menimbulkan tanggapan dari orangyang menikmati atau memakai
karyanya.(Jencks, 1977)Metaphor: figure of speech in which a name of
description term is transferred tosome object different from, but analogous
to, that which it is properly applicable. Dan jugamenurutnya metafora pada
arsitektur merupakan salah satu metode kreatifitas yang adadalam desain
spektrum perancang.(Broadbent, 1995)metafora mengidentifikasikan
hubungan diantara benda-benda. Melalui hubunganyang bersifat abstrak
ketimbang literal.(Snyder, 1979)Dapat diartikan bahwa pendekatan
metafora merupakan metode kreatifitasseorang arsitek dalam
menghubungkan benda-benda atau kiasan maupun ungkapanbentuk
menjadi wujud yang berbeda dari wujud aslinya (abstrak) namun masih
memilikikemiripan yang masuk akal.2.2. Jenis-Jenis Arsitektur
MetaforaMetafora arsitektur digolongkan menjadi tiga jenis, yakni metafora
abstrak(intangiblemetaphor),metaforakonkrit(tangiblemetaphor)danmetafor
akombinasi.(Antoniades, 1990)1.Intengible MetaphorMetafora yang berawal
dari suatuide,konsep, atau hakikat manusia seperti:individualisme,
komunikasi, naturalisme, tradisi dan budaya. Titik awalyang
merupakansubyek kasat mata ini kemudian dikiaskan menjadi wujud yang
nyata.Pada gambar 1, subjek yang dikiaskan adalah “kehidupan” yaitu suatu
yangintangiblekemudian kehidupan dikiaskan oleh arsitek sebagai “sarang
burung”dapatdilihat bentuk bangunan yang menyerupai sarang burung.
Karena keberangkatannyaberawal dari subyekintangiblemaka desain ini
tergolong metaforaintangible.
(sumber: Pinterest.com)
http://arsitekturmetafora.blogspot.com/
https://www.arsitur.com/2018/09/arsitektur-metafora-lengkap.html
https://www.trijurnal.lemlit.trisakti.ac.id/index.php/semnas/article/viewFile/3375/2861