Anda di halaman 1dari 6

PENERAPAN TEORI TOPOGRAPHY DALAM LANSKAP ARSITEKTUR SELASAR

SUNARYO
Dadang Hartabela
Magister Arsitektur Alur Riset, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan
Pengembangan Kebijakan (SAPPK), Institut Teknologi Bandung (ITB)
Email: danprogresto@gmail.com

Abstrak
Hubungan antara manusia dan alam sudah seharusnya saling menguntungkan. Dalam arsitektur,
hubungan itu dijelaskan dalam teori topografi (Gregotti (1966) dan McHarg (1971)). Teori ini
menjelaskan bahwa adanya integrasi antara man-made form dan earth/nature. Pada tulisan ini
penulis berusaha menunjukkan adanya penerapan teori topografi di dalam perancangan lanskap
arsitektur Selasar Sunaryo karya arsitek Baskoro Tedjo dan seniman Sunaryo.
Teori Topography
Istilah topography atau dalam bahasa Indonesia topografi, lahir dari dua tokoh yaitu Vittorio
Gregotti (1966) dan Ian McHarg (1971) di era globalisasi. Istilah ini kemudian menjadi sebuah teori
yang menjelaskan bahwa adanya integrasi antara man-made form dan earth/nature atau
hubungan antara manusia dan ekosistemnya. Yaitu bagaimana objek arsitektur dapat terintegrasi
dengan topografi di sekitarnya, sehingga kemudian lanskap menjadi focal point bagi para arsitek.
Salah satu contohnya adalah proyek lanskap di IBM Campus di Solana, West Texas (1992) yang
dirancang oleh Peter Walker. Selain itu ada pula karya Peter walker lainnya yang menerapkan
konsep topografi yaitu Marina Linear Park (1988), di San Diego, California. Pada proyek ini Walker
mengubah sistem rel kereta api konvensional menjadi taman subtropis yang indah (lihat gambar 1).

Gambar 1. Marina Linear Park di San Diego


(Sumber: pinterest.com)

Teori topografi diterjemahkan pula dengan sebuah integrasi suatu infrastruktur baru ke dalam
topografi eksisting. Seperti yang terjadi di TGV station (1995) di Avignon, Michel Desvigne dan
Christine Dalnoky mengintegrasikan stasiun dengan karakter lanskap eksisting, yaitu antara area
parkir dan pohon lemon. Sedangkan Bernard Lassus memotong jalan menjadi Geological Park
dengan membuat jembatan penyebrangan yang hijau. Tujuannya adalah untuk memelihara pola
1

Penerapan Teori Topography dalam Lanskap Arsitektur Selasar Sunaryo

pergerakan satwa agar jaringannya tidak terputus oleh jalan raya yang dibuat oleh manusia. Hal ini
membantu satwa untuk berpindah atau menyeberagi jalan tol. Selanjutnya Bach de Roda di
Barcelona (1987) karya Santiago Calatrava merupakan jembatan jalan yang menghubungkan distrik
Sant Andreu dan Sant Mart di kota Barcelona, Catalonia, Spanyol. Jembatan itu dibangun antara
tahun 1984 dan 1987 sebagai bagian dari persiapan untuk Olimpiade Musim Panas 1992. Selain
berfungsi sebagai jembatan bagi kendaraan bermotor, ini juga memfasilitasi pejalan kaki untuk
menyebrangi rel kereta api yang tepat berada di bawahnya.
Berdasarkan contoh-contoh tersebut dapat disimpulkan bahwa topografi merupakan teori yang
menjelaskan adanya upaya menjalin hubungan baik antara manusia dan lingkungan ekosistem di
sekitarnya. Perancangan lanskap yang terintegrasi dengan lingkungan buatan manusia merupakan
salah satu solusi untuk menciptakan keselarasan antara unsur alam dan buatan.
Selasar Sunaryo
Sebagaimana dituliskan pada laman resminya, Selasar Sunaryo Art Space (SSAS) adalah sebuah ruang
dan organisasi nirlaba yang bertujuan mendukung pengembangan praktik dan pengkajian seni dan
kebudayaan visual di Indonesia. Dibangun selama empat tahun, sejak 1993-1997 oleh Sunaryo dan
Baskoro Tedjo, Selasar Sunaryo Art Space telah terbuka untuk umum sejak September 1998. Istilah
'Selasar' yang berarti 'beranda', mencerminkan konsep desain ruang terbuka yang menyambut
semua orang yang ingin mengalami seni dalam setting yang unik.
Secara garis besar Selasar Sunaryo ini terbagi ke dalam dua level, yaitu level bawah dan level atas.
Level bawah digunakan untuk menampilkan karya seni para seniman kontemporer Indonesia dan
pameran seni visual kontemporer zona Asia Pasifik. Sedangkan level atas dan ruang pameran
outdoor digunakan untuk menampilkan karya-karya pilihan yang diciptakan oleh Sunaryo, seperti
lukisan, sclupture, karya cetak, dan instalasi.

Gambar 2. Denah Massa Bangunan


(Sumber: Iskandar dkk, 2013)

Penerapan Teori Topography dalam Lanskap Arsitektur Selasar Sunaryo

Selasar ini terdiri dari 8 ruang utama, yaitu Ruang A, Ruang B, Ruang Sayap, Bale Tonggoh, Bale
Handap, Stone Garden, Amphitheater, dan Pustaka Selasar. Selain itu ada pula ruang khusus untuk
melayani pengunjung di area servis, yaitu kafe Kopi Selasar dan ruang Cinderamata. Ruang A
memiliki luas sekitar 177 m2, digunakan untuk menunjukkan karya-karya Sunaryo yang dipilih oleh
Dewan Kurator berdasarkan timeline dan periode penciptaan. Ruangan ini juga digunakan untuk
pameran skala besar mempromosikan seniman Indonesia dan luar negeri. Sedangkan ruang B (sering
juga disebut Galeri B) memiliki luas sekitar 210 m2. Ruang ini biasanya digunakan untuk
menampilkan pameran karya-karya dari para seniman muda Indonesia terbaik. Ruang ini juga
digunakan untuk menampilkan koleksi karya seni yang sifatnya permanen.
Ruang Sayap memiliki luas sekitar 48 m2. Fungsi ruang ini sama dengan ruang B, biasanya digunakan
untuk menampilkan pameran karya-karya dari para seniman muda Indonesia terbaik dan koleksi
karya seni yang sifatnya permanen. Bale Tonggoh memiliki luas sekitar 190 m2, adalah bangunan
semi-permanen yang berfungsi sebagai ruang proyek dan ruang pameran yang bersifat sementara.
Bale Handap (aula) adalah ruang serbaguna yang biasa digunakan untuk diskusi, pertunjukan, serta
beberapa event dan workshop. Bangunannya terispirasi oleh arsitektur tradisional Jawa dengan
konsep terbuka. Bale Handap terpish dari bangunan utama, lokasinya berdekatan dengan Rumah
Bambu yang berada di level bawah.
Amphitheater berluas sekitar 198 m2 adalah sebuah ruang terbuka yang membentuk lingkaran
dengan sebuah latar berukuran besar. Ruang ini mampu menampung 300 orang penonton dan
struktur bangunannya memang khusus dirancang untuk kegiatan-kegiatan pertunjukan panggung,
pembacaan puisi, screening, dan kegiatan budaya lainya. Sedangkan Stone Garden yang memiliki
luas sekitar 190 m2, adalah sebuah ruang terbuka yang digunakan untuk memamerkan karya seni
Sunaryo yang terbuat dari batu.
Pustaka Selasar merupakan fasilitas publik baru yang dibuka pada bulan September 2008, sebagai
sub-divisi dari Departemen Dokumentasi. Ruang ini sempat berganti-ganti fungsi. Pada awalnya
ruang ini digunakan untuk tempat pameran karya seni Sunaryo, selanjutnya sempat digunakan
sebagai tempat istirahat oleh seniman asing yang mengadakan eksibisi di Selasar Sunaryo ini. Saat
ini ruang tersebut menjadi pusat data, penelitian dan dokumentasi untuk seni rupa di Indonesia.
Perpustakaan ini terbuka dan dapat diakses oleh masyarakat umum.
Konsep Pengalaman Ruang: Manusia dan Alam
Dalam dunia arsitektur, Selasar Sunaryo ini dikenal sebagai sebuah artspace yang mampu
mengintegrasikan fungsi-fungsi arsitektural dengan pengalaman ruang yang natural. Artspace ini
terletak dekat dengan taman hutan raya Djuanda, yang berada di kawasan utara dari kota Bandung.
Tantangan sekaligus kelebihan yang dimanfaatkan dengan baik oleh sang arsitek adalah kondisi site
yang berkontur. Bangunan ini mampu merespon, memanfaatkan, dan memaksimalkan potensi alam
yang ditawarkan oleh tempat ini. Integrasi antara man-made form dan earth/nature terjadi dalam
harmoni bentuk bangunan dan kontur lahan.

Penerapan Teori Topography dalam Lanskap Arsitektur Selasar Sunaryo

Gambar 3. Desain arsitektur Selasar Sunaryo berintegrasi dengan site berkontur


(Sumber: Baskoro Tedjo dalam www.ar.itb.ac.id)

Hubungan antara objek buatan manusia dan objek alam sangat berkaitan erat satu sama lain.
Misalnya pemilihan lokasi Amphitheater yang cerdik dengan memanfaatkan perbedaan level
ketinggian tanah. Meskipun bentuk amphitheater ini adalah memusat sebagaimana mestinya,
namun pengunjung dapat merasakan adanya integrasi antara buatan manusia dengan alam karena
letak posisinya terhadap konteks sangat baik. Posisinya yang berada di level bawah dan tanpa atap
(terbuka seluruhnya) juga menjadi pendukung terbentuknya suasana alami tersebut. Akan berbeda
rasanya jika amphitheater tersebut diletakkan di level atas atau di ruang tertutup dan semi terbuka.
Dengan demikian, kesan menyatu dengan alam menjadi optimal.

Gambar 4. Integrasi Amphitheater dan Stone Garden dengan alam di sekitarnya


(Sumber: selasarsunaryo.org)

Penerapan Teori Topography dalam Lanskap Arsitektur Selasar Sunaryo

Demikian pula halnya dengan keberadaan Stone Garden di awal masuk artspace ini. Terlihat ada
upaya arsitek dan seniman Sunaryo untuk menghadirkan suasana alam sejak awal bagi pengunjung.
Ikatan antara karya cipta seniman dan lingkungannya coba dibangun secara apik. Teori topografi
yang menghadirkan keterikatan alam manusia dan alam lingkungan juga menjadi konsep di area
servis Kopi Selasar. Dua pohon besar dibiarkan tetap berada di tempatnya.

Gambar 5. Pepohonan yang dipertahankan di area Kopi Selasar


(Sumber: selasarsunaryo.org)

Pada bagian yang lebih detail, di sebelah massa bangunan utama terdapat taman dengan desain
lanskap yang diisi oleh vegetasi, sand garden beserta instalasi dan batu yang disusun sedemikian
rupa layaknya sebuah zen garden. Melalui batu yang diceruk dengan menggunakan mesin ini, detail
lanskap ini seolah mengajak pengunjung untuk berpikir bahwa ada unsur alam dan unsur buatan
manusia (man-made). Selain itu gradasi dari vegetasi kemudian ke pasir dan dinding masif yang
terbuat dari beton seolah sebuah jembatan yang menghubungkan antara alam dan manusia.

Gambar 6. Detail lanskap yang menghubungkan alam dan manusia


(Sumber: atypes.com)

Kesimpulan
Hubungan antara objek buatan manusia (man-made form) dan objek alam (earth/nature) sangat
berkaitan erat satu sama lain. Teori topografi yang menghadirkan keterikatan alam manusia dan

Penerapan Teori Topography dalam Lanskap Arsitektur Selasar Sunaryo

alam lingkungan juga menjadi konsep di berbagai konteks. Dalam Selasar Sunaryo Artspace ini teori
tersebut diterapkan pada pemanfaatan kontur lahan, konsep desain ruang, bahkan pada detail
lanskapnya. Keberhasilan arsitek Baskoro Tedjo dan seniman Sunaryo dalam mengintegrasikan
kedua unsur tersebut satu sama lain menjadikan art space ini suatu tempat yang menarik dan
menjadi tujuan wisata yang reflektif.
Daftar Pustaka
Anonim. 2013. The Building dan Fasilitas. Diakses pada 7 Desember 2015 dari
http://selasarsunaryo.org/
Anonim. 2015. Kelompok keilmuan Perancangan Arsitektur. Diakses pada 7 Desember 2015 dari
http://www.ar.itb.ac.id/pa/index.php/design/
Anonim. 2015. Selasar Sunaryo Art Space / Baskoro Tedjo & Associates. Architecture Review.
Diakses pada 7 Desember 2015 dari http://atypes.com/archives/selasar-sunaryo-art-spacebaskoro-tedjo-associates/
Frampton, Kenneth. 2007. Modern Architecture: A Critical History. Chapter 7. Thames & Hudson.
Iskandar, Isma, dkk. 2013. Fleksibilitas Sistem Elemen Interior pada Selasar Sunaryo Art Space.
Jurnal Rekajiva No.2 Vol.1. Institut Teknologi Nasional. Bandung

Anda mungkin juga menyukai