Anda di halaman 1dari 25

AKUNTANSI IMBALAN KERJA

Dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Akuntansi Topik Khusus
Dosen Pengampu : Evita Puspitasari, SE., M.SI.,Ak dan Ersa Tri Wahyuni, Phd, CA,
CPMA, CPSAK

Disusun oleh :

Muhammad Ikhsan S. Bella 120110160066


Rekki Illahi 120110160009
Umar Fachri 120110160041

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


PROGRAM STUDI AKUNTANSI
JATINANGOR
2019
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan
inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang akuntansi untuk
transaksi mata uang asing.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan
banyak terima kasih kepada:

1. Evita Puspitasari, SE., M.SI.,Ak dan Ersa Tri Wahyuni, Phd, CA, CPMA,
CPSAK selaku dosen kami dalam mata kuliah Akuntansi Topik Khusus
2. Semua rekan dan teman yang mendukung kelompok kami

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik
dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya.Oleh karena itu, dengan tangan terbuka kami
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat maupun
inspirasi terhadap pembaca.

Jatinangor, 30 September 2019

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

1.2 Latar Belakang

Semua perusahaan di Indonesia wajib mematuhi undang-undang ketenagakerjaan Nomor


13 Tahun 2003 (UUK). Imbalan-imbalan di UUK tersebut dapat diatur lebih lanjut di Peraturan
Perusahaan (PP) atau di Perjanjian Kerja Bersama (PKB) antara Perusahaan dan Serikat Pekerja
dan tentu saja merujuk kepada ketentuan di UUK.
Salah satu ketentuan di UUK adalah ketentuan mengenai imbalan pasca kerja, yaitu
imbalan yang harus diberikan perusahaan kepada karyawan ketika karyawan sudah berhenti
bekerja atau disebut pasca kerja (setelah kerja). Alasan karyawan untuk berhenti bekerja disini
mencakup beberapa alasan berikut diantaranya karena karyawan terlibat tindak pidana, karena
karyawan melakukan kesalahan berat, karena karyawan memasuki usia pensiun, karena karyawan
meninggal dunia, karena karyawan sakit berkepanjangan, karena karyawan mengundurkan diri,
karena perusahaan pailit, karena perusahaan mengalami kerugian, dan alasan lainnya yang
termasuk imbalan yang dibayarkan ketika karyawan sudah tidak aktif lagi bekerja.
Pengurangan jumlah karyawan merupakan hal yang biasa dilakukan perusahaanperusahaan
untuk memaksimalkan anggarannya dalam rangka mengurangi beban keuangan perseroan.
Pemberhentian karyawan yang dilakukannya ini mirip dengan program pension dini, karyawan
yang diberhentikan ini pun mendapatkan uang pensiun yang perusahaan sebut sifatnya sebagai
voluntary. Maka perusahaan yang memberhentikan karyawannya harus mematuhi UUK dan
melaksanakan pencatatan imbalan kerja sesuai PSAK 24. Landasan teori UU No. 13 thn 2003,
tentang Ketenagakerjaan Pasal 150 tentang Ketentuan mengenai pemutusan hubungan kerja dalam
undang-undang ini meliputi pemutusan hubungan kerja yang terjadi di badan usaha yang berbadan
hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan atau milik badan hukum, baik
milik swasta maupun milik negara, maupun usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang
mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam
bentuk lain. Pasal 156 (1) Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha diwajibkan
membayar uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang
seharusnya diterima.
Dewan Standar Akutansi Keuangan (DSAK), yang berada di bawah organisasi Ikatan
Akuntan Indonesia (IAI), merupakan dewan yang mengeluarkan standar akuntansi keuangan 5 di
Indonesia. Mereka mengeluarkan buku panduan untuk penerapan standar akuntansi keuangan yang
disebut dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK).
Penerapan PSAK Nomor 24 (PSAK 24) dirasa paling sulit penerapannya oleh orangorang
yang bekerja di bagian akuntansi dan keuangan di satu perusahaan. PSAK 24 ini mengatur
pernyataan akuntansi tentang imbalan kerja di perusahaan. PSAK 24 revisi 2013 sudah diterbitkan
dan berlaku efektif mulai tahun 2015. Perubahan tersebut mempengaruh pengukuran, penyajian
dan pengungkapan imbalan pascakerja. Perusahaan harus menghitung ulang liabilitas imbalan
pascakerja berdasarkan standar baru. Dampak perubahan ini akan mempengaruhi penyajian nilai
ekuitas dan liabilitas dalam laporan posisi keuangan.
Ketentuan pengungkapan lebih banyak dan lebih lengkap sehingga pengguna dapat lebih
mudah menilai imbalan manfaat pasti. PSAK 24 revisi 2013 telah disahkan oleh Dewan Standar
Akuntansi Keuangan pada 1 Desember 2013. PSAK baru ini merivisi PSAK 24 revisi 2010. Sejak
tahun 1994 dengan nama PSAK 24 Akuntansi Biaya Manfaat Pensiun, PSAK ini telah berubah 3
kali yaitu tahun 2006, 2010 dan terakhir 2013. Perubahan PSAK 24 dilakukan karena terjadin
perubahan dan revisi atas IAS 19 Employee Benefit. Sebagai konsekuensi, Indonesia mengadopsi
IFRS, maka setiap terjadi perubahan IFRS/IAS akan dilakukan perubahan terhadap PSAK terkait.
Terdapat dua perbedaan IAS 19 dengan PSAK 24 yaitu tentang tanggal efektif dengan meniadakan
penerapan dini dan tentang amandemen penghilangan paragraph IAS 19. Penghilangan penerapan
dini dihilangkan untuk menjaga keselarasan dengan PSAK lain yang terkena dampak. Untuk
perbedaan kedua tidak diadopsi karena tidak relevan dengan PSAK.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah yang diangkat pada makalah ini antara
lain:

1. Apa cakupan dari PSAK 24?


2. Apa yang dimaksud imbalan kerja?
3. Bagaimana perlakuan akuntansi imbalan kerja jangka pendek dan jangka panjang?
4. Bagaimana akuntansi dan pelaporan keuangan imbalan pasca kerja?
5. Bagaimana dampak perubahan PSAK 24 revsi 2013 terhadap perusahaan?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan dari rumusan masalah tersebut antara lain :

1. Mengetahui cakupan dari PSAK 24


2. Mengetahui pengertian imbalan kerja dan macam-macamnya
3. Mengetahui perlakuan akuntansi imlana kerja jangka pendek dan jangka panjang
4. Mngetahui akuntansi dan pelaporan keuangan imbalan pasca kerja
5. Mengetahui dampak perubahan PSAK 24 revisi 2013 terhadap perusahaan
BAB II

PEMBAHASAN

2.2 Cakupan PSAK 24

Secara umum PSAK 24 adalah mengatur pernyataan akuntansi tentang imbalan kerja di
perusahaan. Latar belakang Penerapan PSAK 24 tentang Imbalan Kerja adalah UndangUndang
Ketenagakerjaan (UUK) Nomor 13 Tahun 2003 mengatur secara umum mengenai tatacara
pemberian imbalan-imbalan di perusahaan, mulai dari imbalan istirahat panjang sampai dengan
imbalan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Imbalan-imbalan di UUK tersebut dapat diatur lebih
lanjut di Peraturan Perusaaan (PP) atau di Perjanjian Kerja Bersama (PKB) antara Perusahaan dan
Serikat Pekerja dan tentu saja merujuk kepada ketentuan di UUK.

Pemberlakuan UUK ini mengakibatkan perusahaan akan dibebani dengan jumlah


pembayaran pesangon yang tinggi terutama untuk perusahaan yang memiliki jumlah 6 karyawan
ribuan orang. Untuk mengantisipasi kemungkinan terganggunya cash flow perusahaan akibat dari
ketentuan dalam UU No. 13 tahun 2003 tersebut, maka PSAK No. 24 mengharuskan perusahaan
untuk membukukan pencadangan atas kewajiban pembayaran pesangon/imbalan kerja dalam
laporan keuangannya. Pernyataan ini mengharuskan pemberi kerja (entitas) untuk mengakui:

 Liabilitas, jika pekerja telah memberikan jasanya dan berhak memperoleh imbalah kerja
yang akan dibayarkan di masa depan; dan
 Beban, jika entitas menikmati manfaat ekonomis yang dihasilkan dari jasa yang diberikan
oleh pekerja yang berhak memperoleh imbalan kerja.

2.2.1 Imbalan Kerja Jangka Pendek

Imbalan kerja jangka pendek mencakup hal-hal sebagai berikut, jika diharapkan akan
diselesaikan seluruhnya sebelum dua belas bulan setelah akhir periode pelaporan tahunan saat
pekerja memberikan jasa:

 Upah, gaji, dan iuran jaminan sosial;


 Cuti tahunan berbayar dan cuti sakit berbayar;
 Bagi laba dan bonus;
 Imbalan nonmeneter (seperti pelayanan kesehatan, rumah, mobil, dan barang atau jasa
yang diberikan cuma-cuma atau melalui subsidi) untuk pekerja yang ada saat ini.

Entitas tidak perlu mereklasifikasi imbalan kerja jangka pendek jika harapan entitas atas
waktu penyelesaian program mengalami perubahan sementara. Akan tetapi, jika karakteristik
imbalan berubah atau jika perubahan harapan atas waktu penyelesaian program tidak bersifat
sementara, maka entitas mempertimbangkan apakah imbalan tersebut masih memenuhi definisi
imbalan kerja jangka pendek.

Pengukuran Imbalan Kerja Jangka Pendek Secara Umum Jika pekerja memberikan jasa
kepada entitas selama periode pelaporan, maka entitas harus mengukur nilai yang diakui pada nilai
tidak-terdiskonto yang diperkirakan akan dibayar sebagai imbalan atas jasa tersebut. Pengakuan
dan Pengukuran–Cuti Berimbalan JangkaPendek. Entitas mungkin mengkompensasi pekerja atas
cuti untuk berbagai alasan termasuk cuti tahunan dan cuti sakit Beberapa cuti berimbalan jangka
pendek dapat diakumulasi–cuti bisa digeser ke periode berikutnya dan digunakan untuk periode
mendatang jika pekerja tidak menggunakannya secara penuh pada periode berjalan.

Misalnya cuti tahunan dan cuti sakit. Entitas harus mengakui taksiran biaya cuti berimbalan
yang dapat diakumulasi ketika pekerja memberikan jasa yang meningkatkan hak mereka atas
imbalan cuti masa mendatang. Entitas harus mengukur taksiran cuti berimbalan yang dapat
diakumulasi pada jumlah tambahan yang diperkirakan akan dibayar sebagai akibat tidak
digunakannya hak yangterakumulasi pada akhir periode pelaporan. Entitas harus menyajikan cuti
berimbalan yang dapat diakumulasi yang tidak digunakan yang diprediksi akan digunakan sebagai
kewajibanlancar pada tanggal pelaporan. Entitas harus mengakui biaya cuti berimbalan (yang tidak
dapat diakumulasi) pada saat terjadinya cuti. Entitas harusmengukur biaya cuti berimbalan yang
tidak dapat diakumulasi pada jumlah gaji dan upah tidak-terdiskonto yang dibayarkanatau terutang
selama periode cuti.

Pengakuan–Bagi Laba dan Bonus Entitas harus mengakui ekspektasi biaya untuk bagilaba dan
bonus hanya jika:

 Entitas telah memiliki kewajiban hukum atau kewajibankonstruktif kini untuk melakukan
pembayaran sebagaiakibat peristiwa masa lalu (ini berarti entitas tidak memilikialternatif
realistis lainnya kecuali untuk melakukanpembayaran); dan
 Estimasi kewajiban yang andal dapat dilakukan

2.2.2 Imbalan Pasca Kerja: Perbedaan Antara Program Iuran Pasti Dan Program Imbalan
Pasti

Imbalan pasca kerja mencakup hal-hal sebagai berikut:

 Imbalan purnakarya (contohnya pension dan pembayaran lump sum pada saat purnakarya);
dan
 Imbalan pascakerja lain, seperti asuransi jiwa pascakerja dan fasilitas pelayanan kesehatan
pascakerja.

Program imbalan pasca kerja diklasifikan sebagai program iuran pasti atau program imbalan pasti,
bergantung pada substansi ekonomi dari syarat dan ketentuan pokok dari program tersebut.

a. Program iuran pasti adalah program imbalan pasca kerja dimana entitas membayar iuran tetap
kepada entitas erpisah (dana) dan tidak memiliki kewajiban hukum atau konstruktif untuk
membayar iuran berikutnya atau melakukan pembayaran langsung ke pekerja jika dana yang ada
tidak mencukupi untuk membayar seluruh imbalan pekerja terkait dengan jasa mereka pada
periode kini dan periode lalu. Sehingga jumlah imbalan pascakerja yang diterima pekerja
ditentukan oleh jumlah iuran yang dibayar oleh entitas (dan mungkin juga oleh pekerja) ke
program imbalan pascakerja atau perusahaan asuransi, ditambah hasil investasi iuran tersebut.

b. Program imbalan pasti adalah program imbalan pascakerja selain iuran pasti. Dengan imbalan
pasti, kewajiban entitas adalah menyediakan imbalan yang telah disepakati kepada pekerja dan
mantan pekerja, dan risiko aktuarial (dimana imbalan akan lebih besar daripada yang diperkirakan)
dan risiko investasi secara substantive berada pada entitas. Jika pengalaman aktuarial atau investasi
lebih buruk daripada yang diperkirakan, maka kewajiban entitas akan meningkat.

Program Multi Pemberi Kerja dan Program Pemerintah

Program multi pemberi pekerja dan program pemerintah diklasifikasikan sebagai iuran
pasti atau imbalan pasti berdasarkan persyaratan dari program tersebut, termasuk setiap kewajiban
konstruktif di luar persyaratan formal. Namun, jika informasi yang memadai tidak tersedia untuk
menggunakan akuntansi imbalan pasti atas program multi pemberi pekerja yang ditetapkan sebagai
program imbalan pasti, maka entitas harus mencatat program tersebut seolah-olah program
tersebut ditetapkan sebagai program iuran pasti dan membuat pengungkapan.

Imbalan yang Dijamin

Entitas mungkin membayar premi asuransi untuk program imbalan pascakerja. Entitas
harus memperlakukan program seperti ini sebagai program iuran pasti, kecuali entitas memiliki
kewajiban hukum atau kewajiban konstruktif: (a)untuk membayar imbalan kerja secara langsung
ketika jatuh tempo, atau

(b)untuk membayar jumlah tambahan jika perusahaan asuransi tidak membayar seluruh imbalan
kerja masa mendatang terkait dengan jasa pekerja periode sekarang dan periode sebelumnya.

Kewajiban konstruktif dapat muncul secara tidak langsung melalui program, mekanisme
untuk penentuan premi masa mendatang, atau pihak yang mempunyai hubungan istimewa yang
memiliki hubungan dengan perusahaan asuransi. Jika entitas memiliki kewajiban hukum atau
kewajiban konstruktif tersebut, maka entitas harus memperlakukan program tersebut sebagai
program imbalan pasti.

2.2.3 Imbalan Pascakerja: Program Iuran Pasti

Pengakuan dan Pengukuran

a. Entitas harus mengakui iuran yang terutang untuk periode berjalan: Sebagai kewajiban, setelah
dikurangi dengan jumlah yang telah dibayar. Jika pembayaran iuran melebihi iuran yang terutang
sebelum tanggal pelaporan, maka entitas harus mengakui kelebihan tersebut sebagai aset.

b. Sebagai beban, kecuali kecuali Bab lain mensyaratkan biaya tersebut diakui sebagai bagian
biaya perolehan suatu aset seperti persediaan atau aset tetap.

2.2.4 Imbalan Pasca-Kerja: Program Imbalan Pasti

Pengakuan

Dalam menerapkan prinsip pengakuan umum untuk program imbalan pasti, maka entitas
mengakui:

a. kewajiban atas kewajiban yang timbul dalam program imbalan pasti neto setelah asset program
(kewajiban imbalan pasti atau defined benefit liability) dan
b. mengakui perubahan neto dalam kewajiban tersebut selama periode sebagai biaya program
imbalan pasti selama periode tersebut

Pengukuran Kewajiban Imbalan Pasti

Entitas harus mengukur kewajiban imbalan pasti untuk kewajiban dalam program imbalan pasti
pada nilai neto dari total jumlah berikut:

a. nilai kini dari kewajiban dalam program imbalan pasti (kewajiban imbalan pasti atau defined
benefit obligation) pada tanggal pelaporan (paragraf 23.15-23.20 memberikan panduan cara untuk
mengukur kewajiban ini), dikurang;

b. nilai wajar aset program pada tanggal pelaporan (jika ada) yang digunakan untuk menutup
secara langsung kewajiban tersebut.

Diskonto

Entitas harus mengukur kewajiban imbalan pasti pada nilai kini yang terdiskonto. Entitas
harus menentukan tingkat suku bunga yang digunakan untuk mendiskontokan pembayaran masa
datang berdasarkan referensi suku bunga pasar obligasi perusahaan berkualitas tinggi pada tanggal
pelaporan. Jika tidak terdapat pasar untuk obligasi tersebut, maka entitas harus menggunakan suku
bunga pasar obligasi pemerintah pada tanggal pelaporan. Mata uang dan persyaratan obligasi
perusahaan dan obligasi pemerintah harus konsisten dengan mata uang dan estimasi periode
pembayaran mendatang.

Metode Penilaian Aktuaria

Jika entitas mampu (tanpa biaya dan usaha yang tidak semestinya), maka entitas
menggunakan metode projected unit credit untuk mengukur kewajiban imbalan pasti dan beban
yang terkait. Jika imbalan pasti didasarkan pada tingkat gaji akan datang, maka metode projected
unit credit mensyaratkan entitas untuk mengukur kewajiban manfaat pasti dengan dasar yang
mencerminkan estimasi kenaikan gaji akan datang.

Sebagai tambahan, metode projected unit credit mensyaratkan entitas untuk membuat
berbagai asumsi aktuarial dalam mengukur kewajiban imbalan pasti termasuk tingkat diskonto,
tingkat imbal hasil aset program, tingkat kenaikan gaji, perputaran pekerja, mortalitas, dan
kecenderungan tingkat biaya kesehatan (untuk program manfaat pasti kesehatan)
a. Jika entitas tidak mampu (tanpa biaya dan usaha yang tidak semestinya) untuk menggunakan
metode projected unit credit untuk mengukur kewajiban dan biaya program imbalan pasti, maka
entitas diperkenankan untuk membuat penyederhanaan berikut dalam pengukuran kewajiban
imbalan pasti untuk pekerja kini: mengabaikan estimasi kenaikan gaji akan datang (diasumsikan
gaji kini akan sama ketika pekerja kini diekspektasikan mulai menerima manfaat imbalan
pascakerja

b. Mengabaikan jasa akan datang dari pekerja kini (diasumsikan penutupan program untuk pekerja
yang ada saat ini dan pekerja baru); dan

c. Mengabaikan kemungkinan mortalitas pekerja kini selama masa jasa antara tanggal pelaporan
dan tanggal pekerja diekspektasikan mulai menerima manfaat imbalan pascakerja (yaitu
diasumsikan semua pekerja kini akan menerima manfaat pascakerja). Tetapi, mortalitas setelah
jasa (usia harapan hidup) akan tetap perlu dipertimbangkan. Entitas yang mengambil manfaat dari
penyederhanaan pengukuran di atas harus memasukan manfaat yang sudah menjadi vested dan
belum vested dalam mengukur kewajiban imbalan pasti.

SAK ETAP tidak mensyaratkan entitas untuk menggunakan aktuaris independen untuk
melakukan penilaian aktuarial komprehensif yang diperlukan untuk menghitung kewajiban
imbalan pasti. Tidak ada persyaratan untuk penilaian aktuarial komprehensif harus dilakukan
secara tahunan. Dalam periode di antara penilaian actuarial komprehensif (jika asumsi aktuarial
utama tidak berubah secara signfikan) kewajiban imbalan pasti dapat diukur dengan menyesuaikan
pengukuran periode lalu untuk perubahan demografi pekerja seperti jumlah pekerja dan tingkat
gaji.

Pengenalan, Perubahan, Pengurangan, dan Penyelesaian Program

Jika imbalan pasti sudah diperkenalkan atau diubah dalam periode sekarang, maka entitas
harus menaikkan atau menurunkan kewajiban imbalan pastinya untuk mencerminkan perubahan
tersebut, dan mengakui kenaikan (penurunan) sebagai beban (penghasilan) dalam mengukur laba
atau rugi periode berjalan. Sebaliknya, jika program mengalami penurunan (misalnya imbalan atau
kelompok pekerja yang dilindungi berkurang) atau diselesaikan (kewajiban pemberi kerja telah
selesai dilaksanakan), maka kewajiban imbalan pasti harus diturunkan atau dieliminasi, dan entitas
harus mengakui keuntungan atau kerugian dalam laporan laba rugi periode berjalan.
Aset Program Imbalan Pasti

Jika kewajiban imbalan pasti pada tanggal pelaporan lebih kecil dibandingkan nilai wajar
aset program pada tanggal tersebut, maka program mengalami surplus. Entitas harus mengakui
surplus tersebut sebagai aset program imbalan pasti hanya jika surplus tersebut bisa dipulihkan
melalui pengurangan iuran masa mendatang atau melalui pengembalian dari program.

Biaya Program Imbalan Pasti

Entitas harus mengakui perubahan neto atas kewajiban imbalan pasti selama periode
berjalan, selain perubahan yang terkait dengan imbalan yang dibayarkan kepada pekerja selama
periode atau iuran yang jatuh tempo dari pemberi kerja, sebagai biaya program imbalan pasti
selama periode. Biaya tersebut diakui seluruhnya sebagai beban dalam laporan laba rugi, atau
sebagian diakui dalam laporan laba rugi dan sebagian diakui dalam ekuitas (lihat paragraf 23.22)
kecuali Bab lain mensyaratkan sebagai bagian biaya perolehan suatu aset seperti persediaan dan
aset tetap.

Pengakuan-Pemilihan Kebijakan Akuntansi

Entitas disyaratkan untuk mengakui seluruh keuntungan dan kerugian aktuarial pada periode
terjadinya. Entitas harus:

a. Mengakui seluruh keuntungan dan kerugian aktuarial dalam laporan laba rugi; atau

b. Mengakui seluruh keuntungan dan kerugian aktuarial dalam ekuitas sebagai pilihan kebijakan
akuntansi.

Entitas harus menerapkan kebijakan akuntansi yang dipilih secara konsisten untuk semua
program imbalan pasti dan semua keuntungan dan kerugian aktuarial. Perubahan neto dalam
kewajiban imbalan pasti yang diakui sebagai biaya program imbalan pasti meliputi:

a. Perubahan dalam kewajiban imbalan pasti yang muncul dari jasa yang diberikan pekerja selama
periode pelaporan.

b. Bunga atas kewajiban imbalan pasti selama periode pelaporan;

c. Pendapatan atas setiap aset program dan perubahan neto dalam nilai wajar atas hak penggantian
yang diakui selama periode pelaporan;
d. Keuntungan dan kerugian aktuarial selama periode pelaporan;

e. Kenaikan atau penurunan dalam kewajiban imbalan pasti akibat dari pengenalan program baru
atau mengubah program yang telah ada selama periode pelaporan

f. Penurunan dalam kewajiban imbalan pasti akibat dari pengurangan atau penyelesaian program
yang telah ada selama periode pelaporan.

Jasa pekerja akan memberikan kenaikan pada kewajiban program imbalan pasti meskipun
imbalan tersebut bersifat kondisional terhadap pekerjaan pada masa dating (dengan kata lain,
belum vesting). Jasa pekerja sebelum tanggal vesting memberikan kenaikan atas kewajiban
konstruktif karena (pada setiap tanggal pelaporan berturut-turut) jumlah atas jasa masa mendatang
yang pekerja harus berikan sebelum menjadi hak atas imbalan adalah berkurang.

Dalam mengukur kewajiban imbalan pasti, entitas harus memperhatikan kemungkinan bahwa
sebagian pekerja tidak memenuhi syarat vesting. Sama halnya, meski sebagian imbalan pascakerja
(misalnya imbalan kesehatan pasca kerja) menjadi terutang hanya jika kejadian tertentu terjadi
ketika pekerja tidak lagi dipekerjakan (misalnya sakit) maka suatu kewajiban dibentuk ketika
pekerja memberikan jasa yang akan menyediakan hak atas imbalan tersebut jika kejadian tertentu
terjadi. Kemungkinan bahwa kejadian tertentu akan terjadi mempengaruhi pengukuran kewajiban,
tapi tidak menentukan apakah kewajiban itu ada atau tidak.

Jika imbalan pasti berkurang sejumlah yang dibayarkan kepada pekerja dalam program yang
disponsori pemerintah, maka entitas harus mengukur kewajiban imbalan pasti dengan suatu dasar
yang merefleksikan imbalan terutang dalam program pemerintah, tapi hanya jika:

a. Program tersebut dibuat sebelum tanggal pelaporan; atau

b. Kejadian masa lalu atau bukti andal lain menunjukkan bahwa imbalan dari pemerintah akan
berubah, misalnya, terkait dengan perubahan masa datang tingkat inflasi dan tingkat gaji.

Penggantian

Jika entitas secara nyata yakin bahwa pihak lain akan mengganti sebagian atau seluruh
biaya yang dibutuhkan untuk menyelesaikan kewajiban imbalan pasti, maka entitas harus
mengakui haknya untuk mendapatkan penggantian sebagai aset yang terpisah. Entitas harus
mengukur aset tersebut pada nilai wajar. Dalam laporan laba rugi, beban yang terkait dengan
program imbalan pasti dapat disajikan secara neto setelah jumlah pengakuan penggantian.

2.2.5 Imbalan Kerja Jangka Panjang Lainnya

Imbalan kerja yang termasuk dalam imbalan kerja jangka panjang lainnya, meliputi
misalnya:

a. Kompensasi Cuti Jangka Panjang Seperti Cuti Pengabdian Atau Cuti Hari Raya;

b. Imbalan Pengabdian;

c. Imbalan Cacat Jangka Panjang; Bagi Hasil Dan Bonus Yang Terutang 12 Bulan Atau Lebih
Setelah Akhir Periode Di Mana Pekerja Memberikan Jasa Terkait;

d. Kompensasi Yang Ditunda Yang Dibayarkan 12 Bulan Atau Lebih Setelah Akhir Periode
Kompensasi Tersebut Diperoleh.

Entitas harus mengakui kewajiban untuk imbalankerja jangka panjang lainnya yang diukur pada
nilai neto dari total jumlah berikut:

 nilai kini kewajiban imbalan kerja pada tanggal pelaporan,dikurang


 nilai wajar aset program pada tanggal pelaporan (jika ada) di luar kewajiban yang akan
diselesaikan secara langsung.

PESANGON PEMUTUSAN KERJA

Perjanjian kontraktual atau perjanjian lainnya dengan pekerja atau perwakilan pekerja atau
oleh kewajiban konstruktif berdasarkan praktik bisnis, kebiasaan atau keinginan untuk bertindak
adil, untuk melakukan pembayaran (atau menyediakan imbalan lainnya) kepada pekerja ketika
memberhentikan pekerjanya. Pembayaran tersebut adalah pesangon pemutusan kerja.

Pengakuan

Karena pesangon pemutusan kerja tidak memberikan entitas manfaat ekonomi masa
datang, maka entitas harus segera mengakuinya sebagai beban dalam laporan laba rugi. Ketika
entitas mengakui pesangon pemutusan kerja, entitas juga mencatat pengurangan atas tunjangan
pensiun atau imbalan kerja lainnya.
Entitas harus mengakui pesangon pemutusan kerja sebagai kewajiban dan beban hanya ketika
entitas mampu menunjukkan komitmen, baik:

a. Memutus masa kerja pekerja atau sekelompok pekerja sebelum masa pension normalnya; atau

b. Memberikan pesangon pemutusan kerja sebagai akibat penawaran yang dibuat dalam rangka
pengurangan jumlah pekerja secara sukarela.

Entitas dianggap mampu menunjukkan komitmen untuk melakukan pemutusan hanya ketika
entitas memiliki program formal yang detail untuk melakukan pemutusan kerja dan tanpa
kemungkinan realistis untuk menarik program tersebut.

Pengukuran

Entitas harus mengukur pesangon pemutusan kerja pada estimasi terbaik pembayaran yang akan
dibutuhkan untuk menyelesaikan kewajiban pada tanggal pelaporan. Dalam kasus penawaran
pengurangan pekerja secara sukarela, pengukuran pesangon pemutusan kerja harus berdasarkan
jumlah pekerja yang diekspektasikan akan menerima tawaran tersebut. Ketika pesangon
pemutusan kerja terutang lebih dari 12 bulan setelah akhir periode pelaporan, nilainya harus diukur
pada nilai kini terdiskonto.

PENGUNGKAPAN

Imbalan Kerja Jangka Pendek

Bagian ini tidak mensyaratkan secara spesifik pengungkapan imbalan kerja jangka pendek.
Program Iuran Pasti. Entitas harus mengungkapkan jumlah biaya iuran pasti untuk periode dan
jumlah yang diakui dalam laporan laba rugi sebagai beban untuk program iuran pasti. Jika entitas
memperlakukan program imbalan pasti multi pemberi kerja sebagai program iuran pasti karena
informasi yang memadai tidak tersedia untuk menggunakan akuntansi imbalan pasti, maka entitas
harus mengungkapkan fakta bahwa program tersebut adalah program imbalan pasti dan alasan
dicatat sebagai program iuran pasti, bersama dengan semua informasi yang tersedia mengenai
surplus atau deficit program dan implikasinya terhadap entitas (jika ada).

2.3 Pengertian Imbalan Kerja


Imbalan kerja (employee benefits) adalah seluruh bentuk imbalan yang diberikan suatu
entitas dalam pertukaran atas jasa yang diberikan oleh pekerja atau untuk pemutusan kontrak kerja.
Jika dilihat dari jenis imbalan kerja yang termasuk kedalam definisi imbalan kerja di PSAK 24
adalah sebagai berikut:

1. Imbalan Kerja Jangka Pendek

Imbalan kerja yang jatuh temponya kurang dari 12 bulan. Contoh dari Imbalan Kerja Jangka
Pendek ini adalah; Gaji, iuran Jaminan Sosial, cuti tahunan, cuti sakit, bagi laba dan bonus (jika
terutang dalam waktu 12 bulan pada periode akhir pelaporan), dan imbalan yang tidak berbentuk
uang (imbalan kesehatan, rumah, mobil, barang dan jasa yang diberikan secara cuma-cuma atau
memalui subsidi).

2. Imbalan Pasca Kerja

Imbalan kerja yang diterima pekerja setelah pekerja sudah tidak aktif lagi bekerja. Contoh dari
Imbalan Pasca Kerja ini adalah: Imbalan Pensiun, Imbalan asuransi jiwa pasca kerja, imbalan
kesehatan pasca kerja. Jika dikaitkan dengan penjelasan diawal tulisan ini, imbalan pasca kerja
yang tercantum di perundangan ketenagakerjaan adalah; Imbalan Pensiun, Meninggal Dunia,
Disability/cacat/medical unfit dan mengundurkan diri.

3. Imbalan Kerja Jangka Panjang

Imbalan kerja yang jatuh temponya lebih dari 12 bulan. Contoh dari Imbalan Jangka Panjang ini
adalah: Cuti besar/cuti panjang, penghargaan masa kerja (jubilee) berupa sejumlah uang atau
berupa pin/cincin terbuat dari emas dan lain-lain.

4. Imbalan Pemutusan Kontrak Kerja (PKK)

Imbalan kerja yang diberikan karena perusahan berkomitmen untuk:

(1) Memberhentikan seorang atau lebih pekerja sebelum mencapai usia pensiun normal, atau

(2) Menawarkan pesangon PHK untuk pekerja yang menerima penawaran pengunduran diri secara
sukarela (golden shake hand). Imbalan ini dimasukan kedalam pernyataan PSAK-24, jika dan
hanya jika perusahaan sudah memiliki rencana secara jelas dan detail untuk melakukan PKK dan
kecil kemungkinan untuk membatalkannya.
Salah satu ketentuan di UUK adalah mengenai imbalan pasca kerja, yaitu imbalan yang
harus diberikan perusahaan kepada karyawan ketika karyawan sudah berhenti bekerja (pasca
kerja=setelah kerja). Imbalan-imbalan Pasca Kerja tersebut secara akuntansi harus di cadangkan
dari saat ini, karena imbalan-imbalan pasca kerja tersebut termasuk ke dalam salah satu konsep
akutansi yaitu accrual basis. Ada 4 (empat) imbalan pasca kerja yang dihitung untuk di cadangkan
dalam PSAK 24, yaitu:

1. Imbalan Pasca Kerja Karena Karyawan Pensiun;

2. Imbalan Pasca Kerja Karena Karyawan Sakit Berkepanjangan/Cacat;

3. Imbalan Pasca Kerja Karena Karyawan Meninggal Dunia;

4. Imbalan Pasca Kerja Karena Karyawan Mengundurkan Diri.

Keempat imbalan kerja di atas harus dihitung oleh perusahaan, karena ke-empat imbalan kerja
tersebut termasuk dalam prinsip akutansi imbalan kerja yaitu on going concern (berkelanjutan).
Alasan kenapa perusahaan harus menerapkan PSAK 24 adalah:

1. Adanya prinsip akutansi accrual basis. Penerapan PSAK 24 pada perusahaan adalah sesuai
prinsip akutansi accrual basis, yaitu perusahaan harus mempersiapkan (mencadangkan/mengakui)
utang (liability), untuk imbalan yang akan jatuh tempo nanti.

2. Tidak ada kewajiban yang tersembunyi. Artinya jika didalam laporan keuangan tidak ada
account untuk imbalan pasca kerja (melalui PSAK 24), maka secara tidak langsung perusahaan
sebenarnya “menyembunyikan” kewajiban untuk imbalan pasca kerja.

3. Berkaitan dengan arus kas, jika ada karyawan yang keluar karena pensiun dan perusahaan
memberikan manfaat pesangon pensiun kepada karyawan tersebut, maka pada periode berjalan
perusahaan harus mengeluarkan sejumlah uang yang mengurangi laba perusahaan. Jika dari awal
perusahaan sudah mencadangkan imbalan pensiun ini (imbalan pasca kerja), maka imbalan
pensiun yang dibayarkan tersebut tidak akan secara langsung mengurangi laba, akan tetapi akan
mengurangi pencadangan/accrual/kewajiban atas imbalan pasca kerja yang telah di catatkan
perusahaan di laporan keuangan.

2.4 Perkembangan PSAK 24 Imbalan Kerja.


PSAK 24 telah mengalami perubahan sesuai dengan perkembangannya. Pada awalnya
PSAK 24 mengatur mengenai akuntansi biaya manfaat pensiun. PSAK 24 dengan ruang lingkup
ini di disahkan tanggal 7 September 1994. Jika dibandingkan dengan PSAK24 (Revisi 2004),
PSAK 24 versi tahun 1994 ini cakupannya lebih sempit, yaitu hanya mengatur mengenai akuntansi
dari akuntansi biaya manfaat pensiun. Sebagai penekanan, PSAK 24 versi ini bukan mengatur
mengenai dana pensiun, karena PSAK yang mengatur mengenai akuntansi dana pensiun diatur
dalam PSAK tersendiri, yaitu PSAK-18 tentang akuntansi dana pensiun.

Didalam perkembangannya, pada tanggal 24 Juni 2004 PSAK 24 telah berubah menjadi
PSAK 24 Revisi tahun 2004 (PSAK 24 Revisi 2004). Berbeda dari versi sebelumnya, PSAK 24
Revisi 2004 ini memiliki cakupan yang lebih luas, tidak hanya mengatur mengenai manfaat
pensiun, akan tetapi mengatur semua imbalan kerja yang berlaku di perusahaan. Setelah 10 tahun
berlalu, pada tahun 2010 DSAK-IAI mengeluarkan PSAK 24 versi terbaru, yaitu PSAK 24 Revisi
2010 (PSAK 24 Revisi 2010). PSAK 24 terbaru ini mulai berlaku untuk periode tahun buku yang
dimulai pada atau setelah tanggal 1 Januari 2012. Pada tahun 2013 DSAK-IAI mengeluarkan
PSAK 24 versi terbaru, yaitu PSAK 24 Revisi 2013. PSAK 24 terbaru ini mulai berlaku untuk
periode tahun buku yang dimulai pada atau setelah tanggal 1 Januari 2015. Pemberlakuan dini
tidak dianjurkan.

2.5 Keterkaitan Profesi Auditor (Kantor Akuntan Publik) dengan PSAK 24

Pihak yang terkait dalam proses perhitungan beban imbalan kerja PSAK 24 adalah auditor,
terutama eksternal auditor (Kantor Akuntan Publik-KAP). Seperti yang telah diketahui setiap
perusahaan akan menyusun laporan keuangan di akhir tahun buku, maka pihak KAP akan
melakukan audit diperusahaan. Pada proses audit tersebut lah hasil laporan PSAK 24 yang telah
dihitung akan di cek validasi nya. Apakah sudah sesuai dengan PSAK 24 yang di keluarkan oleh
DSAK-IAI atau belum. Terkadang auditor juga melakukan cross check terhadap hasil perhitungan
dengan meminta contoh perhitungan. Penerapan PSAK 24 dianjurkan kepada perusahaan, jika
tidak diterapkan, maka auditor akan memberikan pendapat wajar dengan pengecualian PSAK 24.
Artinya, semua akun di laporan keuangan adalah wajar, bebas dari salah saji material, kecuali salah
satu akun sehubungan dengan PSAK 24, karena perusahaan tidak mengikuti Standar Akuntansi
Keuangan (SAK) yang berlaku di Indonesia. Apa yang dilakukan auditor sudah sesuai dengan
Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP).
Penerapan dari PSAK 24 mengacu kepada keadaan on going concern, untuk mengukur
beban imbalan kerja secara on going concern, terdapat faktor-faktor yang tidak pasti (uncertainty).
Jika dikaitkan dengan imbalan pasca kerja ; Pensiun, meninggal dunia, disability dan
mengundurkan diri, maka dapat di contohkan faktor yang tidak pasti tersebut adalah:

 Apakah semua karyawan di satu perusahaan akan tetap bekerja sampai dengan usia
pensiun?
 Dalam rentang usia seorang pekerja, pasti ada kemungkinan-kemungkinan meninggal
dunia, sakit berkepanjangan atau cacat. Berapakah besarnya peluang dari
kemungkinankemungkinan tersebut?
 Dalam dunia kerja sudah menjadi hal yang lumrah pekerja mengundurkan diri, untuk
menghitung kemungkinan beban imbalan pasca kerja dari mengundurkan diri . Berapa
besar kemungkinan pekerja mengundurkan diri?
 Berapakah gaji seorang pekerja ketika memasuki usia pensiun?
 Dan faktor-faktor lainnya yang tidak pasti.

Dalam PSAK 24 telah diatur tata cara perhitungan beban imbalan kerja yang terdapat unsur
ketidakpastian yaitu dengan menggunakan ilmu pengetahuan bernama aktuaria. Aktuaria adalah
suatu ilmu pengetahuan yang merupakan kombinasi dari ilmu statistik, matematika dan ekonomi
yang digunakan untuk memperkirakan suatu nilai dengan data dan asumsi yang telah ditentukan.

Di Indonesia, perngungkapan imbalan kerja PSAK 24 biasanya dihitung oleh seorang aktuaris
yang bekerja di konsultan aktuaria, yaitu konsultan yang melakukan konsultasi dalam bidang
aktuaria. Di PSAK 24 tidak disebutkan keharusan menggunakan jasa konsultan aktuaria untuk
menentukan beban imbalan kerja. Namun, akan lebih baik jika perusahaan meminta jasa konsultan
aktuaria untuk menghitung beban imbalan kerja, kerena:

1. Professionalisme

Konsultan aktuaria merupakan konsultan yang sudah ahli dibidangnya, untuk itu mereka sudah
pasti lebih berpengalaman dalam menghitungan beban untuk imbalan kerja PSAK 24 ini.

2. Independensi
Konsultan aktuaria merupakan pihak diluar perusahaan, jadi mereka akan lebih independen dalam
menghitung beban imbalan kerja di perusahaan. Independensi ini juga yang seringkali di minta
oleh pihak auditor external ketika mereka melakukan audit di satu perusahaan.

3. Efisiensi

Dengan menyerahkan proses perhitungan beban imbalan kerja sesuai PSAK 24 maka proses audit
keuangan akan lebih efisien, karena perusahaan tidak perlu dibuat rumit dengan perhitungan-
perhitungan yang kompleks.

2.6 Dampak Perubahan Psak 24 Revisi 2013 Terhadap Perusahaan

Terdapat tiga perubahan pokok dalam PSAK 24 revisi 2013 yaitu cara perhitungan beban
pensiun, pengakuan keuntungan dan kerugian aktuaria serta pengkungkapan. Perubahan tersebut
akan mempengaruhi secara signifikan nilai kewajiban imbalan pascakerja yang akan disajikan
dalam laporan keuangan. Pengakuan keuntungan dan kerugian aktuaria sebagai komponen
pendapatan komprehensif secara signifikan akan mempengaruhi total ekuitas perusahaan.
Pengungkapan dibuat lebih komprehensif dengan menjelaskan karakteristik, jumlah yang timbul
dari program dalam laporan keuangan dan analisis sensitifitas atas program imbalan pasti.

Beban pensiun yang akan diakui dalam laba rugi menurut PSAK 24 revisi 2013 dihitung
dari beban jasa kini, jasa lalu, keuntungan dan kerugian penyelesaian dan bunga neto atas liabilitas
(aset) imbalan pasti neto. Dalam PSAK revisi 2010 komponen beban pensiun adalah biaya jasa
kini, biaya jasa lalu, amortisasi keuntungan atau kerugian aktuaria (jika melebihi koridor), bunga
dan hasil yang diharapkan dari aset program, serta dampak dari kurtailmen atau penyelesaian
program. Ada dua hal yang hilang dari PSAK 24 revisi 2010 yaitu amortisasi keuntungan atau
kerugian aktuaria dan hasil yang diharapkan dari aset program.

Bunga atas liabilitas manfaat pasti akan diimbangi dengan estimasi hasil investasi dari aset
program. Pada PSAK 24 revisi 2010 keduanya dihitung secara terpisah. Untuk bunga
menggunakan tingkat suku bunga surat utang berkualitas baik sedangkan untuk hasil investasi
menggunakan estimasi hasil investasi atas aset program. Pada PSAK 24 revisi 2013, bunga neto
dihitung dengan mengalikan liabilitas (aset) inbalan pasti neto dengan tingkat diskonto.
Hasil investasi dan beban bunga dihitung dengan menggunakan satu tingkat diskonto yaitu
suku bunga surat utang yang berkualitas baik. Sehingga beban bunga akan dihitung dari tingkat
diskonto dikalikan nilai liabilitas imbalan pasti. Hasil investasi dihitung dengan tingkat diskonto
dikalikan dengan aset imbalan pasti. Sehingga dampaknya terhadap beban pension akan timbul
beban bunga neto yaitu diskonto dikalikan dengan nilai neto liabilitas atau aset imbalan pasti.

Penggunaan satu tingkat diskonto mengurangi ketidakpastian estimasi hasil invesasi.


Potensi penggunaan nilai estimasi yang bias untuk memenuhi tujuan pelaporan oleh manajemen
dapat dihindari dengan penggunaan satu tingkat diskonto. Untuk menghindari beban imbalan kerja
manajemen dapat meningkatkan nilai estimasi hasil investasi. Penggunaan bunga neto akan
menjadikan beban bunga dan hasil investasi dipandang sebagai satu kesatuan portfolio investasi.
Perubahan kedua yang berdampak signifikan adalah pengakuan kerugian atau keuntungan
aktuarial sebagai komponen penghasilan komprehensif lainnya. Dalam PSAK revisi 2010,
keuntungan dan kerugian aktuarial sampai pada batas koridor akan diakui menambah atau
mengurangi liabilitas imbalan kerja. Nilai di atas koridor akan diamortisasi selama rata-rata sisa
masa kerja karyawan dan diakui sebagai komponen beban pension dalam laporan laba rugi.
Koridor yang digunakan adalah sepuluh persen dari nilai liabilitas atau aset imbalan pasti mana
yang lebih tinggi. Dampak dari perubahan tersebut akan mempengaruhi beban pensiun dalam laba
rugi karena dalam laba rugi, tidak ada komponen amortisasi keuntungan dan kerugian aktuaria.
Jika perusahaan memiliki keuntungan aktuaria amortisasi keuntungan aktuaria akan berdampak
mengurangi biaya pensiun. Cara perhitungan bunga dengan menggunakan bunga netto juga
mengurangi kompleksitas penghitungan beban pensiun.

Beban pensiun terdiri dari biaya jasa kini, biaya jasa lalu (jika ada) ditambah bunga netto
dan atas penyelesaian. Nilai liabilitas imbalan kerja akan berubah karena keuntungan dan kerugian
aktuaria yang semula disajikan sebagai komponen penentu nilai liabilitas imbalan pasti sekarang
disajikan sebagai komponen ekuitas. Sebagai contoh perusahaan memiliki liabilitas imbalan pasti
30.000, aset program imbalan pasti 24.000 keuntungan aktuaria sebesar 2.000. Dengan
menggunakan PSAK 24 revisi 2010, liabilitas imbalan pasti akan disajikan sebesar 30.000 –
24.000 + 2.000 = 8.000. Berdasarkan PSAK 24 revisi 2013, nilai liabilitas imbalan pasti sebesar
6.000 dan penghasilan komprehensif lain – keuntunga aktuaria sebesar 2.000. Terjadi pengurangan
liabilitas manfaat pasti sebesar 2.000 dan kenaikan ekuitas sebesar 2.000. Secara total aset tidak
berdampak namun akan mempengaruhi komposisi liabilitas dan ekuitas. Dampak tersebut akan
terbalik jika perusahaan memiliki kerugiaan aktuaria yaitu terjadi peningkatan liabilitas dan
pengurangan ekuitas. Untuk perusahaan yang memiliki saldo keuntungan aktuaria, perubahan
PSAK 24 akan meningkatkan ekuitas perusahaan dan mengurangi liabilitas.

Dampak ini akan meningkatkan solvabilitas perusahaan karena jumlah utang yang semakin
sedikit dan ekuitas yang semakin besar. Sebaliknya untuk perusahaan yang memiliki saldo
kerugian aktuaria PSAK 24 revisi 2013 akan berdampak pada peningkatan liabilitas dan
pengurangan ekuitas. Tingkat solvabilitas perusahaan akan semakin menurun karena ekuitas yang
semakin berkurang. Namun untuk rasio efisiensi return on equity justru terlihat perusahaan
semakin efisien karena ekuitas yang berkurang. Dampak perubahan ini harus hati-hati dalam
menganalisis laporan keuangan tahun 2015 nanti. Perubahan ini dapat juga dilihat relevansinya
terhadap pengambilan keputusan investor di pasar modal. Perlu dilakukan kajian apakah investor
terpengaruh dalam menentukan keputusan investasi dengan perubahan PSAK 24 ini.

Perubahan signifikan juga terjadi pada pengungkapan, dengan menambahkan informasi


pengungkapan yang lebih banyak dan lengkap. Pengungkapan yang ditambahkan adalah risiko
yang timbul dari program imbalan pasti. Dalam pengungkapan dirinci karakteristik progam
imbalan pasti dan risiko terkait. Informasi yang diungkapkan meliputi karakteristik imbalan pasti,
eksposur risiko program terhadap entitas dan deskripsi lainnya. Entitas juga harus mengungkapkan
rekonsiliasi saldo awal dan saldo akhir dari liablitas (aset) imbalan dengan menunjukkan
rekonsiliasi terpisah atas aset program, nilai kini kewajiban imbalan pasti, dampak batas atas aset
serta hak penggantian. Entitas juga harus melakukan pemisahan nilai wajar aset program
berdasarkan sifat dan risiko sesuai dengan PSAK 68: Nilai Wajar. Entitas juga harus menyajikan
dampak atas jumlah, waktu dan ketidakpastian arus kas masa dengan pengungkapan tersebut
berisikan analisis sensitivitas atas asumsi aktuaria, metode dan asumsi yang digunakan dalam
analisis, perubahan dari periode sebelumnya, deskripsi strategi untuk memadankan aset dan
liabilitas, deskripsi setiap pengaturan dan kebijakan pendanaan, iuran dan informasi mengenai
porfil jatuh tempo kewajiban.

Revisi lain juga dilakukan untuk definisi imbalan kerja jangka pendek. Sebelum perubahan
definisinya adalah imbalan kerja yang akan jatuh tempo dalam waktu dua belas bulan setelah akhir
pelaporan, dirubah menjadi imbalan yang diharapkan akan diselesaikan seluruhnya sebelum dua
belas bulan setelah akhir periode pelaporan. Dalam definisi tersebut memasukan unsur intensi
dengan menambahkan diharapkan. Perubahan lainnya juga terjadi pada pesangon, definisi
penyelesaian program, akuntansi untuk pajak terutang program dan akuntansi untuk biaya
administrasi.

Revisi PSAK 24 akan berdampak pada reklasifikasi dan penyajian sehingga perusahaan
harus menerapkannya secara retrospektif dengan menggunakan metode baru. Dalam transisi
disebutkan bahwa PSAK ini berlaku secara retrospektif, kecuali untuk penyesuaian nilai asset dan
analisis sensitivitas. Akibat perubahan ini perusahaan akan menyajikan laporan posisi keuangan
tiga tahun komparatif yaitu tahun 2015, komparasi tahun 2014 dan awal periode 2014.

Contoh kasus pada PT PLN (PERSERO) akibat penerapan PSAK 24 revisi 2013 yang
diberlakukan mulai pada 1 Januari 2015 ini, laporan keuangan tahun 2013 dan 2014 disajikan
kembali, hal ini terkait dengan imbalan kerja yang menyebabkan perusahaan merubah kebijakan
pengakuan keuntungan atau kerugian aktuaria yang sebelumnya menggunakan pendekatan koridor
(corridor approach) menjadi pendekatan pendapatan komprehensif lain (OCI/Other
Comprehensive Income), dengan perubahan ini keuntungan atau kerugian aktuaria yang
sebelumnya diamortisasi (atas jumlah diatas koridor) menjadi diakui seluruhnya pada OCI tahun
berjalan.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Secara umum PSAK 24 adalah mengatur pernyataan akuntansi tentang imbalan kerja di
perusahaan. Latar belakang Penerapan PSAK 24 tentang Imbalan Kerja adalah UndangUndang
Ketenagakerjaan (UUK) Nomor 13 Tahun 2003 mengatur secara umum mengenai tatacara
pemberian imbalan-imbalan di perusahaan, mulai dari imbalan istirahat panjang sampai dengan
imbalan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Imbalan-imbalan di UUK tersebut dapat diatur lebih
lanjut di Peraturan Perusaaan (PP) atau di Perjanjian Kerja Bersama (PKB) antara Perusahaan dan
Serikat Pekerja dan tentu saja merujuk kepada ketentuan di UUK.

Revisi PSAK 24 akan berdampak pada reklasifikasi dan penyajian sehingga perusahaan
harus menerapkannya secara retrospektif dengan menggunakan metode baru. Dalam transisi
disebutkan bahwa PSAK ini berlaku secara retrospektif, kecuali untuk penyesuaian nilai asset dan
analisis sensitivitas. Akibat perubahan ini perusahaan akan menyajikan laporan posisi keuangan
tiga tahun komparatif yaitu tahun 2015, komparasi tahun 2014 dan awal periode 2014.
DAFTAR PUSTAKA

https ://staff.blog.ui.ac.id/PSAK 24
http://keuanganlsm.com/psak-24-mengenai-imbalan-kerja/diakses pada tanggal 30 September
2019
http://accounting.binus.ac.id/ diakses pada tanggal 30 September 2019

https://staff.blog.ui.ac.id/martani/files/2011/04/PSAK-24-Imbalan-Kerja-IAS-19-Employee-
Benefit-240911.pdf diakses tanggal 30 November 2019

Anda mungkin juga menyukai