Anda di halaman 1dari 9

UJIAN TENGAH SEMESTER (UTS)

METODE PENELITIAN HUKUM

Dosen :

1. Prof. Dr. Valerine J.L. Kriekhoff, S.H.,M.A.


2. Dr. Lidwina Inge Nurtjahyo, S.H.,M.Si.

Mahasiswa

Nama : Dicky Moallavi Asnil

Npm :1806156733

Nomor Presensi :6

JAWABAN

1. A.
Bahwa dari sudut pandang PM Hadjon, ilmu hukum memiliki 2 (dua) sisi
yang mana salah satu sisinya memiliki karakter asli ilmu normatif dan pada sisi
lain ilmu hukum juga memiliki segi-segi empiris. Sisi empriris tersebut yang
menjadi kajian ilmu hukum empiris seperti sociological jurisprudence, dan socio
legal jurisprudence. Dengan demikian dari sudut pandang ini, ilmu hukum normatif
metode kajiannya khas, sedangkan ilmu hukum empiris dapat dikaji melalui
penelitian kuantitatif atau kualitatif, tergantung sifat dari data yang dimiliki. Dengan
karakter dari ilmu hukum (yaitu sifatnya yang normatif, praktis, dan
preskristif), maka ilmu hukum merupakan ilmu tersendiri (sui generis). Sehingga
dengan kualitas keilmiahannya sulit dikelompokkan dalam salah satu cabang
pohon ilmu, baik cabang dalam ilmu pengetahuan alam, cabang ilmu pengetahuan
sosial , maupun cabang ilmu humaniora.
Sedangkan ciri penelitian perskriptif yaitu berarti penelitian membawa atau
sarat nilai. Ilmu hukum bersifat menganjurkan bukan hanya mengemukakan apa
adanya.

B.

Ciri penelitian yang saya buat adalah penelitian normatif empiris. penelitian ini
mengkombinasikan sumber bahan hukum sekunder dan primer, serta melakukan
perbandingan antara hukum yang berlaku dengan situasi masyarakat yang terjadi.
kombinasi sumber bahan hukum tersebut membantu melihat permasalahan kepailitan
lintas batas melalui dua perspektif yang berbeda. Perbandingan antara hukum yang
berlaku dan situasi masyarakat digunakan untuk menemukan letak permasalahan, latar
belakang dan solusi terbaik yang dapat ditawarkan melalui penelitian ini.

2. A.
Hukum dapat diartikan sebagai norma tertulis yang dibuat secara resmi dan
diundangkan oleh pemerintah dari suatu masyarakat. Disamping hukum tertulis
terdapat pula norma. Norma tersebut pada hakikatnya bersifat kemasyarakatan.
Norma hukum sebagaimana halnya dengan norma lain tersusuun secara hirarki
dan berjenjang ke atas. Norma hukum berisi kehendak yang dikategorikan dengan
Das Sollen, yaitu suatu kategori yang bersifat imperatif. Norma hukum juga
berfungsi memberi kuasa kepada norma hukum lain utnuk mengatur perilaku atau
berfungsi mengubah atau mengganti norma hukum. Penelitian Ilmu hukum
normatif sejak lama telah digunakan oleh ilmuan hukum untuk mengkaji masallah-
maslaah hukum. Penelitian ilmu hukum normatif meliputi pengkajian mengenai :
 asas – asas hukum.
 sistematika hukum
 taraf siknronisasi hukum
 perbandingan hukum.
 sejarah hukum.

B.
Dikatakan bahwa penekanan hukum sebagai ilmu sosial dapat membawa
pada suatu pemahaman yang mengabaikan bahkan mengingkari aspek kritis dari
konsep-konsep hukum. Namun seiring dengan perkembangan Teori Hukum
seperti ditegaskan oleh J J H Bruggink, bahwa disamping Teori Hukum
Kontemplatif/Normatif ada pula Teori Hukum Empirik.1
Perbedaan mendasar antara ilmu hukum normatif dan ilmu hukum empiris,
pertama-tama dari hubungan dasar sikap ilmuwan, dan yang sangat penting
adalah teori kebenaran. Dalam ilmu hukum empiris sikap ilmuwan adalah sebagai
penonton yang mengamati gejala-gejala objeknya yang dapat ditangkap oleh
panca indra. Dalam ilmu hukum normatif, yuris secara aktif menganalisa norma,
sehingga peranan subjek sangat menonjol. Dari segi kebenaran ilmiah, kebenaran
hukum empiris adaalah kebenaran korespondensi, artinya bahwa sesuatu itu
benar karena didukung oleh fakta dalam ilmu hukum normatif dengan dasar
kebenaran pragmatik yang pada dasarnya adalah konsensus sejawat sekeahlian.
Di Belanda, hal-hal yang merupakan konsensus sejawat sekeahlian dikenal
sebagai heersendeleer (ajaran yang berpengaruh).

Keterangan Pandangan positivistik: Pandangan normatif:


Ilmu Hukum empirik Ilmu hukum normatif
Hubungan dasar Subyek - Obyek Subyek – Subyek
Sikap ilmuwan Penonton (toeschouwer) Partisipan (doelnemer)
Perspektif Ekstern Intern
Teori kebenaran Korespondensi Pragmatik
Proposisi Hanya informative atau Normatif dan evaluasi
empiris

1
J J H Bruggink, “Rechts Reflectief”, Terjemahan Arief Sidharta dalam “Refleksi Tentang Hukum”,(Bandung : PT.
Citra Aditya Bakti, 1996), hlm.. 168.
Metode Hanya metode yang bias Juga metode lain
diamati pancaindra
Moral Non kognitif Kognitif
Hubungan antar moral dan Pemisahan tegas Tidak ada pemisahan
hukum
Ilmu Hanya sosiologi hukum Ilmu hukum dalam arti luas
empiris dan teori hukum
empiris

3. A.
Teori Kebenaran Koheren adalah teori yang berpandangan bahwa
pernyataan-pernyataan adalah benar jika berkorespondensi terhadap fakta atau
pernyataan yang ada di alam atau objek yang dituju pernyataan tersebut.
Kebenaran atau suatu keadaan dikatakan benar jika ada kesesuaian antara arti
yang dimaksud oleh suatu pendapat dengan fakta. Kebenaran ini seutuhya
berpangkal dari keadaan/kenyataan alam yang ada yang dapat dibuktikan secara
inderawi oleh responden.2 Dalam teori kebenaran korespondensi tidak berlaku
pada objek/bidang non-empiris atau objek yang tidak dapat diinderai. Kebenaran
dalam ilmu adalah kebenaran yang sifatnya objektif, ia harus didukung oleh fakta-
fakta yang berupa kenyataan dalam pembentukan objektivanya. Teori
korespondensi menggunakan alur berfikir induktif, artinya berfikir dengan bertolak
dari hal-hal khusus ke umum. Dengan pengertian lain, menarik kesimpulan diakhir
setelah ada fakta-fakta pendukung yang telah diteliti dan dianalisa sebelumnya.3
Contoh, : Undang-undang undang-undang dapat dinyatakan benar manakala
koheren atau konsisten dengan sistem peraturan yang berada di atasnya.
Teori Kebenaran Korespondensi

2
Soejono Soemargono, Pengantar Filsafat Ilmu, dalam inleiding tot de wetenshapsleer, Beerling, et.al.
(Yogyakarata: PT. Tiara Wacana Yogya, 1997), hlm. 9.
3
Ibid, hlm. 10
Teori koherensi merupakan dasar penalaran logika deduksi. Logika deduksi
merupakan serangkaian proses pengambilan keputusan berdasarkan premis-
premis yang telah terbukti benar. Kesimpulan dapat diambil, merupakan premis
baru untuk mendapatkan kebenaran baru.4 Kebenaran ini didukung dengan
hubungan antara pernyataan yang satu dengan yang lainnya secara konsisten.
Artinya suatu pernyataan di pandang benar, bilamana berhubungan dan konsisten
dengan pernyataan yang mendahuluinya.5
Letak perbedaan kedua jenis kebenaran ini adalah Kebenaran Koheren lebih
bersifat eksakta, yang sejak dahulu bersifat sama. Sepertoi contoh perhitungan
matematika 2+2 pasti selalu mendadpatkan hasil 4. Sedangkan kebenaran
korespondensi bersifat sosial dan pengetahuan alam yang meyakini sasuatu itu
benar jika bersamaan dengan fakta di lapangan. Dapat dikatakan bahwa
kebenaran ilmu eksakta, ilmu alam dan ilmu sisual kebenarannya bersifat objektif.6

Penelitian ini menyasar pada dua jenis kebenaran diatas. Kebenaran koheren
untuk melihat apakah peraturan perundang-undangan Indonesia terkait cross border
insolvency sudah dibuat dan berada diposisi yang baik atau tidak. UU KPKPU harus
dibuat dengan hukum pembentukan dan politik hukum yang tepat. Juga harus berada
diposisi yang memudahkan hukum mencapai sasarannya. Kemudian Teori kebenaran
koresponden dapat menilai apakah kondisi realita saat ini sudah sesuai dengan prinsip-
prinsip kepailitan atau belum. Kedua teori kebenaran ini. Hukum kepailitan harus
memberikan manfaat serta tidak berbenturan dengan hukm lain dan nilai yang
berkembang di masyarakat.

4
Aswasulasikin, Filsafat Pendidikan Operasional, ( Yogyakarta : Budi Utama, 2012).
5
Nurul Qamar dkk, Logika Hukum, (Makassar : SIGn, 2017), hlm. 62.
6
I Made Pasek, Metode Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta : Kencana, 2017), hlm. 4.
4. A.
Pendekatan dari segi teori dalam arti luas akan membagi ilmu hukum atas
tiga lapisan utama, yaitu dogmatik hukum, teori hukum dan filsafat hukum. Ketiga
lapisan tersebut dalam penelitian dan prektik hukum membawa konsekuensi yang
berbeda karena memiliki karakter yang khas. Teori hukum merupakan refleksi
terhadap teknik hukum, tentang cara seoranag ahli hukum berbicara hukum, dan
melihat hukum dari perspektif yuridis kedalam bahasa yang non yuridis. Teori
hukum juga dahulu bertugas menerangkan berbagai pengertian dan istilah-istilah
dalam hukum, menyibukan diri dengan hubungan antara hukum dan logika.7
Teori dalam penelitian hukum bertugas untuk membumikan filsafat hukum
yang begitu abstrak ke dalam penyelesaian permasalahan hukum yang konkret
yang dihadapi oleh lapisan hukum dogmatik. Sesuai pandangan Gijssels & Van
Hoecke bahwa teori hukum adlaah teori yang dapat dipakai untuk memecahkan
masalah hukum konkret. Pada titik ini, teori hukum secara mandiri maupun secara
bersama-sama dengan ajaran (doktrin), konsep,asas, dan adagium hukum dapat
dipakai sebagai landasan yang memperkuat argumentasi hukum.8

B.
Pertama, teori yang saya gunakan adalah teori kepailitan. Teori kepailitan
digunakan untuk membedah sistem kepailian yang diterapkan di Indonesia Melalui
Undang-Undang No 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang. Teori kepailitan akan mengarahkan penelitian kepada
kekurangan-kekurangan yang ada dalam mekanisme penyelesaian sengketa
kepailitan lintas batas.
Kedua, teori yang digunakan adalah teori perjanjian internasional. Indonesia
yang aktif di bidang perdagangan internasional, menjadi anggota dari berbagai
organisai internasional, ikut serta dalam konvensi-konvensi internasional, dan ikut
menyusun program integrasi ekonomi regional maupun internasional, menjadi
sebab penelitian ini menggunakan teori perjanjian internasional. Teori ini

7
Jonaedi Efendi & Johnny Ibrahim, Metode Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, (Jakarta : Kencana, 2016), hlm.
45.
8
Ibid, hlm. 34.
digunakan untuk melakukan analisa terhadap bentuk kegiatan dan perjanjian
internasional yang menimbulkan hak dan kewajiban antara negara yang
menyepakatinya.

5. A.

Isu hukum memiliki posisi yang sentral didalam penelitian hukum


sebagaimana kedudukan masalah didalam penelitian liannya, karena isu hukum
itulah yang harus dipecahkan di dalam penelitian hukum sebagaimana
permasalahan yang harus dijawab di dalam penelitian. Isu hukum timbul karena
adanya dua proposisi hukum yang saling berhubungan satu terhadap lainnya.
Karena memiliki posisi yang sentral, salah dalam mengidentifikasi isu hukum akan
berakibat salah dalam menjawab isu tersebut. Selanjutnya salah pula dalam
melahirkan argumentasi yang diharapkan dapat memecahkan isu hukum yang
ada.9 Dalam praktik ilmu hukum, kegagalan para pihak dalam membangun
argumentasi untuk memecahkan isu hukum yang menjadi objek perkara
mempunyai implikasi ditolaknya gugatan atau dakwaan tidak terbukti oleh hakim
atau bahkan sebaliknya, yang mestinya gugatan harus ditolak malah dikabulkan,
atau dakwaan yang seharusnya dapat ditangkis dan tidak terbukti malah terbukti
secara sah.10

B.

Isu hukum yang saya angkat dalam penelitian saya adalah kekosongan
hukum dalam penyelesaian sengketa kepailitan lintas batas (cross border
insolvency). Kekosongan hukum ini kemudian menimbulkan ketidakpastian hukum
dan ketidakhadiran hukum pada lini bisnis yang sejatinya akan terus berkembang
dan bergerak dinamis. Saat ini Indonesia sebagai salah satu negara anggota

9
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta : Kencana, 2017), hlm. 65
10
Ibid, hlm. 66.
ASEAN (Association of South East Asia Nation) yang juga ikut serta dalam
berbagai program integrasi ekonomi regional maupun internasional akan sangat
membutuhkan perangkat hukum yang dapat melakukan penanggungulangan
permasalahan kepailitan lintas batas. terutama berkaitan dengan aset dan
koordinasi penegak hukum dan pengadilan antar negara.

6. A.
Penelitian hukum tidak dimaksudkan untuk melakukan verifikasi menguji
hipotesis. Sehingga dalam penelitian hukum tidak dikenal adanya hipootesis,
demikian pula halnya dengan istilah “data”. Dalam penelitian hukum digunakan
istilah “bahan hukum”. Sumber hukum ada dua macam yaitu sekunder dan primer.
Bahan hukum Primer yaitu peraturan perundangan (BW), kontrak, dan putusan
pengadilan. Sedangkan bahan hukum sekunder meliputi doktrin, catatan,
jurnal,majalah serta sumber lain yang terkait.
Suatu karya tulis ilmiah selalu memiliki karakter sistematis sehingga
penelitian dilakukan melalui tahapan pengolahan data yang teratur, meliputi :
a. Inventarisasi bahan hukum
b. Identifikasi bahan hukum.
c. Sistematisasi bahan hukum.
d. Analisis bahan hukum.
Rangkaian tahapan dimulai dengan inventarisasi dan identifikasi terhadap
sumber bahan hukum yang relevan (primer dan sekunder). Langkah berikutnya
melakukan sistematisasi keseluruhan bahan hukum yang ada. Proses
sistematisasi ini juga diberlakukan terhadap asas hukum, teori, konsep, doktrin,
serta bahann rujukan lain.11

B.
Proposal ini menggunakan kedua jenis bahan hukum uuntuk meidentifikasi
msalah dan menemukan rekomendasi yang sesuai. UU No 37 Tahun 2004

11
Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian, ( Jakarta : Kencana, 2014), hlm. 43.
tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Burgelijk
Wetboek atau Kitab Undang-Undang Hukum perdata, KUHAP, KUHD sebagai
bahan hukum primer yang dijadikan acuan. Kemudian bahan hukum sekunder
yang digunakan dalam proposal yang saya buat adalah pendapat ahli, teori,
perjanjian internasional dan soft law berupa UNCITRAL Model Law on Cross
Border Insolvency With Guide to Enacthment.,
Kedua jenis bahan hukum tersebut kemudian diuji dengan permasalahan
yang terajadi. Kecocokan objek antara bahan hukum dan permasalahan hukum
yang terjadi akan memudahkan penelitian untuk memahami proses untuk
menemukan letak permasalahan, sebab terjadinya permasalahan dan solusi yang
dapat dilakukan.

Anda mungkin juga menyukai