Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

MOLAHIDATIDOSA

1. Reviuw Konsep Anatomi Fisiologi Sistem Reproduksi


1.1 Anatomi

Uterus adalah organ yang tebal, berotot, berbentuk buah pear, terletak
dalam rongga panggul kecil di antara kandung kemih dan anus, ototnya
disebut miometrium dan selaput lendir yang melapisi bagian dalamnya
disebut endometrium. Peritonium menutupi sebagian besar permukaan luar
uterus, letak uterus sedikit anteflexi pada bagian lehernya dan anteversi
(meliuk agak memutar ke depan) dengan fundusnya terletak di atas
kandung kencing. Bagian bawah bersambung dengan vagina dan bagian
atasnya tuba uterin masuk ke dalamnya. Ligamentum latum uteri dibentuk
oleh dua lapisan peritoneum, di setiap sisi uterus terdapat ovarium dan
tuba uterina. Panjang uterus 5 – 8 cm dengan berat 30 – 60 gram. (Verrals,
Silvia, 2003 : 164).
Uterus terbagi atas 3 bagian yaitu :
a. Fundus : bagian lambung di atas muara tuba uteri.
b. Badan uterus : melebar dari fundus ke servik.
c. Isthmus : terletak antara badan dan serviks

Bagian bawah serviks yang sempit pada uterus disebut serviks. Rongga
serviks bersambung dengan rongga badan uterus melalui os interna (mulut
interna) dan bersambung dengan rongga vagina melalui os eksterna.

Ligamentum pada uterus :


a. Ligamentum teres uteri : ada dua buah kiri dan kanan. Berjalan melalui
annulus inguinalis, profundus ke kanalis iguinalis. Setiap ligamen
panjangnya 10 – 12,5 cm, terdiri atas jaringan ikat dan otot, berisi
pembuluh darah dan ditutupi peritoneum. Peritoneum di antara kedua
uterus dan kandung kencing di depannya, membentuk kantong utero-
vesikuler. Di bagian belakang, peritoneum membungkus badan dan
serviks uteri dan melebar ke bawah sampai fornix posterior vagina,
selanjutnya melipat ke depan rectum dan membentuk ruang retri-
vaginal.
b. Ligamentum latum uteri : Peritoneum yang menutupi uterus, di garis
tengah badan uterus melebar ke lateral membentuk ligamentum lebar,
di dalamnya terdapat tuba uterin, ovarium diikat pada bagian posterior
ligamentum latum yang berisi darah dan saluran limfe untuk uterus
maupun ovarium.

1.2 Fisiologi
Untuk menahan ovum yang telah dibuahi selama perkembangan sebutir
ovum, sesudah keluar dari ovarium diantarkan melalui tuba uterin ke
uterus (pembuahan ovum secara normal terjadi dalam tuba uterin) sewaktu
hamil yang secara normal berlangsung selama 40 minggu, uterus
bertambah besar, tapi dindingnya menjadi lebih tipis tetapi lebih kuat dan
membesar sampai keluar pelvis, masuk ke dalam rongga abdomen pada
masa fetus.
Pada umumnya setiap kehamilan berakhir dengan lahirnya bayi yang
sempurna. Tetapi dalam kenyataannya tidak selalu demikian. Sering kali
perkembangan kehamilan mendapat gangguan. Demikian pula dengan
penyakit trofoblast, pada hakekatnya merupakan kegagalan reproduksi. Di
sini kehamilan tidak berkembang menjadi janin yang sempurna, melainkan
berkembang menjadi keadaan patologik yang terjadi pada minggu-minggu
pertama kehamilan, berupa degenerasi hidrifik dari jonjot karion, sehingga
menyerupai gelembung yang disebut ”mola hidatidosa”. Pada umumnya
penderita ”mola hidatidosa akan menjadi baik kembali, tetapi ada
diantaranya yang kemudian mengalami degenerasi keganasan yang berupa
karsinoma (Wiknjosastro, Hanifa, 2002)

2. Konsep Penyakit Molahidatidosa


2.1 Definisi/deskripsi
Molahidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar di
mana tidak ditemukan janin dan hampir seluruh vili koriolis mengalami
perubahan berupa degenerasi hidropik (Prawihardjo, 2009).

Molahidatidosa adalah jonjot-jonjot korion (chorionic villi) yang tumbuh


bergandang berupa gelembung-gelembung kecil yang mengandung banyak
cairan sehingga menyerupai buah anggur, atau mata ikan karena itu
disebut juga hamil anggur atau mata ikan. Kelainan ini merupakan
neoplasmatrofoblas yang jinak (benigna) (Mochtar, 2000).

Dari pengertian di atas dapat disimpulan bahwa molahidatidosa atau hamil


anggur adalah kehamilan abnormal dimana terjadi kematian janin tetapi
villus-villusnya terus membesar dan tetap hidup sehingga membentuk
gelembung-gelembung yang berisi cairan yang disertai dengan
pembesaran uterus dan peningkatan kadar HCG.

Sesuai dengan derajatnya, mola hidatidosa klasifikasikan menjadi 2 jenis,


yaitu mola komplit dan mola parsialis.
2.1.1 Mola Komplit
Kehamilan mola komplit yaitu kehamilan mola tanpa adanya janin.
Pada pemeriksaan kandungan dijumpai pembesaran rahim tetapi
tidak teraba bagian tubuh janin. Hal ini disebabkan 1 sperma
membuahi sel telur dengan gen yang sudah tidak aktif, kemudian
kromosom paternal berkembang menjadi kromosom 46 XX atau 46
XY yang sepenuhnya merupakan kromosom sang ayah, sehingga
didapati perkembangan plasenta tanpa adanya janin.
2.1.2 Mola Parsialis
Kehamilan mola parsialis, adalah kehamilan yang terdapat
perkembangan abnormal dari plasenta tetapi masih didapati janin.
Kehamilan mola parsialis biasanya disebabkan karena 2 sperma
membuahi 1 sel telur. Hal ini menyebabkan terjadi nya kehamilan
triploidi (69 XXX atau 69 XXY), sehingga selain terjadinya
perkembangan plasenta yang abnormal juga disertai perkembangan
janin yang abnormal pula. Janin pada kehamilan mola parsialis
biasanya juga meninggal di dalam rahim karena memiliki kelainan
kromosom dan kelainan kongenital seperti bibir sumbing dan
syndactily. Selain itu mola parsialis juga dapat disebabkan adanya
pembuahan sel telur yang haploid oleh sperma diploid 46 XY yang
belum tereduksi.

2.2 Etiologi
Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui secara pasti, namun faktor
penyebabnya adalah :
2.2.1 Faktor ovum
Ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat
dikeluarkan. Spermatozoa memasuki ovum yang telah kehilangan
nukleusnya atau dua serum memasuki ovum tersebut sehingga akan
terjadi kelainan atau gangguan dalam pembuahan.

2.2.2 Imunoselektif dari tropoblast


Kematian fetus, pembuluh darah pada stroma villi menjadi jarang
dan stroma villi menjadi sembab dan akhirnya terjadi hyperplasia
sel-sel trofoblast.
2.2.3 Keadaan sosio-ekonomi yang rendah
Dalam masa kehamilan keperluan zat-zat gizi meningkat. Hal ini
diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan dan
perkembangan janin, dengan keadaan sosial ekonomi yang rendah
maka untuk memenuhi gizi yang diperlukan tubuh kurang sehingga
mengakibatkan gangguan dalam pertumbuhan dan perkembangan
janinnya.

2.2.4 Paritas tinggi


Ibu multipara cenderung beresiko terjado kehamilan mola
hidatidosa karena trauma kelahiran atau penyimpangan transmisi
secara genetic yang dapat di identifikasikan dan penggunaan
stimulan drulasi seperti klomifen atau menotropiris (pergonal).

2.2.5 Kekurangan protein


Protein adalah zat untuk membangun jaringan bagian tubuh
sehubungan dengan pertumbuhan janin, rahim dan buah dada ibu,
keperluaan akan zat protein pada waktu hamil sangat meningkat
apabila kekurangan protein dalam makanan mengakibatkan akan
lahir lebih kecil dari normal.

2.2.6 Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas


Infeksi mikroba dapat mengenai semua orang termasuk wanita
hamil. Masuk atau adanya mikroba dalam tubuh manusia tidak
selalu akan menimbulkan penyakit. Hal ini sangat tergantung dari
jumlah mikroba yang masuk virulensinya serta daya tahan tubuh.

2.2.7 Usia
Faktor usia yang dibawah 20 tahun dan diatas 35 tahun dapat
terjadi kehamilan mola. Prekuensi molahidatidosa pada kehamilan
yang terjadi pada awal atau akhir usia subur relatif tinggi. Namun
tidak dapat dipungkiri bahwa pada usia berapa pun dalam usia
subur dapat terjadi kehamilan mola.
2.2.8 Riwayat kehamilan mola sebelumnya
Kekambuhan molahidatidosa dijumpai pada sekitar 1-2% kasus.
Dalam suatu kejadian terhadap 12 penelitian yang total
mencangkup hampir 5000 Kelahiran, frekwensi mola adalah 1,3%.
Dalam suatu ulasan tentang molahidatidosa berulang tapi pasangan
yang berbeda bisa disimpulkan bahwa mungkin terdapat “ masalah
oosit primer “.

2.3 Tanda dan gejala (manifestasi klinik)


Gambaran klinik yang biasanya timbul pada klien dengan ”mola
hidatidosa adalah:
a. Amenore dan tanda-tanda kehamilan
b. Perdarahan pervaginam berulang. Darah cenderung berwarna coklat.
c. Pada keadaan lanjut kadang keluar gelembung mola.
d. Pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan.
e. Mual dan muntah yang parah yang menyebabkan 10% pasien masuk
RS.
f. Gejala – gejala hipertitoidisme seperti intoleransi panas, gugup,
penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan, tangan gemetar dan
berkeringat, kulit lembab.
g. Tidak terabanya bagian janin pada palpasi dan tidak terdengarnya BJJ
sekalipun uterus sudah membesar setinggi pusat atau lebih.
h. Preeklampsia atau eklampsia yang terjadi sebelum kehamilan 24
minggu (Mansjoer, Arif, dkk, 2001).

2.4 Patofisiologi
Ovum Y telah dibuahi mengalami proses segmentasi terjadi blastomer
kemudian terjadi pembelahan dan sel telur membelah menjadi 2 buah sel.
Masing-masing membelah lagi menjadi 4,8,16,32, dan seterusnya hingga
membentuk kelompok sel yang disebut morula. Morula bergerak ke cavum
uteri kurang lebih 3 hari. Sel-sel morula terbagi dalam 2 jenis yaitu
trofoblas (sel yang berada disebelah luar yang merupakan dinding sel
telur) sel kedua yaitu bintik atau nodus embrionale (sel yang terdapat
disebelah dalam yang akan membentuk bayi). Pada fase ini sel seharusnya
mengalami nidasi tetapi karena adanya poliferasi dari trofoblas atau
pembengkakan vili atau degenerasi hidrifilik dari stroma vili dan
hilangnya pembuluh darah stroma vili maka nidasi tidak terjadi. Trofoblas
kadang berfoliferasi ringan kadang keras sehingga saat proliferasi keras
uterus menjadi semakin besar. Selain itu trofoblas juga mengeluarkan
hormone HCG yang akan mengeluarkan rasa mual dan muntah. Pada
molahidatidosa tidak jarang terjadi pendarahan pervagina, ini juga
dikarenakan proliferasi troboflas yang berlebihan. Pengeluaran darah ini
kadang disertai gelembung vilus yang dapat memastikan diagnose
molahidatidosa. (Purwaningsih, 2010).

2.5 Pathway (diagram)


2.6 Komplikasi
Pada penderita mola yang lanjut dapat terjadi beberapa komplikasi sebagai
berikut:
a. Anemia
b. Syok
c. Preeklampsi atau Eklampsia
d. Tirotoksikosis
e. Infeksi sekunder.
f. Perforasi karena keganasan dan karena tindakan
g. Menjadi ganas ( PTG ) pada kira - kira 18-20% kasus, akan menjadi
mola destruens atau koriokarsinoma.

2.7 Prognosis
Resiko kematian/kesakitan pada penderita mola hidatidosa meningkat
karena perdarahan, perforasi uterus, preeklampsi berat, tirotoksikosis atau
infeksi. Akan tetapi, sekarang kematian karena mola hidatidosa sudah
jarang sekali.

Segera setelah jaringan dikeluarkan, uterus mengecil, kadar hCG menurun


dan akan mencapai kadar normal sekitar 10-12 minggu pasca evakuasi.
Kista lutein juga akan mengecil lagi. Pada beberapa kasus pengecilan ini
bisa mengambil waktu beberapa bulan.

Sebagian besar penderita mola hidatidosa akan baik kembali setelah


kuretasi. Bila hamil lagi, umumnya berjalan normal. Mola hidatidosa
berulang dapat terjadi, tetapi jarang. Walaupun demikian, 15%-20% dari
penderita pasca mola hidatidosa dapat mngalami degenerasi keganasan
menjadi tumor trofoblas gestasional (TTG), baik berupa mola invasif,
koriokarsinoma, maupun placental site trophoblastic tumor (PSST).

Keganasan ini biasanya terjadi pada satu tahun pertama pasca evakuasi,
yang terbanyak dalam enam bulan pertama. MHP lebih jarang menjadi
ganas. Faktor resiko terjadinya TTG pasca mola hidatidosa adalah umur di
atas 35 tahun, uterus di atas 20 minggu, kadar hCG preevakuasi di atas
100.000 IU/L, dan kista lutein bilateral (Sastrawinata, 2004).
2.8 Penanganan Medis
Penanganan yang biasa dilakukan pada mola hidatidosa adalah
2.8.1 Diagnosis dini akan menguntungkan prognosis

2.8.2 Pemeriksaan USG sangat membantu diagnosis. Pada fasilitas


kesehatan di mana sumber daya sangat terbatas, dapat dilakukan :
Evaluasi klinik dengan fokus pada :
a. Riwayat haid terakhir dan kehamilan
b. Perdarahan tidak teratur atau spotting
c. Pembesaran abnormal uterus
d. Pelunakan serviks dan korpus uteri
e. Kajian uji kehamilan dengan pengenceran urin
f. Pastikan tidak ada janin (Ballottement) atau DJJ sebelum upaya
diagnosis.

2.8.3 Lakukan pengosongan jaringan mola dengan segera

2.8.4 Antisipasi komplikasi (krisis tiroid, perdarahan hebat atau perforasi


uterus)

2.8.5 Lakukan pengamatan lanjut hingga minimal 1 tahun.

2.8.6 Segera lakukan evakuasi jaringan mola dan sementara proses


evakuasi berlangsung berikan infus 10 IU oksitosin dalam 500 ml
NaCl atau RL dengan kecepatan 40-60 tetes per menit (sebagai
tindakan preventif terhadap perdarahan hebat dan efektifitas
kontraksi terhadap pengosongan uterus secara tepat).

2.8.7 Pengosongan dengan Aspirasi Vakum lebih aman dari kuretase


tajam. Bila sumber vakum adalah tabung manual, siapkan peralatan
AVM minimal 3 set agar dapat digunakan secara bergantian hingga
pengosongan kavum uteri selesai.

2.8.8 Kenali dan tangani komplikasi seperti tirotoksikasi atau krisis tiroid
baik sebelum, selama dan setelah prosedur evakuasi. Anemia
sedang cukup diberikan Sulfas Ferosus 600 mg/hari, untuk anemia
berat lakukan transfusi. Kadar hCG diatas 100.000 IU/L
praevakuasi menunjukkan masih terdapat trofoblast aktif (diluar
uterus atau invasif), berikan kemoterapi MTX dan pantau beta-hCG
serta besar uterus secara klinis dan USG tiap 2 minggu
Selama pemantauan, pasien dianjurkan untuk menggunakan
kontrasepsi hormonal (apabila masih ingin anak) atau tubektomy
apabila ingin menghentikan fertilisasi.

3. Rencana asuhan klien dengan Penyakit Molahidatidosa


3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas
Mengkaji identitas klien dan penanggung yang meliputi: nama,
umur, agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, status
perkawinan, perkawinan ke- , lamanya perkawinan dan alamat.

3.1.2 Riwayat penyakit sekarang, dahulu dan keluarga


3.1.2.1 Riwayat penyakit sekarang
Keluhan sampai saat klien pergi ke Rumah Sakit atau pada
saat pengkajian seperti perdarahan pervaginam di luar
siklus haid, pembesaran uterus lebih besar dari usia
kehamilan.
3.1.2.2 Riwayat kesehatan masa lalu
a. Riwayat pembedahan
Kaji adanya pembedahan yang pernah dialami oleh
klien, jenis pembedahan, kapan, oleh siapa dan di
mana tindakan tersebut berlangsung.
b. Riwayat penyakit yang pernah dialami
Kaji adanya penyakit yang pernah dialami oleh klien
misalnya, DM, jantung, hipertensi, masalah
ginekologi/urinary, penyakit endokrin, dan penyakit-
penyakit lainnya.
3.1.2.3 Riwayat kesehatan keluarga
Yang dapat dikaji melalui genogram dan dari genogram
tersebut dapat diidentifikasi mengenai penyakit turunan
dan penyakit menular yang terdapat dalam keluarga.
3.1.3 Pemeriksaan fisik: Head To Toe
3.1.3.1 Inspeksi
Hal yang diinspeksi antara lain : mengobservasi kulit
terhadap warna, perubahan warna, laserasi, lesi terhadap
drainase, pola pernafasan terhadap kedalaman dan
kesimetrisan, bahasa tubuh, pergerakan dan postur,
penggunaan ekstremitas, adanya keterbatasan fifik, dan
seterusnya.
3.1.3.2 Palpasi
Sentuhan : merasakan suatu pembengkakan, mencatat
suhu, derajat kelembaban dan tekstur kulit atau
menentukan kekuatan kontraksi uterus.
Tekanan : menentukan karakter nadi, mengevaluasi
edema, memperhatikan posisi janin atau mencubit kulit
untuk mengamati turgor. Pemeriksaan dalam :
menentukan tegangan/tonus otot atau respon nyeri yang
abnormal.
3.1.3.3 Perkusi
Menggunakan jari : ketuk lutut dan dada dan dengarkan
bunyi yang menunjukkan ada tidaknya cairan, massa atau
konsolidasi. Menggunakan palu perkusi : ketuk lutut dan
amati ada tidaknya refleks/gerakan pada kaki bawah,
memeriksa refleks kulit perut apakah ada kontraksi
dinding perut atau tidak.
3.1.3.4 Auskultasi
Mendengarkan di ruang antekubiti untuk tekanan darah,
dada untuk bunyi jantung/paru abdomen untuk bising usus
atau denyut jantung janin.
(Johnson & Taylor, 2005 : 39)
3.1.4 Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah :
3.1.4.1 Serum ß-hCG untuk memastikan kehamilan dan
pemeriksaan ß-hCG serial (diulang pada interval waktu
tertentu).
3.1.4.2 Ultrasonografi (USG). Melalui pemeriksaan USG kita
dapat melihat adakah janin di dalam kantung gestasi
(kantung kehamilan) dan kita dapat mendeteksi gerakan
maupun detak jantung janin. Apabila semuanya tidak kita
temukan di dalam pemeriksaan USG maka kemungkinan
kehamilan ini bukanlah kehamilan yang normal.
3.1.4.3 Foto thoraks
Ada gambaran emboli udara.
3.1.4.4 Tes Acosta Sison.
Dengan tang abortus, gelembung mola dapat dikeluarkan.
3.1.4.5 Pemeriksaan Sonde Uterus (Hanifa), menunjukkan
gambaran badai salju (snow flake pattern).
3.1.4.6 Peningkatan kadar HCG darah atau urine.

3.2 Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul


Diagnosa 1 : resiko perdarahan (Nanda 00206)
3.2.1 Definisi
Rentan mengalami penurunan volume darah yang dapat mengganggu
kesehatan
3.2.2 Faktor resiko
 Aneurisme
 Gangguan fungsi hari
 Gangguan gastrointestinal
 Koagulasi inheren
 Koagulasi intravaskulat diseminata
 Komplikasi kehamilan (misalnya: pecah ketuban dini, plasenta
previa/abrupsio, kehamilan kembar)
 Kurang pengetahuan tentang kewaspadaan perdarahn
 Program pengobatan
 Riwayat jatuh
 Sirkumsisi
 Trauma

Diagnosa 2: Kekurangan Volume Cairan (00027)


3.2.3 Definisi
Penurunan cairan intravaskular, interstitial, atau intraseluler. Ini
mengacu pada dehidrasi, kehilangan cairan saat tanpa perubahan
pada natrium

3.2.4 Batasan karakteristik


 Haus
 Kelemahan
 Kulit kering
 perubahan status mental
 penurunan tekanan nadi
 penurunan volume nadi
 penurunan turgor kulit
 penurunan haluaran urin
 penurunan pengisian vena
 membran mukosa kering
 peningkatan suhu tubuh
 kelemahan

3.2.5 Faktor yang berhubungan


 Kegagalan mekanisme regulasi
 Kehilangan cairan aktif

Diagnosa 3: Risiko Infeksi (00004)


3.2.6 Definisi
Rentan mengalami invasi dan multiplikasi organisme patogenik yang
dapat menggangu kesehatan

3.2.7 Faktor Risiko


 Kurang pengetahuan untuk menghindari pemajanan pathogen
 Malnutrisi
 Obesitas
 Prosedur invasive

Pertahanan tubuh primer tidak adekuat


 Gangguan integritas kulit
 Merokok
 Pecah ketuban dini
 Perubahan pH sekresi
 Stasis cairan tubuh

Pertahanan tubuh sekunder tidak adekuat


 Imunosupresi
 Leukopenia
 Penurunan hemoglobin
 Vaksinasi tidak adekuat

Pemajanan terhadap patogen lingkungan meningkat


 Terpajan pada wabah

Diagnosa 4: Nyeri akut (00132)


3.2.8 Definisi
Definisi : Sensori yang tidak menyenangkan dan pengalaman
emosional yang muncul secara aktual atau potensial kerusakan
jaringan atau menggambarkan adanya kerusakan (Asosiasi Studi
Nyeri Internasional): serangan mendadak atau pelan intensitasnya
dari ringan sampai berat yang dapat diantisipasi dengan akhir yang
dapat diprediksi dan dengan durasi kurang dari 6 bulan.

3.2.9 Batasan karakteristik


Subjektif:
Mengungkapkan secara verbal atau melaporkan nyeri dengan
isyarat
Objektif:
a. Posisi untuk mengindari nyeri
b. Perubahan tonus otot dengan rentang lemas sampai tidak
bertenaga
c. Respon autonomic misalnya diaphoresis, perubahan tekanan
darah, pernapasan atau nadi, dilatasi pupil
d. Perubaan selera makan
e. Perilaku distraksi missal, mondar-mandir, mencari orang atau
aktifitas lain, aktivitas berulang
f. Perilaku ekspresif missal; gelisah, merintih, menangis,
kewaspadaan berlebihan, peka terhadap rangsang, dan menghela
napas panjang
g. Wajah topeng; nyeri
h. Perilaku menjaga atau sikap melindungi
i. Fokus menyempit, missal; gangguan persepsi waktu, gangguan
proses piker, interaksi menurun.
j. Bukti nyeri yang dapat diamati
k. Berfokus pada diri sendiri
l. Gangguan tidur, missal; mata terlihat layu, gerakan tidak teratur
atau tidak menentu dan tidak menyeringai

3.2.10 Faktor yang berhubungan


Agen-agen penyebab cedera ; biologis, kimia, fisik dan psikologis

Diagnosa 5: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


(00002)
3.2.11 Definisi
Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik.

3.2.12 Batasan karakteristik


a. Berat badan 20% atau lebih di bawah rentang berat badan ideal
b. Bisisng usus hiperaktif
c. Cepat kenyang setelah makan
d. Diare
e. Gangguan sensasi rasa
f. Kehilangan rambut berlebihan
g. Kelemahan otot mengunyah
h. Kelemahan otot untuk menelan
i. Kerapuhan kapiler
j. Kesalahan informasi
k. Kesalahan persepsi
l. Ketidakmampuan memakan makanan
m. Kram abdomen
n. Kurang informasi
o. Kurang minat pada makanan
p. Membran mukosa pucat
q. Nyeri abdomen
r. Peurunan berat badan dengan asupan makanan adekuat
s. Sariawan rongga mulut
t. Tonus otot menurun.

3.2.13 Faktor yang berhubungan


a. Faktor biologis
b. Faktor ekonomi
c. Gangguan psikososial
d. Ketidakmampuan makan
e. Ketidakmampuan mencerna makanan
f. Ketidakmampuan mengabsorpsi nutrien
g. Kurang asupan makanan

3.3 Perencanaan
Diagnosa 1 : resiko perdarahan (Nanda 00206)
3.3.1 Tujuan dan kriteria hasil
Perdarahan tidak terjadi dengan kriteria hasil berikut:
Kriteria hasil :
a. Tingkat keparahan perdarahan berkurang
b. Tanda-tanda vital normal
c. Mampu untuk berkonsentrasi
d. Jumlah trombosit klien meningkat
3.3.2 Intervensi keperawatan
a. Anjurkan untuk membatasi pergerakan
R: Mengurangi pendarahan
b. Kontrol tanda-tanda vital
R: Mengetahui perubahan TD, nadi, suhu, dan frekuensi napas.
c. Kontrol perdarahan
R: Mengurangi pendrahan yang banyak
d. Anjurkan klien untuk melaporkan segera bila ada tanda-tanda
perdarahan lebih banyak
R: Mencegah komplikasi yang lebih

Diagnosa 2 : Kekurangan Volume Cairan (00027)


3.3.3 Tujuan dan kriteria hasil
Kekurangan volume cairan akan teratasi, dibuktikan
oleh Keseimbangan elektrolit dan asam basa, keseimbangan cairan,
hidrasi yang adekuat, dan status nutrisi: asupan makanan dan cairan
yang adekuat
3.3.4 Intervensi keperawatan
a. Kaji kondisi status hemodinamika
R: Pengeluaran cairan pervaginal sebagai akibat abortus memiliki
karekteristik bervariasi
b. Ukur pengeluaran harian
R: Jumlah cairan ditentukan dari jumlah kebutuhan harian
ditambah dengan jumlah cairan yang hilang prevaginal
c. Berikan sejumlah cairan pengganti harian
R: Tranfusi mungkin diperlukan pada kondisi perdarahan massif
d. Evaluasi status hemodinamika
R: Penilaian dapat dilakukan secara harian melalui pemeriksaan
fisik

Diagnosa 3 : Risiko infeksi (00004)


3.3.5 Tujuan dan criteria hasil (NOC)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1-5 hari infeksi tidak terjadi
dengan kriteria hasil sebagai berikut :
a. Luka kering dan membaik
b. Tanda-tanda infeksi (-)
3.3.6 Intervensi keperawatan dan rasional (NIC)
a. Pengkajian
1) Pantau tanda gan gejala infeksi (misalnya : suhu tubuh, denyut
jantung, penanpilan luka, suhu tubuh,lesi kulit, keletihan dan
malaise).
Rasional: suhu yang meningkat, dapat menunjukkan terjadinya
infeksi (color).
2) Kaji faktor yang dapat meningkatkan reaksi terhadap infeksi
(usia dan nutrisi).
Rasional: usia pasien dan kurangnya nutrisi dapat
mempengaruhi terjadinya infeksi.
3) Pantau hasil lab.
Rasional: risiko infeksi pasca melahirkan dan penyembuhan
buruk meningkat bila kadar hemoglobin rendah dan kehilangan
darah berlebihan.
4) Amati penampilan praktik hygiene personal untuk melindungi
terhadap infeksi.
Rasional: mencegah kontaminasi silang/penyebaran organisme
infeksius.

b. Penyuluhan untuk pasien/keluarga


1) Instruksikan untuk menjaga hygiene untuk melindungi tubuh
terhadap infeksi.
Rasional :mencegah kontaminasi silang/penyebaran organisme
infeksius.
2) Ajarkan pasien teknik mencuci tanagan yang benar.
Rasional : mencuci tangan merupakan cara terbaik untuk
mencegah kontaminasi silang/penyebaran organisme infeksius.
c. Kolaborasi
Berikan terapi antibiotic, jika perlu.
Rasional : mencegah terjadinya proses infeksi.
d. Mandiri
1) Lindungi pasien terhadap kontaminasi silang.
Rasional : mencegah terjadinya proses infeksi.
2) Bersihkan lingkungan dengan benar.
Rasional :mencegah kontaminasi silang/penyebaran organisme
infeksius.
3) Batasi pengunjung, jika perlu.
Rasional: pengunjung yang datang dapat membawa organisme
infeksius karena telah terpapar dengan lingkungan luar.

Diagnosa 4: Nyeri akut (00132)


3.3.5 Tujuan dan Kriteria hasil (outcomes criteria): berdasarkan NOC
a. Memperlihatkan pengendaian nyeri, yang dibuktikan oleh
indikator sebagai berikut:
1. tidak pernah
2. jarang
3. kadang-kadang
4. sering
5. selalu

Indikator 1 2 3 4 5
Mengenali awitan nyeri
b. M
Menggunakan tindakan pencegahan
e
Melaporkan nyeri dapat dikendaikan
n
unjukan tingkat nyeri, yang dibuktikan oleh indicator sebagai
berikut:
1. sangat berat
2. berat
3. sedang
4. ringan
5. tidak ada

Indikator 1 2 3 4 5
Ekspresi nyeri pada wajah
Gelisah atau ketegangan otot
Durasi episode nyeri
Merintih dan menangis
Gelisah
- Memperlihatkan teknik relaksasi secara individual yang efektif untuk
mencapai kenyamanan
- Mempertahankan nyeri pada ….atau kurang (dengan skala 0-10)
- Melaporkan kesejahteraan fisik dan psikologis
- Mengenali factor penyebab dan menggunakan tindakan untuk
memodifikasi factor tersebut
- Melaporkan nyeri kepada pelayan kesehatan
- Melaporkan pola tidur yang baik

3.3.6 Intervensi keperawatan dan rasional: berdasarkan NIC (lihat daftar


rujukan)
a. Pemberian analgetik
Rasional: Menggunakan agen-agens farmakologi untuk
mengurangi atau menghilangkan nyeri
b. Manajemen Medikasi
Rasional: Memfasilitasi penggunaan obat resep, atau obat bebas
secara aman dan efektif
c. Manajemen Nyeri
Rasional: Meringankan atau mengurangi nyeri sampai pada
tingkat kenyamanan yang dapat diterima oleh pasien
d. Bantuan analgesia yang dikendalikan oleh pasien (patient
controlled analgetik (PCA)
Rasional: Memudahkan pengendalian pemberian dan
pengaturan analgetik oleh pasien.
e. Manajemen sedasi
Rasional: Memberikan sedatif, memantau respons pasien, dan
memberikan dukungan fisiologi yang dibutuhkan selama
prosedur diagnostik atau terapeutik.

Diagnosa 5: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


(00002)
3.3.7 Tujuan dan Kriteria Hasil (outcomes criteria)
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
nutrisi pasien terpenuhi.
Kriteria hasil : tidak adanya tanda – tanda kekurangan nutrisi, nafsu
makan membaik.

3.3.8 Intervensi keperawatan dan rasional


a. Kaji keluhan mual, muntah, dan sakit menelan yang dialami
klien.
R: Untuk menetapkan cara mengatasinya.
b. Kaji cara/pola menghidangkan makanan klien.
R: Cara menghidangkan makanan dapat mempengaruhi nafsu
makan klien.
c. Berikan makanan yang mudah ditelan seperti: bubur dan
dihidangkan saat masih hangat.
R: Membantu mengurangi kelelahan klien dan meningkatkan
asupan makanan karena mudah ditelan.
d. Berikan makanan dalam porsi kecil dan frekuensi sering.
R: Untuk menghindari mual dan muntah serta rasa jenuh karena
makanan dalam porsi banyak.
e. Jelaskan manfaat nutrisi bgi klien terutama saat sakit.
R: UntukMeningkatkan pengetahan klien tentang nutrisi
sehingga motivasi untuk makan meningkat.
f. Catat jumlah porsi yang dihabiskan klien.
R: Mengetahui pemasukan/pemenuhan nutrisi klien.
4. Daftar Pustaka
Mansjoer, Arif., dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 1.
Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Manuaba. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC.

Maryuni, Anik. 2009. Asuhan Kegawatdaruratan dalam Kebidanan. Jakarta:


EGC.

NANDA Internasional Inc. Diagnosis Keperawatan: Definisi & Klasifikasi 2015-


2017, Ed.10. Jakarta: EGC.

Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka


Sarwono Prawirohardjo.

Saifuddin, Abdul Bari., dkk. 2006. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.

Sastrawinata, Sulaiman.,dkk. 2004. Ilmu Kesehatan Reproduksi: Obstetri


Patologi, E/2. Jakarta:EGC
Banjarmasin, Februari 2017

Preseptor akademik, Preseptor klinik,

(.................................................................) (.................................................................)

Anda mungkin juga menyukai