ACHMAD FACHRUDDIN
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
ii
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Sikap Konsumen dengan
Pendekatan Theory of Planned Behavior dan Proses Pembelian terhadap Produk
Cabai Kering adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, November 2014
Achmad Fachruddin
NIM H351130746
iv
RINGKASAN
Kata kunci: cabai kering, pendapatan rumah tangga, planned behavior, sikap.
SUMMARY
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
vii
ACHMAD FACHRUDDIN
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Agribisnis
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
viii
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Diketahui oleh
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhaanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tesis ini berjudul
Sikap Konsumen dengan Pendekatan Theory of Planned Behavior dan Proses
Pembelian terhadap Produk Cabai Kering. Proses penelitian ini dilaksanakan sejak
Februari hingga Juli 2014 di Bogor.
Penulis sampaikan ucapan terima kasih khususnya kepada Biro Penerimaan
Kerjasama Luar Negeri, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia atas Beasiswa Unggulan yang diberikan kepada penulis selama
berkuliah di Program Studi Agribisnis IPB.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Muhammad Firdaus,
SP MSi dan Ibu Dr Ir Netti Tinaprilla, MM selaku pembimbing, serta Bapak Dr Ir
Nunung Kusnadi, MS dan Ibu Dr Ir Ratna Winandi, MS yang telah banyak
memberi saran. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Prof Dr Ir Rita
Nurmalina, MS, Bapak Dr Ir Suharno, MAdev dan Ibu Dr Ir Dwi Rachmina, MS
atas nasihat dan dorongan selama menjalani program sinergi S1-S2 Agribisnis. Di
samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada saudara Restu Rahmana
Putra, Sayed Ahmad Fauzan, dan Irma Awwaliyah yang telah membantu dalam
proses pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada
Rumah Tahfizh Al Fathon, ayah, ibu, seluruh keluarga dan sahabat atas segala
doa, kebaikan, dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Achmad Fachruddin
xi
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
1 Interval kelas dan skor variabel TPB 18
2 Sebaran responden berdasarkan pernyataan sikap terhadap pembelian
cabai kering 23
3 Sebaran responden berdasarkan tingkat sikap terhadap pembelian cabai
kering 24
4 Sebaran skor rata-rata konsekuensi pembelian berdasarkan kelas
pendapatan 24
5 Sebaran responden berdasarkan pernyataan norma subjektif 26
6 Sebaran responden berdasarkan tingkat norma subjektif 26
7 Sebaran skor rata-rata setiap referensi dalam pembelian berdasarkan kelas
pendapatan 27
8 Sebaran responden berdasarkan pernyataan persepsi pengendalian perilaku 28
9 Sebaran responden berdasarkan tingkat persepsi pengendalian perilaku 28
10 Sebaran skor rata-rata setiap faktor dalam pembelian berdasarkan kelas
pendapatan 29
11 Sebaran responden berdasarkan pernyataan niat beli cabai kering 29
12 Sebaran responden berdasarkan tingkat niat beli cabai kering 30
13 Sebaran skor rata-rata setiap pernyataan niat beli cabai kering berdasarkan
kelas pendapatan 30
14 Analisis variabel fungsi niat beli cabai kering dengan regresi linier
berganda 31
15 Sebaran sensitivitas harga pada pembelian komoditas cabai segar 32
DAFTAR GAMBAR
1 Model Theory of Planned Behavior (Ajzen 1991) 10
2 Kerangka pemikiran operasional penelitian 14
DAFTAR LAMPIRAN
1 Perkembangan rata-rata bulanan harga eceran cabai merah besar di ibukota
provinsi, Januari-November 2013 39
2 Kuesioner sikap konsumen rumah tangga terhadap cabai kering 40
3 Kuesioner proses pembelian cabai kering oleh usaha bumbu giling 44
4 Sebaran pendapatan rumah tangga responden 47
5 Skor variabel TPB dan variabel pendapatan rumah tangga 48
6 Output model regresi niat beli cabai kering 49
7 Output uji glester (deteksi heteroskedastisitas) 50
8 Plot uji normalitas 51
1
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pada saat harga cabai segar mengalami peningkatan yang tinggi, konsumen
rumah tangga membutuhkan produk yang dapat mensubstitusi cabai segar. Produk
olahan cabai yang berpotensi untuk mensubstitusi cabai segar adalah cabai kering.
Cabai kering merupakan cabai berbentuk utuh dengan kadar air rata-rata dibawah
20 persen (Vitarini 2003). Cabai kering dapat disegarkan kembali dengan
merendamnya dalam air hangat. Dirjen Hortikultura menyatakan bahwa cabai
kering sudah mulai dikonsumsi oleh konsumen rumah tangga, khususnya kelas
pendapatan menengah ke atas1.
Cabai kering sebenarnya merupakan produk olahan dari cabai segar yang
bersifat intermediate. Cabai kering juga disebut cabai industri, sebab
dimanfaatkan oleh usaha industri sebagai bahan baku, yaitu oleh produsen mie
instan dan makanan kemasan, produsen cabai bubuk, serta produsen benih cabai.
Permintaan cabai kering juga datang dari beberapa usaha mikro kecil dan
menengah (UMKM) seperti beberapa jenis usaha rumah makan, dan usaha
makanan ringan skala home industry. Beberapa jenis rumah makan tersebut
menggunakan cabai kering khusus untuk resep masakan tertentu.
Ketika harga cabai segar mengalami peningkatan, ada UMKM yang
sebelumnya menggunakan cabai segar, mensubstitusi cabai segar dengan cabai
kering. Berdasarkan survei pendahuluan, UMKM yang mensubstitusi cabai segar
dengan cabai kering ketika terjadi peningkatan harga adalah usaha bumbu giling
di pasar tradisional. Hal ini mereka lakukan sebagai strategi meminimumkan
biaya bahan baku dalam memproduksi cabai giling. UMKM di wilayah
Jabodetabek membeli cabai kering dari Pasar Induk Keramat Jati sebagai
wholesaler dari rantai pemasaran cabai kering. Saat harga cabai segar mahal,
seorang pedagang di Pasar Keramat Jati mampu menjual cabai kering sebanyak 1
ton dalam waktu lima belas hari.
Usaha bumbu giling dan konsumen rumah tangga mempunyai kesamaan
dalam pola pemanfaatan cabai segar. Keduanya sama-sama menggunakan cabai
dalam keadaan segar, meskipun kedua jenis konsumen tersebut memiliki
perbedaan motif dalam pemanfaatan cabai. Sebagian usaha bumbu giling telah
mensubstitusi cabai segar dengan cabai kering ketika terjadi peningkatan harga.
Substitusi tersebut juga berpotensi dilakukan oleh konsumen rumah tangga.
Prospek substitusi cabai kering oleh konsumen rumah tangga terkait dengan
sikap konsumen rumah tangga terhadap cabai kering. Semakin positif sikap
konsumen terhadap cabai kering, semakin mendorong keputusan pembelian cabai
kering. Kajian sikap konsumen rumah tangga terhadap cabai kering dapat
memberikan jawaban terhadap peluang substitusi tersebut. Sedangkan kajian
proses pembelian cabai kering yang dilakukan oleh usaha bumbu giling dapat
memberikan gambaran proses substitusi cabai segar dengan cabai kering yang
telah benar-benar dilakukan.
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
2 TINJAUAN PUSTAKA
Sikap Konsumen
Wijayanto (1994) menyimpulkan bahwa metode GLM dinilai lebih baik dari
metode Huisman. Kurva dugaan sensitivitas harga yang diperoleh dengan metode
GLM tidak berbias, walaupun ragam dugaannya berbias ke bawah dan hasil
dugaannya memiliki variasi yang cukup besar pada ukuran contoh kecil (100).
Beberapa kelemahan pendugaan kurva sensitivitas harga dengan metode Huisman,
yaitu sifat ketakbiasan dugaannya tidak diketahui, ragam penduganya sulit
ditentukan, faktor interaksi sulit masuk ke dalam model, permasalahan dalam
penskoran, dan proses komputasinya membutuhkan waktu yang lama.
Elizabet (2008) menggunakan metode Huisman dalam menganalisis
sensitivitas harga pada produk kecap. Semakin kecil nilai sensitivitas harga suatu
merek produk maka semakin rendah sensitivitas harga, artinya pelanggan atau
pembeli pada merek tersebut kurang memperhatikan harga dalam pembelian
produk. Nilai sensitivitas harga kecap Bango sebesar 0.11775, lebih kecil dari
nilai sensitivitas kecap ABC (0.14758), dan kecap Nasional (0.15008) (Elizabet
2008). Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa konsumen kecap Bango
merupakan konsumen yang paling kurang sensitif terhadap perubahan harga
produk.
Riset yang yang dilakukan oleh Goldsmith dan Flynn (2003) dalam Ramirez
dan Goldsmith (2009), sensitivitas harga diukur dengan tiga pernyataan pilihan
yang ditawarkan kepada responden, yaitu: 1) saya tidak ingin membeli produk
tertentu jika harganya terlalu tinggi; 2) produk yang bagus lebih sesuai untuk
diberikan harga yang lebih tinggi; 3) menghabiskan uang untuk produk baru
merupakan hal yang biasa bagi saya. Sensitivitas harga tinggi ditunjukkan oleh
pernyataan 1, dan sensitivitas harga rendah ditunjukkan oleh pernyataan 3.
Analisis sensitivitas harga lainnya yang umumnya digunakan dalam strategi
penetapan harga adalah analisis sensitivitas harga yang ditemukan oleh Van
Westendorp. Analisis ini fokus pada penemuan sebuah acceptable price dari
konsumen sebagai indikator kualitas produk. Asumsi dalam analisis ini adalah
konsumen selalu mengaitkan antara harga dengan kualitas dari produk. Range
acceptable price (RAP) diperoleh melalui penilaian konsumen terhadap harga
produk berdasarkan kategori harga sangat murah (too cheap), harga murah
(cheap), harga mahal (expensive), dan harga sangat mahal (too expensive), yang
dikaitkan dengan kualitas produk pada masing-masing kategori harga (Lipovetsky
et al. 2011). Analisis sensitivitas harga pada pasar uang pada produk obligasi atau
semisalnya, umumnya menggunakan analisa duration dan convexity (Hamid et al.
2006).
Proses Pembelian
dan jasa lain yang dijual, disewakan, atau dipasok kembali kepada pihak lain
untuk tujuan mendapatkan laba. Proses pembelian yang dilakukan oleh konsumen
organisasi disebut proses pembelian bisnis, sedangkan proses pembelian yang
dilakukan oleh konsumen akhir disebut proses pembelian konsumen.
Penelitian terkait proses pembelian konsumen lebih banyak dilakukan
dibandingkan proses pembelian bisnis. Kerangka proses pembelian yang
digunakan dalam proses pembelian konsumen yaitu pengenalan kebutuhan,
pencarian informasi, evaluasi alternatif, pembelian, dan evaluasi pasca pembelian
(Hutabarat 2008; Herlambang 2009). Hutabarat (2008) mengkaji proses keputusan
konsumen dalam membeli sayuran segar, dimana proses keputusan pembelian
yaitu pengenalan kebutuhan (memenuhi kebutuhan gizi), pencarian informasi
(toko sayuran), evaluasi alternatif (atribut fisik sayuran), pembelian (dilakukan di
Foodmart), dan evaluasi pasca pembelian (puas terhadap kinerja toko).
Herlambang (2009) menyimpulkan terdapat tiga atribut utama yang
mempengaruhi proses keputusan pembelian teh herbal konsumen di Kota Bogor
yaitu atribut harga, atribut kelengkapan kandungan, dan atribut merek. Namun
terdapat penelitian yang menggunakan kerangka proses keputusan pembelian
konsumen pada konsumen organisasi. Subekti (2009) meneliti proses keputusan
pembelian benih jagung oleh petani dengan menggunakan kerangka proses
pembelian konsumen. Penelitian tersebut lebih tepat menggunakan kerangka
proses pembelian bisnis, sebab petani merupakan konsumen organisasi dimana
tujuan pembelian berorientasi pada keuntungan.
Penelitian yang terkait konsumen organisasi banyak berkonsentrasi pada
topik analisis permintaan salah satu bahan baku yang digunakan oleh konsumen
organisasi. Satriana (2013) menganalisis faktor yang berpengaruh terhadap
permintaan cabai merah besar pada usaha Restoran Padang, usaha Restoran
Sunda, dan usaha Restoran Ayam di Jakarta Selatan. Rata-rata penerimaan
restoran merupakan faktor yang berpengaruh nyata terhadap permintaan cabai
merah besar pada ketiga jenis usaha. Sedangkan faktor harga cabai merah besar
berpengaruh nyata terhadap permintaan cabai merah besar hanya pada usaha
Restoran Ayam. Lokasi pembelian yang paling banyak diminati oleh ketiga jenis
usaha adalah Pasar Induk Keramat Jati karena menawarkan harga cabai merah
yang lebih murah. Penelitian terkait, Nurlianti (2002) menyimpulkan bahwa
faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan telur ayam ras oleh pedagang
martabak telur adalah harga telur, harga tepung terigu, harga minyak goreng,
volume usaha unit A, volume usaha unit B, volume usaha unit D, dan lokasi
usaha.
3 KERANGKA PEMIKIRAN
Perilaku konsumen
Engel et al. (1994) mendefinisikan perilaku konsumen sebagai tindakan
yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan
produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan mengikuti
9
Attitude Toward
Behavior (ATB)
(PBC) Perceived
Behavioral Control
Analisis
deskriptif Analisis
Sensitivitas harga deskriptif
Analisis Pendapatan
regresi rumah tangga Rekomendasi kebijakan
Niat beli cabai pemerintah untuk
kering pengembangan cabai kering
dan input keputusan
pemasaran & produksi
produsen cabai kering
Keterangan
: pengaruh
: metode analisis
4 METODE PENELITIAN
Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan data
sekunder. Metode pengumpulan data primer dengan teknik wawancara.
Wawancara kepada responden konsumen rumah tangga menggunakan kuesioner
dengan pertanyaan terstruktur (Lampiran 2), sedangkan wawancara kepada
responden usaha bumbu giling menggunakan kuesioner dengan pertanyaan tidak
terstruktur (Lampiran 3). Data sekunder berasal dari studi pustaka dan beberapa
data dari instansi yang berkaitan dengan penelitian. Responden konsumen rumah
tangga merupakan ibu rumah tangga baik yang pernah membeli maupun yang
belum pernah membeli cabai kering. Responden usaha bumbu giling merupakan
usaha bumbu giling yang pernah membeli cabai kering untuk digunakan sebagai
bahan baku dalam produksinya atau untuk dijual kembali. Informan dalam
penelitian ini adalah pedagang cabai kering di Pasar Induk Kemang Bogor dan
Pasar Induk Keramat Jati Jakarta Timur.
tersebut berturut-turut yaitu 15 unit, 18 unit, dan 2 unit. Usaha bumbu giling yang
menggunakan cabai kering sebagai campuran bahan baku cabai giling pada
masing-masing pasar yaitu 8 unit, 5 unit, dan 1 unit, sehingga jumlah responden
usaha bumbu giling pada penelitian ini sebanyak 14 unit.
Selanjutnya, model TPB yang merupakan fungsi niat beli kering dianalisis
dengan analisis regresi linier berganda untuk mengidentifikasi variabel yang
mempengaruhi niat beli cabai kering konsumen rumah tangga. Fungsi niat beli
cabai kering sebagai berikut:
Keterangan:
Y = variabel niat beli cabai kering
β0 = intersep
βi = nilai parameter koefisien, dimana i = 1, 2, 3, 4
X1 = variabel sikap terhadap pembelian cabai kering
X2 = variabel norma subjektif
X3 = variabel persepsi pengendalian perilaku
X4 = variabel pendapatan rumah tangga per bulan (juta rupiah)
εi = residual
dengan cara membagi skor total variabel dengan jumlah pasangan pernyataan
komponen variabel tersebut. Jumlah pasangan pernyataan komponen masing-
masing variabel berturut-turut yaitu 5, 4, dan 2 pasang pernyataan. Nilai variabel
(X4) diperoleh dengan cara membagi skor total variabel niat beli cabai kering
dengan jumlah pernyataan niat beli cabai kering. Sehingga nilai variabel (X4)
berada pada rentang 1-4. Nilai variabel untuk seluruh sampel dapat dilihat pada
Lampiran 5.
Model regresi linier berganda diestimasi dengan metode Ordinary Least
Squares (OLS). Beberapa asumsi yang harus dipenuhi dengan metode OLS
(Thomas 1997), yaitu:
1. untuk semua , nilai harapan residual sama dengan nol untuk semua
sampel.
2. ( ) konstan untuk semua i, varians residual konstan. Jika
kondisi ini dipenuhi disebut homoskedastisitas.
3. ( ) ( ) untuk semua i ≠ j. Jika kondisi ini dipenuhi disebut
tidak ada autokorelasi antar residual.
4. Residual menyebar normal.
5. Tidak terjadi multikolinier (hubungan linier) antar variabel independen.
Evaluasi model persamaan penduga digunakan untuk mengetahui apakah
model regresi linier yang diperoleh memenuhi kriteria secara statistika. Kriteria
statistik merupakan uji diagnostik yang terkait dengan kebaiksuaian (goodness of
fit) model dan pengujian hipotesis. Kriteria statistik terdiri atas, 1) interpretasi
nilai R-Square (R2) yaitu ukuran kemampuan model dalam menyesuaikan data, 2)
uji F untuk menguji signifikansi pengaruh variabel independen secara bersama-
sama terhadap variabel dependen, dan 3) uji t untuk menguji signifikansi
parameter dari masing-masing variabel independen (uji individual). Selain kriteria
secara statistika, model harus memenuhi asumsi OLS, sehingga perlu dilakukan
uji asumsi klasik. Berikut penjabaran dari kriteria statistik dan uji asumsi klasik.
1. Kriteria statistik
R2 (koefisien determinasi) merupakan ukuran kemampuan model dalam
mem-fit-kan data. Nilai R2 berada diantara 0 dan 1 (dalam persen). Jika nilai R2
semakin mendekati 1, maka model dikatakan semakin fit. Interpretasi nilai R2
yaitu persentase variasi variabel independen yang dapat dijelaskan oleh variasi
variabel independen yang terdapat dalam model. R2 diperoleh dengan
penghitungan sebagai berikut:
Keterangan:
ESS = jumlah kuadrat residual
TSS = jumlah kuadrat total
RSS = jumlah kuadrat regresi
Uji statistik F dilakukan untuk menguji signifikansi pengaruh variabel
independen secara bersama-sama terhadap variabel dependen, sehingga fungsi uji
F sama dengan menguji signifikansi statistik R2 yang diperoleh. Uji statistik F
dengan derajat bebas n-k-1 (n=jumlah sampel, k=jumlah variabel independen dan
variabel dependen) dapat digunakan menguji hipotesis (H1) bahwa variabel
independen secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen. Nilai
tinggi dari statistik F memungkinkan untuk menolak hipotesis (H0) bahwa
20
Keterangan:
bi = koefisien ke-i yang diduga
βi = nilai parameter ke-i yang diduga yaitu 0
Sbi = standar deviasi dari parameter ke-i
Hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut:
H0 : βi = 0, variabel independen (Xi) tidak berpengaruh nyata terhadap niat beli
cabai kering.
H1 : βi < 0 atau βi > 0, variabel independen (Xi) berpengaruh nyata terhadap niat
beli cabai kering.
Keputusan pengujian dapat dilihat dengan dua indikator yaitu
membandingkan nilai t-hitung dengan t-tabel, atau membandingkan nilai α (taraf
nyata) dengan nilai probabilitas t (p-value). Kriteria keputusan pengujian sebagai
berikut:
a. t-hitung ≤ t-tabel atau nilai p-value ≥ α maka terima H0, kesimpulannya
variabel independen (Xi) tidak berpengaruh nyata terhadap niat beli cabai
kering.
b. t-hitung ≥ t-tabel atau nilai p-value ≤ α maka tolak H0, kesimpulannya
variabel independen (Xi) berpengaruh nyata terhadap niat beli cabai
kering.
2. Uji asumsi klasik
Uji asumsi klasik dilakukan untuk memastikan bahwa model yang diperoleh
memenuhi asumsi-asumsi yang menjadi syarat metode OLS. Uji asumsi klasik
terdiri atas deteksi heteroskedastisitas, deteksi autokorelasi, uji normalitas, dan
deteksi multikolinearitas. Asumsi pertama OLS yaitu untuk semua
21
atau nilai harapan residual sama dengan nol untuk semua sampel, akan selalu
terpenuhi karena dalam garis regresi terdapat konstanta atau intersep.
Asumsi homoskedastisitas adalah ketika ( ) konstan
untuk semua i (sampel), ragam residual konstan. Namun, jika ragam residual
tidak sama untuk tiap sampel ke-i dari variabel-variabel independen dalam model
regresi maka terdapat masalah heteroskedastisitas. Heteroskedastisitas dapat
dideteksi salah satunya dengan uji Glester.
Uji Glester dilakukan dengan menjadikan nilai mutlak residual sebagai
variabel dependen, kemudian diregresikan terhadap variabel independen yang
terdapat dalam model. Jika nilai probabilitas statistik F dalam tabel ANOVA lebih
besar dari α, maka tidak terdapat masalah heteroskedastisitas dalam model regresi.
Asumsi tidak ada autokorelasi ditunjukkan oleh persamaan, ( )
( ) untuk semua i ≠ j. Autokorelasi adalah hubungan linear yang terjadi
pada variabel itu sendiri yang terlambat beberapa periode (lag). Artinya
autokorelasi bukan mengacu pada hubungan dua variabel yang berbeda, tetapi
antara skor-skor yang berurutan dari variabel yang sama. Autokorelasi dapat
dideteksi salah satunya dengan uji Durbin-Watson (DW). Bila nilai statistik DW
bernilai sekitar 2, maka dapat dikatakan bahwa tidak ada gejala autokorelasi
dalam model.
Asumsi bahwa residual menyebar normal dapat dideteksi dengan uji
normalitas. Salah satu cara uji normalitas adalah uji Kolmogorv-Smirnov (KS).
Residual menyebar normal jika nilai statistik KS < KS1-α atau nilai probabilitas
KS > α.
Asumsi terakhir yang harus dipenuhi adalah tidak terjadi multikoliniearitas.
Kolinearitas ganda (multikolinearitas) merupakan hubungan linear yang sama
kuat antara variabel-variabel independen dalam persamaan regresi. Deteksi
moltikolinearitas dapat dilihat dari dua hal. Pertama, jika nilai R2 tinggi tetapi
tidak ada satupun parameter koefisen variabel independen yang signifikan. Kedua,
jika nilai variance inflation factor (VIF) lebih besar dari 10.
Ketiga kelas rumah tangga relatif memiliki sikap yang sama pada
konsekuensi manfaat daya tahan produk, kualitas sambal yang dihasilkan,
kepraktisan cara menggunakan, dan perbandingan volume dengan cabai segar.
Manfaat daya tahan produk memberikan skor terbesar sikap terhadap pembelian
pada ketiga kelas pendapatan, di antara empat konsekuensi tersebut. Konsumen
rumah tangga memiliki keyakinan yang sama bahwa cabai kering dapat disimpan
untuk waktu yang lama (lebih dari 1 tahun). Namun rumah tangga pendapatan
kelas 2 dan 3 kurang memiliki keinginan menyimpan cabai dalam waktu yang
lama.
Konsumen rumah tangga umumnya meyakini bahwa penggunaan cabai
kering tetap menghasilkan tingkat kepedasan yang sama, namun menurunkan
kualitas kesegaran sambal. Secara umum rumah tangga memiliki sikap yang
rendah terhadap cabai kering karena selalu menggunakan cabai segar. Ada pun
rumah tangga yang mempunyai pengalaman dalam mengkonsumsi cabai kering
menyebutkan beberapa kelebihan cabai kering. Cabai kering dapat digunakan
untuk mengentalkan sambal dan bumbu pada jenis masakan rendang, kari, dan
campuran santan.
Kebiasaan rumah tangga yang berbeda dalam membuat sambal
mempengaruhi penilaian pada konsekuensi kepraktisan cara menggunakan.
Rumah tangga yang terbiasa membuat sambal dengan menggunakan blender¸
menganggap bahwa cabai kering sama dengan cabai segar dalam aspek
kepraktisan penggunannya. Namun rumah tangga yang menggunakan ulekan
menilai bahwa cabai kering tidak praktis karena sulit untuk di-ulek.
Konsekuensi volume cabai kering yang lebih banyak dari cabai segar pada
jumlah (massa) yang sama, cukup memberikan kontribusi positif pada sikap
terhadap pembelian. Namun skor rata-rata konsekuensi volume cabai kering lebih
rendah dibandingkan skor rata-rata manfaat daya tahan cabai kering yang telah
dibahas di atas. Hal ini menunjukkan konsekuensi daya tahan produk lebih
penting dari konsekuensi volume produk.
Norma subjektif
Norma subjektif terdiri atas komponen keyakinan normatif dan motivasi
mematuhi. Tabel 5 menunjukkan jawaban responden terhadap pernyataan kedua
komponen tersebut. Proporsi terbanyak pada komponen keyakinan normatif
adalah tidak setuju bahwa ada saran atau promosi untuk membeli cabai kering dari
keempat referensi (pihak yang dianggap berkepentingan dan mempunyai harapan
untuk responden membeli cabai kering). Proporsi tidak setuju terbanyak secara
berurutan, yaitu iklan layanan masyarakat, komunitas ibu rumah tangga, acara
memasak di televisi, dan penjual sayuran langganan. Hal ini menunjukkan bahwa
responden tidak merasakan adanya dorongan dari lingkungan sosial untuk
membeli cabai kering.
Proporsi terbanyak pada komponen motivasi mematuhi berada adalah
jawaban setuju pada setiap pernyataan. Proporsi terbanyak untuk mengikuti
saran/promosi membeli cabai kering secara berurutan yaitu pada referensi
komunitas ibu rumah tangga, diikuti acara memasak di televisi, iklan layanan
masyarakat, dan penjual sayuran langganan.
26
Skor norma subjektif secara umum berada pada kategori rendah yaitu
sebanyak 87 persen dari total responden (lihat Tabel 6). Skor norma subjektif
dengan kategori rendah juga mendominasi pada ketiga kelas pendapatan. Skor
maksimum pada ketiga kelas relatif tidak berbeda jauh, namun skor minimum
pada pendapatan kelas 1 lebih besar dari skor minimum pendapatan kelas 2 dan
kelas 3. Secara keseluruhan, rumah tangga pendapatan kelas 3 memiliki skor
norma subjektif yang lebih rendah dibandingkan dengan pendapatan kelas 1 dan
kelas 2. Hal tersebut menunjukkan bahwa responden rumah tangga pendapatan
kelas 3 mempunyai tekanan sosial yang rendah dalam pembelian cabai kering.
Tabel 7 Sebaran skor rata-rata setiap referensi dalam pembelian berdasarkan kelas
pendapatan
Referensi dalam pembelian cabai kering
Rumah Tangga Komunitas ibu Acara masak Penjual sayuran Iklan layanan
rumah tangga di televisi langganan masyarakat
Kelas 1 (n=11) 6.09 5.27 5.00 5.00
Kelas 2 (n=10) 3.30 5.20 4.10 3.90
Kelas 3 (n=9) 3.33 3.67 4.67 3.00
Tabel 10 Sebaran skor rata-rata setiap faktor dalam pembelian berdasarkan kelas
pendapatan
Faktor yang dapat mendorong pembelian cabai kering
Rumah Tangga
Ketersediaan cabai kering Harga cabai segar mahal
Kelas 1 (n=11) 5.55 9.73
Kelas 2 (n=10) 5.90 7.90
Kelas 3 (n=9) 6.89 8.44
Skor niat beli cabai kering secara umum berada pada kategori sedang yaitu
sebanyak 77 persen dari total responden (lihat Tabel 12). Skor niat beli pada
kategori sedang juga mendominasi di setiap kelas pendapatan. Skor rata-rata niat
30
beli pada masing-masing kelas pendapatan berturut-turut 10.73, 9.20, dan 8.89.
Hal ini menunjukkan bahwa niat beli cabai kering pada responden pendapatan
kelas 1 lebih tinggi dibandingkan pendapatan kelas 2 dan kelas 3.
Tabel 13 menunjukkan skor rata-rata setiap penyataan niat beli cabai kering
pada setiap kelas pendapatan rumah tangga. Niat beli cabai kering pada rumah
tangga pendapatan kelas 3 menunjukkan konsistensi dengan persepsi
pengendalian perilakunya. Niat beli cabai kering lebih disebabkan oleh
ketersediaan cabai daripada peningkatan harga cabai segar.
Tabel 13 Sebaran skor rata-rata setiap pernyataan niat beli cabai kering
berdasarkan kelas pendapatan
Niat beli cabai kering
Rumah Tangga Jika tersedia di Jika harga cabai
Minggu ini Bulan ini
pasar terdekat segar mahal
Kelas 1 (n=11) 2.45 2.45 2.82 3.00
Kelas 2 (n=10) 2.00 2.10 2.50 2.60
Kelas 3 (n=9) 1.89 2.22 2.44 2.33
Total (n=30) 2.13 2.27 2.60 2.67
ditunjukkan oleh nilai VIF dibawah 10 (Lampiran 6) dan terdapat tiga variabel
independen yang signifikan dengan R2 yang cukup tinggi.
Nilai koefisien parameter ( ) pada variabel sikap terhadap pembelian cabai
kering (X1), variabel norma subjektif (X2), dan variabel persepsi pengendalian
perilaku (X3) lebih dari 0 (Tabel 14), artinya model yang diperoleh sesuai dengan
asumsi pada Theory of Planned Behavior. Namun hanya variabel sikap terhadap
pembelian cabai kering (X1) dan variabel norma subjektif (X2) yang signifikan
berpengaruh terhadap niat beli cabai kering pada α = 0.05.
Nilai koefisien parameter ( ) pada variabel pendapatan rumah tangga per
bulan (X4) kurang dari 0, artinya asumsi yang diinginkan tidak terpenuhi ( > 0).
Nilai koefisien parameter ( < 0) menunjukkan bahwa cabai kering merupakan
produk inferior, sehingga semakin tinggi jumlah pendapatan rumah tangga per
bulan semakin rendah niat belinya (jumlah cabai kering yang diminta). Variabel
pendapatan rumah tangga per bulan (X4) signifikan berpengaruh nyata terhadap
niat beli cabai kering pada α = 0.10.
Tabel 14 Analisis variabel fungsi niat beli cabai kering dengan regresi linier
berganda
Koefisien parameter
Variabel independen p-value
( )
X1 (sikap terhadap pembelian cabai kering) 0.08755 0.040*
X2 (norma subjektif) 0.16180 0.000*
X3 (persepsi pengendalian perilaku) 0.02128 0.386
X4 (pendapatan rumah tangga per bulan) -0.01872 0.077*
Sensitivitas Harga
Pada saat harga cabai telah mencapai Rpi60i000 atau Rpi80i000 per kg,
maka harga cabai telah mengalami peningkatan sekitar 500 persen atau 660 persen
dari harga termurahnya (Rpi12i000 per kg). Jika konsumen baru beralih kepada
produk cabai kering setelah peningkatan harga yang sangat besar tersebut, maka
konsumen tersebut dikatakan memiliki sensitivitas harga yang sangat rendah
dalam pembelian cabai segar.
Jumlah responden yang tidak sensitif harga dan responden yang memiliki
sensitivitas harga yang sangat rendah sejumlah 83.3 persen dari keseluruhan
responden. Kondisi tersebut terkait dengan beberapa faktor yang disebutkan oleh
Nagle dan Holden dalam Kotler (2003), dimana produk lebih berbeda dan produk
diasumsikan mempunyai kualitas yang tinggi, serta pembeli tidak dapat
membandingkan kualitas produk pengganti dengan mudah. Atribut kesegaran
cabai segar merupakan indikator kualitas utama yang membedakannya dengan
cabai kering. Meski responden mengetahui bahwa cabai kering dapat agak segar
kembali setelah direndam dengan air panas, namun hal itu tidak dapat mendorong
responden untuk menerima cabai kering.
Secara keseluruhan, responden tidak dapat dengan mudah mempersepsikan
perbandingan atribut rasa pedas antara cabai kering dengan cabai segar. Meskipun
cabai kering mempunyai kelebihan dalam volume dan daya tahan (dapat disimpan
lebih lama) namun hal tersebut tidak menjadi pertimbangan responden dalam
pembelian cabai untuk keperluan masak sehari-hari. Untuk keperluan tertentu
seperti memasak dalam jumlah banyak, kelebihan cabai kering dalam volume
33
Tipe situasi pembelian bisnis dalam pembelian cabai kering yang dilakukan
oleh usaha bumbu giling di Pasar Bogor, Pasar Anyar, dan Pasar Gunung Batu
adalah pembelian kembali langsung (straight rebuy). Tipe pembelian tersebut
merupakan keputusan pembelian rutin dimana usaha bumbu memesan atau
membeli cabai kering kembali kepada pemasok yang sama tanpa adanya
modifikasi pesanan atau pembelian. Penetapan tipe situasi tersebut berdasarkan
informasi bahwa cabai kering sudah lama digunakan sebagai bahan baku oleh
responden ketika terjadi peningkatan harga cabai segar dan tempat pembelian
yang sama dengan pembelian sebelumnya.
Tahapan proses pembelian bisnis yang dilalui pada situasi tersebut hanya
terdiri atas pengenalan masalah, deskripsi kebutuhan umum, pemilihan pemasok,
dan spesifikasi pesanan rutin. Tahapan spesifikasi produk, pencarian pemasok,
pengumpulan proposal, dan tinjauan ulang kinerja tidak dilakukan dalam
keputusan pembelian cabai kering oleh usaha bumbu giling pada ketiga pasar
tradisional. Khusus untuk tahapan spesifikasi produk dan pengumpulan proposal
pemasok tidak pernah dilakukan pada awal keputusan pembelian cabai kering.
Kedua tahapan tersebut umumnya dilakukan oleh perusahaan yang memiliki
bidang fungsional manajemen yang lengkap, sedangkan usaha bumbu giling di
ketiga pasar tradisional merupakan usaha perorangan yang tidak memiliki tim
manajemen.
Pengenalan masalah
Proses pembelian cabai kering oleh usaha bumbu giling pada ketiga pasar
tradisional diawali dengan tahapan pengenalan masalah. Permasalahan mahalnya
bahan baku cabai giling mulai dirasakan oleh responden ketika cabai segar
mengalami peningkatan harga yang signifikan. Saat harga cabai segar sudah
mencapai Rpi25i000 - Rpi30i000 per kg, sebagian besar responden (n= 8) menilai
bahwa cabai kering dapat menjadi bahan baku campuran dalam produksi cabai
giling. Namun ada responden yang baru menggunakan cabai kering pada saat
harga cabai segar mencapai Rpi38i000, Rpi40i000, dan Rpi60i000.
Cabai kering dinilai relatif lebih murah dari cabai segar, karena 1 kg cabai
kering dianggap setara dengan 3-4 kg cabai segar setelah direndam dengan air
panas. Sedangkan penetapan harga cabai giling mengikuti harga cabai segar,
dimana harga per kg cabai giling adalah harga per kg cabai segar ditambah biaya
pengilingan. Biaya penggilingan berkisar antara Rpi2i000 – Rpi3i000.
34
Selain harga yang lebih murah, cabai kering dianggap dapat mengentalkan
cabai giling yang dihasilkan. Kelemahan utama cabai kering yang diakui oleh
seluruh responden adalah cabai kering yang digiling berwarna merah kehitam-
hitaman atau merah pucat. Namun kelemahan tersebut diatasi dengan mengatur
jumlah campuran cabai segar sehingga cabai giling yang dihasilkan sama seperti
cabai giling yang menggunakan 100 persen cabai segar.
Pengenalan masalah yang dilakukan responden didominasi oleh rangsangan
internal. Penilaian bahwa cabai kering dapat dijadikan campuran dalam produksi
cabai giling sudah diketahui oleh responden sejak membuka usaha bumbu. Tahun
pertama responden dalam menggunakan cabai kering berbeda-beda, diantaranya
sejak tahun 1990-an, 2000-an, 2004, dan ada yang baru menggunakan kurang dari
5 tahun terakhir. Sebanyak tujuh responden menggunakan cabai kering sebagai
bahan baku campuran sekaligus produk reseller. Konsumen yang membeli cabai
kering dari usaha bumbu adalah produsen makanan ringan seperti mie lidi dan
keripik pedas, dan usaha rumah makan seperti Mie Aceh.
Pemilihan pemasok
Pemasok cabai kering yang dipilih oleh responden sama dengan pemasok
pada pembelian sebelumnya. Lokasi pemasok yang dipilih oleh sebagian besar
responden (n = 11) adalah Pasar Induk Keramat Jati Jakarta Timur, sedangkan
tiga responden lainnya memilih pemasok di Pasar Induk Kemang Bogor. Kriteria
utama pemilihan pemasok adalah harga cabai kering. Hampir semua respoden
menilai bahwa harga cabai kering di Pasar Induk Keramat Jati lebih murah
daripada Pasar Induk Kemang, sebab cabai kering di Pasar Induk Kemang
35
bersumber dari Pasar Induk Keramat Jati. Selisih harga cabai kering di kedua
pasar tersebut berkisar Rpi1i000 – Rpi3i000 per kg.
Berdasarkan informasi dari penjual cabai kering di Pasar Induk Keramat Jati
bahwa harga cabai kering cenderung mengikuti perubahan harga cabai segar. Pada
saat harga cabai segar murah, harga cabai kering per kg berkisar Rpi24i000 – Rp
28i000. Sedangkan saat harga cabai segar mahal, harga cabai kering berkisar Rp
34i000 – Rpi38i000 per kg.
Pasar Induk Kemang menjadi pusat pembelian cabai segar untuk sebagian
besar usaha bumbu giling pasar tradisional di wilayah Bogor. Hal ini menjadi
alasan responden yang melakukan pembelian cabai kering di Pasar Induk
Kemang, yaitu pembelian cabai kering dan cabai segar di lokasi yang sama untuk
menghemat biaya transportasi. Jumlah pembelian cabai kering oleh responden di
Pasar Induk Kemang rata-rata kurang dari 50 kg.
Responden yang memilih Pasar Induk Keramat Jati melakukan jumlah
pembelian yang beragam, yaitu jumlah pembelian minimal 100 kg (n = 4) dan
jumlah pembelian kurang dari 50 kg (n = 7). Pertimbangan lain pemilihan
pemasok di pasar induk ini adalah pembelian cabai kering bersamaan dengan
pembelian jenis bumbu kering lain yang hanya terdapat di Pasar Induk Keramat
Jati. Pertimbangan ini dimiliki oleh sebagian responden yang melakukan
pembelian kurang dari 50 kg. Responden yang biasa membeli di Pasar Keramat
Jati terkadang melakukan pembelian cabai kering di Pasar Induk Kemang untuk
pembelian mendesak sebanyak 1-2 karung.
Menurut informasi yang diperoleh dari pedagang cabai kering di Pasar
Induk Keramat Jati dan Pasar Induk Kemang, cabai kering yang selama ini dijual
merupakan cabai impor yang berasal dari India atau Thailand. Hal ini bersesuaian
dengan data impor yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik, dimana sekitar 70
persen impor cabai merupakan jenis cabai kering. Jumlah impor cabai pada tahun
2013 yaitu 21 907.74 ton, sedangkan selama Januari hingga Februari 2014 jumlah
impor cabai mencapai 3 264.13 ton (BPS 2014).
Simpulan
1. Sikap, norma subjektif, persepsi pengendalian perilaku dan niat beli cabai
kering responden konsumen rumah tangga di wilayah Bogor menunjukkan
kecilnya peluang substitusi cabai segar dengan cabai kering.
2. Faktor yang berpengaruh positif terhadap niat beli cabai kering adalah norma
subjektif dan sikap terhadap pembelian cabai kering, sedangkan pendapatan
rumah tangga per bulan berpengaruh negatif.
3. Responden konsumen rumah tangga memiliki sensitivitas harga yang sangat
rendah, sehingga responden tidak akan mensubtitusi cabai segar dengan cabai
kering ketika harga cabai segar masih dibawah Rpi60i000 per kg.
4. Usaha bumbu giling di Pasar Bogor, Pasar Anyar, dan Pasar Gunung Batu
umumnya mulai membeli cabai kering saat harga cabai segar di atas Rp
30i000, dan jumlah cabai kering yang digunakan sebagai campuran bahan
baku sangat bervariasi.
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Nurlianti L. 2002. Analisis permintaan telur ayam ras oleh pedagang martabak
telur di Kota Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
[Pusdatin] Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian. Statistik Harga Komoditas
Pertanian 2013. Jakarta (ID): Sekretariat Jenderal Kementrian Pertanian.
Putri NT. 2012. Analisis pengetahuan, sikap, dan pengaruhnya terhadap
pembentukan intensi dan perilaku konsumsi beras merah (Oryza nivara)
mengggunakan pendekatan Theory of Planned Behavior [skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Sanjatmiko P. 2012. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku nelayan artisanal
memanfaatkan sumberdaya perikanan di Pantai Utara Jawa Barat [disertasi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Salvatore D. 2005. Managerial Economics: Ekonomi Manajerial dalam
perekonomian global. Ed ke-5. Budi IS, penerjemah. Jakarta (ID): Salemba
Empat.
Sari DR. 2013. Analisis sikap konsumen terhadap umbi-umbian sebagai alternatif
diversifikasi pangan (kasus di Kota Bogor, Jawa Barat) [tesis]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Satriana KP. 2013. Analisis permintaan cabai merah besar usaha restoran di
Jakarta Selatan [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Subekti P. 2008. Proses keputusan pembelian dan kepuasan petani terhadap benih
jagung pioneer varietas P 12 di Kecamatan Caringin Kabupaten Sukabumi
[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Sumarwan U. 2011. Perilaku Konsumen Teori dan Penerapannya dalam
Pemasaran. Bogor (ID): Ghalia Indonesia. Ed ke-2.
Tariq MI, Nawaz MR, Nawaz MM, Butt HA. 2013. Customer perceptions about
branding and purchase intention: a study of FMCG in Emerging Market. J.
Basic Appl Sci Res. 3(2):340-347.
Thomas RL. 1997. Modern Econometrics an Intoduction. Manchester (UK):
Addison Wesley.
Vitarini R. 2003. Mempelajari karakteristik pengeringan cabe merah (Capcisum
annuum L.) dengan menggunakan microwave [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Wijayanto H. 1994. Model linear terampat untuk analisis data preferensi (suatu
alternatif pendekatan statistika dalam riset pemasaran) [tesis]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
39
LAMPIRAN
Lampiran 1 Perkembangan rata-rata bulanan harga eceran cabai merah besar di ibukota provinsi, Januari-Nopember 2013
39
40
Kuesioner Penelitian
PROSES PEMBELIAN BISNIS DAN
SIKAP KONSUMEN RUMAH TANGGA
TERHADAP PRODUK CABAI KERING
DENGAN PENDEKATAN THEORY OF PLANNED BEHAVIOR
Keterangan:
STS : Sangat Tidak Setuju (100% tidak setuju dengan pernyataan)
TS : Tidak Setuju (tidak setuju dengan pernyataan)
S : Setuju (setuju dengan pernyataan)
SS : Sangat Setuju (100% setuju dengan pernyataan)
B. Sikap Terhadap Pembelian Cabai Kering
No Pernyataan STS TS S SS
Keyakinan Perilaku
1 Dengan membeli cabai kering,
memungkinkan saya untuk menyimpan cabai
dalam waktu yang lama
2 Jika saya membeli cabai kering, maka akan
mengurangi kualitas sambal (tingkat
kesegaran dan kepedasan) cabai yang saya
buat
3 Dengan membeli cabai kering, saya
memperoleh harga cabai yang lebih murah
daripada harga cabai segar
4 Jika saya membeli cabai kering, maka saya
harus merebus cabai kering sebelum
digunakan untuk membuat sambal
5 Dengan membeli cabai kering pada jumlah
tertentu, maka saya seperti memperoleh cabai
segar 3-4 kali lebih banyak dari jumlah
tersebut
Evaluasi Konsekuensi
1 Saya ingin menyimpan cabai dalam waktu
yang lama
2 Kualitas sambal cabai (tingkat kesegaran dan
kepadasan) sangat penting bagi saya
3 Bagi saya, harga cabai yang murah adalah hal
yang penting
4 Merebus cabai kering sebelum saya gunakan
untuk membuat sambal sangat menyulitkan
saya
5 Jumlah 1 kg cabai kering yang setara dengan
3-4 kg cabai segar sangat penting buat saya
C. Norma Subjektif
No Pernyataan STS TS S SS
Keyakinan Normatif
1 Komunitas ibu rumah tangga
(tetangga/kelompok arisan) menyarankan
saya untuk membeli cabai kering
2 Acara masak-memasak TV favorit saya
mempromosikan cabai kering untuk saya beli
3 Pedagang sayur/supermarket sayuran
42
Lampiran 3 Kuesioner proses pembelian cabai kering oleh usaha bumbu giling
Kuesioner Penelitian
PROSES PEMBELIAN BISNIS DAN
SIKAP KONSUMEN RUMAH TANGGA
TERHADAP PRODUK CABAI KERING
DENGAN PENDEKATAN THEORY OF PLANNED BEHAVIOR
Analysis of Variance
Source DF SS MS F P
Regression 4 5.9813 1.4953 15.35 0.000
Residual Error 25 2.4353 0.0974
Total 29 8.4167
Source DF Seq SS
X1 1 2.5785
X2 1 3.0407
X3 1 0.0305
X4 1 0.3316
Unusual Observations
Analysis of Variance
Source DF SS MS F P
Regression 4 0.02990 0.00748 0.22 0.923
Residual Error 25 0.84033 0.03361
Total 29 0.87024
51
60
50
40
30
20
10
1
-0.8 -0.6 -0.4 -0.2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8
RESI3
52
RIWAYAT HIDUP