Konsumsi mi instan Indonesia yang mencapai 12.5 miliar sajian pada tahun
2018 menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia gemar mengonsumsi produk mi
instan. Konsumsi mi instan yang tinggi berkorelasi positif dengan tingkat impor
gandum atau terigu yang merupakan bahan baku pembuatan mi instan selama ini.
Pengembangan mi jagung sebagai upaya mengurangi impor terigu sudah dilakukan
oleh beberapa peneliti, tetapi masih sampai tahap mi basah dan mi kering. Penelitian
ini bertujuan untuk menentukan parameter proses dan penambahan bahan tambahan
pangan berupa emulsifier yang optimum sehingga dapat menghasilkan mi jagung
instan (fried instant noodle) dengan karakteristik mutu yang baik. Mi jagung instan
yang dibuat dengan teknik ekstrusi menggunakan ekstruder ulir tunggal pemasak-
pencetak. Penelitian tahap pertama adalah penentuan konsentrasi emulsifier yang
menghasilkan mi jagung dengan waktu masak paling cepat. Tahap kedua adalah
tahapan optimasi proses menggunakan Response Surface Methodology (RSM)
dengan rancangan D-Optimal pada program Design Expert 7.0. Tahap ketiga adalah
tahapan verifikasi mutu mi jagung instan hasil optimasi berupa kadar air, cooking
loss, elongasi, dan waktu masak optimum. Mi jagung dikeringkan menggunakan
hembusan udara dari blower pada suhu ruang dan proses penggorengan dilakukan
dengan metode deep fat frying. Konsentrasi emulsifier yang menghasilkan mi
jagung kering dengan waktu masak tercepat yaitu penambahan 1% emulsifier dari
berat tepung. Mi jagung tersebut memiliki waktu masak 6.1 menit untuk mencapai
tingkat kematangan optimum. Kombinasi parameter optimum yang dihasilkan
adalah waktu pengeringan 0 menit, suhu penggorengan 115°C dengan waktu
penggorengan selama 10 menit. Hasil verifikasi nilai respon mi jagung optimum
menunjukkan bahwa kadar air mi jagung instan adalah 13.32% dengan nilai
cooking loss 10.50% dan memiliki elongasi sebesar 127.48%. Mi jagung instan
hasil optimasi memiliki waktu masak 6.8 menit.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Disetujui oleh
Diketahui oleh
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi ini yang berjudul Optimasi Proses Pembuatan
Mi Jagung Instan (Fried Instant Noodle) dapat diselesaikan sebaik mungkin.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan kelulusan dalam
program sarjana di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Skripsi ini disusun atas bimbingan, dukungan, dan kerjasama dari berbagai
pihak selama proses penelitian dan penyusunan. Penulis menyampaikan apresiasi
dan ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada:
1. Orang tua dan keluarga yang selalu memberikan dukungan sepenuhnya kepada
penulis,
2. Bapak Dr.Tjahja Muhandri, S.TP, MT selaku dosen pembimbing tugas akhir atas
bimbingan, arahan, masukan, nasihat, dan kesabaran kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi,
3. Bapak Dr.Ir.Budi Nurtama, M.Agr dan Ibu Harum Fadhilatunnur, S.TP, M.Sc
selaku dosen penguji sidang skripsi atas segala bimbingan, masukan, arahan, dan
dukungannya kepada penulis sebelum dan sesudah sidang skripsi,
4. Ibu Sri, Pak Nurwanto, Pak Taufik, dan Bu Antin selaku teknisi laboratorium
atas bimbingan, arahan, dan nasihatnya selama penelitian dan penyusunan
skripsi,
5. Panelis yang bersedia menjadi panelis terlatih dalam penelitian ini yang sudah
banyak meluangkan waktunya dan membantu penulis dalam melaksanakan
penelitian khususnya pada pengujian organoleptik,
6. Teman-teman yang ble’e yaitu Muthia, Desi, Alifa, Dery yang telah
membagikan ‘cerita-cerita’ menginspirasi kepada penulis sehingga penulis
bersemangat untuk menyelesaikan skripsi ini,
7. M.Hanif Arifin sebagai partner penelitian yang telah banyak membantu penulis
dalam dunia per-mi-jagung-an ini,
8. Teman-teman Colostrum ITP 52 yang telah berjuang bersama dan memberikan
dukungan kepada penulis untuk tetap semangat dalam penyusunan skripsi ini,
9. Seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini yang
tidak dapat disebutkan satu per satu.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan ataupun kesalahan yang terdapat
dalam skripsi ini. Penulis berharap skripsi ini dapat menjadi ilmu dan bermanfaat
bagi pihak yang membutuhkan.
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
METODE 3
Lokasi dan Waktu Penelitian 3
Bahan 3
Alat 3
Tahapan Penelitian 3
Analisis Sampel 5
HASIL DAN PEMBAHASAN 7
Konsentrasi Emulsifier Optimum untuk Mendapatkan Mi Jagung Kering
dengan Waktu Masak Tercepat 7
Optimasi Proses Pembuatan Mi Jagung Instan 9
Verifikasi dan Karakterisasi Mutu Mi Jagung Instan Hasil Optimasi 16
SIMPULAN DAN SARAN 20
Simpulan 20
Saran 20
DAFTAR PUSTAKA 21
LAMPIRAN 24
RIWAYAT HIDUP 28
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
1 Diagram alir tahapan penelitian 4
2 Waktu masak optimum mi jagung 8
3 Grafik tiga dimensi respon kadar air setelah pengggorengan 12
4 Grafik tiga dimensi respon cooking loss 13
5 Grafik tiga dimensi respon elongasi 14
6 Grafik tiga dimensi kombinasi proses optimum 16
7 Mi jagung instan hasil optimasi (a) sebelum rehidrasi (b) setelah rehidrasi 18
8 Tingkat kematangan mi jagung instan pada berbagai waktu pemasakan 19
9 Pengamatan visual mi jagung setelah rehidrasi 19
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Industri pangan kian hari semakin berkembang dengan pesat. Salah satu
industri pangan yang pertumbuhannya selalu berkembang adalah industri mi instan.
Mi instan merupakan salah satu bentuk pangan olahan yang paling banyak diminati
oleh berbagai kalangan umur mulai dari anak-anak hingga dewasa. World Instant
Noodle Assosiation/WINA (2019) menyebutkan jumlah konsumsi mi instan di
Indonesia berada diperingkat kedua setelah China dengan jumlah konsumsi sebesar
12.5 miliar sajian pada tahun 2018. Berdasarkan data tersebut pengembangan
industri mi instan masih sangat berpotensi untuk terus dikembangkan.
Tingkat konsumsi mi instan di Indonesia yang tinggi berdampak pula pada
pemenuhan konsumsi tersebut. Mi instan yang telah beredar umumnya berbahan
dasar tepung terigu yang berasal dari gandum. Angka konsumsi mi instan yang
semakin tinggi tentu berkorelasi dengan kebutuhan gandum nasional untuk diolah
menjadi tepung terigu dan kemudian diolah menjadi mi instan. Yanuarti dan Afsari
(2016) menunjukkan bahwa pada tahun 2012 Indonesia telah mengimpor sebanyak
6.46 juta ton gandum, angka ini naik 25% sepanjang 4 tahun terakhir sehingga pada
tahun 2016 impor gandum Indonesia mencapai 8.1 juta ton. Laporan Badan Pusat
Statistik (2019) menyebutkan angka impor gandum Indonesia telah mencapai 11.43
juta ton pada tahun 2017. Kebutuhan gandum yang semakin tinggi mendorong
diperlukannya pengembangan mi instan dengan bahan baku non terigu.
Tanaman jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan yang
terpenting di dunia setelah gandum dan padi. Beberapa daerah di Indonesia seperti
Madura dan Nusa Tenggara menggunakan jagung sebagai bahan pangan pokok.
Perkembangan produktivitas jagung di Indonesia masih terbilang cukup tinggi.
Chafid (2016) menunjukkan bahwa dalam periode tahun 2012 – 2016 produksi
jagung mengalami pertumbuhan positif dengan rata-rata pertumbuhan sebesar
5.89% per tahun. Produksi jagung Indonesia tahun 2016 mencapai sekitar 23.58
juta ton atau meningkat sebesar 20.22% dari produksi tahun 2015 sebesar 19.61 juta
ton (Ditjen Tanaman Pangan 2017). Jagung sangat berpotensi untuk dikembangkan
lebih lanjut untuk menjadi pangan olahan. Pengembangan mi berbahan dasar non
terigu telah banyak dilakukan seperti menggunakan beras (Charutigon et al. 2008),
sagu (Engelen et al. 2015), sorgum (Suhendro et al. 2000) serta jagung (Muhandri
et al. 2011). Muhandri et al (2011) menjelaskan bahwa pembuatan mi dari tepung
jagung berbeda dengan pembuatan mi dari terigu. Mi berbahan baku pati
mengandalkan proses gelatinisasi, rupture granula tepung dan mekanisme
retrogradasi dalam pembentukan struktur mi yang kokoh. Pengolahan mi jagung
dapat dilakukan dengan beberapa teknik seperti teknik kalendering (Fitriani 2004;
Subarna dan Muhandri 2013; Rianto 2006), teknik ekstrusi (Waniska et al. 1999;
Muhandri et al. 2011; Hattunisa 2011; Subarna et al. 2012), serta teknik gabungan
antara kalendering dan ekstrusi (Subarna dan Muhandri 2013; Kusnandar et al.
2009). Penelitian ini akan menggunakan teknik ekstrusi dalam pembuatan mi
jagung instan.
Mi instan merupakan produk yang terbuat dari tepung terigu atau tepung lain
yang diproses menjadi bentuk untaian panjang dan matang setelah dimasak dalam
2
air mendidih dalam waktu yang singkat. Berdasarkan proses pengeringan atau
dehidrasinya, mi instan dibedakan menjadi dua macam yaitu pengeringan
menggunakan aliran udara kering yang menghasilkan dried instant noodle dan
pengeringan yang dilakukan dengan cara menggoreng yang menghasilkan fried
instant noodle. Penelitian mi jagung sebelumnya yang menghasilkan mi jagung
dengan mutu baik (elongasi tinggi dan cooking loss rendah) dihasilkan dari waktu
masak 8 – 10 menit. Penelitian pembuatan mi jagung hingga saat ini baru sampai
pada tahapan pembuatan mi jagung basah dan kering. Penelitian terkait proses
pembuatan mi jagung instan goreng (fried instant noodle) belum banyak dilakukan
sehingga diperlukannya penelitian dalam rangka mengetahui parameter proses
optimum yang dapat menghasilkan mi jagung instan dengan mutu yang baik.
Emulsifier merupakan bahan tambahan pangan berupa zat-zat surfaktan yang
erat kaitannya dengan tekstur produk pangan. Interaksi antara emulsifier dengan
protein dan karbohidrat pada produk pangan berbasis pati mampu memodifikasi
sifat reologi, tekstur, dan umur simpan produk. Mi jagung merupakan salah satu
produk pangan yang lazim ditambahkan bahan tambahan pangan berupa emulsifier.
Beberapa penelitian yang menambahkan emulsifier pada mi jagung diantaranya
dilakukan oleh Subarna et al. (2012) yang menggunakan emulsifier jenis Gliseril
Mono Stearat (GMS). Penambahan GMS pada mi jagung dapat memperbaiki
karakteristik pencetakan dan mi kering yang telah direhidrasi. Hattunisa (2011)
meneliti penggunaan emulsifier jenis Carboxyl Methyl Cellulose (CMC).
Penambahan CMC pada mi jagung dapat menurunkan cooking loss, meningkatkan
berat rehidrasi, meningkatkan persen elongasi, serta memberikan warna kuning
yang lebih cerah. Jenis Emulsifier yang digunakan pada penelitian ini adalah
DIMODAN®.
Perumusan Masalah
Mi jagung yang dihasilkan hingga saat ini belum dapat dikategorikan sebagai
mi instan sehingga perlu dilakukan penelitian terkait optimasi proses pembuatan mi
jagung instan dengan karakteristik mutu yang baik.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui parameter proses dan konsentrasi
bahan tambahan pangan berupa emulsifier yang optimum untuk menghasilkan mi
jagung instan yang memiliki waktu pemasakan yang singkat.
Manfaat Penelitian
METODE
Bahan
Alat
Alat yang digunakan untuk penelitian antara lain baskom, pengaduk, hand
mixer, sendok, timbangan, plastik, cawan alumunium, oven, desikator, timer,
beaker glass, cooking-forming extruder tipe Scientific Laboratory Single Screw
Extruder type LE25-30/C Labtech Engineering Co. Ltd., Thailand dengan die
berbentuk elips, berdiameter 1.2 mm dan diameter pendek 1 mm, gunting, kamera,
loyang aluminium, tray dryer, panci, penangas air, termometer, texture analyzer
Stable Micro-System TA-XT2i, deep-fat fryer.
Tahapan Penelitian
linier dengan fungsi x menyatakan waktu masak dan fungsi y menyatakan tingkat
kematangan mi.
Seleksi panelis terlatih dilakukan dengan menguji tingkat kematangan pasta
komersial yang memiliki waktu masak tertentu pada kemasannya. Panelis acak
(tidak terlatih) akan diberikan pasta komersial yang dimasak sesuai waktu masak
yang tertera pada kemasan kemudian panelis diminta memberikan nilai kematangan
pada lembar uji (Lampiran 1.) terhadap sampel mi yang disajikan. Jawaban yang
diinginkan adalah nilai 5 yang berarti mi telah mencapai tingkat kematangan
optimum sesuai waktu masaknya. Panelis yang memberikan jawaban mendekati
nilai 5 dapat dikatakan lolos seleksi yang kemudian akan dilanjutkan dengan
pelatihan panelis.
Analisis Sampel
jumlah panelis mengacu pada SNI 01-2346-2006 yang menyatakan bahwa jumlah
panelis standar/terlatih dalam satu kali pengujian adalah 6 orang, sedangkan untuk
panelis tidak terlatih minimal 30 orang. Panelis terlatih hasil seleksi panelis diminta
untuk mencicipi mi pada berbagai waktu pemasakan. Panelis memberikan skor
dengan menandai garis yang telah disediakan. Nilai skor panelis diolah menjadi
hubungan garis antara tingkat kematangan (sumbu y) dan waktu pemasakan (sumbu
x). Persamaan garis yang didapatkan digunakan untuk mencari waktu masak
optimum dengan memasukan nilai kematangan (nilai y) bernilai 5. Waktu masak
yang didapatkan diverifikasi menggunakan metode AACC (2000) yaitu
pengamatan visual pada untaian mi setelah dimasak. Waktu masak optimum
didefinisikan sebagai waktu yang dibutuhkan untuk memasak mi hingga spot putih
di bagian tengah mi menghilang.
Waktu
Nilai
masak Kriteria mi Keterangan panelis
Kematangan
(menit)
Penampakan mi yang sama sekali
0 0 Matang belum direbus, berwarna kuning
gelap dan keras saat digigit
Mi belum cukup lunak untuk
dinyatakan matang dan masih
4 2.5 Pre-cooked
terdapat spot putih dibagian tengah
mi
Mi lunak, kenyal, dan mirip seperti
6.5 5 Matang pasta komersial. Spot putih ditengah
mi telah menghilang
Mi terlalu lunak dan mudah patah
12 7.5 Over-cooked namun masih dapat diangkat
menggunakan garpu
Mi terlihat hancur, sangat mudah
15 10 Bubur patah, dan tidak dapat diangkat
menggunakan garpu
Waktu Tingkat
Perlakuan Persamaan linier R2
masak kematangan
Emulsifier 0% 7 5.1 y=0.6627x 0.9408
Emulsifier 0.5% 7 5.3 y=0.7156x 0.9415
Emulsifier 1% 6 5.4 y=0.8196x 0.9005
Emulsifier 1.5% 6 5.1 y=0.7341x 0.8076
Persamaan regresi pada Tabel 2 dapat digunakan untuk mengetahui waktu
masak optimum yang dibutuhkan setiap perlakuan mi untuk mencapai tingkat
kematangan yang optimum. Nilai y pada persaman garis merupakan nilai tingkat
kematangan mi yang berkisar antara 0 hingga 10. Nilai 5 menunjukkan nilai untuk
kematangan mi optimum, sedangkan nilai x menunjukkan waktu masak mi jagung.
Waktu masak optimum dapat ditentukan dengan memasukkan nilai y=5 pada
masing-masing persamaan regresi. Waktu masak optimum yang didapatkan melalui
uji organoleptik untuk setiap sampel mi jagung dengan emulsifier disajikan pada
Gambar 2.
8
7
6
5
4 7.5 7.0 6.8
3 6.1
2
1
0
0 0,5 1 1,5
Karakteristik mutu mi jagung yang diamati menjadi respon adalah kadar air
setelah penggorengan, cooking loss, dan elongasi. Data respon yang diperoleh
dimasukan ke dalam program untuk dianalis sehingga program dapat memberikan
prediksi kombinasi proses optimum yang menghasilkan mi jagung terbaik
berdasarkan respon yang diuji. Beberapa kriteria yang harus diperhatikan dalam
optimasi adalah model matematika, lack of fit, nilai R2, dan Adequate precision
(Chen dan Chen 2009). Model matematika yang dipilih adalah model yang
signifikan dengan nilai “prob>f” lebih kecil atau sama dengan 0.05. Lack of fit
diharapkan tidak signifikan atau nilainya lebih besar dari 0.05. Nilai R 2 berupa
Adjusted R2 dan Predicted R2 harus memiliki selisih yang lebih kecil dari 0.2. Nilai
Adequate precision diharuskan lebih besar dari 4. Uji ANOVA dilakukan setelah
memerhatikan keempat kriteria tersebut. Uji ANOVA dilakukan untuk melihat
perbedaan yang nyata terhadap masing-masing variabel respon pada selang
kepercayaan 95%.
11
lubang yang terbentuk tersebut memudahkan penetrasi air pada untaian mi saat
dilakukan proses rehidrasi sehingga waktu masak mi jagung dapat lebih cepat
(Gulia dan Khatkar 2013).
Hasil analisis ragam (ANOVA) menunjukkan tidak ada model yang dapat
menjelaskan secara signifikan respon cooking loss yang didapat. Gambar 4
memberikan informasi lebih lanjut bahwa nilai cooking loss mi jagung instan tidak
dipengaruhi secara nyata oleh ketiga faktor variabel bebas yang digunakan yaitu
waktu pengeringan, suhu penggorengan, dan waktu penggorengan. Hasil yang
serupa dikemukakan oleh Subarna dan Muhandri (2013) dan sejalan dengan
penelitian Lee et al (2005) yang menyatakan bahwa proses pengeringan tidak
berpengaruh nyata terhadap nilai cooking loss mi jagung kering. Hattunisa (2011)
pada penelitiannya menyatakan bahwa proses penggorengan pada mi jagung dapat
meningkatkan nilai cooking loss. Peningkatan nilai cooking loss dapat terjadi
karena penggorengan dapat menimbulkan lubang/pori pada untaian mi yang
berakibat pada mudahnya partikel pati pada untaian mi terlepas selama pemasakan.
Partikel pati yang semakin mudah terlepas selama pemasakan dapat mengakibatkan
semakin tingginya nilai cooking loss mi setelah rehidrasi.
14
Respon Elongasi
Elongasi mi menunjukkan pertambahan panjang mi saat mi ditarik dengan
gaya tertentu hingga putus. Persen elongasi yang tinggi menunjukkan karakteristik
mi yang tidak mudah putus. Sifat ini merupakan salah satu parameter mutu
pemasakan (cooking quality) produk mi karena mi yang diinginkan adalah mi yang
tidak mudah putus saat dimakan. Kecukupan proses gelatinisasi sangat menentukan
persen elongasi mi (Hattunisa 2011).
Hasil analisis ragam (ANOVA) pada respon elongasi menunjukkan bahwa
model yang disarankan adalah linear manual. Model memiliki nilai prob>f yang
lebih kecil dari 0.05 sehingga model tersebut memiliki signifikansi yang kuat
sebagai model respon elongasi. Nilai R2 dari model respon elongasi adalah 0.7306
yang berarti 73.06% dari data yang ada dapat dijelaskan oleh model terpilih, yaitu
model Linear. Model ini pun memiliki nilai Adj R2 dan Pred R2 yang cukup tinggi
yaitu 0.6801 dan 0.6227 yang berarti model terpilih dapat menggambarkan 68.01%
dari nilai aktual dan 62.27% dari nilai prediksi. Kedua nilai ini memiliki reasonable
agreement atau pernyataan yang beralasan yang menjadikan model linear yang
dipilih sudah cukup baik dalam menggambarkan respon elongasi mi jagung instan.
Respon elongasi memiliki persamaan model sebagai berikut:
Berdasarkan grafik tiga dimensi pada Gambar 5 diketahui bahwa ketiga faktor
yaitu waktu pengeringan, suhu penggorengan, dan waktu penggorengan memiliki
pengaruh yang cukup signifikan pada persen elongasi mi jagung instan. Waktu
pengeringan yang semakin lama terlihat dapat menurunkan nilai elongasi. Subarna
dan Muhandri (2013) menjelaskan bahwa proses pengeringan dengan suhu dan
waktu yang berbeda menghasilkan mi dengan elongasi yang berbeda nyata.
Pengeringan pada suhu rendah dapat menghasilkan produk dengan perubahan
15
struktur yang lebih kecil. Struktur yang lebih kecil dapat memperkokoh struktur mi
dan menyebabkan mi akan memiliki elongasi yang lebih tinggi setelah direhidrasi.
Elongasi mi jagung instan dipengaruhi pula oleh suhu dan waktu penggorengan.
Gambar 5 menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu penggorengan dan semakin
lama penggorengan akan menurunkan persen elongasi mi jagung instan. Proses
penggorengan yang berlangsung pada suhu tinggi menyebabkan air akan
meninggalkan untaian mi dalam bentuk uap dan seketika membuat lubang/pori
berbentuk bunga karang yang kecil dan seragam (McDonough et al. 2001). Pati
yang telah tergelatinisasi memiliki jaringan yang kuat sehingga udara tidak mudah
keluar dari untaian karena terhalang oleh lapisan crust yang terbentuk pada
permukaan mi. Permukaan crust yang terdorong oleh uap air tersebut dapat
diidentifikasi sebagai penggembungan pada permukaan untaian mi. Adanya
penggembungan pada permukaan mi mengindikasikan mi akan mudah patah saat
direhidrasi (Hattunisa 2011).
Optimasi Produk
Tahapan optimasi merupakan tahap dalam mencari kombinasi faktor-faktor
variabel bebas yang dapat menghasilkan produk dengan karakteristik respon yang
diinginkan serta taraf kepentingannya. Tahap optimasi diawali dengan menentukan
kriteria faktor dan respon yang diinginkan. Kriteria faktor dan respon serta tingkat
kepentingannya disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5.Kriteria faktor dan respon serta tingkat kepentingan pada tahapan optimasi
Kriteria untuk respon kadar air setelah penggorengan adalah target dengan
nilai kadar air 8%. Kadar air merupakan salah satu parameter mutu yang erat
kaitannya dengan umur simpan dan keamanan produk. Mi jagung instan mengacu
pada SNI mi instan yaitu SNI 3551-2012. Persayaratan mutu yang diatur dalam SNI
tersebut salah satunya menyebutkan bahwa kadar air mi instan dengan proses
penggorengan maksimal 8%. Nilai kepentingan untuk respon kadar air diberikan
nilai 5(+++++) sehingga diharapkan mi jagung yang dihasilkan memiliki kadar air
yang sesuai dengan SNI yang berlaku. Kriteria untuk respon cooking loss
ditetapkan minimize atau diharapkan memiliki nilai yang paling rendah. Produk
pasta yang diinginkan adalah produk yang tidak lengket saat dimasak, memiliki
tekstur padat, dan memiliki nilai cooking loss yang rendah (Manthey dan Twombly
2006). Nilai cooking loss yang rendah menandakan bahwa produk mi memiliki
tekstur yang baik, homogen, dan tahan akan pemasakan. Karakteristik untuk respon
elongasi ditetapkan maximize atau diharapkan memiliki ekstensibilitas tertinggi.
16
Berdasarkan hasil verifikasi pada Tabel 7 dapat diketahui bahwa nilai aktual
dari masing-masing respon berada pada rentang nilai CI 95%. Hasil yang didapat
masih berada pada kisaran prediksi dari program Design Expert 7.0 dan model
dapat digunakan untuk memprediksi nilai dari respon tersebut. Kadar air aktual dari
mi jagung instan optimum adalah 13.32%. Nilai kadar air ini masih berada dalam
kisaran prediksi program yaitu 8.81 – 13.74%. Nilai kadar air yang didapat tidak
sesuai dengan kriteria target yang diinginkan yaitu 8%. Kadar air ini belum cukup
dalam memenuhi persayaratan mutu mi instan yang diatur dalam SNI 3551-2012
yaitu maksimal 8%. Kadar air yang masih cukup tinggi dapat terjadi karena
penggunaan suhu penggorengan yang relatif rendah dibandingkan dengan suhu
penggorengan yang dilakukan pada industri mi instan komersial. Proses
penggorengan mi instan komersial biasanya dilakukan dengan suhu 150 – 180°C
selama 90 – 120 detik (Kim 1996). Suhu yang lebih rendah berakibat pada laju
penguapan massa air yang lebih rendah sehingga dapat menyebabkan kadar air
masih cukup tinggi. Suhu yang rendah dengan waktu penggorengan yang lama
menyebabkan penampakan pada mi jagung instan terlihat berminyak. Kandungan
minyak pada produk pangan olahan dapat berpengaruh terhadap umur simpan
produk. Penelitian ini tidak sampai mempelajari terkait umur simpan produk.
Nilai cooking loss mi jagung instan adalah 10.50%. Charutigon et al. (2008)
menyatakan bahwa mi dengan nilai cooking loss dibawah12.5% dapat diterima oleh
konsumen. Nilai cooking loss yang didapatkan jauh lebih besar dari mi jagung
kering yang diproses dengan pengeringan udara kering menggunakan tray dryer
yang dilakukan oleh Muhandri (2011) yaitu sebesar 4.56%. Nilai cooking loss mi
jagung instan yang tinggi dapat dipengaruhi oleh proses penggorengan yang
dilakukan. Penggorengan umumnya dilakukan pada suhu yang lebih tinggi
dibandingkan dengan pengeringan dengan udara panas. Penggunaan suhu yang
tinggi akan menyebabkan massa air berubah dengan cepat menjadi uap air dan
mendorong komponen pati dalam mi. Pati yang terdorong oleh uap air ini dapat
18
(a) (b)
Gambar 7. Mi jagung instan hasil optimasi (a) sebelum rehidrasi (b) setelah
rehidrasi
10,0
9,0
Tingkat Kematangan
8,0
7,0 5.9
6,0 5.2
4.7
5,0 3.8
4,0 2.9
3,0
1.6 y = 0.7381x
2,0
1,0
R² = 0.9607
0,0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Waktu Masak (menit)
Simpulan
Saran
Penelitian lebih lanjut untuk dapat menurunkan kadar air akhir mi jagung
instan serta menurunkan jumlah minyak yang terserap selama proses
penggorengan. Perancangan sistem blowing yang tepat guna dapat diterapkan pada
proses lanjutan dalam pembuatan mi jagung instan
21
DAFTAR PUSTAKA
Hattunisa RS. 2011. Optimasi proses dehidrasi dan formulasi bahan tambahan
pangan pada mi jagung instant dengan metode ekstrusi. [Skripsi]. Bogor(ID):
Institut Pertanian Bogor.
Kim YS. 1996. Instant noodle. In: Kruger JE, Matsuo RB (ed). Pasta and Noodle
Technology. Minnesota: American Assosiation of Cereal Chemist, Inc.
Kusnandar F, Palupi NS, Lestari OA, Widowati S. 2009. Karakterisasi tepung
jagung termodifikasi heat moisture treatment (HMT) dan pengaruhnya terhadap
mutu pemasakan dan sensori mi jagung kering. Jurnal Pascapanen. 6(2):76-84.
Lee Sy, Woo KS, Lim JK, Kim HI, Lim ST. 2005. Effect of processing variables
on texture of sweet potato starch noodles prepared in a nonfreezing process.
Cereal Chem. 82:475-478.
Liu L. 2009. Evaluation of four sorghum hybrids in a gluten-free noodle system.
[Tesis]. Manhattan, Kansas (USA): Kansas State University.
Manthey FA, Twombly W. 2006. Extruding and drying of pasta. Dalam: Hui YH
(ed). Handbook of Food Science, Technology, and Engineering Vol 4. Boca
Raton: Taylor and Francis Group, CRC Press.
Marti A, Seetharaman K, Pagani A. 2010. Rice-based pasta: A comparison between
conventional pasta-making and extrusion-cooking. Journal of Cereal Science.
52:404-409.
McDonough CM, Gomez MH, Rooney LW, Saldivar SOS. 2001. Alkaline-Cooked
Corn Product. Dalam: Lusas, Rooney LW (ed). Snack Foods Processing. New
York (US): CRC Press.
Muhandri T, Ahza AB, Syarief R, Sutrisno. 2011. Optimasi proses ekstrusi mi
jagung dengan metode permukaan respon. J Teknol Indust Pangan.(2): 97-104.
Muhandri T, Subarna, Taqi FM, Nurtama B, Jayadi MAR. 2018. Karakteristik mutu
mi jagung dengan penambahan telur dan emulsifier. Di dalam: Peran Perguruan
Tinggi Meningkatkan Kompetensi Lokal Menghadapi Revolusi Industri 4.0;
2018 Juli 31; Riau, Indonesia. Riau (ID): UPP Press. Hlm 462-172.
Murtiningrum, Sarungallo ZL, Lisangan MM, Pongsibidang A. 2009. Pengaruh
jenis dan konsentrasi pengemulsi terhadap stabilitas emulsi minyak buah merah
(Pandanus conoideus L.). Jurnal Agrotek. 1(6): 65-71
Navidi W. 2006. Statistics for Engineering and Scientist. New York (US): The
McGraw-Hill Companies Inc.
Oh NH, Seib PA, Finney KF, Pomeranz Y. 1985. Oriental noodles. J Cereal
Chem.1(63): 93-96.
Rianto BF. 2006. Desain proses pembuatan dan formulasi mie basah berbahan baku
tepung jagung [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Sittipod S, Shi Y-C. 2016. Changes of starch during parboiling of rice kernels.
Journal of Cereal Science. 69.238-244.
Subarna, Muhandri T. 2013. Pembuatan mi jagung kering dengan metode
kalendering. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. 24(1): 75-80.
Subarna, Muhandri T, Nurtama B, Firlieyanti AS. 2012. Peningkatan mutu mi
kering jagung dengan penerapan kondisi optimum proses dan penambahan
monogliserida. J Teknol Industri Pangan. 23(2): 146-152..
Suhendro EL, Kunetz CF, McDonough Cm, Rooney LW, Waniska RD. 2000.
Cooking characteristic and quality of noodles from food sorghum. Cereal Chem.
77(2): 96 – 100.
23
LAMPIRAN
Waktu Waktu
Suhu
Run Pengeringan Penggorengan
Penggorengan (C)
(menit) (menit)
1 48 105 5
2 120 125 10
3 120 105 10
4 75 112 2
5 120 117 5
6 0 125 7
7 120 105 2
8 0 113 7
9 0 112 2
10 78 125 2
11 49 117 10
12 48 105 5
13 0 105 10
14 46 118 5
15 120 105 10
16 120 115 10
17 0 105 10
18 0 125 2
19 120 105 2
20 120 125 10
26
RIWAYAT HIDUP