Anda di halaman 1dari 20

BAGIAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
April 2016

REFERAT
INTOKSIKASI ARSENIK

DISUSUN OLEH:
Bhisma Dwi Syaputra (111 2015 0049)

PEMBIMBING:
dr. Annisa A. Mutakhir, SH, M.kes, Sp.F

DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
INTOKSIKASI ARSENIK

A. PENDAHULUAN

Arsenik merupakan logam berat dengan nomor atom 33, berat atom 74.91.
Biasanya arsenik berwarna abu-abu dengan penampakan seperti logam (steel-
gray). Selain abu-abu dapat juga berwarna kuning, coklat, dan hitam. Pada saat
arsenik dipanaskan, maka arsenik akan menyublim menjadi gas (arsin) secara
langsung. Arsenik termasuk elemen transisional (intermediet) antara logam dan
non logam, namun secara klasik digolongkan sebagai logam berat. Arsenik tidak
berbau dan tidak berasa. Bentuknya seperti bubuk giling dan tidak larut dalam air.
Senyawa arsen yang biasa kita temukan di alam ada 3 bentuk yakni Arsen
trichlorida (AsCl3) berupa cairan berminyak, Arsen trioksida (As2O3, arsen putih)
berupa kristal putih dan berupa gas arsine (AsH 3). Secara garis besar arsen terdiri
dari dua bentuk, yakni organik dan inorganik. Bentuk inorganik merupakan
kombinasi dengan elemen seperti oksigen, chlorine, dan sulfur. Sedangkan bentuk
organik merupakan kombinasi dengan elemen karbon dan hidrogen. Bentuk
inorganik memiliki sifat lebih toksik dibandingkan bentuk organik.(1-3)

Gambar 1: Lambang Arsenik dalam gugusan rantai kimia


B. SUMBER-SUMBER ARSEN

1. Alam

Arsen terutama terdapat di dalam tanah dalam konsentrasi yang


bervariasi. Tanah yang “normal” mempunyai kandungan arsen tidak lebih dari
20 ppm (part per million). 1 ppm sama dengan 1mg/kg atau 1ml/L untuk
larutan. Secara kasar kandungan arsen di bumi antara 1,5mg/kg
(NAS,1997). Tanah yang tidak terkontaminasi arsen ditemukan
mengandung kadar As antara 0,240 mg/kg, sedangkan yang
terkontaminasi mengandung kadar As rata-rata lebih 550 mg/kg
(Walsh&Keeney,1975). Sedimen bagian bawah dapat terjadi kontaminasi
yang berasal dari sumber buatan kering ditemukan pada sedimen bawah
yang dekat dengan buangan pelelehan tembaga. (2-4)

Arsen dalam tanah akan diserap oleh akar tumbuhan dan masuk ke
dalam bagian-bagian tumbuhan sehingga tumbuhan mengandung arsen.
Adanya arsen dalam tanah akan menyebabkan sebagian arsen larut di dalam
air. Arsen ini kemudian akan menjadi makanan plankton yang kemudian akan
dimakan ikan. Jadi secara tidak langsung manusia yang mengkonsumsi ikan
akan mengkonsumsi arsen. Penrose (1977) melaporkan bahwa air laut
mengandung kadar arsen antara 0,001-0,008 mg/dl. Kadar arsen 0,002
mg/l juga dilaporkan oleh Onishi (1969) dan Johnson & Braman (I
975b). Selain itu As juga terlarut dalam air sumur dalam. Senyawa arsen
yang paling sering dijumpai pada makanan adalah arsenobetaine dan
arsenocholine, yang merupakan varian arsen organik yang relatif non toksik.
Senyawa arsen juga banyak dijumpai pada daerah pertambangan, karena
senyawa arsen merupakan produk sampingan dari ekstraksi logam Pb, Cu
maupun Au. Dalam pertambangan tersebut, senyawa arsen tersebut
merupakan kontaminan pada air sumur keadaan normal, setiap hari tidak
kurang dari 0,5 - 1 mg arsen akan masuk ke dalam tubuh kita melalui
makanan dan minuman yang kita konsumsi. Dengan demikian, di dalam darah
orang normalpun, kita dapat menjumpai adanya arsen. (2-4)

2. Bahan-bahan industri

Arsen telah banyak digunakan untuk berbagai kepentingan diantaranya


untuk bahan pestisida, herbisida, insektisida, bahan cat, keramik, bahan untuk
preservasi kayu, penjernih kaca pada industri elektronik. Dalam masyarakat,
arsen masih digunakan sebagai anti hama, terutama tikus. Dalam bentuk
bubuk putih, yang dikenal sebagai warangan (As2O3), arsen merupakan obat
pembasmi tikus yang ampuh. Racun ini tidak berasa, tidak berbau, tidak
berwarna dan sangat beracun sehingga dapat mengecoh tikus sehingga mau
memakan umpan yang telah diberi racun tersebut. Tikus yang memakan arsen
akan mengalami gejala muntaber, kekurangan cairan (dehidrasi) dan mati
dalam keadaan “kering”. Karena bahayanya racun ini, maka saat ini arsen
tidak banyak digunakan lagi sebagai pembasmi hama dan perannya digantikan
oleh bahan lain yang lebih aman. Meskipun demikian, sampai saat ini arsen
masih banyak digunakan sebagai bahan preservasi kayu dan komponen dalam
industri elektronika, karena belum ada penggantinya.(2,4,5)

Arsen pada kosmetika banyak terdapat pada eye shadow gunanya


sebagai bahan dasar atau pigmen untuk mempercantik wajah.(15)

3. Bahan obat-obatan dan herbal

Arsenik inorganik telah digunakan untuk pengobatan lebih dari 2500


tahun lalu. Bentuk yang paling sering digunakan adalah Fowler solution yang
mengandung 1% potasium arsenit, digunakan untuk terapi psoriasis. Selain itu
Arsphenamine selama beberapa tahun merupakan terapi standar untuk
penyakit sifilis. Namun penelitian retrospektif menyatakan adanya
peningkatan insiden angiosarkoma hepatik pada orang yang sering diterapi
dengan Fowler solution. Arsen juga pernah digunakan sebagai obat untuk
berbagai infeksi parasit, seperti protozoa, cacing, amoeba, spirocheta dan
tripanosoma, tetapi kemudian tidak lagi digunakan karena ditemukannya obat
lain yang lebih aman. Hingga saat ini arsen juga banyak terdapat pada obat-
obat tradisional dari india dan cina.(2,6,7)

C. FARMAKODINAMIK DAN FARMAKOKINETIK

Toksisitas dari arsen tergantung dari bentuknya (organik/inorganik),


valensinya, dan kelarutannya. Arsen dalam bentuk unsur bukanlah bahan yang
toksik. Arsen yang merupakan racun adalah senyawa arsen. Senyawa arsen
inorganik lebih bersifat toksik dibandingkan organik. Dan arsenik trivalen (As 3+)
lebih bersifat toksik dibanding arsenik pentavalen (As5+).(2,3,7,10)

Senyawa arsen dapat masuk ke dalam tubuh melalui 3 cara, yaitu peroral,
inhalasi, dan absorpsi melalui kulit / mukosa membran. (2,7,10)

Senyawa arsen yang paling sering digunakan untuk meracuni orang adalah
Arsen trioksida (As2O3). Arsen bersifat sitotoksik, karena menyebabkan efek
racun pada protoplasma sel tubuh manusia. Racun arsen yang masuk ke dalam
saluran cerna akan diserap secara sempurna di dalam usus dan masuk ke aliran
darah dan disebar ke seluruh organ tubuh. Sebagai suatu racun protoplasmik arsen
melakukan kerjanya melalui efek toksik ganda, yaitu :

a). Mempengaruhi respirasi sel dengan cara berikatan dengan gugus sulfhidril
(SH) pada dihidrolipoat, sehingga menghambat kerja enzim yang terkait dengan
transfer energi, terutama pada piruvate dehydrogenase, succinate oxidative
pathway, dan tricarbxylic acid (Krebs) cycle, yang menyebabkan berkurangnya
produksi ATP sehingga menimbulkan efek patologis yang reversibel. Efek toksik
ini dikatakan reversible karena dapat dinetralisir dengan pemberian dithiol, 2,3,
dimerkaptopropanol (dimercaprol, British Anti-Lewisite atau BAL) yang akan
berkompetisi dengan arsen dalam mengikat gugus SH. Selain itu sebagian arsen
juga menggantikan gugus fosfat sehingga terjadi gangguan oksidasi fosforilasi
dalam tubuh. (2,4,5,7)

b).Senyawa arsen mempunyai tempat predileksi pada endotel pembuluh darah,


khususnya di dearah splanknik dan menyebakan vasodilatasi dan peningkatan
permeabilitas yang patologis. Pembuluh darah jantung yang terkena menyebabkan
timbulnya petekie subepikardial dan subendokardial yang jelas serta ekstravasasi
perdarahan. Efek lokal arsen pada kapiler menyebabkan serangkaian respons
mulai dari kongesti, stasis serta trombosis sehingga menyebabkan nekrosis dan
iskemia jaringan. (2,9)

Di dalam darah, arsen yang masuk akan mengikat globulin dalam darah.
Dalam waktu 24 jam setelah dikonsumsi, arsen dapat ditemukan dalam
konsentrasi tinggi di berbagai organ tubuh, seperti hati, ginjal, limpa, paru-paru
serta saluran cerna, dimana arsen akan mengikat gugus sulfhidril dalam protein
jaringan. Hanya sebagian kecil dari arsen yang menembus blood-brain barrier.
Arsen anorganik yang masuk ke tubuh wanita hamil dapat menembus sawar
darah plasenta dan masuk ke tubuh janin. Didalam tulang arsen menggantikan
posisi fosfor, sehingga arsen dapat dideteksi didalam tulang setelah bertahun-
tahun kemudian. (2,4,5)

Sebagian arsen dibuang melalui urin dalam bentuk methylated arsenic dan
sebagian lainnya ditimbun dalam kulit, kuku dan rambut. Arsen lambat dieksresi
diurin dan feses karena waktu paruh biologis arsen di tubuh sekitar 4 hari.
Fakta terakhir ini penting, karena setiap kali ada paparan arsen, maka menambah
depot arsen di dalam kulit, kuku dan rambut. Dalam penyidikan kasus
pembunuhan dengan menggunakan arsen, adanya peracunan kronis dan berulang
dapat dilacak dengan melakukan pemeriksaan kadar arsen pada berbagai bagian
(fragmen) potongan rambut dari pangkal sampai ke ujungnya. (4,5)

Bentuk fisik senyawa arsen yang masuk ke dalam tubuh akan mempengaruhi
efeknya pada tubuh. Menelan senyawa atau garam arsen dalam bentuk larutan
lebih cepat penyerapannya dibandingkan penyerapan arsen dalam bentuk padat.
Penyerapan senyawa arsen dalam bentuk padat halus lebih cepat
dibandingkan bentuk padat kasar, sehingga gejala klinis yang terjadi pun lebih
berat juga. Secara umum efek arsen terhadap tubuh tergantung dari sifat fisik dan
kimiawi racun, jumlah racun yang masuk, kecepatan absorpsi, serta kecepatan dan
jumlah eliminasi, baik yang terjadi alamiah (melalui muntah dan diare) maupun
buatan, misalnya akibat pengobatan (lavase). (3)

Dosis toksik

Sebelum membahas mengenai dosis toksik arsen, perlu diketahui terlebih


dahulu mengenai kadar normal arsen dalam tubuh kita, karena dalam keadaan
normal sekalipun tubuh kita sering terpapar dengan zat yang mengandung arsen
dan secara rutin tanpa sadar kita juga mengkonsumsinya setiap hari, misalnya dari
makanan dan minuman yang kita konsumsi sehari-hari. Kadar normal arsen dalam
serum adalah kurang dari 5 µg /L. Sedangkan dalam urin 24 jam kurang dari 50
-100µg /L. (2,8)

a) Intoksikasi akut

Acute minimal lethal dose untuk arsenik trioksida pada orang dewasa
adalah 70 – 200 mg atau 1 mg/kg/hari. Dosis arsenik inorganik kurang dari 1
mg/kg dapat menyebabkan penyakit yang serius pada anak-anak. Sedangkan
untuk gas arsen dapat menyebabkan kematian pada kadar 150 – 250 ppm.
Pajanan antara 25 – 50 ppm selama 30 menit atau 100 ppm selama kurang
dari 30 menit dapat menyebabkan hemolisis dan kematian. (2,7)

b) Intoksikasi kronik

Sebuah sumber menuliskan frekuensi kanker jelas meningkat pada dosis


400µg /hari. The National Research Council menaksir pajanan terhadap air
minum yang mengandung 10 µg/L arsen setiap hari akan meningkatkan resiko
terkena bladder cancer. (2)

D. GEJALA KLINIS

Gejala klinis intoksikasi arsen dapat dibagi menjadi gejala yang terjadi pada
pemaparan yang akut dan kronik.

1) Intoksikasi Akut

Intoksikasi arsen yang sifatnya akut saat ini jarang terjadi di tempat kerja,
biasanya terjadi karena konsumsi peroral akibat ketidaktahuan, bunuh diri,
ataupun pembunuhan. Timbulnya gejala biasanya dalam waktu beberapa
menit hingga jam. (1,8)

Gejalanya dapat berupa:

Gastrointestinal

Sindrom gastrointestinal ini merupakan gambaran klasik keracunan


akut arsen yang masuk per oral. Masuknya arsen ke dalam tubuh dalam
dosis besar biasanya baru menimbulkan gejala keracunan akut setelah 30
menit sampai 2 jam setelah paparan racun. Gejala yang timbul berupa rasa
terbakar pada tenggorokan dan uluhati, diikuti dengan mual, muntah, nyeri
abdomen, diare dengan feses seperti air cucian beras, yang kadang-kadang
berdarah. (2,4,7)

Sistem respirasi

Dapat terjadi iritasi pada saluran nafas seperti batuk, laringitis,


bronkitis ringan, dan sesak nafas, hal ini dapat terjadi akibat pemaparan
akut terhadap debu arsen. Selanjutnya mungkin dapat terjadi edema paru
akut. (8,9)

Sistem kardiovaskuler

Manifestasinya dapat berupa hipotensi, syok hipovolemik, ventrikular


disritmia, dan congestive heart failure. Pada intoksikasi arsen terjadi
dilatasi kapiler yang mengakibatkan permeabilitas dinding pembuluh
darah meningkat dan cairan keluar ke interstisial. Keadaan ini bisa
menyebabkan hipovolemi dan hipotensi. (2,,8)

Sistem saraf

Intoksikasi pada sistem saraf memberikan gejala pusing, sakit kepala,


lemah, lesu, delirium, kejang, koma, ensefalopati, dan gejala neuropati
perifer sensoris dan motoris. Gejala neuropati dapat bersifat lambat
(delayed) dan muncul 2-4 minggu setelah gejala akut. (2,7,8)

Hati dan Ginjal


Dapat terjadi peningkatan enzim hepar, hematuria, oliguria,
proteinuria, renal insufisiensi dan nekrosis tubular akut, yang akhirnya
dapat menyebabkan gagal ginjal akut. (2,8)

Hematologi: Anemia hemolitik yang terjadi akibat senyawa arsin


berikatan dengan hemoglobulin membentuk hemoglobulin yang
teroksidasi(methemoglobulin) sehingga oksigenasi jaringan
terganggu. Kelainan darah yang lain seperti Leukopenia,
trombositopenia, dan disseminated intravascular coagulation (DIC).
(1,3,7,14)

Kematian mendadak

Dapat terjadi akibat syok jika korban menelan senyawa arsen yang
cepat diabsorpsi dalam jumlah besar. Namun jika korban tersebut dapat
bertahan hidup maka ia akan menderita gagal ginjal ataupun kegagalan
fungsi hati.(3,8)

2) Intoksikasi Kronik

Intoksikasi kronis dapat terjadi akibat paparan arsen dalam dosis sublethal
yang berulang. Paparan kronis arsen dapat terjadi akibat paparan industri
maupun pekerjaan, kecerobohan dan ketidaktahuan disekitar rumah, akibat
pengobatan maupun upaya pembunuhan. Arsen yang masuk ke dalam tubuh
secara berulang dan tidak diekskresi akan ditimbun dalam hati, ginjal, limpa
dan jaringan keratin (rambut dan kuku). Setelah penghentian paparan, arsen
yang tertimbun akan dilepaskan secara perlahan dari depotnya dan
menimbulkan gejala yang membandel. Keracunan arsen kronis dapat menetap
berminggu-minggu sampai berbulan-bulan dengan menunjukkan satu atau
lebih sindroma yang berbeda. Pada keracunan kronis gejala klinis masih
dijumpai untuk waktu yang lama, meskipun paparan sudah tidak terjadi lagi.
Gejala neuropati dan kelainan kulit merupakan tanda dari suatu keracunan
kronis, sedangkan gejala yang lain sifatnya minor. Berikut ini adalah beberapa
kemungkinan gejala klinis keracunan Arsen kronis. (1,3,7):

Neuropati perifer motoris dan sensoris dengan paralisis, parese, anestesi,


parestesi (rasa gatal, geli), dan ambliopia. Kelainan neurologis berawal di
perifer dan meluas secara sentripetal. Otot halus tangan dan kaki mungkin
mengalami paralisis dan sering disertai adanya kelainan tropik.

Erupsi kulit berupa perubahan pigmentasi coklat (melanosis) dengan spotty


leukoderma (raindrop hyperpigmentation) dan keratosis punktata pada
telapak tangan dan kaki, yang tampak mirip seperti kutil (warts). Keratosis
dalam jangka panjang mungkin berubah menjadi Carsinoma sel skuamosa.
Carsinoma sel basal superfisial pada daerah yang unexposed dan
karsinoma sel skuamiosa intra epidermal (penyakit Bowen) dapat juga
terjadi pada paparan arsen jangka panjang. Pada kuku dapat dijumpai
adanya stria putih transversal (garis Mee’s) akibat konsumsi arsen jangka
panjang yang berlangsung beberapa bulan. Kuku yang rapuh dan
kerontokan rambut juga merupakan petunjuk kemungkinan adanya
keracunan arsen kronis. Dermatits eksfoliatif dapat terjadi pada
intoksikasi kronis arsen organik.

Gastroenteritis kronis dengan anoreksia, nausea yang tidak jelas dan diare
interminten. Selain itu dapat dijumpai pula adanya rasa kecap metal pada
mulut, napas berbau bawang putih, tenggorokan kering dan rasa haus
yang persisten

Ikterus akibat nekrosis sel hati subakut


Malaise dengan anemia dan hilangnya berat badan menyebabkan terjadinya
kakeksia dan terjadinya berbagai infeksi. Anemia sering disertai dengan
leukopenia yang berat dan eosinofilia relatif.

Kanker: arsenik inorganik merupakan karsinogen bagi manusia. Pajanan


kronik arsenik inorganik sangat berhubungan dengan kanker kulit dan
kanker paru, dan dapat pula mengakibatkan kanker pada berbagai organ
seperti ginjal, kandung kemih, dan hepar. (1,2)

E. PENEMUAN OTOPSI

Pada kematian akibat keracunan akut, pemeriksaan luar mayat memberi kesan
telah terjadinya dehidrasi hebat pada tubuh. Pada pemeriksaan dalam akan
dijumpai adanya mukosa lambung dan esophagus yang mengalami
inflamasi, erosi, kongesti, dan bercak-bercak perdarahan. Membran mukosa
mempunyai lekukan dan diantara lekukan tersebut (rugae) bisa ditemukan
lendir yang kental dan mengikat partikel racun. Isi lambung berwarna
gelap. Pada korban yang meninggal dalam satu atau dua hari setelah
pajanan, kelainan tersebut dapat meluas ke seluruh usus halus, bahkan
kadang-kadang disertai juga oleh adanya pseudomembran diatasnya. Jika
korban meninggal lebih lama lagi dari itu, maka akan dijumpai adanya
deposit lemak pada jaringan hati, jantung dan ginjal. Selain itu pada otopsi
dapat juga ditemukan adanya perdarahan subserosa terutama pada
jantung, jaringan longgar mesenterium dan daerah retroperitoneal.
Subendokardium ventrikel kiri merupakan tempat predileksi untuk suatu
perdarahan yang jelas dan kecil berupa flame like hemorrhage atau efusi
perdarahan yang luas.(3,8,9)

Pada kematian akibat keracunan kronis, pemeriksaan luar dapat dijumpai


terjadinya kelainan pigmentasi pada kulit, garis putih pada kuku, serta tubuh
korban yang kahektis. Pada pemeriksaan dalam akan menunjukkan kelainan
pada saluran pencernaan yang ringan. Lambung normal atau dapat juga
menunjukan gastritis kronis dengan disertai penebalan mukosa dan lapisan
serosa. Usus halus berdilatasi dengan mukosa yang menebal dan gambaran
keseluruhannya edema kongestif yang non-spesifik yang umum ditemukan
pada penyakit enteritis. Jarang terjadi ulserasi pada mukosa, isi dari usus
sendiri dapat berlebihan atau berupa cairan dengan gambaran seperti air
cucian beras. Kelainan histologi degeneratif juga dapat ditemukan pada hati
dan ginjal.(9,10)

Apabila korban menelan arsen dalam bentuk padat, secara makroskopik


kadang-kadang dapat dijumpai adanya kristal putih melekat pada mukosa
lambung dan esofagus. Jika korban baru diotopsi setelah mayat membusuk,
maka kristal putih arsen trioksida akan berubah warna menjadi kuning.
Sementara itu mukosa gaster warnanya juga berubah dari merah padam
menjadi hijau keunguan sampai hijau kecoklatan.(9)

Pada jaringan otak, arsen menyebabkan destruksi hemoragik dan


perivaskuler (dikenal sebagai Wernicke-like encepphalopathy, arsenical
encephalopathy, hemorrhagic arsenical encephalitis, atau cerebral purpura),
yang terjadi akibat kerusakan endotel yang berat. Secara mikroskopik pada
kelainan ini ditemukan adanya trombosis arteriol dan kapiler serta nekrosis
simetris pada daerah pons, korpus kalosum, klaustrum dan thalamus.(9)

F. PEMERIKSAAN TOKSIKOLOGI

Dengan berkembangnya tehnik pemeriksaan arsen yang amat sensitif pada


saat ini, maka data temuan arsen harus dianalisis secara berhati-hati.
Ditemukannya arsen dalam jaringan belum tentu menunjukkan adanya intoksikasi
kecuali jika data anamnesis, sindroma klinis, pemeriksaan fisik antermortem dan
temuan laboratorium serta perubahan anatomi sangat menyokong kemungkinan
adanya keracunan arsen. Konsumsi buah-buahan dan sayur-sayuran, yang
disemprot dengan lead arsenat anti ulat dan tidak cukup dicuci sebelum dimakan,
konsumsi seafood dalam jumlah besar serta inhalasi asap rokok dapat
menghasilkan akumulasi arsen dalam jaringan dalam jumlah yang cukup besar
sehingga dapat terdeteksi secara kimiawi, meskipun tidak dijumpai adanya gejala
klinis maupun kelainan anatomik. (1,4,7)

Pemeriksaan toksikologi untuk mendeteksi adanya racun dilakukan terhadap


sampel urin, isi lambung, darah perifer, dan rambut (dicabut dari pangkalnya).
Untuk korban keracunan yang meninggal bahan pemeriksaan diambil juga dari
jaringan otak dan hati, ginjal, cairan empedu serta humor vitreus. Selain bahan-
bahan tersebut, sebagai pembanding dapat juga dilakukan pemeriksaan atas bahan
makanan, minuman, obat-obatan yang dicurigai. Pemeriksaan toksikologi
terhadap arsen dilakukan dengan metode kolorimetrik maupun atomic absorption
spectroscopy, yang mendeteksi total arsen. Arsen biasanya telah dapat terdeteksi
dalam 2-4 jam setelah masuk secara per oral. Batasan nilai toksik arsen dalam
berbagai jaringan adalah sbb: dalam darah 0,6–9,3 mg/L, dalam hepar 2– 20
mg/kg, dalam ginjal 0,2–70 mg/kg, dalam otak 0,2-4 mg/kg, dalam rambut atau
kuku lebih dari 1 µg/gram berat kering. (1,3,10,11)

Berikut ini dijelaskan beberapa pemeriksaan toksikologi yang dapat dilakukan


untuk mendeteksi adanya racun arsen dalam tubuh;

1. Pemeriksaan urin.

Arsen diekskresi melalui urin dalam bentuk methylated arsenic yang


biasanya dapat dideteksi paling lambat 1 – 3 hari, maka pengambilan sampel
harus dilakukan secepat mungkin. Penggunaan urin 24 jam lebih akurat.
Peningkatan kadar arsenik dalam urin mungkin saja terjadi setelah
mengkonsumsi seafood. (1,3,4)

2. Pemeriksaan darah.

Pemeriksaan serologis: Pemeriksaan kadar arsenik dalam darah jarang


digunakan karena waktu paruhnya yang sangat singkat (kira-kira 2 jam).
Kadar arsenik dalam serum hanya dapat dideteksi dalam beberapa jam
pertama setelah pajanan. Kadarnya dalam darah sangat tergantung pada diet
sehari-hari dan lingkungan sekitar. Pada komunitas dengan kadar arsen
normal pada air minumnya, konsentrasi arsen dalam serum antara 3 – 5 µg/L.
Sedangkan pada komunitas dengan kadar arsen 393 µg/L dalam air
minumnya, didapati konsentrasi arsen dalam darahnya rata-rata 13 µg/L. Pada
pemeriksaan darah lengkap bisa didapatkan gambaran anemia hemolitik. (2,7,8)

3. Pemeriksaan rambut dan kuku

Arsen disimpan secara selektif di jaringan ektodermal, terutama di


jaringan keratin kuku dan rambut. Kadar arsen kurang dari 0,1 mg/100 gram
rambut umumnya tidak punya makna. Kadar sebesar itu dapat terjadi akibat
akumulasi arsen pada paparan subklinik pada orang normal, misalnya dari air,
debu atau bahan kosmetik. Arsen dapat dideteksi pada rambut dan kuku
dalam jumlah signifikan hanya 30 jam setelah paparan. (2,7,8)

G. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan intoksaikasi arsen dilakukan dngan beberapa tindakan sbb
(1,4,8,13)
:

1. Dekontaminasi lambung & usus: Bilas lambung dengan FeSO 4 (Nama


dagang : Iberet-500, Iberet Folic-500) sehingga terbentuk Feri-arsenat ang
larut dalam air. Pemberian arang aktif (norit), lavase dan/atau laksan dapat
dilakukan untuk dekontaminasi usus.

2. Percepatan eliminasi: Tindakan hemodialisis dapat dipertimbangkan jika


arsen ditelan dalam jumlah banyak dan ditemukan adanya gejala sistemik
berupa hipotensi, kekacauan mental, koma, oliguria dan / atau asidosis laktat.
Dimercaprol atau BAL dapat diberikan bersama hemodialisis untuk mencegah
kemungkinan redistribusi arsen.

3. Terapi suportif: Balans cairan dan elektrolit perlu mendapat perhatian karena
arsen menyebabkan vasodilatasi. Obati hipotensi yang terjadi dengan
pemberian cairan sebelum menggunakan obat vasopresor. Lakukan EKG dan
monitor irama jantung. Lakukan pemantauan fungsi liver dan ginjal secara
ketat. Foto thoraks juga perlu dilakukan karena pada intoksikasi arsen dapat
terjadi komplikasi edema pulmonal, meskipun jarang, dan dapat pula terjadi
gagal napas akibat kelemahan otot yang mungkin terjadi beberapa minggu
setelah keracunan berat.

4. Antidotum: British Anti Lewisite (BAL) dalam minyak (dimercaprol)


merupakan antidotum untuk semua kondisi keracunan arsen akut yang serius,
kecuali untuk intoksikasi arsine. Dosis pemberian BAL bervariasi tergantung
dari berat ringannya paparan arsen. Penicillamine merupakan terapi
tambahan pada kelainan pencernaan yang serius dan efek sampingnya lebih
ringan dibandingkan BAL. Obat lainnya yaitu Dimercaptosuccinic acid
(DMSA) merupakan obat oral dan diduga bermanfaat untuk pengobatan
jangka panjang atau pengobatan lanjut keracunan arsen Dimercapto propane
sulfonate (DMPS) akan memproduksi kompleks yang larut air dengan arsen,
sehingga lebih baik dari BAL karena dapat menembus ssp.

H. ASPEK MEDIKOLEGAL

Pemeriksaa forensik dalam kasus keracunan, dapat dibagi dalam dua


kelompok, yaitu atas dasar dari tujuan pemeriksaan itu sendiri. Yang pertama
bertujuan untuk mencari penyebab kematian, dalam hal ini keracunan akibat
arsen. Yang kedua untuk mengetahui mengapa peristiwa keracunan itu bisa
terjadi, misalnya pembunuhan, kelalaian/kecelakaan, ataupun bunuh diri.(12)

Ditinjau dari segi kepentingan menurut medikolegal, maka dapat disimpulkan


mengenai arsen sbb (8) :

1. Arsen sangat sering digunakan utuk membunuh, karena:

Harganya murah

Mudah diperoleh

Tidak mempunyai bau dan rasa sehingga mudah dicampur dengan makanan

Sangat efektif karena hanya dibutuhkan dalam jumlah sedikit

2. Keracunan karena ketidaksengajaaan biasanya karena salah menentukan


identitas

3. Bunuh diri menggunakan arsen sangat jarang ditemukan

4. Kadang-kadang digunakan untuk membantu tindakan abortus.


Mengenai keracunan itu sendiri dalam KUHAP diatur dalam pasal 133 (1),
yang berbunyi: ”Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani
seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa
yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan
ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya.” (12)

DAFTAR PUSTAKA
1.Dyro, Frances M. Arsenic. Available from: URL: http://emedicine.org/html.
[Access on: 24th August 2008].

2.Caravati, EM. Arsenic and arsine gas. In: Dart RC. Medical Toxicology. Third
edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. 2004. p:1393-1401.

3.Agency for Toxic Substances and Disease Registry. Arsenic. Division of


Toxicology and Environmental Medicine. Atlanta. 2006. Available from:
http://www.atsdr.cdc.gov.pdf.[Access on: 24th August 2008].

4.DiMaio,Vincent J; DiMaio,Dominick. Forensic Pathology. Second edition. CRC


Press LLC. 2001. p:500-08, 523-24.

5.Marcus, Steven. Toxicity,Arsenic. Available from: URL:


http://emedicine.org/html. [Access on: 24th August 2008].

6.Agency for Toxic Substances and Disease Registry. Arsenic Toxicity Exposure
Pathways. Available from:
http://www.atsdr.cdc.gov/csem/arsenic/exposure_pathways.html.[Access on:
24thAugust 2008].

7.Agency for Toxic Substances and Disease Registry. Arsenic Toxicity Clinical
Evaluation. Available from: http://www.atsdr.cdc.gov/csem/arsenic/.html.
[Access on: 24th August 2008].

8.Chadha,Vijay. Ilmu Forensik dan Toksikologi. Edisi kelima. Jakarta: Widya


Medika. 1995 .p 258-63.

9.Atmadja, DS. Mendeteksi kematian karena arsen.Available from: URL:


http://www.freewebs.com/arsenpapdi/caramendeteksi.html.
10.Sampurna B,dr. Ilmu Kedokteran Forensik. Cetakan 2. Jakarta: FKUI. p.101-
106

11.Suyono A. Keracunan Zat Korosif dan logam. Available on :


http://www.freewebs.com/reef_forensik/index.htm. [Access on: 24th August
2008].

12.Abdul MI. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi pertama. Jakarta:


Binarupa Aksara. 1997. p.330-31.

13.MIMS. Petunjuk Konsultasi. Edisi 14. Jakarta: PT.Bhuana Ilmu Populer.


2014/2015. p.279.

14.Jeyaratnam J. Buku Ajar Praktik Kedokteran Kerja. Edisi pertama. Jakarta:


Penerbit Buku Kedokteran ECG. 2010. p.134-135.

15. Heavy Metal Hazard, The Health Risk of Hidden Heavy Metals in Face Make
Up (May 2011), Environmental Defence Canada [http://www.
greenbiz.com/sites/default/files/HeavyMetalHazard_May16_0.pdf] (diunduh
Mei 2012)

Anda mungkin juga menyukai