Anda di halaman 1dari 8

FS bag 4 : “Blood Replacement” – page 58 (pg 59 hanya ¼ page saja)

Transfusi Darah

Keputusan untuk memulai transfusi darah didasarkan pada respons pasien, seperti yang
dideskripsikan pada bagian sebelumnya. Pasien yang merespon secara transien atau
tidak merespon membutuhkan pRBC, plasma, dan platelet pada bagian awal
resusitasinya.

Crossmatch, Tipe Darah Spesifik, dan Darah Tipe 0

Tujuan utama dari transfusi darah adalah untuk mengembalikan kapasitas membawa
oksigen dari volume intravaskuler. pRBC yang dilakukan crossmatch penuh lebih
dipilih untuk tujuan ini, namun proses crossmatch penuh membutuhkan sekitar 1 jam
pada sebagian besar bank darah. untuk pasien-pasien yang menjadi stabil dengan cepat,
pRBC yang telah dilakukan crossmatch harus diperoleh dan dipersiapkan untuk
transfusi ketika timbul indikasi.

Jika darah yang dilakukan crossmatch belum tersedia, pRBC tipe 0 diindikasikan untuk
pasien-pasien dengan perdarahan yang parah. plasma tipe AB diberikan ketika plasma
yang belum dilakukan crossmatch dibutuhkan. Untuk mencegah sensitisasi dan
komplikasi di masa depan, pRBC Rh (-) lebih dipilih untuk wanita berusia subur.
Sesegera mungkin setelah tersedia, penggunaan pRBC tipe spesifik yang belum
dilakukan crossmatch, lebih dipilih dibandingkan pRBC tipe 0. Sebuah pengecualian
pada kasus ini adalah ketika terdapat beberapa korban belum teridentifikasi yang
dirawat berbarengan, dan terdapatnya peningkatan risko ketidaksengajaan dalam
pemberian unit darah pada pasien yang salah.

Pencegahan Hipotermia

Hipotermia harus dicegah dan diterapi jika pasien mengalami hipotermia pada saat
sampai di rumah sakit. Penggunaan blood warmer di IGD menjadi sangat kritis, bahkan
jika sangat merepotkan. Cara yang paling efisien untuk mencegah hipotermia pada
pasien apapun yang menerima resusitasi kristaloid dan darah yang masif adalah untuk
menghangatkan cairan hingga 39°C sebelum diinfuskan. Hal ini dapat dicapai dengan
cara menyimpan kristaloid pada alat penghangat atau menginfuskan cairan melalui
penghangat cairan intravena. Produk darah tidak dapat disimpan dalam penghangat,
namun dapat dihangatkan dengan melewatkan melalui penghangat cairan intravena.

Autotransfusi

Adaptasi dari alat pengumpul thorakostomi dengan tube standar sudah tersedia secara
komersil, memungkinkan dilakukannya pengumpulan darah secara steril, memiliki
antikoagulasi (biasanya dengan cairan natrium sitrat dibandingkan dengan heparin), dan
dapat langsung ditransfusikannya darah yang dikeluarkan dari thorakostomi
hemothoraks. Pertimbangkan untk pengumpulan darah yang dikeluarkan dari
thorakostomi untuk autotransfusi hanya pada kasus pasien dengan hemothoraks masif.
Darah ini biasanya hanya mengandung kadar faktor koagulasi yang sangat sedikit,
sehingga plasma dan platelet mungkin masih diperlukan.

Transfusi Masif

Sebagian kecil pasien dengan syok akan membutuhkan transfuse masif, seringkali
didefinisikan sebagai > 10 unit pRBC didalam 24 jam pertama sejak masuk rumah sakit
atau lebih dari 4 unit dalam 1 jam. Pemberian pRBC, plasma, dan platelet sejak dini
dalam rasio yang seimbang untuk meminimalisir pemberian kristaloid yang berlebihan
dapat meningkatkan tingkat keselamatan pasien. Pendekatan ini telah dinamakan
sebagai resusitasi “balanced”, “hemostatic”, atau “damage-control”. Usaha yang
simultan untuk secara cepat mengkontrol perdarahan dan mengurangi efek-efek negatif
dari koagulopati, hipotermia, dan asidosis pada pasien-pasien ini menjadi sangatlah
penitng. Dalam sebuah MTP harus dilakukan pengadaan seluruh komponen darah
dengan cepat untuk memberikan resusitasi yang optimal untuk pasien-pasien ini, karena
dibutuhkan sumber daya yang ekstensif untuk mensuplai darah dalam jumlah besar.
Pemberian produk darah yang sesuai juga telah ditunjukkan dapat meningkatkan hasil
akhir pada populasi pasien seperti ini. identifikasi dari sebagian kecil pasien yang akan
memperoleh manfaat dari tindakan ini dapat menjadi sebuah tantangan, dan oleh karena
itu beberapa sistem scoring telah dibentuk untuk membantu klinisi dalam membuat
keputusan untuk memulai MTP. Tidak ada sistem scoring yang ditunjukkan untuk
sangatlah akurat.

Koagulopati

Luka trauma yang parah dan perdarahan mengakibatkan konsumsi faktor-faktor


koagulasi dan koagulopati awal. Koagulopati ini terjadi pada hampir sekitar 30 %
pasien yang terluka parah saat datang di rumah sakit, bahkan pada pasien yang tidak
mengkonsumsi obat-obat antikoagulasi. Resusitasi cairan yang masif yang dapat
mengakibatkan dilusi platelet dan faktor-faktor pembekuan, juga disertai dengan efek
samping dari hipotermia pada agregasi platelet dan kaskade pembekuan, juga
berkontribusi terhadap kondisi koagulopati pada pasien yang terluka.

Pemeriksaan waktu protrombin, waktu parsial thromboplastin, dan jumlah platelet


penting untuk diperoleh dalam satu jam pertama sejak sampai rumah sakit, sebagai
patokan dasar, terutama pada pasien-pasien dengan riwayat gangguan koagulasi atau
pada pasien yang mengkonsumsi obat-obatan yang mengubah mekanisme koagulasi.
Studi-studi ini juga dapat berguna dalam tatalaksana pasien-pasien yang dimana tidak
diketahui riwayat perdarahan sebelumnya. Point-of-care testing (pemeriksaan cepat di
tempat, seperti stik gula darah sewaktu) biasanya tersedia pada banyak ruang gawat
darurat. Thromboelastografi (TEG) dan rotational thromboelastometry (ROTEM) dapat
membantu untuk menentukan defisiensi faktor pembekuan dan komponen darah yang
sesuai untuk memperbaiki defisiensi.

Beberapa wilayah pemerintahan memperbolehkan pemberian asam tranexamat pada


kondisi sebelum sampai di rumah sakit pada pasien-pasien yang terluka parah sebagai
respons dari studi terakhir yang dimana dinyatakan bahwa peningkatan tingkat
keselamatan akan meningkat ketika obat ini diberikan dalam waktu 3 jam setelah terjadi
trauma. Doiss pertama biasanya diberikan diatas 10 menit dan diberikan pada lokasi
kejadian; dosis selanjutnya sebesar 1 gram diberikan diatas 8 jam.

Pada pasien-pasien yang tidak membutuhkan transfusi masif, penggunaan platelet,


cryoprecipitate, dan fresh-frozen plasma harus berdasarkan hasil pemeriksaan
koagulasi, dan juga kadar fibrinogen dan prinsip resusitasi yang seimbang. Untuk
catatan, banyak obat-obat antikoagulan dan agen antiplatelet yang baru tidak dapat
dideteksi dengan pemeriksaan konvensional PT, PTT, INR, dan jumlah platelet.
Beberapa dari obat antikoagulan oral tidak memiliki agen reversal.

Pasien-pasien dengan lesi otak mayor terutama lebih rentan terhadap kelainan
koagulasi. Parameter koagulasi perlu dimonitor secara ketat pada pasien-pasien ini;
pemberian awal dari plasma atau faktor-faktor pembekuan dan atau atau platelet akan
meningkatkan angka keselamatan jika diketahui pasien sedang mengkonsumsi
antikoagulan atau agen antiplatelet.

Pemberian Kalsium

Sebagian besar pasien yang menerima transfusi darah tidak membutuhkan suplementasi
kalsium. Ketika dibutuhkan, pemberian kalsium harus didasarkan pada pengukuran
kalsium terionisasi. Pemberian suplementasi kalsium yang berlebihan dapat berbahaya.

Kekurangan Pencegahan
 Peroleh riwayat pengobatan sesegera mungkin
Perdarahan tidak terkontrol dapat
terjadi pada pasien-pasien yang  Berikan agen reversal sesegera mungkin
mengkonsumsi obat antiplatelet  Ketika tersedia, lakukan monitor koagulasi
atau antikoagulan dengan thromboelastography (TEG) atau
rotational thromboelastometry (ROTEM)
 Pertimbangkan pemberian transfusi platelet,
bahkan dengan jumlah platelet yang normal
Komplikasi thromboemboli dapat  Pertimbangkan risiko perdarahan dengan risiko
terjadi dari agen-agen yang dari komplikasi thromboemboli
diberikan untuk me-reverse agen  Ketika tersedia, lakukan monitor koagulasi
antikoagulan dan antiplatelet dengan thromboelastography (TEG) atau
rotational thromboelastometry (ROTEM)

Perhatian Khusus

Perhatian khusus dalam diagnosa dan terapi syok termasuk antara lain kesalahan dalam
penggunaan tekanan darah sebagai pengukuran langsung dari cardiac output. Respons
dari pasien-pasien lansia, atlit, ibu hamil, pasien yang sedang dalam pengobatan
tertentu, hipotermis, dan pasien dengan alat pacu jantung atau ICD (implantable
cardioverter-defibrillator) mungkin akan berbeda dari yang diperkirakan sebelumnya.

Menyamakan Tekanan Darah dengan Cardiac output


Terapi syok hemoragik membutuhkan koreksi dari perfusi organ yang tidak adekuat
dengan cara meningkatkan arus darah ke organ dan oksigenasi jaringan. Peningkatan
arus darah membutuhkan peningkatan cardiac output. Hukum Ohm (V = I x R)
diaplikasikan kedalam fisiologi kardiovaskular menunjukkan bahwa tekanan darah (V)
berbanding lurus dengan cardiac output (I) dan resistensi vaskular sistemik (R;
afterload). Peningkatan pada tekanan darah sebaiknya tidak disamakan dengan
pemulihan peningkatan dalam cardiac output yang bertahap atau perbaikan dari kondisi
syok. Sebagai contoh, peningkatan pada resistensi perifer dengan terapi vasopresor,
dengan tidak adanya perubahan pada cardiac output, menghasilkan peningkatan tekanan
darah namun tidak adanya perbaikan pada perfusi jaringan atau oksigenasi.

Usia Lanjut

Pada sistem kardiovaskular, proses penuaan mengakibatkan penurunan aktivitas


simpatis secara relatif. Hal ini diperkirakan diakibatkan dari adanya defisit pada respons
reseptor terhadap katekolamin, dibandingkan dengan berkurangnya produksi
katekolamin. Vitalitas jantung akan berkurang dengan bertambahnya usia, dan tidak
seperti pasien muda, berkurangnya kemampuan pasien lansia untuk meningkatkan laju
jantung atau efektivitas kontraktilitas jantungnya ketika berhadapan dengan masalah
hilangnya volume darah.

Penyakit oklusi pembuluh darah jantung akibat aterosklerosis membuat semakin


banyaknya organ-organ vital yang sangatlah sensitive terhadap bahkan hanya sedikitnya
pengurangan dalam arus darah. Sebagai tambahan, banyak pasien-pasien lansia
memiliki kondisi komorbid deplesi volume yang diakibatkan dari penggunaan diuretik
jangka panjang atau malnutrisi ringan. Untuk alasan-alasan ini, pasien trauma lansia
menunjukkan buruknya toleransi terhadap hipotensi sekunder akibat kehilangan darah.
sebagai contoh, tekanan darah sistolik sebesar 100 mmHg mungkin merupakan syok
pada pasien lansia. Blok β-adrenergik dapat mengaburkan takikardia sebagai indikator
awal dari syok, dan pengobatan lain dapat mempengaruhi respons stress terhadap suatu
trauma, atau menghalangi secara total. Karena rentang terapeutik untuk resusitasi
volume relatif lebih sempit pada pasien-pasien lansia, pertimbangkan untuk
menggunakan metode monitor tanda-tanda vital yang kompleks sesegera mungkin
untuk mencegah terapi cairan yang berlebihan atau tidak adekuat.

Berkurangnya komplians paru penurunan kapasitas difusi, dan kelemahan otot-otot


pernafasan secara umum akan membatasi kemampuan pasien-pasien lansia untuk
memenuhi peningkatan kebutuhan untuk pertukaran gas yang diakibatkan oleh trauma.
Hal ini akan menjadikan hipoksia seluler oleh karena adanya pengurangan dalam
transport oksigen lokal. Penurunan fungsi glomerular dan tubular pada ginjal akan
mengurangi kemampuan pasien lansia untuk mempertahankan volume sebagai respons
terhadap dilepaskannya hormon-hormon stress seperti aldosteron, katekolamin,
vasopressin, dan kortisol. Ginjal juga lebih rentan terhadap efek-efek dari berkurangnya
arus darah, dan agen-agen nefrotoksik seperti obat-obatan, agen kontras, dan produk
toksik dari destruksi sel dapat semakin menurunkan fungsi ginjal.
Untuk seluruh alasan inilah, angka mortalitas dan morbiditas meningkat berbanding
lurus dengan semakin bertambahnya usia. Meskipun efek-efek samping dari proses
penuaan, komorbiditas dari penyakit yang sudah ada sebelumnya, dan penurunan
“kemampuan cadangan fisiologis” dari pasien lansia, sebagian besar dari pasien-pasien
ini dapat pulih dan kembali kepada kondisi sebelum terjadinya trauma. Terapi sebaiknya
dimulai dengan resusistasi agresif dan sesegera mungkin dan pemantauan yang ketat.

Atlit

Rutinitas latihan atlit yang berat dapat merubah dinamika kardiovaskular pada
kelompok pasien ini. volume darah dapat meningkat sebesar 15 – 20 %, cardiac output
dapat meningkat hingga 6 kali, stroke volue dapat meningkat sebesar 50 %, dan pulsasi
saat istirahat dapat mencapai rata-rata 50 kali per menit. Tubuh atlit yang sangatlah
terlatih memiliki kemampuan yang sangat baik untuk mengkompensasi hilangnya darah,
dan mereka mungkin tidak akan memunculkan manifestasi respons-respons yang
biasanya ditemui pada hipovolemia, bahkan dengan kehilangan darah yang signifikan.

Kehamilan

Kondisi hipervolemia yang normal terjadi pada kehamilan berarti akan dibutuhkan
kehilangan darah dalam jumlah yang lebih besar untuk memunculkan manifestasi
kelainan perfusi pada ibu, yang mungkin juga dapat terlihat pada penurunan perfusi
fetus.

Pengobatan

Pengobatan tertentu dapat mempengaruhi respons pasien terhadap syok. Sebagai


contoh, bloker reseptor β-adrenergik dan bloker kanal kalsium dapat secara signifikan
merubah respons hemodinamik pasien terhadap perdarahan. Kelebihan dosis insulin
mungkin dapat menjawab terjadinya kondisi hipoglikemia dan mungkin dapat
berkontribusi juga terhadap kejadian yang mengakibatkan terjadinya trauma. Terapi
diuretik jangka panjang mungkin menjelaskan hipokalemia yang tidak terduga, serta
obat-obatan anti inflamasi non steroid mungkin mengakibatkan efek samping penurunan
fungsi platelet dan meningkatnya perdarahan.

Hipotermia

Pasien yang menderita dari hipotermia dan syok hemoragik tidak akan berespons
dengan baik terhadap pemberian produk darah dan resusitasi cairan. Pada kondisi
hipotermia, dapat terjadi koagulopati atau koagulopati dapat semakin memburuk. Suhu
tubuh merupakan tanda vital yang penting untuk dimonitor dalam fase pemeriksaan
awal. Suhu esophagus atau kandung kemih merupakan pengukuran klinis suhu inti
tubuh yang akurat. Korban trauma yang berada dibawah pengaruh alkohol dan terekspos
dalam temperatur yang dingin cenderung lebih mudah untuk mengalami hipotermia
sebagai akibat dari vasodilatasi. Penghangatan cepat pada lingkungan dengan alat
penghangat eksternal yang tepat, lampu penghangat, topi termal, gas pernafasan yang
dihangatkan, dan cairan intravena serta darah yang dihangatkan, akan pada umumnya
membantu memperbaiki hipotensi dan hipotermia derajat ringan hingga sedang. Teknik-
teknik penghangatan kembali suhu inti tubuh termasuk irigasi dari kavum peritoneal
atau toraks dengan cairan kristaloid yang dihangatkan hingga 39°C; untuk hipotermia
yang parah, diindikasikan untuk dilakukan extracorporeal bypass. Hipotermia paling
baik diterapi dengan pencegahan.

Penggunaan Alat Pacu Jantung atau Implantable Cardioverter-Defibrillator

Pasien-pasien dengan alat pacu jantung atau ICD dengan pacu jantung akan tidak dapat
merespon terhadap hilangnya darah seperti yang diperkirakan sebelumnya, karena
cardiac output berhubungan langsung dengan laju jantung. Laju jantung mungkin
menetap sesuai apa yang diatur oleh alat tersebut, tidak mempertimbangkan status
volume pada pasien ini. Pada sebagian besar pasien-pasien dengan penyakit pada
konduksi jantung yang memiliki alat-alat ini, diperlukan tambahan pemantauan untuk
mengarahkan terapi cairan. Banyak jenis dari alat-alat seperti ini dapat diatur untuk
meningkatkan laju jantung jika diindikasikan secara klinis.

Penilaian Ulang Respons Pasien dan Pencegahan Komplikasi

Pemberian volume yang tidak adekuat merupakan komplikasi syok hemoragik yang
paling umum. Pasien pada kondisi syok membutuhkan terapi sesegera mungkin, yang
seusia, dan agresif, yang dapat mengembalikan perfusi organ.

Perdarahan yang Berlanjut

Sumber perdarahan yang belum terdiagnosa merupakan penyebab tersering untuk


respons yang buruk terhadap terapi cairan. Pasien-pasien ini, juga diklasifikasikan
sebagai transient responders, membutuhkan investigasi yang persisten untuk
mengidentifikasi sumber dari perdarahan. Intervensi bedah secepatnya mungkin
dibutuhkan.

Monitor

Tujuan akhir dari resusitasi adalah untuk mengembalikan perfusi organ dan oksigenasi
jaringan. Keadaan ini diidentifikasi dengan cara keluarnya urine dengan jumlah yang
adekuat, perbaikan fungsi SSP, kembalinya warna kulit, dan kembalinya nadi dan
tekanan darah ke arah normal. Pemantauan respons terhadap resusitasi ini paling baik
dicapai untuk beberapa pasien dalam kondisi lingkungan yang dimana digunakan teknik
dan metode yang terbaik. Untuk pasien-pasien lansia dan penyebab syok bukan
hemoragik, pertimbangkan untuk transfer secepat mungkin kedalam ruang intensif atau
pusat trauma.

Identifikasi Masalah Lainnya

Ketika pasien gagal merespon terhadap terapi, penyebab-penyebab hal ini dapat
termasuk dari satu atau lebih kondisi-kondisi berikut : perdarahan yang tidak
terdiagnosa, cardiac tamponade, tension pneumothorax, masalah ventilasi, kehilangan
cairan yang tidak terdiagnosa, distensi lambung akut, infark otot jantung, asidosis
diabetic, hipoadrenalisme, atau syok neurogenik. Evaluasi ulangan secara konstan,
terutama ketika kondisi pasien melenceng dari pola-pola yang diduga sebelumnya,
adalah kunci untuk mengenali dan terapi masalah-masalah ini sesegera mungkin.

Kerjasama

Satu dari kondisi situasi yang paling menantang yang dapat dihadapi sebuah tim trauma
adalah menghadapi korban rauma yang datang dengan syok yang parah. Ketua tim
harus mengarahkan anggota tim secara tepat dan dengan tenang, menggunakan prinsip-
prinsip ATLS.

Mengidentifikasi dan mengkontrol area perdarahan dengan resusitasi berkelanjutan


melibatkan koordinasi beberapa usaha. Ketua tim harus memastikan bahwa akses
intravena secara cepat dapat diperoleh bahkan pada kasus pasien yang sangat sulit.
Keputusan untuk mengaktivasi protokol transfuse masif harus dibuat sesegera mungkin
untuk mencegah triad lethal yaitu koagulopati, hipotermia, dan asidosis. Anggota tim
harus sadar tentang jumlah cairan dan produk darah yang diberikan, dan juga respons
fisiologis pasien, dan membuat pengaturan yang diperlukan.

Ketua tim harus meyakinkan bahwa area-area dengan perdarahan eksternal dapat
dikontrol dan ditentukan kapan untuk melakukan pemeriksaan penunjang seperti
roentgen thorax, pelvis, FAST, dan / atau Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL).
Keputusan mengenai operasi atau angioembolisasi harus dibuat sesegera mungkin dan
melibatkan konsultan yang bersangkutan. Ketika keperluan tindakan definitif tidak
tersedia, tim trauma harus mengatur transfer yang cepat dan aman kepada lokasi yang
dapat memberikan terapi definitif.

Kesimpulan

1. Syok merupakan kondisi tidak normal dari sistem sirkulasi yang mengakibatkan
tidak adekuatnya perfusi organ dan oksigenasi jaringan.
2. Perdarahan merupakan penyebab syok pada sebagian besar pasien-pasien trauma.
Terapi untuk pasien-pasien ini membutuhkan kontrol perdarahan yang cepat dan
penggantian cairan atau darah. hentikan perdarahan.
3. Diagnosis dan terapi syok harus dikerjakan hampir secara bersamaan.
4. Pemeriksaan awal dari pasien dalam kondisi syok membutuhkan pemeriksaan fisik
yang teliti, mencari tanda-tanda dari tension pneumothorax, cardiac tamponade, dan
penyebab syok lainnya.
5. Manajemen syok hemoragik termasuk hemostasis cepat dan resusitasi seimbang
dengan kristaloid dan darah.
6. Derajat perdarahan dan respons terhadap intervensi menjadi sebuah panduan untuk
resusitasi.
7. Pertimbangan khusus pada diagnosis dan terapi syok termasuk perbedaan pada
respons terhadap syok pada kondisi usia yang ekstrim (terlalu muda dan terlalu tua),
kondisi atletisitas tubuh, kehamilan, hipotermia, dan adanya beberapa penggunaan
obat-obatan dan alat pacu jantung / ICD. Berhati-hatilah agar jangan sampai
menganggap bahwa tekanan darah sama dengan cardiac output.

Anda mungkin juga menyukai