Anda di halaman 1dari 31

BAB II

ISI
MENTORSHIP

A. Konsep Mentoring
Pengertian Mentoring berasal dari kata mythology Yunani, kata
mentor berarti berperan sebagai adviser, role model, consellor tutor dan
atau guru (Roberts, 1999). Mentoring merupakan proses pembelajaran,
dimana mentor mampu membuat mentee (peserta mentoring) yang tadinya
tergantung menjadi mandiri. Mentoring adalah bantuan secara tersembunyi
“offline help” dari mentor ke mentee untuk transfer pengetahuan,
pemikiran dalam kerja secara signifikan (Mc Kimm, Jolie & Hatter, 2007).
Mentoring adalah suatu hubungan antara 2 orang yang memberikan
kesempatan untuk berdiskusi yang menghasilkan refleksi, melakukan
kegiatan / tugas dan pembelajaran untuk keduanya yang didasarkan
kepada dukungan, kritik membangun, keterbukaan, kepercayaan,
penghargaan dan keinginan untuk belajar dan berbagi (Ali & Panther,
2008; Anderson, 2011).
Mentoring yaitu hubungan yang saling menguntungkan dari
seseorang yang mempunyai pengalaman lebih kepada individu yang
kurang berpengalaman untuk mengidentifikasi dan meraih tujuan bersama
(Ali & Panther, 2008; Anderson, 2011; Dadge & Casey, 2009; McKimm,
Jolie & Hatter, 2007) Mentoring adalah proses umpan balik yang terus
menerus dan dinamis antara dua individu untuk membangun hubungan
antara individu yang memiliki pengetahuan, keterampilan, informasi dan
dengan fokus pada pengembangan profesional dan pribadi ( Olivero, 2014;
Kim & Zabelina , 2011).

B. Tujuan Mentoring
Program mentoring lebih banyak mendatangkan keuntungan bagi
mentee dalam proses belajar. Mentoring tidak hanya memberikan manfaat

1
kepada mentee tetapi mentor juga merasakan manfaatnya. Mentor akan
merasakan kepuasan kerja dari hasilnya membantu orang lain, adanya
waktu luang untuk kegiatan alternative dan adanya pengakuan dari
organisasi, sehingga prestasi kerja menjadi meningkat Gagliardi et al.
(2009). Mentoring bertujuan memberikan dukungan kepada individu
sehingga mampu mengatasi masalah yang dihadapi dengan cara
menguatkan dan mengembangkan mekanisme baru yang lebih baik untuk
mempertahankan kontrol diri dan mengembalikan keseimbangan yang
adaptif, sehingga mampu mencari tingkat kemandirian yang lebih tinggi
serta mampu mengambil keputusan secara otonom (Dadge, Jean & Casey,
2009).

C. Manfaat Mentoring
Manfaat mentoring terdiri atas maanfaat bagi mentee dan mentor, dengan
uraian sebagai berikut:
1. Manfaat bagi Mentee
Manfaat utama untuk mentee adalah kesempatan untuk dibimbing
untuk kemajuan dan pertumbuhan melalui pembelajaran dan
dukungan. Mentoring dapat menyediakan mentee dengan keterampilan
yang diperlukan, kepercayaan diri dan harga diri (Gilley & Boughton,
1996). Misalnya, melalui interaksi dengan mentor yang
berpengalaman, seorang mentee dapat memperoleh keterampilan
seperti mentornya, membangun tim, komunikasi, pemecahan masalah,
yang bisa meningkatkan kepuasan kerja dan meningkatkan
produktivitas. kegiatan mentoring seperti role model, counseling dan
hubungan persahabatan juga bisa membantu mentee untuk
mengembangkan identitas profesional dan kompetensi dalam
organisasi (Kram & Isabella, 1985).
Mentoring memberikan kesempatan untuk berpartisipasi dalam
diskusi yang menantang dengan orang-orang yang memiliki wawasan
lebih dalam organisasi dan mengetahui lebih banyak tentang budaya

2
organisasi. Selain itu membantu seorang mentee untuk mendapatkan
kesempatan untuk pengakuan profesional. Manfaat mentoring untuk
orang yang didampingi telah dikaitkan dengan pendidikan dan
pengembangan profesional, dan pengembangan pribadi dan karir.
Pelatihan dan orientasi karyawan sangat mahal untuk setiap organisasi,
dan organisasi yang memiliki program bimbingan mengganti beberapa
kegiatan mereka dengan pasangan karyawan baru atau yang kurang
berpengalaman dengan seseorang yang berpengalaman. Misalnya
perawat baru akan mendapat manfaat dari yang dibimbing oleh rekan
kerja yang berpengalaman.
2. Manfaat ke Mentor Mentoring
Tidak hanya menguntungkan bagi organisasi dan mentee, tetapi
juga memiliki manfaat bagi mentor. Mentoring dapat menjadi
pengalaman yang berharga untuk mentor, melalui interaksi dengan
mentee-mentor yang dapat meningkatkan keterampilan pribadi.
Sebagai mentor terlibat dalam proses mentoring, membantu mentee
untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilannya, mentor
juga membangun rasa percaya diri dan harga diri. Melalui mentoring,
mentor dapat meningkatkan motivasi terhadap kemajuan karir sendiri.
Kegiatan bimbingan juga dapat memberikan pengakuan, rasa
hormat dan kekaguman dari orang lain dan organisasi
Mengembangkan kompetensi orang lain dipandang sebagai peran
kepemimpinan yang baik, dan sebagai panduan bagi mentor. Program
mentoring juga dapat meningkatkan hubungan kerja yang positif yang
diperlukan untuk produktivitas dan pertumbuhan organisasi. Untuk
tetap kompetitif dan berkelanjutan dalam lingkungan seperti organisasi
perlu dapat merespons secara efektif dan tepat waktu terhadap
tantangan lingkungan (Gilley & Boughton, 1996).
3. Manfaat bagi organisasi
Organisasi perawatan kesehatan juga menuai keuntungan dari
hubungan mentoring yang efektif. Program mentoring dapat

3
berdampak pada kepuasan kerja karyawan dan sebagai retensi perawat.
Mentoring dapat mendorong lingkungan kerja yang positif dengan
menghasilkan perawat yang puas dengan karir. Memfasilitasi
pengembangan mentor yang dapat secara efektif mengajar dan berbagi
pengetahuan dengan perawat pemula yang berharga bagi organisasi
karena mempromosikan perekrutan dan retensi lulusan baru.
Mentoring menciptakan lingkungan kerja yang berisi kerja sama
tim dan pendidikan berkelanjutan. Jadi, dengan mengembangkan
budaya mentoring, sebuah organisasi perawatan kesehatan
mendapatkan manfaat dalam pengelolaan sumber daya, retensi dan
perekrutan perawat, karena menciptakan lingkungan belajar yang
memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan individu dan organisasi.
Organisasi juga dapat memanfaatkan program mentoring untuk
membuat sikap kerja yang positif dan mempertahankan staf dan
menghasilkan penghematan biaya yang cukup besar (Hill, Sawatzky,
2011; Gerhart, 2012).

D. Jenis Mentoring
Gilmour, Kopeikin, Douche (2007) menyatakan, mentoring secara
terstruktur dibedakan menjadi mentoring formal dan informal. Mentoring
formal beorientasi pada tujuan dan dibangun oleh organisasi. Mentoring
formal lebih berfokus pada tujuan organisasi daripada tujuan psikososial.
Organisasi menggunakan mentoring formal untuk menjaga standar, seperti
orientasi pegawai baru dan peningkatan karir. Mentoring formal
bergantung pada mentor, perencanaan sampai tujuan ditentukan oleh
mentor. Mentoring formal lebih dihargai oleh organisasi. Pengakuan dari
organisasi lebih sering terjadi dibandingkan dengan mentoring informal.
Mentoring informal merupakan mentoring secara spontan dengan
rentang waktu sesuai dengan kebutuhan mentee dan tidak memerlukan
persiapan untuk proses mentoring. Mentoring informal tidak memerlukan
kontrak secara formal dan tidak sesuai dengan tujuan organisasi.

4
Mentoring informal terjadi secara sukarela, dan hubungan yang terbentuk
berdasarkan rasa percaya antara mentor dan mentee. Informal mentoring
dapat meningkatkan kepuasan kerja dan motivasi.
Berdasarkan bentuk dan metode pelaksanaannya, mentoring
dibedakan menjadi beberapa jenis, antara lain: mentoring tradisional, e-
mentoring, peer mentoring, mentoring, dan mentoring tim.
1. Mentoring Tradisional (Traditional Face-to-Face Mentoring)
Mentoring tradisional merupakan proses interaksi dan tatap muka
komunikasi antara orang yang lebih senior atau berpengalaman
(mentor) dan junior (mentee) yang memerlukan bimbingan dan
bantuan. Mentoring tradisional dilakukan sebagai kegiatan tatap muka
atau pertemuan yang telah diatur dan dilaksanakan di suatu tempat
yang nyaman untuk mentor dan mentee. Kegiatan ini merupakan
proses pembelajaran dua arah di mana akan terjadi hubungan pribadi
dan timbal balik yang dibentuk melalui saling tukar ide dan sudut
pandang ( Kim & Zabelina, 2011; Grant, 2015).
Satu mentor mendapatkan satu mentee, dan disebut dengan
mentoring eksklusif. Pertemuan untuk kegiatan dengan mentee dapat
terjadi dimana saja, seperti di tempat kerja, di tempat rekreasi di mana
saja sesuai dengan kesepakatan dengan mentee. Fokus pertemuan
berbasis pada pengembangan karakter, karir, sosial, dan kemampuan
kerja. Mentee terkadang menentukan fokus pertemuan yang ingin
dicapai. Mentor bertemu mentee satu jam per minggu dan dilakukan
minimal satu tahun. Mentee lebih merasa puas dengan tipe tradisional
mentoring karena semua kebutuhan mentee dapat terfasilitasi
sepenuhnya oleh mentor ( Mc Kimm , Jolie & Hatter, 2007).
2. E – mentoring
Proses kegiatan mentoring yang menggunakan kecanggihan
teknologi. Mentor dan mentee mengadakan komunikasi melalui email,
teleconference dengan mentor sesuai dengan kesepakatan mentor dan
mentee. Tipe mentoring ini terjadi apabila mentor dan mentee terpisah

5
jarak untuk beberapa waktu. Mentoring tipe ini sesuai untuk
memberikan mentoring kepada mentee yang terlalu sibuk untuk
melakukan mentoringdengan cara yang lebih tradisional (Gilmour,
Kopeikin, Douche, 2007).
E-mentoring memiliki kelemahan, yaitu media yangdigunakan
untuk ementoring seperti email tidak memiliki isyarat terkait dengan
komunikasi yang tepat seperti ekspresi wajah, postur, indikator status
sosial dan isyarat vokal lainnya. Kelemahan ini pada gilirannya akan
berdampak negatif pada komunikasi dan pembelajaran yang dilakukan.
Salah satu cara untuk mengatasi kurangnya komunikasi langsung
adalah dengan membagi e-mentoring menjadi pertemuan secara
elektronik dan pertemuan secara langsung. Oleh karena itu sistem e-
mentoring tidak harus dilihat sebagai pengganti mentoring tradisional,
melainkan untuk melengkapi dan memperpanjang ( Fairman, Miceli,
Richards, Tariman, 2012).
3. Peer Mentoring
Jenis mentoring ini menempatkan mentee untuk mendapatkan
mentor yang berasal dari teman sendiri atau teman satu kelompok
mentoring. Peer mentoring dilaksanakan apabila mentor (pembimbing)
berhalangan hadir dalam pertemuan rutin dengan mentee. Mentor
(pembimbing) memilih salah satu dari mentee yang dianggap mampu
untuk memfasilitasi dan berkomunikasi secara baik dan
menggantikannya untuk memimpin pertemuan dengan mentee.
Sebelum pertemuan dilaksanakan, mentee yang ditunjuk untuk
menggantikan mentor mendapatkan penjelasan tentang apa yang akan
disampaikan pada kegiatan mentoring (Gilmour, Kopeikin, Douche,
2007). Peer mentoring juga menempatkan teman kerja sebagai mentor.
Seorang mentor yang berasal dari teman kerja membantu mentee
belajar tentang posisi mentee saat ini. Peer mentor merupakan
seseorang yang memiliki tanggung jawab pekerjaan yang sama seperti

6
mentee, tetapi yang telah memiliki pengalaman sedikit lebih banyak
atau seseorang satu tingkat di atas mentee (Grant, 2015).
4. Group Mentoring
Group mentoring merupakan proses mentoring secara berkelompok
yang dipimpin oleh seorang mentor dengan jumlah mentee yang
diharapkan kurang dari orang. Mentor dan mentee menentukan jadwal
untuk pertemuan secara teratur setiap minggunya kurang lebih satu
jam. Interaksi dalam pertemuan mentor-mentee dipandu oleh mentor.
Mentoring jenis ini lebih formal dan fokus kegiatan berbasis pada
tujuan dari organisasi ( Grant, 2015)
5. Mentoring Tim
Mentoring merupakan metode mentoring yang melibatkan
beberapa ahli sebagai mentor, yang merupakan pengembangan dari
group mentoring. Tim mentoring dilakukan apabila mentee ingin
menguasai beberapa keahlian yang dikuasai oleh beberapa mentor.
Satu kelompok mentee diampu oleh beberapa mentor. Apabila
keahlian yang ingin dikuasai oleh mentee sudah tercapai, maka mentee
akan kembali lagi ke bentuk semula yaitu mentoring (Grant, 2015).

E. Komponen Utama
Mentoring Kim dan Zabelina (2011) menyatakan individu yang
memiliki mentor pada umumnya lebih puas dengan pekerjaan dan karir,
dan juga lebih sering menerima promosi dan kompensasi. Program
mentoring terdiri dari empat bagian utama: mendukung psikologis dan
emosional mentee, menetapkan tujuan dan memilih jalur karier,
memajukan pengetahuan akademis di bidang yang dipilih, dan menjadi
panutan.
1. Mendukung Psikologis Dan Emosional Mentee
Dukungan psikologis dan emosional oleh mentor dengan cara
secara aktif mendengarkan dan pengertian terhadap mentee,
menangani ketidakpastian dan ketakutan mentee, dan memberikan

7
dukungan dalam membangun rasa percaya diri mentee. Hal ini juga
termasuk memperhatikan ide-ide mentee, pikiran, pertanyaan, dan
membangun kepercayaan dan hubungan pribadi dengan mentee. Hal
ini penting agar mentee memiliki minat yang tulus dalam prestasi dan
kesuksesan mentee.
2. Menetapkan Tujuan Dan Memilih Jalur Karir
Dukungan dalam menetapkan tujuan dan memilih jalur karir dapat
dilakukan dengan membahas dan memberikan saran kepada mentee
tentang jalur karir yang dipilihnya. Kekuatan dan kelemahan mentee
dinilai dan dipertimbangkan sebelum menetapkan tujuan akademik dan
karir. Seorang mentor harus mengajukan pertanyaan-pertanyaan
tertentu untuk memberikan saran terbaik. Mentor harus memberikan
saran dan penjelasan rinci dari yang tujuan yang ingin dicapai, dan apa
yang harus dihindari mentee dalam mengembangkan karir.
3. Memajukan Pengetahuan Akademis
Upaya memajukan pengetahuan akademis di bidang yang dipilih
meliputi kegiatan memberikan pengetahuan dan keterampilan
akademik kepada mentee dalam bentuk klasikal dan dalam bentuk life
learning. Mengevaluasi dan menguji kemampuan akademis mentee
merupakan upaya dalam membantu memperoleh keterampilan dan
pengetahuan yang diperlukan. Hal ini juga termasuk
merekomendasikan mentee, mencalonkannya untuk mendapatkan
penghargaan dan promosi, dan membahas prestasi mentee.
4. Menjadipanutan
Seorang mentee perlu memiliki kesempatan untuk mengamati
mentor dalam interaksi dengan para profesional lain di lapangan.
Menjadi panutan bagi mentee yang akan digunakan sebagai panduan
dan sebagai contoh untuk mentee dalam melaksanakan kegiatan,
membahas tidak hanya keberhasilan dan prestasi mentor, tetapi juga
bagaimana kesalahan dan kegagalan ditangani. Selain itu, penting
untuk memahami bagaimana mentor menangani tuntutan profesional

8
dan masalah pribadi pribadi. Dengan sharing tentang hal tersebut akan
meningkatkan hubungan antara mentor dengan mentee.

F. Peran dan Karakteristik Mentor


Mentoring dapat menghasilkan beberapa peran dari mentor dan
terdapat persamaan peran dari berbagai bidang. Peran-peran mentor antara
lain; sebagai guru, panutan, pelindung dan penasehat ( Ali & Panther,
2008)
Karakteristik mentor menurut Rhodes, Lowe, Schwartz (2011) antara lain:
1. Kompetensi
Hubungan mentoring yang efektif dapat terjadi ketika mentor
memiliki keterampilan dan atribut tertentu. Keterampilan dan atribut
tersebut merupakan pengalaman sebelumnya dalam membantu peran
atau pekerjaan, kemampuan untuk menunjukkan apresiasi pengaruh
sosial ekonomi dan budaya yang menonjol dalam kehidupan, dan rasa
keberhasilan karena mampu menjadi mentor.
Kemampuan untuk menjadi model perilaku yang relevan, seperti
keterampilan yang dibutuhkan untuk mencapai kinerja yang baik di
lingkungan kerja, dan lebih dari itu seperti halnya menahan diri dari
tindakan yang kurang terpuji yang dapat mendorong mentee untuk
mengadopsi perilaku tidak baik tersebut.
2. Usia
Meskipun penelitian sampai saat ini belum meneliti dampak usia
mentor pada efektivitas hubungan mentoring, bahwa usia dapat
mempengaruhi komitmen mentor dalam hubungan mentoring, waktu
yang tersedia untuk melaksanakan hubungan tersebut, dan kerentanan
terminasi dini. Mentor yang lebih tua memiliki lebih banyak waktu
untuk melaksanakan hubungan mentoring.
3. Jenis Kelamin
Penelitian sampai saat ini juga tidak cukup mengeksplorasi peran
mentor gender dalam membentuk hubungan mentoring. Temuan dari

9
tempat kerja dan mentoring akademis, menunjukkan perbedaan
gender. Beberapa penelitian mentoring di tempat kerja, telah
menunjukkan bahwa mentor laki-laki cenderung untuk memberikan
dukungan yang lebih instrumental dan karir, sedangkan mentor
perempuan sering ditandai oleh dukungan emosional yang lebih besar.
Demikian juga, di akademisi, mentor perempuan cenderung untuk
memberikan bantuan yang lebih berfokus pada emosi lebih besar
daripada laki-laki.
4. Ras dan Etnis
Banyak program mencoba untuk mencocokkan pemuda dengan
mentor dari latar belakang ras atau etnis yang sama. Meskipun teori
menunjukkan bahwa hubungan mentor-mentee yang memiliki ras yang
sama bisa sangat bermanfaat bagi pemuda dari kelompok minoritas
daripada yang campuran.
5. Harapan dan Kerentanan
Harapan mentor tidak terpenuhi, kekhawatiran pragmatis dan
frustrasi sering muncul di awal, tahap yang rentan dari hubungan
mentoring. Pengalaman tersebut dapat menyebabkan penghentian awal
hubungan mentoring. Kesulitan sering timbul dari kegagalan seperti
penyalahgunaan kekuasaan (misalnya, eksploitasi, dakwah politik atau
agama), batas-batas yang tidak pantas (misalnya, melanggar
kerahasiaan, pengungkapan yang tidak benar), dan kerusakan
komunikasi (misalnya, melanggar komitmen).

10
SUPERVISI

A. Definisi

Pitman (2011) mendefinisikan supervisi sebagai suatu kegiatan yang

digunakan untuk menfasilitasi refleksi yang lebih mendalam dari praktek yang

sudah dilakukan, refleksi ini memungkinkan staf mencapai, mempertahankan,

dan kreatif dalam menigkatkan kualitas pemberian asuhan keperawatan melalui

sarana pendukung yang ada. Supervisi menurut Rowe, dkk (2007) adalah

kegiatan yang menjadi tanggung jawab manajer untuk memberikan dukungan,

mengembangkan pengetahuan dan keterampilan serta nilai-nilai kelompok,

individu atau tim.

Dalam supervisi keperawatan dapat dilakukan oleh pemangku jabatan

dalam berbagai level seperti ketua tim, kepala ruangan, pengawas, kepala seksi,

kepala bidang perawatan atau pun wakil direktur keperawatan. Sistem supervisi

akan memberikan kejelasan tugas, feedback dan kesempatan perawat pelaksana

mendapatkan promosi. Supervisi menurut Nursalam (2015) merupakan suatu

bentuk dari kegiatan manajemen keperawatan yang bertujuan pada pemenuhan

dan peningkatan pelayanan pada klien dan keluarga yang berfokus pada

kebutuhan, keterampilan, dan kemampuan perawat dalam melaksanakan tugas.

Kunci supervisi menurut Nursalam (2015) meliputi pra (menetapkan

kegiatan, menetapkan tujuan dan menetapkan kompetensi yang akan di nilai),

pelaksanaan (menilai kinerja, mengklarifikasi permasalahan, melakukan Tanya

jawab, dan pembinaan), serta pascasupervisi 3F (F-fair yaitu memberikan

11
penilaian, feedback atau memberikan umpan balik dan klarifikasi,

reinforcement yaitu memberikan penghargaaan dan follow up perbaikan).

Supervisi klinik tidak diartikan sebagai pemeriksaan atau mencari kesalahan,

tetapi lebih kepada pengawasan partisipatif, mendahulukan penghargaan

terhadap pencapaian hasil positif dan memberikan jalan keluar terhadap hal

yang masih belum dapat dilakukan.

Perawat tidak sekedar merasa dinilai akan tetapi dibimbing untuk

melakukan pekerjaannya secara benar (Keliat, 2006). Supervisi keperawatan

berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan sebagai suatu proses

berkesinambungan yang dilakukan oleh manajer keperawatan atau pemimpin

untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan seseorang, sehingga hal ini

dapat meningkatkan kualitas kinerja melalui pengarahan, observasi dan

bimbingan yang pada akhirnya dapat meningkatkan mutu pelayanan.

B. Peran Kepala Ruang Keperawatan

Menurut Kron, (1987 dalam Mua, 2011) peran supervisor 14 adalah

sebagai perencana, pengarah, pelatih dan penilai yaitu :

1. Peran sebagai perencana

Seorang supervisor dituntut mampu membuat perencanaan sebelum

melaksanakan supervisi.

2. Peran sebagai pengarah

Seorang supervisor harus mampu memberikan arahan yang baik saat

supervisi.

12
3. Peran sebagai pelatih

Seorang supervisor dalam memberikan supervisi harus dapat berperan

sebagai pelatih dalam pemberian asuhan keperawatan pasien. Prinsip dari

pengajaran dan pelatihan harus menghasilkan perubahan perilaku, yang

meliputi mental, emosional, aktivitas fisik atau mengubah perilaku,

gagasan, sikap dan cara mengerjakan sesuatu.

4. Peran sebagai penilai

Seorang supervisor dalam melakukan supervisi dapat memberikan

penilaian yang baik. Penilaian akan berarti dan dapat dikerjakan apabila

tujuannya spesifik dan jelas, terdapat standar penampilan kerja dan

observasinya akurat.

C. Bentuk Supervisi Klinik Keperawatan

Kegiatan supervisor dalam supervisi model klinik akademik (Mua, 2011),

meliputi:

1. Kegiatan educative

Kegiatan educative adalah kegiatan pembelajaran secara 15 tutorial antara

supervisor dengan perawat pelaksana.

2. Kegiatan supportive

Kegiatan supportive adalah kegiatan yang dirancang untuk memberikan

dukungan kepada perawat agar dapat memiliki sikap yang saling

mendukung di antara perawat sebagai rekan kerja profesional sehingga

memberikan jaminan kenyamanan dan validasi.

13
3. Kegiatan managerial

Kegiatan managerial dilakukan dengan melibatkan perawat dalam

perbaikan dan peningkatan standard. Kegiatan managerial dirancang untuk

memberikan kesempatan kepada perawat pelaksana untuk meningkatkan

manajemen perawatan pasien dalam kaitannya dengan menjaga standar

pelayanan, peningkatan patient safety, dan peningkatan mutu.

D. Fungsi Supervisi Dan Peran Supervisor

Rowe, dkk (2007) menyebutkan empat fungsi supervisi , keempat fungsi

tersebut saling berhubungan, apabila ada salah satu fungsi yang tidak dilakukan

dengan baik akan mempengaruhi fungsi yang lain, keempat fungsi tersebut

yaitu:

1) Manajemen (Pengelolaan) Fungsi ini bertujuan memastikan bahwa

pekerjaan staf yang supervisi dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan

standar yang ada, akuntabilitas untuk melakkan pekerjaan yang ada dan

meningkatkan kualitas layanan. 16 Supaya fungsi pengelolaan dapat

berjalan dengan baik, maka selama kegiatan supervisi dilakukan

pembahasan mengenai hal – hal sebagai berikut :

a) Kualitas kinerja perawatan dalam memberi asuhann keperawatan.

b) Kebijakan dan prosedur yang berkaitan dengan pekerjaan dan

pemahaman terhadap prosedur tersebut.

14
c) Peran, dan tanggung jawab staf yang disupervisi dan pemahaman

terhadap peran, termasuk batas – batas peran. 4) Pengembangan dan

evaluasi rencana kegiatan atau target dan tujuan yang

2) Pembelajaran dan pengembangan

Fungsi ini membantu staf merefleksikan kinerja mereka sendiri,

mengidentifikasi proses pembelajaran, kebutuhan pengembangan, dan

mengembangkan rencana atau mengidentifikasi peluang untuk memenuhi

peluang tersebut. Pembelajaran dan fungsi pengembangan dapat dicapai

dengan cara :

a) Membantu staf yang disupervisi mengidentifiasi gaya belajar dan

hambatan belajar.

b) Menilai kebutuhan pengembangan dan mengidentifikasi kesempatan

belajar

c) Member dan menerima umpan balik yang konstruktif mengenai

pekerjaan yang sudah dilakukan oleh staf 17

d) Mendorong staf yang disupervisi untuk merefleksikan kesempatan

belajar yang dilakukan

3) Memberi dukungan

a) Fungsi memberi dukungan dapat membantu staf yang disupervisi untuk

meningkatkan peran staf dari waktu ke waktu. Pemberian dukungan

dalam hal ini meliputi :

15
b) Menciptakan lingkungan yang aman pada saat supervisi dimana

kepercayaan dan kerahasiaan dibuat untuk mengklarifikasi batas-batas

antara dukungan dan konseling.

c) Memberikan kesempatan staf yang disupervisi untuk mengekspresikan

perasaan dan ide-ide yang berhubungan dengan pekerjaan.

d) Memantau kesehatan staf yang mengacu pada kesehatan kerja atau

konseling (Pitman, 2011).

4) Negosiasi (memberikan kesempatan) Fungsi ini dapat menigkatkan

hubungan antara staf yang disupervisi, tim, organisasi dan lembaga lain

dengan siapa mereka bekerja.

E) Peran Supervisor Dan Fungsi Supervisi Keperawatan

Menurut Nursalam (2015) peran dan fungsi supervisor dalam supervisi adalah

mempertahankan keseimbangan pelayanan keperawatan dan manajemen

sumber daya yang tersedia :

1) Manajemen pelayanan keperawatan

Tanggung jawab supervisor adalah menetapkan dan mempertahankan

standar praktik keperawatan, menilai kualitas asuhan keperawatan dan

pelayanan yang diberikan, serta mengembangkan peraturan dan prosedur

yang mengatur pelayanan keperawatan kerja sama dengan tenaga kesehatan

lain yang terkait.

16
2) Manajemen anggaran

Manajemen keperawatan berperan aktif dalam membantu perencanaan dan

pengambangan. Supervisor berperan dalam hal seperti membantu menilai

rencana keseluruhan dikaitkan dengan dana tahunan yang tersedia dan

menegmbangkan tujuan unit yang dapat dicapai sesuai tujuan rumah sakit,

membantu mendapatkan informasi statistik untuk merencanakan anggaran

keperawatan, memberikan justifikasi proyek yang dikelola.

F. Manfaat Supervisi

Pitman (2011) manfaat supervisi terdiri atas :

1) Manfaat bagi perawat pelaksana

a) Timbul perasaan dihargai dan dapat meningkatkan rasa percaya diri.

b) Supervisi mendorong praktek keperawatan yang aman dan mencerminkan

pelayanan perawatan pada pasien, hal ini dapat meningkatkan kepuasan

kerja perawat.

c) Meningkatkan pengembangan priadi dan profesional, supervisi yang

dilakukan secara keseluruhan dan terus menerus dapat meningkatkan

profesionalisme dan pengembangan pribadi serta komitmen untuk belajar

secara terus menerus.

d) Perasaan diberdayakan dan difasilitasi untuk bertanggug jawab atas

pekerjaan mereka dan keputusan – keputusan yang diambil (Allen and

Armorel, 2010; Pitman, 2011).

17
2) Manfaat bagi manajer Tantangan bagi manajer untuk menfasilitasi staf dalam

mengembangkan diri dan meningkatkan profesionalisme, sehingga kualitas

pelayanan yang bermutu dapat tercapai.

3) Meningkatkan kualitas dan keamanan pasien Tujuan yang paling penting dari

supervisi adalah meningkatkan kualitas dari pelayanan dan keamanan pasien.

Supervisi memegang peranan utama dalam mendukung pelayanan yang

bermutu melalui jaminan kualitas, manajemen resiko, dan manajemen kinerja.

Supervisi juga telah terbukti memiliki dampak positif pada perawatan pasien

dan sebaliknya kurangnya supervisi memberi dampak yang kurang baik bagi

pasien. Supervisi 20 dalam praktek profesi kesehatan telah diidentifikasi

sebagai faktor penting dalam meningkatkan keselamatan pasien, supervisi

yang tidak memadai dijadikan sebagai pemicu kegagaan dan kesalahan yang

terjadi dalam layanan kesehatan.

4) Pembelajaran Supevisi memiliki manfaat memberikan efek pada pembelajaran

melalui kegiatan sebagai berikut :

a) Mendidik perawat pelaksana melalui bimbingan yang diberikan oleh

supervisor.

b) Mengidentifikasi masalah yang terjadi ketika memberikan asuhan

keperawatan pada pasien.

c) Meningkatkan motivasi perawat pelaksana dalam bekerja

d) Memantau kemajuan pembelajaran (Allen and Armorel, 2012).

G. Unsur Pokok Dalam Supervisi

Menurut Suarli dan Bahtiar (2009) unsur pokok dalam supervisi yaitu :

18
1) Pelakasana, yang bertanggung jawab melakasanakan supervisi adalag

supervisor yang memiliki kelebihan dalam organisasi. Namun untuk

keberhasilan supervisi yang lebih diutamakan adalah kelebihan dalam hal

pengetahuan dan keterampilan.

2) Sasaran objek dari supervisi adalah pekerjaan yang dilakukan oleh bawahan,

serta bawahan yang melakukan pekerjaan.

3) Frekuensi yang dilakukan supervisi harus dilakukan dengan 21 frekuensi

berkala.

4) Tujuan dari supervisi adalah memberikan bantuan kepada bawahan secara

langsung sehingga dengan bantuan tersebut bawahan akan memiliki bekal

yang cukup untuk dapat melaksanakan tugas dengan hasil yang baik.

5) Teknik, teknik pokok supervisi pada dasarnya mencangkup empat hal yaitu

menetapkan masakah dan prioritasnya; menetapkan penyebab

masalah,prioritas dan jalan keluarnya; melaksanakan jalan keluar; menilai

hasil yang dicapai untuk tindak lanjut.

H. Teknik Supervisi

Menurut Nursalam (2015) kegiatan pokok pada supervisi pada dasarnya

mencangkup empat hal yang bersifat pokok, yaitu

(1)menetapkan masalah dan prioritas;

(2)menetapkan penyebab masalah, prioritas, dan jalan keluar;

(3)melaksanakan jalan keluar;

(4)menilai hasil yang dicapai untuk tindak lanjut berikutnya.

19
Untuk dapat melaksanakan supervisi yang baik ada dua teknik :

1) Langsung Menurut Nursalam (2015) pengamatan yang langsung dilaksanakan

supervisi dan harus memperhatikan hal berikut:

a) Sasaran pengamata Pengamatan langsung yang tidak jelas sasarannya

dapat menimbulkan kebingungan. Untuk mencegah keadaan ini, maka

pengamatan langsung ditujukan pada sesuatu yang 22 bersifak pokok dan

strategis.

b) Objektifitas pengamatan Pengamatan langsung yang tidak berstandarisasi

dapat menganggu objektifitas. Untuk mencegah keadaan seperti ini maka

diperlukan suatu daftar isian atau check list yang telah dipersiapkan.

c) Pendekatan pengamatan Pengamatan langsung sering menimbulkan

berbagai dampak kesan negatif, misal rasa takut, tidak senang, atau kesan

menganggu pekerjaan. Dianjurkan pendekatan pengamatan dilakukan

secara edukatif dan suportif, bukan kekuasaan atau otoriter. Teknik

supervisi dimana supervisor berpartisipasi langsung dalam melakukan

supervisi. Kelebihan dari teknik ini pengarahan dan petunjuk dari

supervisor tidak dirasakan sebagai suatu perintah, selain itu umpan balik

dan perbaikan dapat dilakukan langsung saat ditemukan adanya

penyimpangan (Suarli dan Bahtiar, 2009).

2) Tidak langsung

Teknik supervisi yang dilakukan melalui laporan baik tertulis maupun lisan

sehingga supervisor tidak melihat langsung apa yang terjadi di lapangan

(Suarli dan Bahtiar, 2009).

20
I. Elemen Proses Supervisi

Menurut Rowe, dkk (2007) elemen proses dalam supervisi yaitu :

1) Standar praktek keperawatan yang digunakan sebagai acuan dalam menilai dan

mengarahkan penyimpangan yang terjadi.

2) Fakta empiric dilapangan, sebagai pembanding untuk pencapaian tujuan dan

menetapkan kesenjangan.

3) Adanya tindak lanjut sebagai upaya mempertahankan kualitas maupun upaya

memperbaiki.

J. Langkah Supervisi

Menurut Ali Zaidin dalam Nursalam (2015) metode dalam melaksanakan

pengawasan adalah bertahap dengan langkahlangkah berikut :

a) Mengadakan persiapan pengawasan

b) Menjalankan pengawasan

c) Memperbaiki penyimpangan

K. Model-Model Supervisi

Menurut Sudaryanto (2008) menyatakan model-model supervisi terdiri dari :

1) Model development

21
Superviso diberikan kewenangan untuk membimbing perawat dengan 3 cara

yaitu :

a) Change agent seperti supervisor membimbing perawat menjadi agen

perubahan.

b) Counselor seperti supervisor membimbing, 24 mengajarkan kepada

perawat yang berkaitan dengan tugas rutin perawat.

c) Teaching seperti supervisor mengenalkan dan mempraktikkan nursing

practice yang sesuai dengan tugas perawat.

2) Model academic

Dalam model academic proses supervisi klinik meliputi 3 kegiatan yaitu

kegiatan educative, supportive dan managerial.

3) Model experimental

Dalam model ini proses supervisi klinik keperawatan meliputi training dan

mentoring.

4) Model 4S

Model supervisor ini dikembangkan dengan 4 strategi yaitu structure, skills,

support dan sustainability.

Menurut Suyanto, (2008) menyatakan model-model supervisi yang dapat

diterapkan dalam supervisi, yaitu :

1. Model konvensional.

Model supervisi dilakukan melalui inspeksi langsung untuk menemukan

masalah dan kesalahan dalam pemberian asuhan keperawatan.

2. Model ilmiah.

22
Supervisi yang dilakukan dengan model ini memilki 25 karasteristik

sebagai berikut yaitu, dilakukan secara berkesinambungan, dilakukan

dengan prosedur, instrument dan standar supervisi yang baku,

menggunakan data yang objektif sehingga dapat diberikan umpan balik

dan bimbingan.

3. Model klinis.

Supervisi model klinis bertujuan untuk membantu perawat pelaksana

dalam mengembangkan profesionalisme sehingga penampilan dan

kinerjanya dalam pemberian asuahan keperawatan meningkat. Supervisi

dilakukan secara sistematis melalui pengamatan pelayanan keperawatan

yang diberikan oleh seorang perawat selanjutnya dibandingkan dengan

standar keperawatan.

4. Model artistik.

Supervisi model artistik dilakukan dengan pendekatan personal untuk

menciptakan rasa aman sehingga supervisor dapat diterima oleh perawat

pelaksana yang disupervisi.

K. Pelaksanaan Supervisi

Menurut Suarli dan Bahtiar (2009) pelaksanaa dalam supervisi yaitu :

1) Sebaiknya pelaksanaan supervisi adalah atasan langsung dari yang

disupervisi.

2) Pelaksana supervisi harus memiliki pengetahuan dan keterampilan yang

cukup untuk jenis pekerjaan yang akan disupervisi 26

23
3) Pelaksana supervisi harus memiliki keterampilan melakukan supervisi artinya

memahami prinsip pokok dan teknik supervisi.

4) Pelaksana supervisi harus memiliki sifat edukatif dan suportif, bukan otoriter

5) Pelaksana supervisi harus memiliki waktu yang cukup, sabar, dan selalu

berupaya meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan perilaku bawahan

yang disupervisi.

L. Supervisor Yang Efektif

Karakteristik dari seorang supervisor yang efektif telah diidentifikasi oleh

Kilminster & Jolly (2000). Karakteristik tersebut mencakup kemampuan untuk :

1) Mengobservasi dan merefleksikan praktek keperawatan yang sudah

dilakukan oleh perawat pelaksana.

2) Memberikan umpan balik yang konstruktif.

3) Mengajarkan pada perawat pelaksana tentang pemberian asuhan

keperawatan yang aman melalui pelatihan dan pembimbingan.

4) Mengidentifikasi alternative pemecahan masalah.

5) Memotivasi perawat untuk meningkatkan kinerja.

6) Memberikan otonomi perawat pelaksana dalam melakukan praktik

keperawatan.

7) Memberikan informasi yang jelas dan akurat.

8) Mengevaluasi supervise yang dilakukan dan mengevaluasi respon perawat

pelaksana terhadap pelaksanaan supervise.

9) Mengelola pelayanan asuhan keperawatan bersama perawat pelaksana.

10) Menciptakan iklim kerja yang kondusif.

24
11) Melakukan advokasi antar tim pemberi layanan kesehatan atau dengan

lembaga lain.

12) Menggunakan waktu yang efektif dalam menyusun program kegiatan

supervise.

M. Supervisor Yang Tidak Efektif

Perilaku supervisor yang tidak efektif menurut Kilminster dan Jolly meliputi :

1) Kaku atau kurang fleksibel dalam menghadapi permasalaahan yang

muncul.

2) Rendah empati.

3) Kegagalan untuk memberikan dukungan.

4) Kegagalan untuk mengikuti kekhawatiran staf yang di supervisi.

5) Tidak memberikan suatu pengajaran.

6) Kurang toleransi terhadap masalah yang timbul.

7) Menekankan aspek evaluasi yang negative.

N. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Supervisi Keperawatan

1. Faktor Pengetahuan perawat

a. Definisi

Pengetahuan (knowledge) merupakan hasil tau setelah seseorang

melakukan penginderaan suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui

panca indera manusia yakni indera penglihatan, indera penciuman,

pendengaran, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan diperoleh dari

mata dan telinga dan pengetahuan merupakan domain kognitif dalam

melakukan tindakan (Notoatmodjo, 2012).

25
Kraiger (1993, dalam Notoatmodjo, 2012) membagi knowledge menjadi

dua bagian yang saling berhubungan, yaitu:

1) Theoritical Knowledge Pengetahuan dasar yang dimiliki karyawan

seperti prosedur bekerja, moto dan misi perusahaan serta tugas dan

tanggung jawab, informasi-informasi lainnya yang diperlukan dan yang

diperoleh baik secara formal (sekolah, universitas) maupun dari non

formal (pengalaman-pengalaman).

2) Practical Knowledge Pengetahuan yang diberikan kepada karyawan

dengan tujuan untuk memahami bagaimana dan kapan karyawan 29

bersikap dan bertindak dalam menghadapi berbagai masalah dan

penerapan prosedur kerja berdasarkan dari pengetahuan secara teori

maupun dari pengalamanpengalaman yang terjadi.

b. Domain Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2012) menyatakan pengetahuan yang tercakup dalam

domain kognitif mempunyai 6 tingkatan yaitu :

1) Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah

dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah

mengingat (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang

dipelajari atau rangsangan yang telah diterima, jadi “tahu” adalah

merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk

26
mengukur apakah orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain

menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan dan menyatakan.

2) Memahami (Comprehension)

Memahami dapat diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan

secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan

materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau

materi, harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, 30 menyimpulkan

dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

3) Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi

yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi atau yang sebenarnya.

Aplikasi ini bisa diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-

hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi

lain

4) Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjalankan materi obyek

ke dalam komponen tetapi masih ada kaitannya satu sama lain.

Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja

dengan menggunakan (membuat bagan), membedakan, memisahkan,

mengelompokan dan sebagainya.

5) Sintesis (Synthetis)

Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan

dan menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan

27
yang baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk

menyusun formula baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya

dapat menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu teori-teori atau

rumusan-rumusan yang telah ada.

6) Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

penilaian terhadap suatu materi atau obyek. Penilaian terhadap suatu

evaluasi didasari suatu kinerja yang ditentukan sendiri atau menggunakan

kriteria-kriteria yang telah ada.

2. Faktor Motivasi Kerja

a. Definisi

Motivasi adalah tindakan yang dilakukan orang untuk memenuhi

kebutuhan yang belum terpenuhi (Huston, 2010). Sedangkan menurut

Mangkunegara (2000, dalam Nursalam 2015) pengertian motivasi kerja

adalah suatu kondisi yang berpengaruh untuk membangkitkan,

menggarahkan, dan memelihara perilaku yang berhubungan dengan

lingkungan kerja.

b. Prinsip-Prinsip Memotivasi Kerja Pegawai

Menurut Mangkunegara (2000, dalam Nursalam 2015) prinsipprinsip

memotivasi kerja pegawai yaitu :

1. Prinsip partisipatif, pegawai perlu diberikan kesempatan untuk

berpartisipasi untuk menentukan tujuan yang akan dicapai oleh

pemimpin dalam upaya memotivasi.

28
2. Prinsip komunikasi, pemimpin mengkomunikasikan segala sesuatu

dengan jelas yang berhubungan dengan usaha pencapaian.

3. Prinsip mengakui andil bawahan, pemimpin mengakui bahwa bawahan

memiliki andil dalam pencapaian tugas.

4. Prinsip pendelegasian wewenang, pemimpin akan memberikan

wewenang kepada pegawainya untuk mengambil keputusan terhadap

pekerjaan yang dilakukan sewaktu-waktu.

5. Prinsip memberi perhatian, pemimpin memberikan perhatian terhadap

pegawainya sehingga pegawai akan termotivasi bekerja sesuai yang

diharapkan pemimpin.

c. Teori Motivasi

Menurut Nursalam (2015) teori motivasi terdiri dari :

1) Teori hirarki kebutuhan maslow

Teori ini beranggapan bahwa tindakan manusia pada hakekatnya adalah

untuk memenuhi kebutuhan, berdasarkan hal tersebut pimpinan yang

ingin memotivasi stafnya harus mengetahui apa kebutuhan mereka.

2) Teori 2 faktor Frederick Herzerg

Teori maslow dibagi menjadi 2 bagian atas dan bawah. Menurut Hezbreg

hanya kondisi yang memungkinkan pemenuhan kebutuhan atas yaitu

yaitu penghargaan dan aktualisasi diri yang dapat meningkatkan motivasi

kerja.

3) Teori Mc Celland’s

29
Teori ini menjelaskan bahwa dalam diri individu terdapat 3 kebutuhan

pokok yang mendorong perilakunya seperti kebutuhan dalam mencapai

kesuksesan (Need For Achievement), kebutuhan untuk mengadakan

hubungan dalam bekerja sama dengan orang lain (Need For Affiliation)

dan kebutuhan kekuasaan (Need For Power).

4) Teori X dan Y

Teori ini terdapat 2 pandangan tentang manusia yaitu dasar negatif yang

ditandai dengan teori X dan dasar positif yang ditandai dengan dengan

teori Y.

3. Faktor Kepemimpinan

a. Definisi

Kepemimpinan adalah memberi makna dan tujuan, menekankan pada

hal-hal yang tepat untuk dikerjakan, membantu lingkungan yang kondusif

bagi organisasi untuk mencapai tujuan, membuat orang lain melakukan apa

saja yang diinginkan, memotiasi orang untuk menyelesaikan pekerjaan

dengan sukarela, memungkinkan orang lain bertanggung jawab,

memberdayakan orang lain untuk mengerjakan apa yang mereka anggap

benar, membantu orang lain merasa aman, lebih percaya diri,

mengembangkan, menjaga, dan mengubah budaya, memiliki pangsa pasar

yang lebih besar dari pada pesaing, memiliki produk dari layanan yang

paling bagus di pasar (Tracy, 2006).

b. Macam-macam gaya kepemimpinan

Menurut Nursalam (2015) terdapat 3 gaya kepemimpinan yaitu:

30
1) Otoriter

Gaya kepemimpinan otoriter adalah seorang pemimpin yang menentukan

semua kebijakan, kemudian memberikan petunjuk untuk penerapan nya.

Pengumuman keputusan nya tanpa memerlukan feedback atau umpan

balik dari kelompok yang dipimpin.

2) Demokratis

Gaya kepemimpinan demokratis adalah seorang pemimpin yang

menyarankan kepada anggota kelompok untuk mengembangkan keputusan

nya sendiri. Kelompok diberi kebebasan melakukan kegiatan dan

berinteraksi satu sama lain.

3) Laissez Faire

Gaya kepemimpinan laissez faire adalah seorang pemimpin yang memberi

kebebasan penuh kepada kelompok. Dukungan fasilitas dan sumber daya

sudah tersedia dan anggota diminta untuk bekerja secara optimal.

Pemimpin hanya bertugas memberi tanggapan jika ada yang bertanya

kepada nya.

c. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepemimpinan

Menurut Suyanto, (2008) ada 3 faktor yang mempengaruhi kepemimpinan

yaitu :

1) Karakteristik pribadi

2) Kelompok yang dipimpin

3) Situasi yang dihadapi

31

Anda mungkin juga menyukai