1. Pengertian Adzan
Adzan menurut bahasa adalah pemberitahuan. Sedangkan menurut syara’ adzan ucapan-
ucapan khusus yang menjadi tanda masuknya waktu shalat fardhu, atau pemberitahuan
tentang masuknya waktu shalat fardhu dengan lafal-lafal tertentu.
Dalam lafaz Adzan itu terdapat pengertian yang mengandung beberapa maksud penting,
yaitu sebagai akidah, seperti adanya Allah yang Mahabesar bersifat Esa, tidak ada sekutu
bagi-Nya, serta menerangkan bahwa nabi Muhammad adalah utusan Allah yang cerdik dan
bijaksana untuk menerima wahyu dari Allah. Sesudah kita bersaksi bahwa tidak ada Tuhan
melainkan Allahdan Nabi Muhammad utusan-Nya, kita diajak menaati perintah-Nya, yakni
mengerjakan shalat, kemudian diajaknya pula pada kemenangan dunia akhirat. Akhirnya
disudahi dengan kalimat Tauhid.
Adzan dimaksudkan untuk memeberitahukan bahwa waktu shalat telah tiba dan
menyerukan untuk melakukan shalat berjamaah. Selain itu untuk mensyiar agama Islam
dimuka umum.
Firman Allah Swt:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila diseur untuk menunaikan shalat pada
hari jumat, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah (shalat) dan tinggalkanlah jual
beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (al-Jumu’ah:9).
2. Pengertian Iqamah
Iqamah yaitu memberitahukan kepada jama’ah supaya siap berdiri untuk shalat
1. Lafal Adzan
ِعلَى ا ْلفَالَح
َ َح َّي، ِعلَى ا ْلفَالَح َ َح َّي
اَهللُ ا َ ْك َبر،اَهللُ ا َ ْك َبر
الَ ِإلَهَ ِإالَّهللا
Keterangan:
a) Dalam Adzan shalat subuh, diantara kalaimat “ Hayya ‘alal-fala” dan “Allaahu akbar,
Allahu akbar yakni antara kalimat ke-5 dan ke-6 ditambah kalimat:
Adzan dan iqamah untuk anak yang baru lahir disunatkan. Adzan pada telinga kanan
anak yang baru lahir, dan iqamah pada telinganya yang kiri. Sabda Rasulullah Saw:
ان
ِ ص ْب َي ْ َُم ْن ُو ِل َد لَهُ َم ْولُ ْودٌفآّذَّ َن فِ ْي اُذُنِ ِه اْليُ ْمنَى َواَقَا َم فِى اْلي
ّ ِ س َرى لَ ْم تَض ُُّرهُ ا ُ ُّم ال
Faedahnya, supaya kalimat yang mula-mula didengarkan sewaktu ia lahir didunia ini
ialah kalimat tauhid. Demikian juga sewaktu ia akan meninggal dunia, hendaklah diajarkan
dan diperingatkan dengan kalimat itu.
1. Hendaknya adzan dilakukan oleh orang yang bagus dan keras suaranya serta ditempat
yang tinggi, berdasarkan hadits Abdullah bin zaid diatas: Ajarkanlah kepada Bilal,
karena ia lebih lantang suaranya dari pada kamu. Disamping itu adzan dengan suara
yang keras akan lebih luas jangkauannya, meluluhkan hati orang yang mendengar, dan
lebih menarik untuk disambut. Adapun kerasnya suara dapat memperluas jangkauan dan
memperjelas pemberitahuannya, serta lebih besar pahalanya. Dilakukannya adzan
ditempat yang tinggi juga dapat memperluas jangkauannya.
2. Adzan dilakukan sambil berdiri diatas tembok atau menara agar didengar banyak orang.
Dijeladkan dalam hadis Abu Qatadah bahwa Rasulullah saw. berkata kepada Bilal: “
Berdirilah lalu adzanlah! Seluruh muadzin Rasulullah saw. melakukan adzan sambil
berdiri. Apabila muadzinnya berhalangan, seperti sakit, maka ia boleh adzan sambil
duduk. Demikian juga halnya dengan iqamah.
3. Mu’adzin hendaknya orang yang merdeka, baligh, dapat dipercaya, shaleh, dan
mengetahui waktu-waktu shalat, berdasarkan hadits Ibnu Abbas, “ Hendaklah
melakukan adzan orang yang paling baik diantara kamu, dan hendaklah menjadi imam
orang yang membaca diantara kamu.”
4. Muadzin dalam keadaan punya wudhu dan suci,berdasarkan hadis: “Tidak melakukan
adzan kecuali orang yang punya Wudhu”. Dijelaskan dalam hadis Ibnu Abbas bahwa
adzan itu bersambung dengan shalat, maka janganlah adzan salah seorang diantara kamu
kecuali dalam keadaan suci.
5. Musdzin hendakny orang yang dapat melihat, karena orang yang buta itu tidak dapat
mengetahui masuknya waktu atau sering salah, namun adzannya sah, karena Ibnu Ummi
Maktum melakukan adzan untuk Nabi saw. Al-Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Amr, ia
berkata bahwa Ibnu Ummi adalah seorang buta yang tidak adzan hingga dikatakan
kepadanya bahwa waktu shubuh telah datang.
6. Meletakan kedua jari (telunjuk) dilubang telingga, karena hal ini dapat mengeraskan
suara. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Tirmidzi. “Dari Abi Juhaifah. Ia
berkata: saya lihat Bilal ber-adzan dan saya ikuti mulutnya ke sana dan kesini, sedang
dua jarinya di dua (lobang) telinganya.
7. Hendaknya adzan dilakukan dengan pelan-pelan, yaitu dengan cara diam sebentar setiap
antara dua kalimat, dan dalam iqamah hendaknya dilakukan dengan cepat, yaitu dengan
menyatukan setiap dua kalimat. Rasulullah saw. berkata kepada Bilal: “Apabila kamu
adzan, maka pelan-pelanlah, dan apabila kamu iqamah cepat-cepatlah.”
8. Adzan dan iqamah hendaknya dilakukan sambil menghadap qiblat, karena para muadzin
Rasulullah saw melakukannya sambil menghadap qiblat. Disamping itu karena dalam
adzan dan iqamah terkandung munajat kepada Allah, sehingga sebaiknya dilakukan
sambil menghadap qiblat.
9. Adzan hendaknya dilakukan dengan ikhlas, dalam arti tidak mengharapkan upah dari
adzan dan iqamah. Hal ini disepakati sebagai kesunahan.
10. Menurut jumhur selainHanafiyah disunahkan agar jama’ah mempunyai dua orang
muadzin, tidak lebih, karena Rasulullah saw. mempunyai dua orang muadzin, yaitu Bilal
dan Ibnu Ummi Maktum. Bagi satu masjid boleh hanya mempunyai satu orang muadzin.
Namun atas dasar hadits diatas sebaiknya mempunyai dua orang muadzin. Seandainya
butuh jumlah muadzin yang lebih banyak, maka boleh sampai empat orang. Karena
utsman r.a. mempunyai empat orang muadzin. Apabila suatu masjid mempunyai banyak
muadzin, maka sebaiknya adzannya dilakukan secara bergiliran, sebagaimana yang
dilakukan oleh Bilal dan Ibnu Ummi Maktum. Sehubungan dengan berbilangnya
muadzin boleh jadi tekhniknya masing-masing muadzin melakukan adzan dimenara
secara terpisah, menghadap kearah yang berlainan, atau adzan secara bersama-sama
serentak di tempat yang sama.
11. Adzan dilakukan pada awal waktu untuk memberitahukan kepada manusia, sehingga
mereka dapat bersiap siaga untuk melakukan shalat.
12. Boleh menyuruh orang lain untuk mengajak para penguasa agar melakukan shalat.
13. Disunahkan agar manusia tidak berdiri sebelum muadzin selesai adzannya, melainkan
mereka harus sabar sedikit hingga adzan selesai atau mendekati selesai, karena bergerak
ketika mendengarkan adzan menyerupai syetan.
14. Membaca salawat atas Nabi Saw. sesudah selesai adzan, kemudian berdoa dengan doa
ini:
سي َل َة
ِ ت ُم َح َّمدًا ا ْل َو
ِ صالَ ِة ا ْلقَا ِئ َم ِة آ َّ اللَّ ُه َّم َر
َّ ب َه ِذ ِه ال َّدع َْو ِة التَّا َّم ِة َوال
َ َوا ْلفَ ِضي َلةَ َوا ْبعَثْهُ َمقَا ًما َمحْ ُمودًا الَّذِى َو
ُع ْدتَه
Artinya: Ya Allah, Tuhan yang mempunyai seruan yang sempurna ini dan shalat yang sedang
didirikan ini, berilah Nabi Muhammad saw. derajat yang tinggi dan pangkat yang mulia, dan
berilah dia kedudukan yang terpuji yang telah Engkau janjikan kepadanya. (riwayat Bukhari
dan lain-lainnya)
15. Disunatkan membaca doa diantara adzan dan iqamah. Sabda Rasulullah saw. “Dari Anas
bin Malik. Ia berkata, “Rasulullah telah berkata, ‘Doa (permintaan) diantara adzan dan
iqamah tidak ditolak.”(Riwayat Ahmad, Abu Dawud, dan Tirmidzi). Pendengar adzan
hendaklah turut pula menyebut dengan perlahan-lahan seperti kalimat adzan yang
diucapkan oleh muadzin kecuali sewaktu muadzin menyebut kalimat:
َّ علَى ال
صالَ ِة َ َح َّي
ِعلَى ا ْلفَالَح
َ َح َّي
F. Pensyariatan Azan
Tentang awal pensyariatan adzan ini juga disebutkan dalam hadits berikut ini:
Abu Umair bin Anas RA mengabarkan dari pamannya seorang dari kalangan Anshar:
bahwa Nabi SAW memikirkan bagaimana cara mengumpulkan orang-orang untuk
mengerjakan shalat berjamaah. Ada yang mengusulkan pada beliau, ”Pancangkanlah bendera
ketika telah tiba waktu shalat, sehingga bila orang-orang melihatnya, mereka akan saling
memanggil untuk menghadiri shalat.” Namun usulan tersebut tidak berkenan dihati
Rasulullah SAW. Ada yang mengusulkan terompet, namun Rasulullah juga tidak berkenan
menerimanya, bahkan beliau mengatakan, ”Itu perbuatan Yahudi”. Ada yang usul lonceng,
beliau bersabda, ”Itu urusan Nasrani”.
Pulanglah Abdullah bin Zaid bin Abdi Rabbihi RA dalam keadaan hatinya dipenuhi
pikiran tentang kegelisahan Rasulullah . Ketika tidur, ia bermimpi mendengarkan lantuan
adzan.
Pertama: Ketika awal diwajibkan shalat di Makkah (tiga tahun sebelum hijrah), belum ada
seruan untuk shalat sama sekali. Hal ini terus berlangsung sampai Nabi hijrah ke Madinah.
Pada masa itu, untuk berkumpul kaum muslimin hanya memperkirakan waktunya.
Kedua: Ada seruan umum yang dikumandangkan Bilal untuk berkumpul guna mengerjakan
shalat setelah terjadi musyawarah Rasulullah dan para sahabatnya, atas usulan Umar ibnul
Khaththab.
Ketiga: Dikumandangkannya adzan yang syar’i setelah Abdullah bin Zaid mendengarnya
dalam mimpinya.
MAKALAH AGAMA
TENTANG
AZAN DAN IQOMAH
DISUSUN OLEH :
1.
VII
KELOMPOK