Anda di halaman 1dari 8

Perbedaan provisi dan kewajiban kontijensi beserta perlakuan akuntansi

Berdasarkan PSAK 57, provisi didefinisikan sebagai liabilitas yang waktu dan jumlahnya belum pasti.
Provisi diakrualkan dengan membebankannya ke beban dan kewajiban serta dicatat hanya jika
memenuhi tiga kondisi yaitu:
1.Entitas memiliki kewajiban kini (baik bersifat hukum maupun bersifat konstruktif) sebagai akibat
peristiwa masa lalu,
2.Kemungkinan besar penyelesaian kewajiban tersebut mengakibatkan arus keluar sumber daya yang
mengandung manfaat ekonomi,
3.Jumlah kerugian dapat diestimasi secara layak. Estimasi yang layak dilihat dari pengalaman,
nasehat pengacara dan lain-lain.

Sedangkan kontinjensi didefinisikan sebagai kewajiban kini yang timbul sebagai akibat peristiwa
masa lalu, tapi tidak diakui karena tidak terdapat kemungkinan besar entitas mengeluarkan sumber
daya untuk menyelesaikan kewajibannya; atau jumlah kewajiban tersebut tidak dapat diukur secara
andal

Kontinjensi menurut PSAK 57 (revisi 2009) adalah :


1) Liabilitas Potensial yang timbul dari peristiwa masa lalu dan keberadaannya menjadi pastivdengan
terjadi atau tidak terjadinya stau peristiwa atau lebih pada masa datang yang tidak sepenuhnya berada
dalam kendali entitas.
2) Liabilitas Kini yang timbul sebagai akibat peristiwa masa lalu, tetapi tidak diakui karena :
a.) Tidak terdapat kemungkinan besar (probable) entitas mengeluarkan sumber daya untuk
menyelesaikan liabilitasnya.
b.) Jumlah liabilitas tersebut tidak dapat diukur secara andal.
Oleh karena itu, provisi masuk ke dalam laporan posisi keuangan (neraca) sebagai bagian dari
liabilitas dengan nama akun provisi (dahulu kewajiban diestimasi – bagian dari liabilitas jangka
pendek/current liabilities), sedangkan kontinjensi harus diungkapkan (disclose) dalam catatan atas
laporan keuangan (notes to financial statement).

Mengapa asset tak berwujud ada yang diamortisasi dan diuji penurunan nilai

Amortisasi merupakan istilah lain dari penyusutan, kalau pada aktiva tetap ada istilah
penyusutan, dalam Aset Tak Berwujud, penyusutan itu disebut amortisasi. dalam PSAK
disebutkan Amortisasi merupakan alokasi jumlah tersusutkan secara sistematis atas aktiva tak
berwujud selama masa manfaat ekonomisnya. Namun, saat ini amortisasi goodwill dalam
akuntansi masih menjadi perdebatan baik di IFRS ataupun di IAS. IFRS maupun IAS
memutuskan untuk tidak membolehkan penerapan amortisasi goodwill dan menggantinya
dengan impairment (revaluasi goodwill).

Di Indonesia, goodwill diperlakukan sebagai beban perusahaan. Beban tersebut


dikapitalisasi dan disusutkan sekian tahun, dialokasikan di setiap periode agar tidak
mengganggu laporan laba rugi saat goodwill diperoleh, karena nilainya yang cukup
material dan diprediksi memiliki manfaat di masa datang. Akan tetapi, goodwill sangat
susah diukur nilainya, sampai kapan berakhir manfaatnya, seperti apa bentuknya. Ini berbeda
dengan perusahaan membeli gedung, secara teknis dan handal bisa diperkirakan (prediksi) umur
ekonomisnya oleh beberapa ahli.

Jika mengacu pada konsep metode amortisasi sekian tahun, estimasi manfaat goodwill
yang habis sekian tahun menjadi tidak relevan. Contoh kasusnya, goodwill sebuah perusahaan
diprediksi akan mengalami amortisasi selama 20 tahun. Dari pernyataan tersebut, maka setelah
20 tahun goodwill perusahaan tersebut diprediksi sudah tak ada manfaatnya lagi. Lalu jika kita
melihat realitanya, brand Nike atau Adidas bertahan sangat lama. Tentu ini sulit untuk diterima
dan tak bisa diandalkan sebagai informasi. Meskipun beberapa perusahaan di Indonesia
melakukannya. Namun, keakuratan perhitungan manfaat tersebut masih belum memiliki patokan
yang jelas. Dengan demikian, goodwill tidak perlu diamortisasi.

Aktiva tak berwujud dengan umur manfaat tak terbatas selain goodwill harus
diuji penurunan nilainya. Pengujian penurunan nilai untuk aktiva dengan umur manfaat tidak
terbatas selain goodwill ini adalah pengujian nilai wajar. Pengujian nilai wajar akan
membandingkan nilai wajar aktiva tak berwujud dengan jumlah yang tercatat. Jika nilai
wajar dari aktiva yang tak berwujud lebih kecil daripada jumlah yang tercatat, maka penurunan
nilainya diakui. Perusahaan memakai pengujian satu tahap ini karena banyak aktiva dengan
umur manfaat tidak terbatas dengan mudah lolos uji pemulihan. Oleh karena itu, pengujian
pemulihan tidak digunakan

Pengertian dan tujuan property investasi beserta contoh dan pengukurannya


Properti investasi adalah properti (tanah atau bangunan atau bagian dari suatu bangunan atau kedua-
duanya) yang dikuasai (oleh pemilik atau lessee/penyewa melalui sewa pembiayaan) untuk menghasilkan
rental atau untuk kenaikan nilai atau kedua-duanya, dan tidak untuk :

(a) Digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa atau untuk tujuan administratif;
(b) Dijual dalam kegiatan usaha sehari-hari.
contoh properti investasi:
(a) Tanah yang dikuasai dalam jangka panjang untuk kenaikan nilai dan bukan untuk dijual jangka pendek
dalam kegiatan usaha sehari-hari.
(b) Tanah yang dikuasai saat ini yang penggunaannya di masa depan belum ditentukan. (Jika entitas belum
menentukan penggunaan tanah sebagai properti yang digunakan sendiri atau akan dijual jangka pendek
dalam kegiatan usaha sehari-hari, tanah tersebut diakui sebagai tanah yang dimiliki dalam rangka
kenaikan nilai).
(c) Bangunan yang dimiliki oleh entitas (atau dikuasai oleh entitas melalui sewa pembiayaan) dan
disewakan kepada pihak lain melalui satu atau lebih sewa operasi.
(d) Bangunan yang belum terpakai tetapi tersedia untuk disewakan kepada pihak lain melalui satu atau lebih
sewa operasi.
(e) Properti dalam proses pembangunan atau pengembangan yang di masa depan digunakan sebagai properti
investasi.
Pengukuran
Properti investasi pada awalnya diukur sebesar biaya perolehan. Biaya transaksi termasuk dalam
pengukuran awal tersebut. Biaya perolehan properti investasi adalah harga pembelian dan setiap
pengeluaran yang dapat diatribusikan secara langsung, seperti biaya jasa hukum, pajak pengalihan
properti, dan biaya transaksi lain.

Biaya perolehan properti investasi tidak termasuk:


 Biaya perintisan (kecuali biaya yang diperlukan untuk membawa properti ke kondisi yang
diinginkan sehingga dapat digunakan sesuai dengan maksud manajemen)
 Kerugian operasional yang terjadi sebelum properti investasi mencapai tingkat hunian yang
direncanakan
 Jumlah tidak normal bahan baku, tenaga kerja, atau sumber daya lain yang terjadi selama masa
pembangunan atau pengembangan properti.

Biaya perolehan awal hak atas properti yang dikuasai secara sewa dan dikelompokkan sebagai properti
investasi mengacu pada PSAK 30 Sewa yaitu aset diakui pada jumlah mana yang lebih rendah antara nilai
wajar properti dan nilai kini dari pembayaran sewa minimum. Setelah pengakuan awal, entitas dapat
memilih antara model nilai wajar atau model biaya untuk kebijakan akuntansi atas seluruh properti
investasinya. Untuk properti yang dikuasai melalui sewa operasi diklasifikasikan sebagai properti
investasi, harus diukur menggunakan model nilai wajar. Untuk properti investasi yang nilai wajarnya
tidak dapat diukur secara andal atas dasar berkelanjutan, harus diukur dengan model biaya.

Jika entitas memilih untuk menggunakan model nilai wajar, maka seluruh properti investasi akan diukur
berdasarkan nilai wajar. Keuntungan atau kerugian yang timbul dari perubahan nilai wajar properti
investasi akan diakui sebagai laba atau rugi pada periode berjalan. Jika sebelumnya entitas telah
mengukur properti investasi berdasarkan nilai wajar, maka entitas melanjutkan pengukuran properti
tersebut berdasarkan nilai wajar hingga pelepasan bahkan jika transaksi pasar yang sejenis menjadi jarang
terjadi dan harga pasar menjadi tidak banyak tersedia.Entitas yang memilih untuk menggunakan model
biaya, maka seluruh properti investasinya akan diukur sesuai dengan ketentuan dalam PSAK 16 Aset
Tetap.

Berdasarkan IAS 27 apakah harus menggunakan kebijakan akuntansi yang seragam

Prinsip Laporan keuangan konsolidasi disusun dengan menggunakan kebijakan akuntansi yang sama
untuk peristiwa dan transaksi sejenis dalam kondisi yang sama. Apabila anak perusahaan menggunakan
kebijakan akuntansi yang berbeda dari kebijakan akuntansi yang digunakan dalam laporan keuangan
konsolidasi, maka dilakukan penyesuaian yang diperlukan terhadap laporan keuangan anak perusahaan
tersebut.

Pengertian laporan konsolidasi , jelaskan 2 teori konsolidasi dan keterbatasan laporan keuangan
konsolidasi

Laporan Keuangan Konsolidasi adalah Laporan yang menyajikan posisi keuangan dan hasil operasi untuk
induk perusahaan (entitas pengendali) dan satu atau lebih anak perusahaan (entitas yang dikendalikan)
seakan-akan entitas-entitas individual tersebut merupakan satu entitas atau perusahaan satu
perusahaan.

Keterbatasan laporan keuangan konsolidasi

 Karena hasil operasi dan posisi keuangan dari masing-masing perusahaan yang dimasukan dalam
laporan keuangan konsolidasi tidak diungkapkan, maka kinerja atau posisi dari satu atau lebih
perusahaan dapat disembunyikan oleh kinerja baik dari perusahaan lainnya.
 Tidak semua saldo laba konsolidasi tersedia untuk deviden induk perusahaan karena sebagian
dapat mencerminkan bagian induk perusahaan atas laba anak perusahaan yang belum dibagikan.
Begitu pula karena laporan keuangan konsolidasi termasuk asset anak perusahaan, tidak semua
asset yang ditampilkan tersedia untuk pembagian deviden induk perusahaan.
 Karena rasio-rasio keuangan berdasarkan laporan keuangan konsolidasi dihitung berdasarkan
informasi gabungan, rasio-rasio tersebut tidak mewakili perusahaan mana pun yang dikonsolidasi,
termasuk induk perusahaan.
 Akun-akun yang sama dari perusahaan-perusahaan berbeda yang digabungkan dalam konsolidasi,
bisa jadi tidak seluruhnya dapat diperbandingkan. Sebagai contoh, panjang siklus oprasi dari
perusahan-perusahaan yang berbeda dapat bervariasi, menyebabkan piutang dari panjang periode
yang sama diklasifikasikan berbeda.
 Informasi tambahan tentang masing-masing perusahaan atau kelompok perusahaan yang
termasuk dalam konsolidasi sering sekali diperlukan untuk penyajian wajar, tetapi tambahan
pengungkapan tersebut dapat menyebabkan catatan atas laporan keuangan menjadi sangat banyak.

TEORI KONSOLIDASI
Terdapat 2 (dua) teori konsolidasi terkemuka yakni entity theory dan parent company
theory dimana masing-masing teori memiliki filosofi unik mengenai sifat dan tujuan laporan
keuangan konsolidasi. Praktik saat ini mempertahankan elemen-elemen kedua teori. Beams
menggambarkan konsep paduan yang mendasari teori dan praktik konsolidasi saat ini
sebagai contemporary theory.
1. Entity Theory
Menurut teori ini, kelompok yang dikonsolidasikan adlah sebuah entitas yang
terpisah dari pemiliknya. Penekanan ada pada pengendalian kelompok operasi
entitas hukum sebagai unit tunggal sehingga aktiva dan pendapatan investasi yang
diperoleh menjadi milik entitas gabungan.
2. Parent Company Theory
Menurut teori ini, pemegang saham perusahaan induk dipandang sebagai unit yang
memiliki kepentingan kepemilikan dalam aktiva bersih kelompok yang
digabungkan. Laporan keuangan yang dihasilkan menggambarkan perspektif
perusahaan induk.

NB : dibawah ini ada tabel perbandingan, tapi traditional theory udh ga dipake ya. Klo ditanya 2
teori konsol jawabannya parent-co sama entity aja.

Perbedaan Parent-Company Theory Entity Theory Traditional Theory


Tujuan dasar Perluasan dari laporan Dibuat dari sudut Menyajikan posisi
dan pemakai perusahaan induk, untuk pandang total entitas keuangan dan hasil operasi
laporan manfaat dan dari sudut konsolidasi dan ditujukan usaha perusahaan tunggal,
keuangan pandang pemegang kepada seluruh pihak tetapi dibuat untuk
konsolidasi saham perusahaan induk. yang memiliki kepentingan pemegang
kepentingan dalam saham dan kreditor
entitas. perusahaan induk.
Laba bersih Laba untuk pemegang Laba untuk seluruh Laba untuk pemegang
konsolidasi saham perusahaan induk. pemegang saham entitas saham perusahaan induk.
konsolidasi.
Laba Beban dari sudut pandang Alokasi seluruh laba Pengurangan dalam
kepemilikan pemegang saham bersih konsolidasi kepada menentukan laba bersih
minoritas perusahaan induk, pemegang saham konsolidasi, tetapi bukan
perusahaan anak sebagai minoritas. beban. Merupakan alokasi
entitas terpisah. realisasi laba entitas
kepada kepemilikan
minoritas dan mayoritas.
Ekuitas Kewajiban dari sudut Bagian dari ekuitas Bagian dari ekuitas
kepemilikan pandang pemegang konsolidasi, pelaporannya konsolidasi, dilaporkan
minoritas saham perusahaan induk. sama dengan penyajian dalam jumlah tunggal
Pengukuran didasarkan ekuitas pemegang saham karena pemilik minoritas
pada ekuitas hukum mayoritas. tidak akan mengambil
perusahaan anak. manfaat dari
pengungkapannya.
Konsolidasi Kepemilikan perusahaan Seluruh aktiva bersih Aktiva bersih perusahaan
Aktiva bersih induk atas aktiva bersih perusahaan anak anak dikonsolidasikan
perusahaan perusahaan anak dikonsolidasikan pada pada nilai buku ditambah
anak dikonsolidasikan dengan nilai wajarnya yang kelebihan biaya investasi
menggunakan harga yang berdasarkan harga yang perusahaan induk atas nilai
dibayarkan perusahaan dibayarkan perusahaan bukunya. Kelebihan
induk. Kepemilikan induk. Kepemilikan tersebut diamortisasi
minoritas dikonsolidasikan mayoritas dan minoritas selama 40 tahun.
pada nilai bukunya. atas aktiva bersih, dinilai
dengan konsisten.
Keuntungan Eliminasi 100% dari laba Eliminasi 100% dalam Eliminasi 100% dari
dan kerugian bersih konsolidasi untuk menentukan laba bersih pendapatan dan beban
yang belum penjualan arus-bawah dan konsolidasi dengan dengan alokasi antara
direalisasi eliminasi kepemilikan alokasi antara kepemilikan minoritas dan
perusahaan induk untuk kepemilikan minoritas dan mayoritas untuk penjualan
penjualan arus-atas. mayoritas untuk penjualan arus-atas.
arus-atas.

Keuntungan Pengakuan 100% dalam Pengakuan 100% dalam Pengakuan 100% dalam
dan kerugian laba bersih konsolidasi laba bersih konsolidasi akun-akun pendapatan dan
konstruktif atas penarikan hutang total dengan alokasi beban dengan alokasi
atas perusahaan induk dan antara kepemilikan antara kepemilikan
penarikan pengakuan kepemilikan minoritas dan mayoritas minoritas dan mayoritas
hutang perusahaan induk untuk untuk penarikan hutang untuk penarikan hutang
penarikan hutang perusahaan anak. perusahaan anak.
perusahaan anak.

Perbedaan (direct finance lease dan sales type lease), (operating lease dan finance lease)

Finance Lease atau Capital Lease (sewa guna usaha pembiayaan)

Dalam hal ini, Lessor sebagai perusahaan guna usaha yang merupakan pihak yang membiayai
penyediaan barang modal. Kemudian, Lesseesebagai penyewa yang biasanya dalam transaksi ini
penyewa memilih barang modal yang dibutuhkan dan kemudian di catat atas nama perusahaan sewa
guna usaha. Selama masa sewa, penyewa melakukan pembayaran secara berkala dimana jumlah
seluruhnya ditambah dengan pembayaran nilai sisa. Kemudian jika memungkinkan, akan mencakup
pengembalian harga perolehan barang modal yang dibiayai serta bunganya yang merupakan
pendapatan atas sewa guna usaha.

Operating Lease (sewa menyewa biasa)

Di dalam operating lease ini, perusahaan sewa guna usaha membeli barang modal dan kemudian barang
modal tersebut disewakan kepada penyewa. Dalam transaksi ini berbeda dengan finance lease yang
dalam pembayarannya berkala. Kemudian di dalam operating lease tidak mencakup jumlah biaya yang
di keluarkan untuk memperoleh barang modal tersebut beserta bunganya.

Sales Type Lease.

Suatu lease digolongkan sebagai Sales Type Lease bila kriteria yang telah dikemukakan di atas dapat
dipenuhi dan transaksi lease diatur sedemikian rupa, sehingga lessor (umumnya pabrikan dealer)
mengakui keuntungan atau kerugian atas transaksi lease tersebut. Untuk keperluan ini, nilai wajar (fair
value) aktiva leasing harus berbeda nilai bukunya dengan carrying valuenya. Makna ekonomis transaksi
ini adalah penjualan. Hal seperti ini misalnya terjadi pada dealer mobil yang menyewa-gunakan mobil
kepada para langganannya yang sesungguhnya merupakan penjualan.

Direct Financing Lease.

Direct Financing Lease berbeda dari Sales Type Lease karena lease dalam transaksi ini tidak
merealisasikan suatu keuntungan atau kerugian. Dalam Direct Financing lease, nilai wajar barang yang
disewa-gunakan permulaan lease adalah sewa dengan harga perolehannya atau nilai bukunya. Jenis
transaksi lease ini lebih banyak melibatkan perusahaan dalam kegiatan pembelanjaan. Lessor, biasanya
suatu bank atau lembaga keuangan lainnya membeli aktiva dan kemudian menyewagunakan aktiva
tersebut kepada lessee. Transaksi pemberian pinjaman yang konvensional dimana peminjam
mempergunakan dana yang dipinjamkannya untuk membeli aktiva. Terdapat banyak alasan ekonomis,
mengapa transaksi leasing ini dianggap perlu antara lain sebagai berikut: 1. Lesse dapat memperoleh
100 % dana pembelanjaan dari lessor. 2. Penggunaan dana lebih fleksibel untuk benefit perpajakan. 3.
Lessor menerima akuivalen berupa bunga dan juga aktiva dengan nilai residu pada akhir jangka waktu
berlakunya lease.

Perlakuan akuntansi dari sudut lesse untuk transaksi sales and lease back

Dalam transaksi sale-leaseback yang dilakukan secara finance lease,


kelebihan hasil penjualan terhadap nilai buku tidak boleh segera diakui sebagai
pendapatan dalamlaporan keuangan penjual (lessee) melainkan pengakuannya
ditangguhkan dan dialokasikan selama masa sewa guna usaha. Apabila transaksi sale-
leaseback ini dilakukan secara operating lease berdasarkan nilai pasar yang wajar,
laba atau rugi harus langsung diakui. Sedangkan apabila nilai transaksi sale-leaseback itu
dilakukan di atas nilai pasar yang wajar, kelebihan terhadap nilai pasar yang
wajar harus ditangguhkan pengakuannya dan dialokasikan selama masa sewa
guna usaha.

Mengapa ada kepemilikan kurang dari 50 persen hak suara pada perusahaan lain tetap memiliki
control pada perusahaan tersebut

Karna jika perusahaan

 Memiliki kekuasaan yang melebihi setengah hak suara sesuai dengan perjanjian dengan investor
lain
 Memiliki kekuasaan untuk mengatur kebijakan keuangan dan operasional entitas berdasarkan
anggaran dasar atau perjanjian
 Memiliki kekusaan untuk menunjuk atau mengganti sebagian besa dengan direksi atau dengan
komisaris atau organ pengatur setara dan mengendalikan entitas melaui dengan atau organ
tersebut
 Memiliki kekuasaan untuk memberikan suara mayoritas pada rapat de+an direksi ataude+an
komisaris atau organ pengatur setara dan mengendalikan entitas melaui de+anatau organ
tersebut

4 kategori financial asset dan perlakuan akuntansinya

Sesuai dengan IAS 39 maka aset keuangan dibagi menjadi 4 kategori sebagai berikut:

Aset keuangan pada nilai wajar melalui laba rugi (Financial assets at fair value through profit or
loss/FVTPL).

Investasi yang ditahan sampai jatuh tempo (Held-to-maturity investments/HTM).

Pinjaman dan Piutang (Loans and receivables/L&R).

Aset keuangan yang tersedia untuk dijual (Available-for-sale financial assets /AFS).

FVTPL dapat termasuk aset keuangan yang dipegang untuk tujuan diperdagangkan (trading) atau
memang memilih untuk dimasukkan pada kategori ini. Aset keuangan dimasukkan dalam kategori
dengan tujuan untuk diperdagangkan jika entitas memiliki tujuan untuk menjual atau membeli kembali
dalam jangka waktu dekat. Apabila entitas memang memilik untuk dimasukkan dalam kategori ini maka
disebut dengan fair value option.

Kategori kedua, HTM, mencakup aset keuangan dengan pembayaran yang tetap dan tertentu serta ada
jangka waktu jatuh tempo dimana entitas memiliki keinginan positif dan kemampuan untuk
memegangnya sampai dengan jatuh tempo. Aset keuangan ini mencakup investasi dalam obligasi dan
instrumen utang lainnya dimana entitas tidak akan menjualnya sebelum masa jatuh tempo.

Kategori ketiga, L&R, termasuk aset keuangan dengan pembayaran yang telah ditentukan waktunya
serta tetap yang tidak memiliki nilai pada pasar aktif. Termasuk di dalam kategori ini adalah piutang,
wesel tagih, pinjaman dll.

Kategori keempat, AFS, termasuk aset keuangan yang tidak termasuk dalam ketiga kategori tersebut di
atas atau entitas yang memilih untuk mengklasifikasikan asetnya ke dalam golongan ini.

Anda mungkin juga menyukai