com/
TUGAS INDIVIDU
Dosen Pengampu:
Prof. Dr. Ir. Rudi Wibowo, M.S
Disusun Oleh:
Muhammad Malik Muqtadir
NIM. 1815020201007
Prifitabilitas
Solvabilitas Analisis L/R, Rasio Akutansi
Likuiditas (Kinerja Keuangan),
Efisiensi Marginshare, Analisis Transmisi
Economic Value Added Harga (Elastisitas Transmisi
PERFORMANCE (Kinerja) Efisiensi Harga) , SCM
Pertumbuhan
Force Field Analisi (FFA),
Efektifitas
SWOT, TWOS
Analisis Merit, Kompetisi,
Employment
Produktivitas kerja
Ditulis oleh admin https://www.kudupinter.com/
A. KONSENTRASI INDUSTRI
Douglas F. Greer pada tahun 1984 dalam Hasibuan 1993, menjelaskan
bahwa terdapat empat sebab pokok terjadinya konsentrasi industri yang meningkat
atau menurun, yakni pertama, nasib baik (luck); kedua, karena adanya sebab teknis
(luasnya pasar, skala ekonomi, kelangkaan sumber daya, dan pertumbuhan pasar
serta yang terpenting adalah kemajuan teknologi); ketiga, karena kebijaksanaan
pemerintah (adanya undang-undang antimonopoli, patent, lisensi, dan berbagai
regulasi); dan keempat, kebutuhan bisnis sehingga ada kebijaksanaan perusahaan
untuk mengambil keputusan tertentu (merjer, diferensiasi produk, dan praktek-
praktek bisnis yang membatasi perusahaan lain untuk beroperasi.
Menurut Prasetyo (2010).Konsentrasi dari beberapa perusahaan dalam
suatu industri sering menjadi perhatian para ekonom, ahli strategi bisnis, dan agen-
agen pemerintah. Tujuan industri dalam bisnis adalah untuk mencapai keuntungan
maksimum, dan agar keuntungan maksimum dapat tercapai, maka struktur industri
yang tercermin dalam struktur pasar harus kuat. Semakin elastisnya permintaan,
maka ada kecenderungan struktur pasar yang akan semakin terkonsentrasi.
Konsentrasi industri merupakan sebagai suatu ukuran relatif yang memperhatikan
derajat penguasaan pasar oleh beberapa perusahaan dalam suatu industri yang
berada dalam pasar.
Tingkat konsentrasi industri merupakan suatu variabel dalam struktur
industri yang dapat diukur. Konsentrasi industri ini menginformasikan ukuran
relatif dari perusahaan-perusahaan yang ada pada suatu pasar industri. Ada
beberapa ukuran dari konsentrasi industri, salah satunya adalah Andil Perusahaan.
Hasil dari berbagai ukuran konsentrasi ada yang meningkat dan ada yang menurun.
Jika tingkat konsentrasi dalam keadaan meningkat, maka tingkat persaingan di
pasar antar industri menurun, dan jika tingkat konsentrasi dalam keadaan menurun,
maka kondisi tingkat persaingan meningkat
Tujuan dari pengukuran konsentrasi adalah untuk mengetahui ciri-ciri
struktur pasar dalam suatu variabel dalam industri. Rasio konsentrasi atau
concentration ratio (CR) atau sering disingkat dengan CRN merupakan cara yang
paling sering digunakan untuk mengetahui ukuran suatu industri. Di mana N
menunjukkan jumlah andil perusahaan yang biasanya digunakan sebagai ukuran,
misalkan sejumlah 1-10 andil perusahaan dalam industri.
Tipe-Tipe Pasar dalam Industri
Struktur Pasar Kondisi Utama
Monopoli Murni Jika suatu perusahaan mampu memiliki
100% pangsa pasar industri yang ada
Perusahaan yang dominan Suatu perusahaan yang memiliki 50-
100% pangsa pasar dan tanpa persaingan
yang kuat diantara industri
yang ada
Oligopoli Ketat Jumlah perusahaan sedikit dan CR4 atau
penggabungan 4 perusahaan terbesar
yang memiliki pangsa pasar 60-100%,
dan kesepakatan diantara mereka dalam
menetapkan harga relatif mudah
Oligopoli Longgar Jumlah perusahaan banyak dan CR4
yang memiliki 40-60% pangsa pasar,
kesepakatan diantara mereka untuk
menentukan harga sebenarnya sangat
sulit namun tetap saja dapat terjadi
Persaingan Monopolistik Banyak persaingan efektif, tetapi tidak
satupun memiliki lebih dari 100%
pangsa pasar, termasuk banyak
perusahaan dan produk diferensiasi
Sumber : Disarikan dari berbagai sumber, dalam Prasetyo,2010
share) atau penjualan, nilai tambah, keuntungan, besarnya modal, besarnya tenaga
kerja, dan sebagainya tergantung dari konsentrasi apa yang ingin dilihat dalam
suatu industri.
Berdasarkan pada Tabel diatas dapat dinyatakan hingga saat ini tidak ada
ukuran konsentrasi yang baku, karena pada dasarnya nilai konsentrasi ini memang
ukuran relatif, sehingga yang lebih penting adalah ukuran konsistensinya serta perlu
diperhatikan perilaku industrinya.
Tabel 2.3 Dimensi Batasan Nilai Rasio Konsentrasi Suatu Industri
Dimensi Ukur Menurut Nilai CR-4 Nilai CR-8 Struktur Industri
Stigler - 60% Oligopoli
Joe S.Bain :
Kelompok I (IA & IB) 87% 99% Oligopoli penuh
Kelompok II 72% 88% Oligopoli tipe 2
Kelompok III 61% 77% Oligopoli tipe 3
Kelompok IV 38% 45% Oligopoli tipe 4
Kelompok V 22% 32% Oligopoli tipe 5
<32% Tak terkonsentrasi
kekurangan nya tersendiri. Adapun beberapa macam ukuran yang digunakan dalam
mengukur konsentrasi suatu industri adalah sebagai berikut :
1. Rasio Konsentrasi (Concentration Ratio)
Rasio konsentrasi (concentration ratio) atau sering dikenal dengan istilah
CR merupakan ukuran yang digunakan untuk mengetahui konsentrasi industri
dengan menggunakan teknik andil setiap perusahaan yang ada dalam industri yang
ingin diamati. Variabel-variabel yang ingin digunakan tergantung dari tujuan
pengamatan yang diinginkan, misalkan dapat berdasarkan pada variabel ; market
share, output, nilai tambah, nilai penjualan, nilai investasi, profit, tenaga kerja,
modal dan sebagainya (Prasetyo,2010).
𝑛
𝑋𝑖
𝐶𝑅𝑛 = ∑
𝑇𝑗
𝑖=1
Keterangan :
n = jumlah perusahaan industri yang dapat diukur.
X = besarnya nilai absolut dari dari variabel yang sedang diamati pada sejumlah
perusahaan ke-i.
T = mewakili jumlah keseluruhan nilai absolut dari variabel yang diukur atau
diamati dalam industri tersebut.
Hasil penghitungan CR yang sederhana dan bermanfaat untuk mengetahui
bentuk struktur industri juga memiliki kelemahan yaitu ukuran CR kurang mampu
menggambarkan struktur suatu industri secara lengkap. Hal ini dikarenakan
penghitungan CR hanya menggunakan satu variabel saja, dimana nilai rasio
konsentrasi ini kurang mampu memberikan informasi yang lengkap tentang struktur
industri.
2. Indeks Lerner (IL)
Pasar Monopoli menggunakan Indeks Lerner (IL) untuk menentukan derajat
kekuatan monopoli. Indeks Lerner secara tidak langsung mengukur laba yang
diperoleh dalam suatu industri. IL membandingkan antara perbedaan harga yang
berlaku dangan biaya marjinal terhadap harga tersebut. IL cenderung mengukur
kinerja industri, bukan struktur pasar industri. Menurut perhitungan Indeks Lerner,
semakin tinggi IL semakin kuat derajat monopolinya. Atau dengan kata lain, Daya
monopoli dikatakan makin besar bila keputusan harga dan output perusahaan makin
sulit dilawan oleh pasar. Menurut Rahardja (2004), Abba Lerner mengukur
kemampuan perusahaan berlandaskan permintaan yang dihadapi perusahaan
dengan menghitung angka indeks, yang dikenal sebagai indeks Lerner (Lerner
Index).
Berdasarkan persamaan di atas, daya monopoli makin besar bila nilai L makin
besar. Indeks Lerner mempunyai nilai antara 0 dan 1. Dalam pasar persaingan
sempurna daya monopoli adalah nol (L=0) karena dalam keseimbangan harga sama
dengan biaya marjinal (P=MC). Besarnya indeks Lerner dipengaruhi oleh beberapa
faktor:
a. Elastisitas Harga
Permintaan Dalam pasar persaingan sempurna, elastisitas permintaan tak
terhingga. Laba maksimum tercapai bila P=MC. Karena itu, dalam pasar persaingan
sempurnal nilai L sama dengan nol. Perusahaan tidak mempunyai daya monopoli
(price taker). Makin in-elastis permintaan, makin besar nilai L atau daya monopoli.
b. Jumlah Perusahaan
Dalam Pasar Makin sedikit jumlah perusahaan, daya monopoli makin besar.
Dalam pasar persaingan sempurna, jumlah perusahaan banyak sekali, sehingga
konsumen leluasa memilih produsen. Permintan elastis sempurna, sehingga nilai L
sama dengan nol.
c. Interaksi Antar
Perusahaan Makin solid interaksi antar perusahaan, makin besar daya
monopoli. Dalam pasar persaingan sempurna, karena jumlah perusahaan sangat
banyak, amat sulit melakukan konsolidasi untuk mencapai kekuatan monopoli.
Makin sedikit jumlan perusahaan, makin mudah melakukan konsolidasi (interaksi).
Karena itu, struktur pasar yang berpotensi besar untuk memiliki daya monopoli
besar adalah oligopoli.
Indeks Lerner bukanlah indeks laba (profit index). Sebab laba berkaitan
dengan biaya rata-rata. Walaupun memiliki daya monopoli yang besar (nilai L
besar), tanpa efisiensi perusahaan bahkan akan mengalami kerugian.
3. Indeks Hirscman-Herfindahl
Indeks Herfindahl (HI) merupakan ukuran konsentrasi suatu industri yang mampu
menggambarkan konsentrasi industri yang lebih lengkap jika dibandingkan dengan
Rasio Konsentrasi (Concentration Ratio). Namun Indeks Herfindahl ini juga
mempunyai kelemahan pada saat pemberian bobot. Nilai Hi sangat sensitif terhadap
andil perusahaan yang terbesar dalam industri. Karena semakin besar andil
perusahaan akan semakin berarti dalam nilai HI.
Indeks Hirscman-Herfindahl melakukan pendekatan dengan menghitung
pangsa penjualan (sales) perusahaan-perusahaan besar relatif terhadap total
penjualan pasar. Seperti hanya dalam perhitungan IL dan IB, dihitung untuk
mengkaji kinerja industri tertentu. HHI ini sangat sensitif terhadap perusahaan yang
mempunyai pangsa pasar cukup besar. Perusahaan yang mempunyai pangsa pasar
kecil akan memberikan kontribusi yang juga kecil terhadap HHI dan konsentrasi
industri.
H = S12 + S22 + ..... +Sn2
S1 = Pangsa pasar perusahaan terbesar disektor tersebut
S2 = Pangsa pasar perusahaan kedua terbesar disektor tersebut
Sn = Pangsa pasar perusahaan ke n terbesar disektor tersebut.
Semakin terkonsentrasi suatu industri, kekuatan pasar (market power;
kemampuan untuk menentukan harga) dari suatu perusahaan dalam suatu industri
juga akan meningkat.
Monopoly adalah bentuk konsentrasi industri yang paling tinggi
Analisis dari nilai HHI adalah sebagai berikut:
HHI < 1000, struktur pasar dalam industry tersebut cenderung kearah persaingan
bebas (open market).
1000 < HHI < 1800, cenderung kearah
1800 < HHI, struktur pasar cenderung kearah Monopoli.
Koefisien Gini didefinisikan sebagai sebagai rasio dari luasan yang terletak
di antara garis diagonal dan Kurva Lorenz dibagi dengan luasan segitiga di bawah
garis diagonal. Nilai maksimum dan minimum adalah satu dan nol, berturut-turut
mewakili total inequality dan total equality.
Jika luasan di antara garis diagonal (perfect equality) dan Kurva Lorenz
adalah A, dan luasan di bawah Kurva Lorenz adalah B, maka Koefisien Gini adalah
A / (A+B). Karena A+B = 0.5, maka Koefisien Gini, G = A/(0.5) = 2A = 1-2B. Jika
Kurva Lorenz merupakan fungsi Y = L(X), nilai dari B dapat dicari dengan fungsi
integral, sehingga:
G = 1 – 2*(integral 0-1 dari L(X)dX)
Kurva Lorenz dapat dituliskan sebagai fungsi L(F), dalam hal mana F
adalah sumbu horizontal, dan L adalah sumbu vertikal. Untuk populasi berukuran
n, dengan urutan nilai yi i=1 hingga n yang diurutkan meningkat (yi <= yi+1), maka
Kurva Lorenz adalah fungsi linier yang menghubungkan titik-titik (Fi, Li), i = 0
hingga n, dalam hal mana F0 = 0, L0 = 0, dan untuk i = 0 hingga n:
Fi = i/n
Si = Yj1 + Yj2 + … + Yji
Li = Si/Sn
C. DIFERENSIASI PRODUK
Dalam pemasaran diferensiasi produk adalah kegitan modifikasi produk
agar menjadi lebih menarik. Diferensiasi ini merupakan penelitian pasar yang
cukup serius karena agar bisa benar-benar berbeda, diperlukan pengetahuan produk
pesaing. Diferensiasi produk ini biasanya mengubah sedikit karekter produk, antara
lain kemasan dan tema promosi tanpa mengubah spesifikasi fisik produk, meskipun
itu diperbolehkan. Diferensiasi produk mencakup ( Philip Kotler, 2005 : 350 ) :
1. Bentuk Banyak produk dapat dideferensiasikan berdasarkan bentuk,
ukuran, model, atau struktur fisik produk.
2. Keistimewaan Produk dapat ditawarkan dengan berbagai keistimewaan,
yakni karekteristik yang melengkapi fungsi dasar produk. Upaya untuk
menjadi yang pertama dalam memperkenalkan keistimewaan baru yang
berharga merupakan salah satu dari cara yang paling efektif untuk bersaing.
3. Mutu kerja Mutu kinerja mengacu pada tingkat dimana karakteristik dasar
produk itu beropersi.
4. Mutu kesesuain Kualitas kesesuain adalah tingkat dimana semua unit yang
berproduksi adalah identik dan memenuhi spesifikasi sasaran yang
dijanjikan oleh sebuah produk.
5. Daya tahan Suatu ukuran usia opersi produk yang diharapkan dalam kondisi
normal.
6. Keandalan Ukuran kemungkinan suatu produk tidak akan rusak atau gagal
dalam suatu periode tertentu.
7. Gaya Dimana digambarkan penampilan dan persaman yang ditimbulkan
oleh produk bagi pembeli.
8. Rancangan Salah satu cara yang paling ampuh untuk mendeferensiasikan
dan memposisikan produk dan jasa perusahaan.
9. Mudah diperbaiki Sutu ukuran kemudahan untuk memperbaiki suatu
produk yang rusak atau gagal.
tersebut dapat dilakukan dengan mengikuti prosedur sebagai berikut (Foreit dan
James, 2004) :
1. Tahap awal
Sebelum membuat pernyataan kepada konsumen mengenai berapa besarnya harga
barang dalam metode survei langsung, ada pertanyaan dasar yang harus dijawab
terlebih dahulu yaitu berapa seharusnya kita menetapkan harga barang ini. Untuk
menjawab pertanyaan tersebut, ada beberapa hal perlu dipertimbangkan yaitu :
a. Tujuan utama perusahaan adalah mendapatkan keuntungan yang
maksimal (profit maximization). Untuk mendapatkan keuntungan
tersebut, perlu dipertimbangkan biaya yang dikeluarkan oleh
perusahaan baik biaya tetap maupun biaya variabel. Hal ini penting
untuk menentukan berapa besarnya haga yang akan ditetapkan pada
barang tesebut.
b. Siapa target populasi (kosumen), target populasi konsumen merupakan
hal penting karena terkait nilai barang yang akan dijual. Barang yang
sama dapat dinilai berbeda jika konsumen berasal dari kalangan yang
berbeda. Dalam strategi pemasaran, barang yang asalnya sama dapat
dikemas dengan kemasan yang berbeda (diversifikasi) dengan tujuan
konsumen yang berbeda.
c. Tentukan strategi sampling, metode penarikan sampel dan besarnya
sampel akan berpengaruh pada survei WTP. Sampel yang tepat akan
dapat merepresentasikan konsumen.
2. Mendesain kuisioner
Kuisioner merupakan alat utama dalam survei langsung ini. Kuisioner yang tepat
akan dapat mencerminkan kondisi sebernarnya kesediaan konsumen dalam
membayar dan sebaliknya. Kuisioner yang tepat harus berpedoman pada hasil
observasi tahap awal. Hal penting yang perlu ada dalam kuisioner tersebut adalah
kondisi demografis seorang konsumen meliputi umur, jenis kelamin, tingkat
pendapatan, pekerjaan, selera pada barang berkaitan dengan barang tersebut.
Kuisioner ini dapat disusun baik terbuka maupun tertutup. Pertanyaan utama dalam
kuisioner adalah berapa harga tertinggi yang bersedia anda bayarkan untuk
B. STRATEGI PODUK
1. Analisis Segmenting
Menurut Kasali segmentasi pasar adalah proses mengkotak-kotakkan pasar
(heterogen) kedalam kelompok-kelompok pelanggan potensial (potential customer)
yang memiliki kesamaan kebutuhan dan kesamaan karakter yang memiliki respon
yang sama dalam membelanjakan uangnya (Mutmainna, 2017) .Dengan penerapan
segmentasi pasar, perusahaan yang memproduksi dan memasarkan suatu produk
dapat melakukannya dalam jangka waktu yang panjang dengan biaya per unit yang
lebih rendah serta usaha penyimpanan dan pengankutannya lebih efisien. Selain itu,
biaya periklanan per unitnya juga lebih rendah untuk satu macam produk dibanding
bila mempromosikan beberapa macam produk. Segmentasi pasar sangat
bermanfaat bagi setiap perusahaan yang menerapkannya, karena segmentasi pasar
dapat membuat kinerja suatu pemasaran lebih efektif dan efisien.
Philip Kotler menyatakan bahwa ada 4 dasar dalam menentukan segmentasi
pasar konsumen, yaitu
1. Segmentasi geografis :
Segmentasi geografis memerlukan pembagian pasar menjadi berbagai unit
geografis seperti negara, negara bagian, wilayah, kabupaten, kota atau lingkungan
sekitar. Perusahaan dapat beroperasi disatu atau beberapa daerah, atau beroperasi
di seluruh daerah, sambil tetap memberikan perhatian pada variasi lokal.
Segmentasi ini dilakukan dengan mengelompokkan konsumen menjadi bagian
pasar menurut skala wilayah / letak geografis yang dapat dibedakan berdasarkan :
a. Wilayah
Dapat diperoleh segmen pasar yang berupa pasar local, pasar
regional, pasar nasional, dan pasar luar negeri atau ekspor. Masing-
masing pasar berdasarkan wilayah ini berbeda-beda potensi dan cara
menanganinya.
b. Iklim
Dengan dasar ini diperoleh segmen pasar yang berupa pasar daerah
pegunungan dan dataran tinggi serta pasar daerah pantai dataran
C. ADVERTISING
1. Analisis EPIC Model
EPIC (Empathy, Persuasion, Impact, Communication) Model, metode
pengukuran efektivitas iklan ini ditemukan oleh lembaga riset dan penelitian The
Nielsen Company, dan terdiri dari empat dimensi yang saling melengkapi. The
Nielsen Company menyarankan bahwa konsep yang sukses akan :
Memacu respon empati, membuat konsumen merasa terikat secara
personal.
Mempersuasikan konsumen untuk mengambil tindakan atau setidaknya
ingin untuk menginvestigasi konsep secara lebih mendalam.
Memiliki dampak atau setidaknya tingkat keunikan.
Mengartikulasisecara jelas, setidaknya satu kelebihan produk yang
relevan dan diharapkan.
Berbagai model diciptakan untuk mengukur efektivitas iklan. Efektivitas
iklan dapat diukur dengan menggunakan model EPIC Model yang dikembangkan
oleh The Nielsen Company. Model ini mengukur efektivitas iklan terhadap dampak
komunikasi, mencakup empat dimensi kritis, yaitu: empati, persuasi, dampak dan
komunikasi (Empathy, Persuasion, Impact, and, Communication). Untuk
kampanye periklanan yang berbeda, dimensi-dimensi ini memiliki tingkat
kepentingan yang berbeda pula, tergantung pada tujuan pemasaran. Pendekatan
EPIC Model ini penting, karena bisa menampilkan kemampuan konsep dalam
sebuah basis multidimensional, menafsirkan, misalnya apakah konsep yang dinilai
buruk, terhanya hanya gagal di satu dimensi. Model merupakan penyederhanaan
dari sesuatu yang mampu mewakili sejumlah objek atau aktivitas.
Menurut Durianto et. al, (2003) bahwa dimensi-dimensi yang ada pada
EPIC Model adalah:
a. Dimensi empati (empathy),
Dimensi empati menginformasikan apakah konsumen menyukai promosi,
dan bagaimana konsumen melihat hubungan promosi tersebut dengan pribadi
mereka. Empati merupakan keadaan mental yang yang membuat seseorang
mengidentifikasi dirinya atau merasa dirinya pada keadaan perasaan atau keadaan
yang sama dengan orang atau kelompok lain. Dimensi empati melibatkan afeksi
dan kognisi konsumen. Afeksi melibatkan perasaan, sementara kognisi melibatkan
pemikiran. Dimensi empati dapat menggambarkan keadaan positif maupun negatif
dari suatu kegiatan promosi. Konsumen melihat yang melihat bahwa suatu produk
memiliki konsukuensi yang relevan secara pribadi, maka konsumen dikatan terlibat
dengan produk tersebut dan memiliki hubungan dengan produk tersebut.
Keterlibatan mengacu pada persepsi konsumen tentang pentingnya atau relevansi
personal suatu objek, kejadian, atau aktivitas. Konsumen memiliki tiga jenis
pengetahuan produk. Konsumen memiliki tiga jenis pengetahuan produk, yaitu:
1. Pengetahuan tentang atribut atau karakteristik produk.
2. Konsekuensi positif atau keuntungan penggunaan produk berupa
konsekuensi fungsional dan konsekuensi emosional.
3. Nilai produk yang membuat konsumen puas.
2) Rasio Solvabilitas
Rasio solvabilitas adalah rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan untuk
membayar semua hutang-hutangnya dengan aktiva yang dimilikinya jika
perusahaan tersebut dilikuidasi”. Rasio ini mengukur perbandingan dan yang
disediakan oleh pemiliknya dengan dana yang dipinjam dari kreditur perusahaan
tersebut. Rasio ini dimaksudkan untuk mengukur sejauh mana aktiva perusahaan
dibiayai oleh hutang. Rasio ini juga menunjukkan indikasi keamanan dari pemberi
pinjaman atau bank, bisa juga rasio ini menghitung seberapa besar laba sebelum
bunga dan pajak yang tersedia untuk menutup beban tetap bunga. Rasio yang
tergabung dalam rasio solvabilitas adalah sebagai berikut:
3) Rasio Aktivitas
Rasio aktivitas disebut juga dengan rasio efektivitas yang memperlihatkan
pemakaian dana perusahaan. Rasio ini berkaitan dengan kegiatan perusahaan yang
di ukur dengan kegiatan penjualan dan pendapatan perusahaan dalam operasinya.
Rasio aktivitas adalah rasio yang dimaksudkan untuk mengukur sampai seberapa
besar keefektifan perusahaan dalam menggunakan sumber-sumber dananya. Rasio
ini melihat pada beberapa aset kemudian menentukan berapa tingkat aktivitas
aktiva tersebut pada kegiatan tertentu. Aktivitas yang rendah pada tingkat penjualan
tertentu akan mengakibatkan semakin besarnya dana kelebihan yang tertanam pada
aktiva tersebut. Dana kelebihan tersebut akan lebih baik bila ditanamkan pada
aktiva lain yang lebih produktif.
a) Total Assets Turnover
Total Assets Turnover digunakan untuk mengukur kemampuan dana yang tertanam
dalam keseluruhan aktiva yang berputar dalam satu periode tertentu atau
kemampuan dari modal yang diinvestasikan utuk menghasilkan penjualan.
Rumus :
𝑃𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑎𝑠𝑠𝑒𝑡 𝑡𝑢𝑟𝑛𝑜𝑣𝑒𝑟 =
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑎𝑘𝑡𝑖𝑣𝑎
b) Receivable Turnover
Receivable Turnover digunakan untuk mengukur kemampuan dana yang tertanam
berputar dalam satu periode tertentu.
𝑃𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛
𝑅𝑒𝑐𝑖𝑒𝑣𝑎𝑏𝑙𝑒 =
𝑃𝑖𝑢𝑡𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑎𝑔𝑎𝑛𝑔
c) Working Capital Turnover
Working Capital Turnover merupakan perbandingan antara penjualan bersih
dengan aktiva lancar dikurangi hutang lancar. Rasio ini menunjukkan banyaknya
penjualan yang dapat diperoleh perusahaan untuk tiap – tiap modal kerja.
𝑃𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛
𝑊𝑜𝑟𝑘𝑖𝑛𝑔 𝐶𝑎𝑝𝑖𝑡𝑎𝑙 𝑇𝑢𝑟𝑛𝑜𝑣𝑒𝑟 =
𝐴𝑘𝑡𝑖𝑣𝑎 𝑙𝑎𝑛𝑐𝑎𝑟 − ℎ𝑢𝑡𝑎𝑛𝑔 𝑙𝑎𝑛𝑐𝑎𝑟
d) Inventory Turnover
Inventory Turnover digunakan untuk mengukur kemampuan dana yang tertanam
dalam satu periode tertentu atau mengkur likuiditas dari inventori dan tendensi
untuk adanya overstock.
𝑃𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛
Inventory Turnover =
𝑝𝑒𝑟𝑠𝑒𝑑𝑖𝑎𝑎𝑛
4) Rasio Rentabilitas
Rasio Rentabilitas menggambarkan kemampuan perusahaan untuk mendapatkan
laba melalui semua kemampuan, dan sumber yang ada seperti kegiatan penjualan,
kas, modal, jumlah karyawan dan sebagainya. Profitabilitas suatu perusahaan
menunjukkan perbandingan laba dengan aktiva atau modal yang menghasilkan laba
tersebut. Profitabilitas sangat penting untuk menguatkan kondisi perusahaan.
a) Rasio Margin Laba (Profit Margin Ratio)
Rasio ini menunjukan seberapa besar presentase pendapatan bersih yang diperoleh
dari setiap penjualan. Semakin besar rasionya maka akan semakin baik dianggap
kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba adalah cukup tinggi Rumus :
𝐿𝑎𝑏𝑎 𝑏𝑒𝑟𝑠𝑖ℎ
Profit Margin Ratio = 𝑥 100%
𝑃𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛
DAFTAR PUSTAKA
Hanafi, Mamduh M. dan Abdul Halim. 2012. Analisis Laporan Keuangan. UPP-
AMP YKPN, Yogyakarta
Alfarisi, Dicky Ade, 2009. “Analisa Struktur Dan Kinerja Industri Pulp Dan
Kertas Indonesia”. Jurnal Persaingan Usaha : Jurnal Komisi Pengawas
Persaingan Usaha, Edisi 1 Tahun 2009, hal 61-92